Al Kisah 1001 Malam
Hikayat 1001 Malam mengandung beragam cerita seperti, kisah percintaan, tragedi, komedi, syair, ejekan, serta beragam bentuk erotika. Sejumlah kisah yang termuat dalam 1001 Malam juga melukiskan tentang jin, tukang sihir, tempat-tempat legendaris yang sering kali menampilkan tempat dan orang-orang yang sesungguhnya.
Hikayat 1001 Malam adalah kumpulan cerita rakyat yang berasal dari Arab dan Yaman Kuno, India Kuno, Asia Kecil Kuno, Persia Kuno, Mesir Kuno, Suriah Kuno, dan era kekhalifahan Islam.
Kisah 1001 Malam bercerita tentang seorang ratu bernama Syahrazad yang menceritakan kisah-kisah menarik kepada suaminya, Raja Syahriar, untuk menunda hukuman mati.
Berikut adalah beberapa poin penting dalam kisah 1001 Malam :
- Raja Syahriar adalah raja yang adil pada awalnya, tetapi menjadi kejam setelah dikhianati oleh istrinya.
- Raja Syahriar melampiaskan kekecewaannya dengan menikahi setiap gadis di Persia dan dibunuh setelah malam pertama.
- Syahrazad adalah putri sulung dari menteri wazir dan istri Raja Syahriar.
- Syahrazad adalah wanita cerdas yang banyak membaca cerita, hikayat, dan berbagai bentuk erotika.
- Syahrazad menceritakan sebuah kisah setiap malamnya kepada Raja Syahriar untuk menunda hukuman mati.
- Akibatnya, Shahriyar pun enggan untuk membunuh Shahrazad lantaran selalu antusias mendengar kelanjutan cerita dari istrinya itu.
- Sampai pada malam ke 1001, Shahrazad akhirnya kehabisan cerita.
- Alih-alih memenggal kepala Shahrazad, sang raja malah mengangkatnya menjadi permaisuri.
Sastra bukan sekedar gaya bahasa atau bercerita. Sastra memiliki kekuatan persuasif yang kuat. Amanat dan nasihat tersampaikan tanpa terasa baku dan kaku. Pengetahuan kita bertambah, pengertian kita menajam dan dengan sastra tentunya kita bisa menemukan bahwa segala sesuatu dalam hidup itu bermakna.
Betapa kisah-kisah telah begitu banyak tercipta selama berabad-abad. Bukan sekedar menjelma menjadi sebuah buku, film di layar kaca, atau layar lebar, jauh sebelum itu kisah-kisah itu beredar secara lisan. Seperti di Baghdad, Damaskus, atau Kairo, di tengah pertemuan-pertemuan keluarga, perkumpulan-perkumpulan masyarakat, dan kedai-kedai kopi, setiap kisah yang diceritakan berhasil memikat orang-orang tua maupun muda.
Khalifah Harun Al-Rasyid merasa lebih puas kalau dapat memenuhi rasa kagumnya dengan jalan mendengarkan sebuah kisah daripada memenuhi rasa keadilan atau kehausannya akan balas dendam. Dan seorang Raja Cina menyelamatkan empat nyawa ketika dia akhirnya mendengarkan sebuah kisah yang lebih aneh dibandingkan satu episode yang aneh dari kehidupannya sendiri.
Kisah 1001 Malam memang dikenal sebagai kisah-kisah yang melegenda di kawasan Timur Tengah. Namun tak seorang pun mengetahui secara tepat kapan suatu kisah lahir. Dalam proses penceritaan kembali, kisah-kisah itu diubah-ubah sesuai dengan kehidupan umum dan adat-istiadat masyarakat Arab yang mengadaptasinya. Al-Mas’ud dan Ibn Al-Nadim, ahli sejarah Arab dari abad kesepuluh membicarakan adanya kumpulan kisah pada masa itu. Seperti Seribu Kisah atau Seribu Malam, suatu terjemahan dari sebuah karya berbahasa Persia berjudul Hazar Afsana (Seribu dongeng). Meski kedua karya itu sekarnag sudah hilang namun Hazar Afsana telah menyumbangkan sebuah judul yang populer dan juga bagan umum dan pembagiannya pada satu kumpulan, Seribu Satu Malam.
