PROXY WAR ADA DISEKITAR KITA
Perang proksi (Proxy war) adalah perang antar dua negara atau aktor non-negara yang terjadi karena dorongan atau mewakili pihak lain yang tidak terlibat langsung di pertempuran. Pihak lain tersebut harus memiliki hubungan yang erat dan lama dengan pihak yang bertikai baik dalam bentuk pendanaan, pelatihan militer, dan lain-lain yang dapat memastikan perang terus berjalan.
Sementara kekuasaan kadang-kadang digunakan pemerintah sebagai proksi, aktor non-negara kekerasan, dan tentara bayaran, pihak ketiga lainnya yang lebih sering digunakan.
Diharapkan bahwa kelompok-kelompok ini bisa menyerang lawan tanpa menyebabkan perang skala penuh.
Perang Proksi juga telah berjuang bersama konflik skala penuh.
Hal ini hampir mustahil untuk memiliki perang proksi yang murni, sebagai kelompok berjuang untuk bangsa tertentu biasanya memiliki kepentingan mereka sendiri, yang dapat menyimpang dari orang-orang dari patron mereka.
Biasanya perang proksi berfungsi terbaik selama perang dingin, karena mereka menjadi kebutuhan dalam melakukan konflik bersenjata antara setidaknya dua pihak yang berperang sambil terus perang dingin.
Istilah proxy war atau perang proksi, lebih sering didengar belakangan ini. Bagi masyarakat awam mungkin lebih sederhana memahami isu ini lewat pengalaman penjajahan di masa lalu, dimana ketika itu sejarah mencatat adanya politik pecah belah (devide et impera) oleh penjajah Belanda untuk menguasai bumi Indonesia.
Lewat cara-cara adu domba diantara komponen bangsa itulah salah satu upaya guna melemahkan kekuatan suatu negara sebelum perang konvensional (perang fisik) dilakukan. Strategi pelemahan demikian adalah sebuah cara yang dianggap efisien (low cost) dalam teori perang.
Namun dewasa ini, seiring dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis internet, maka terminologi, konsep maupun karakteristik perang telah bergeser, yakni dari semula hanya perang konvensional menuju kepada perang asimetris (semisal perang gerilya), perang hibrida (konvensional, asimetris dan perang informasi) serta perang proksi (proxy war).
Proxy War merupakan perang terselubung di mana salah satu pihak menggunakan orang lain atau pihak ketiga untuk melawan musuh.
Dengan kata lain, proxy war merupakan perang tidak tampak yang menggunakan cara-cara halus untuk menghancurkan dan mengalahkan lawan menggunakan pihak ketiga.
Strategi melancarkan proxy war, yaitu identitas lawan tidak mudah dibaca karena berkamuflase sebagai pelaku tindak kriminal yang membangun kolaborasi dengan komunitas penjahat di negara yang menjadi target serangan.
Kini terminologi perang proksi menjadi meluas, terutama dengan melibatkan perang informasi yang bertujuan menciptakan konflik-konflik internal.
Perang proksi yang lebih membahayakan adalah jika pelakunya bukan negara (non state actor) dan sering sulit diidentifikasi dengan caranya yang senyap.
Di dalam dunia intelijen ada dikenal cara-cara infiltrasi semacam gerakan bawah tanah (operasi clandestine), dimana cara-cara demikian bisa sangat mungkin digunakan oleh musuh-musuh negara untuk menyemai bibit-bibit perang proksi di masyarakat.
Perang proksi sudah terjadi dan menjadi ancaman nyata yang menyusup ke sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan berkeluarga.
Perang proksi justru tidak dilakukan melalui kekuatan militer, melainkan perang melalui beragam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui aspek sosial budaya, politik, ekonomi serta hukum.
Indikasi perang proksi di Indonesia antara lain bisa terdeteksi dengan adanya gerakan-gerakan separatis, radikalisme beraliran kiri maupun kanan, gerakan-gerakan demonstrasi yang didesain anarkis, pemberitaan media yang provokatif, tawuran pelajar, konflik horizontal termasuk kedalamnya peredaran narkoba, penyebaran pornografi, pornoaksi dan seks bebas hingga gerakan LGBT.
Tujuan perang proksi pada akhirnya adalah penaklukkan suatu bangsa oleh bangsa lain yang berniat jahat menguasai teritori negeri dengan segala kekayaan alamnya, pertikaian di kawasan timur tengah dewasa inipun ditengarai adalah salah satu model perang proxi, yang ujungnya adalah perebutan sumber-sumber minyak. Bagaimana cara mengenali gejala perang proksi dewasa ini ? tentu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang cukup atas hal tersebut.
Yang pertama adalah bagaimana kewaspadaan kita dari dalam untuk selalu membentengi diri dari setiap upaya membenturkan kepentingan diantara berbagai golongan masyarakat.
Dalam hal ini bangsa Indonesia yang memiliki beragam kearifan lokal antara lain semangat bermusyawarah mestinya faham betul dalam bersikap, yakni tidak mudah termakan oleh isu-isu provokatif, baik yang beredar di dunia nyata maupun berita atau informasi yang beredar di ranah maya, dalam hal ini media sosial khususnya yang kini diakses oleh puluhan juta rakyat Indonesia.
Sikap tabayyun (klarifikasi), tidak mudah digiring oleh opini-opini yang menyesatkan (hoax) dan selalu melakukan pengecekan menyeluruh atas informasi apapun yang kita terima adalah cara cerdas sebelum menyimpulkan dan bersikap atas suatu isu atau kondisi.
Kedua, adalah membekali diri dengan kewaspadaan dan berani menolak dengan tegas apabila ada upaya propaganda yang melenceng jauh dari cita-cita kemerdekaan dan kebangsaan kita, menolak dengan tegas nilai atau faham baru yang keluar dari semangat empat pilar bangsa yang selama ini kita anut, yakni Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Setiap individu dan unit keluarga di Indonesia adalah unsur terdepan guna melawan upaya-upaya perang proksi yang dilakukan negara lain atau non state actors yang tidak mau rakyat Indonesia bersatu. Harus ada kekompakan sosial dalam melawan segala jenis kejahatan yang mengancam kedaulatan bangsa ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat dan saling mengingatkan atas ancaman fenomena proxy war ini. Hal ini ini penting dilakukan demi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelundupan Narkoba merupakan salah satu kejahatan proxy war yang mengancam negeri ini. Kejahatan Narkoba termasuk salah satu kasus kejahatan proxy war di Indonesia dimana bisa dilihat pada artikel yang berjudul “12 Ancaman & Bukti Proxy War di Indonesia”.
Dimana kejahatan Narkotika berada pada point diatas, yaitu kejahatan yang menghancurkan generasi muda di Indonesia dengan Narkotika, budaya konsumtif, judi online, dan situs porno.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingginya gelombang penyelundupan narkoba jangan dianggap persoalan bisnis barang haram semata. Penyelundupan itu patut dipahami sebagai serangan proxy war alias perang proxy. Targetnya, generasi milenial Indonesia. Tujuannya, agar mereka kecanduan dan menjadi lemah. Masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia pun menjadi taruhannya.