DONGENG CIKAL BAKAL / ASAL USUL SURABAYA
Dahulu kala disebelah utara Jawa Timur hiduplah seekor buaya raksasa yang ganas dan menyeramkan, dia adalah penguasa sungai dan menjadi pemangsa yang sangat di takuti oleh semua binatang di hutan sepanjang tepian di sungai, nama buaya itu adalah baya dia sangat pandai berburu sehingga membuat takut semua binatang di hutan.sungai yang didiami baya itu bermuara pada laut yang luas, di laut itu tinggallah seekor hiu ganas yang bernama sura,dialah penguasa laut yang di takuti semua ikan akan tetapi sura merasa bosan hanya memakan ikan setiap hari.Suatu hari sura pergi memburu kesungai dan menyantap anak kijang sura menjadi ketagihan, keesokan harinya ia berburu kembali di sungai itu dan mendapat banyak santapan, semakin hari baya menjadi curiga karena sulit untuk mencari mangsa dia pun menyelidiki sebabnya.
Saat melihat Sura yang sedang menangkap seekor anak monyet berenang di sungai baya marah. "Hei sura apa yang kau lakukan disini ini daerah kekuasaanku beraninya kamu merebut jatah makanan ku di sungai ini." ujar baya yang marah kepada sura, Sura pun tidak takut sama sekali kepada baya dia pun malah menantang baya "hei terserah aku mau mencari makan dimana ini kan bukan daerah kekuasaan mu jadi semua binatang bebas mencari makanan di sini di sungai ini." Akhirnya perkelahian pun tak dapat di cegah keduanya saling bertarung karena sama sama kuat.pertarungan tersebut terus berlansung berhari hari lamanya semua binatang dihutan pun ikut terganggu dengan perkelahian dua hewan buas tersebut mereka tidak bisa tidur dan tak tenang,akhirnya kedua binatang buas itu pun kelelahan tak ada yang menang dan tak ada yang kalah sebab keduanya sama sama kuat. "Sura sebaiknya kita sudahi saja perkelahian ini aku sudah lelah." "Aku juga baya". "Baiklah kita sudahi saja pertempuran ini. "Mulai sekarang kita batasi saja daerah perburuan kita, muara itu adalah batasnya jangan sampai kamu melanggar batasnya sura karena kamu akan merasakan sendiri akibatnya." "Baiklah baya aku terima perjanjian ini." Sura pun akhirnya pergi dari sungai itu dan kembali ke laut.berbulan bulan lamanya hutan menjadi tenang kembali tak ada perkelahian antara sura dan baya namun sura merasa gelisah dia rindu makan daging kijang seperti dulu, ikan ikan yang melimpah di laut tak bisa menyembuhkan rasa laparnya dia tak mampu menahannya diam diam dia berenang di muara, namun sayangnya tak ada mangsa yang mendekat ke muara sura bosan menunggu akhirnya dia berenang masuk ke dalam hutan sura senang kembali ke hutan lagi kali ini dia harus berhati hati supaya tidak ketahuan oleh baya, berbulan bulan lamanya sura berburu di sungai tanpa ketahuan, lama lama baya menjadi curiga sebab lagi lagi mangsanya berkurang meski dia tak melihat sura di sungai ini tapi dia yakin ini ulah sura, kemudian baya menyiapkan rencana, baya sengaja menangkap seekor kijang Dia melukai kaki kijang itu agar tak bisa lari kijang itu di letakkan dipinggir sungai lalu baya bersembunyi, sura yang berenang disungai melihat kijang yang terluka itu hatinya gembira sebab kijang itu gemuk, ketika dia hendak membawa kijang itu ke laut tiba tiba baya datang menghadangnya, "hei kamu ini memang bandar dan tak tahu malu sura serakah sekali kamu bayangkan ikan ikan di lautmu melimpah tapi kamu malah berburu ditempat ku" ujar baya yang mengetahui sura yang mengambil seekor kijang tersebut. "hei baya kalau kau mau kau bisa saja berburu ikan di laut aku tidak melarangmu", "halah mana doyan aku dengan ikan apalagi aku tak tahan dengan air laut." "Yasudah kalau kau tidak mau yang penting aku sudah menawarkan kepadamu", sura dengan enteng menjawab lalu bersiap menyeret kijang itu ke laut, baya semakin marah lalu meyerang sura. "hei mau bawa kemana kijang itu", "ya ke lautlah akan ku bakar disana",bawa kesini kijangnya tadi aku menangkapnya untuk menjebakmu", hei enak saja salah sendiri kamu tidak memakannya kijang nya".
Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya baya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali. Dalam pertarungan dahsyat ini, Baya mendapat gigitan Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu Sura kembali ke lautan. Baya puas telah dapat mempertahankan daerahnya. Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya bernama baya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini.
Dari peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan hiu sura dan buaya baya". Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya baerasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya". Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa. Seharusnya yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok.
Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok.
Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya. Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak. Tanggal 10 November 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda.Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.
HUT KOTA SURABAYA
31 Mei 2024, Peringatan 731 HUT Kota Surabaya. Tanggal 31 Mei tiap tahunnya, dirayakan sebagai Hari Ulang Tahun Kota Surabaya. Diketahui, Surabaya bediri sejak 31 Mei 1293, maka tahun 2024 ini merupakan peringatan ke-731.
31 Mei menjadi momen spesial bagi warga Surabaya. Pasalnya, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS). Bagaimana sejarah di balik penetapan 31 Mei sebagai Hari Jadi Kota Surabaya ?