Seribu Satu Malam (bahasa Arab: ألف ليلة وليلة, Alf Lailah wa-Lailah)adalah sebuah karya sastra epik Timur Tengah yang lahir pada Abad Pertengahan. Kumpulan cerita pendek ini menceritakan tentang Ratu Scheherazade yang menceritakan serangkaian cerita lucu kepada suaminya, Raja Sayaryar, untuk menunda hukuman matinya. Kisah-kisah ini diceritakan selama seribu satu malam. Dan setiap malam, Scheherazade mengakhiri kisahnya dengan menegangkan, sehingga raja selalu menunda eksekusinya hingga dia bisa mendengar kelanjutan cerita yang diceritakan Scheherazade.
Buku Seribu Satu Malam terdiri dari kumpulan-kumpulan kisah dengan tokoh yang berbeda dan alur cerita yang menarik. Di dalamnya termasuk legenda, fabel, roman, dan dongeng dengan latar yang berbeda seperti Baghdad, Basrah, Kairo, dan Damsyik, juga ke Tiongkok, Yunani, India, Afrika Utara, dan Turki.
Kisah-kisah dalam Seribu Satu Malam, seperti Syahrazad dan Syahriar, dan Sinbad si Pelaut, menekankan tiga hal kepada pembaca, yaitu :
- Suatu masalah akan selalu ada penyelesaiannya
- Keteguhan akan membuat suatu masalah mencapai penyelesaiannya
- Kekuatan batin dapat membantu untuk mempertahankan keteguhan.
- Kisah-kisah Seribu Satu Malam ini pun dimuat dalam berbagai hikayat Melayu seiring berasimilasinya budaya Arab dan Persia dengan budaya Melayu.
Sejarah
Pada abad ke-8, masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah Harun Ar-Rasyid, saat itu Bagdad merupakan salah satu kota perdagangan yang sangat penting. Pedagang dari Tiongkok, India, Afrika, dan Eropa singgah dan dapat ditemukan di sana. Ketika inilah cerita-cerita tradisional dari berbagai bangsa dikumpulkan menjadi satu dan dinamakan Hazar Afsanah. Pada abad ke-9, seorang pendongeng dari Arab bernama Abu abd-Allah Muhammed el-Gahshigar menerjemahkan kumpulan cerita ini ke dalam bahasa Arab. Kerangka cerita mengenai Syahrazad dan Syahriar baru ditambahkan pada abad ke-14. Bentuk modern pertama dari cerita Seribu Satu Malam, tetapi masih dalam bahasa Arab, diterbitkan di Kairo, Mesir pada tahun 1835.
Konon, pada era itulah cikal bakal Hikayat 1001 Malam mulai dirajut. Terdapat beragam versi tentang asal mula lahirnya karya sastra citra Arab yang termasyhur itu. NJ Dawood dan William Harvey dalam bukunya berjudul Tales from the Thousand and One Nights mengungkapkan, Hikayat 1001 Malam merupakan sastra citra yang berasal dari tiga rumpun kebudayaan dunia, yakni India, Persia, dan Arab.
"Mahakarya seni cerita bertutur itu berasal dari sebuah buku dari Persia yang hilang berjudul Hazar Afsanah (Seribu Legenda)", papar Dawood dan Harvey. Menurut keduanya, buku cerita dari Persia itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada tahun 850 M. Hazar Afsanah, imbuh keduanya, berisi tentang cerita rakyat India dan Persia. "Para pendongeng Muslim yang profesional membumbui dan mengadopsi cerita itu dengan warna lokal Arab". Versi lainnya menyebutkan, Hikayat 1001 Malam sebagai kumpulan cerita rakyat Arab. Adalah Abu Abdullah bin Abdus Al-Jasyayari, seorang pengarang Muslim terkemuka yang merangkai dan menulis kisah yang legendaris itu. Kitab Alf Laila wa-laila yang ditulis Al-Jasyayari ide ceritanya berasal dari Hazar Afsanah yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Menurut pendapat lain, dongeng 1001 Malam yang dikenal dalam bahasa Persia berjudul Hezar-o yek Sab itu merupakan sebuah kumpulan cerita yang disusun selama berabad-abad oleh begitu banyak pengarang, penerjemah, dan sarjana. Cerita rakyat yang mulai lahir antara abad ke-8 hingga 9 Masehi itu berawal dan berakar dari cerita rakyat Arab dan Yaman Kuno, India Kuno, Asia Kecil Kuno, Persia Kuno, Mesir Kuno, Suriah Kuno, dan era kekhalifahan Islam. Cerita rakyat India mewarnai dongeng 1001 Malam melalui fabel Sanskerta kuno. Sedangkan, cerita rakyat Bagdad hadir dalam hikayat yang populer itu melalui Khalifah Abbasiyah.
Sosok Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Abu Nawas penyair terkemuka pada zaman Bani Abbas muncul dalam cerita rakyat yang begitu melegenda itu. Kumpulan cerita rakyat itu mengangkat kisah tentang seorang ratu Sassanid bernama Syahrazad. Dalam dongeng 1001 Malam itu, sang Ratu menceritakan serantai kisah-kisah yang menarik pada suaminya, Raja Syahriar. Cerita demi cerita yang dikisahkan sang ratu pada raja merupakan upaya cerdik yang dilakukannya untuk menunda hukuman mati atas dirinya. Malam demi malam, Ratu Syahrazad bercerita pada sang raja.
Syahrazad mengakhiri kisahnya dengan akhir yang menegangkan dan menggantung. Sehingga, sang raja dibuat tertarik dan penasaran untuk mendengar kelanjutan kisah dari sang ratu. Setiap kisah yang diceritakan ratu mampu menarik perhatian raja. Sang raja pun selalu menangguhkan perintah hukuman mati bagi Syahrazad.
Hikayat 1001 Malam mengandung beragam cerita seperti, kisah percintaan, tragedi, komedi, syair, ejekan, serta beragam bentuk erotika. Sejumlah kisah yang termuat dalam 1001 Malam juga melukiskan tentang jin, tukang sihir, tempat-tempat legendaris yang sering kali menampilkan tempat dan orang-orang yang sesungguhnya. Khalifah Harun Ar-Rasyid, Abu Nuwas dan Wazir (perdana menteri) Ja'far Al-Barmaki juga menjadi tokoh cerita. Popularitas Hikayat 1001 Malam semakin mengkilap lantaran diramaikan dengan kisah-kisah lainnya yang menarik seperti, Aladdin dan Lampu Wasiat, Ali Baba, Sinbad si Pelaut, serta 40 Pencuri.
Namun, kisah-kisah yang justru cerita rakyat Timur Tengah yang asli itu tak muncul dalam kitab Alf layla wa-layla versi Arab. Kisah-kisah yang menarik itu justru baru muncul dalam The Arabian Nights yang diterjemahkan seorang sarjana Prancis bernama Jean Antonie Galland. Galland mengaku menulis kisah-kisah yang banyak diangkat ke dalam film di berbagai negara itu setelah mendengarnya dari seorang penutur cerita asal Aleppo, Suriah bernama Hanna Diab. Hikayat 1001 Malam yang merupakan sumbangsih peradaban Islam, kini telah menjadi cerita rakyat seluruh dunia. Sastra epik Arab pada zaman kekhalifahan itu telah memberi pengaruh yang besar dalam peradaban manusia terutama dalam bidang kebudayaan. Dengan sederet kisah yang memikat, Hikayat 1001 Malam telah memberi warna dalam bidang sastra, film, musik, dan permainan di berbagai belahan dunia.
Buku ini diterjemahkan berdasarkan naskah Suriah abad ke-14 oleh Husain Haddawy, pria yang lahir di Baghdad dan sekarang menjadi Profesor bahasa Inggris di Universiy of Nevada. Terdiri atas empat kategori cerita rakyat—kisah binatang, dongeng, roman dan komik serta hikayat-hikayat sejarah. Dua yang terakhir itu sering digabungan menjadi satu kategori. Cerita rakyat itu dipenggal-penggal menjadi bermalam-malam dengan panjang cerita yang beragam.
Apakah buku dengan jumlah 700 halaman ini memuat 1001 kisah? Tentu bukan, 1001 adalah jumlah malam yang diceritakan dalam buku ini. Namun buku ini memuat dua ratus lebih kisah yang menyentuh hati, antara asmara, duka nan lara, penderitaan yang mengharukan, keindahan nan agung hingga humor nan bersahaja. Penerbit Qanita mengkategorikan buku ini sebagai novel karena memang ratusan kisah tadi menyusup pada alur cerita buku.