Tahun 2024 bertepatan dengan peringatan HJKS ke-731. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan HJKS selalu diperingati secara meriah dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat Surabaya.
Demi menyemarakkan peringatan HJKS 2024, Pemkot Surabaya menggelar beberapa event besar, seperti Festival Rujak Uleg, Surabaya Vaganza, dan Festival Tepi Pantai. Tak lupa dengan semboyan 'Satukan Tekad Surabaya Hebat' sebagai tema perayaan tahun ini.
Ternyata, ada alasan tersendiri di balik 31 Mei ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Surabaya. Ini berkaitan dengan pertempuran yang terjadi antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pada 1293. Berikut sejarah singkatnya.
Sejarah 31 Mei Sebagai Hari Jadi Kota Surabaya
Sejak awal berdiri, Kota Surabaya kental dengan nilai kepahlawanan. Tak heran sebutan Kota Pahlawan melekat pada wilayah yang menjadi ibu kota Provinsi Jatim.
Nama Surabaya diambil dari dua kata, yakni sura berarti berani dan baya berarti bahaya. Dalam kata lain, dua kata itu diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang.
Nilai kepahlawanan ini bahkan tercermin dalam dipilihnya 31 Mei sebagai HJKS. Dilansir dari laman Pemkot Surabaya, 31 Mei memiliki hubungan erat pertempuran Raden Wijaya dengan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan yang terjadi pada 1293.
Mulanya, pasukan Mongol datang ke Jawa dengan misi untuk menyerang Kerajaan Singasari. Serangan ini dilatarbelakangi utusan Mongol yang disiksa Raja Singasari Kertanegara pada 1289. Sehingga Kubilai Khan mengirim pasukan besar ke Jawa untuk membalas Raja Kertanegara.
Namun, Raja Kertanegara tewas terbunuh sebelum pasukan Mongol tiba di tanah Jawa. Pembunuhan tersebut terjadi akibat Pemberontakan Jayakatwang pada 1292. Pasukan Mongol yang semula berniat menyerang Raja Kertanegara pun berganti haluan dengan menyerang Jayakatwang.
Pasukan Mongol diketahui bekerja sama dengan Raden Wijaya. Selang beberapa hari setelah Jayakatwang menyerah, tentara Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol. Pertempuran ini terjadi di Jawa atau tepatnya di wilayah Surabaya pada 31 Mei 1293. Peristiwa tersebut yang kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Kota Surabaya.
Sejarah Versi Lain Hari Jadi Kota Surabaya
Sebelum diperingati pada 31 Mei, HJKS rupanya pernah dirayakan setiap 1 April. Dihimpun dari beberapa sumber, versi itu berhubungan erat dengan peninggalan Belanda.
1 April bertepatan dengan pertama kalinya Pemerintah Kota Surabaya terbentuk. Tepatnya pada 1906. Berdirinya Pemerintah Kota Surabaya juga bersamaan dengan empat kota lain di Indonesia yang dibentuk pihak Hindia Belanda. Keempat kota tersebut antara lain Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar.
Meski begitu, peringatan HJKS pada 1 April dinilai kurang pas karena identik dengan peninggalan berbau Belanda. Terlebih, peringatan yang terlalu muda juga tidak cocok dengan eksistensi Surabaya yang sudah ada sejak Kerajaan Majapahit.
Para tokoh sejarah pun mengusulkan perubahan tanggal HJKS kepada R. Soekotjo, Wali Kota Surabaya kala itu. Berdasarkan keputusan Wali Kota Surabaya pada 1973, sebuah tim khusus dibentuk untuk melakukan penelitian terhadap penetapan HJKS yang baru.
Terdapat empat alternatif yang ditemukan melalui pengkajian ini. Alternatif pertama, 31 Mei 1293 karena bertepatan dengan kemenangan Raden Wijaya dari Majapahit dalam melawan Kubilai Khan. Alternatif kedua, 11 Semptember 1294 kala Raden Wijaya menganugerahkan tanda jasa kepada Kepala Desa Kudadu dalam mengusir tentara Tar-tar.
Alternatif ketiga, 7 Juli 1358 atas dasar pertama kalinya nama Surabaya dipakai sebagai naditira pradeca sthaning anambangi (desa di pinggir sungai tempat penyeberangan). Tulisan tersebut tercatut dalam Prasasti Trowulan I.
Sementara, alternatif terakhir pada 3 November 1486. Ini berdasarkan Prasasti Jiu yang menjelaskan bahwa pada tanggal tersebut Adipati Surabaya pertama kalinya mengoperasikan pemerintahan di daerah ini.
Dari empat alternatif yang diajukan, dilakukan penggalian lebih dalam menyangkut data sejarah, pertimbangan ideal, serta nilai dan jiwa kepahlawanan sebagai ciri khas arek Suroboyo. R. Soekotjo mengusulkan kepada DPRD Kota Surabaya untuk menetapkan 31 Mei 1293 sebagai HJKS.
Berdasarkan Surat Keputusan No 02/DPRD/Kep/75 tertanggal 6 Maret 1975, DPRD Kota Surabaya mengesahkan HJKS pada 31 Mei 1293. Wali Kota Surabaya kemudian mengeluarkan Surat keputusan No 64/WK/75 tanggal 18 Maret 1975. Oleh karena itu, peringatan HJKS berubah dari 1 April menjadi 31 Mei sejak 1975.
Koleksi artikel POINT Consultant