Kisah-kisah 1001 malam
Cerita dimulai dengan dua orang kakak beradik bangsawan masa pemerintahan wangsa Sasaniah (Dinasti raja-raja Persia 226-641 M). Yang lebih tua bernama Syahrayar, dan yang lebih muda bernama Syahzaman. Syahrayar hidup dan memerintah di India dan Indocina, sementara adiknya diberi tanah di Samarkand untuk dikuasai. Sepuluh tahun kemudian, Syahzaman mengunjungi kakaknya dengan begitu depresi. Pasalnya sebelum pergi, Syahzaman membunuh istrinya dan pemuda juru masak istana yang dia dapati tengah berselingkuh.
Di istana kakaknya, Syahrayar pergi berburu dan meninggalkan adiknya yang dia pikir tidak mau ikut karena sedang merindukan keluarganya di rumah. Suatu petaka pun kembali terjadi, kali ini menimpa kakaknya. Syahzaman mendapati Istri Syahrayar juga dengan sepuluh selirnya berselingkuh dengan para budak. Bukan malah tambah depresi Syahzaman malah tersadar, bahwa ternyata dia bukanlah satu-satunya orang yang menderita tetapi semua orang juga bisa menderita bahkan lebih darinya.
Syahrayar yang telah kembali ke istana mendapati adiknya terlihat kembali normal, bertanya soal bagaimana Syahzaman ketika dating terlihat murung dan dalam waktu singkat berubah membaik. Syahzaman pun menjelaskan kemalangan yang dia derita dan yang terjadi di istana ketika Syahrayar pergi. Mendengar itu Syahrayar tak percaya hingga kemudian mereka merencanakan sesuatu. Berhasil, Syahrayar dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan istri dan kesepuluh selirnya berbuat seperti apa yang dilaporkan adiknya. Syahrayar dan Wazirnya pun membunuh kesemuanya itu.
Lain adik lain kakaknya, Syahrayar mengalami depresi yang lebih parah. Ia benar-benar dibuat kecewa oleh kaum hawa. Syahrayar kemudian bersumpah akan menikah hanya untuk semalam dan membunuh wanita itu keesokan harinya. Dan hal itu terjadi sampai semua gadis mati kecuali kedua putri sang Wazir yang dibiarkan tetap hidup. Anehnya putri pertama sang Wazir, Syahrazad malah meminta izin untuk bisa menikah dengan Syahrayar. Sang ayah awalnya tak mengizinkan tapi pada akhirnya dibolehkan karena Syahrazad begitu bersikeras.
Menarik karena Syahrazad adalah seorang gadis yang gemar membaca buku-buku kesusasteraan, filsafat dan ilmu pengobatan. Keputusan dia menikah denga Raja Syahrayar juga bukan tindakan konyol. Ia bersiasat dengan adiknya Dinarzad.
“Dik, dengarkan baik-baik apa yang kukatakan kepadamu. Jika aku menemui sang Raja, aku akan menyuruh menjemputmu, dan jika engkau dating dan melihat bahwa sang Raja telah selesai denganku, katakanlah, ‘Kak, jika engkau belum mengantuk, ceritakan kepada kami sebuah dongeng.’ Lalu, akan mulai mendongeng, dna hal itu akan membuat sang Raja menghentikan perbuatannya, menyelamatkan hidupku sendiri, dan membebaskan rakyat.” –hal.68
Karenanya kita akan membaca buku ini serupa menonton sinetron. Akan ada episode-episode dari setiap malam. Namun tentu kita akan terus keranjingan karena setiap episode memiliki kisah yang berbeda dengan ending yang bisa membuat penasaran soal kelanjutannya. Tidak hanya bagi pembaca, tokoh-tokoh utama juga ikut terpengaruh dan ikut terikat dalam struktur cerita sampai akhir halaman. Amazing!
Kesusasteraan Timur Tengah juga dikenal dengan dunia syair. Maka tak mengherankan jika ciri khas Kisah 1001 Malam itu penuturan prosanya diselang-seling dengan puisi. Puisi disisipkan agar sesuai dengan peristiwanya, untuk menambahkan warna pada penggambaran suatu tempat atau seseorang, mengungkap kegembiraan atau kesedihan, memuji seorang wanita, atau menggarisbawahi suatu ajaran moral.
“Jujurlah, meski kejujuran itu
Akan menyiksamu dengan api neraka,
Dan senangkanlah Tuhanmu dan bukan budak-budak-Nya,
Untuk menghindari kemarahan-Nya.” –hal.290
Yang mengejutkan adalah kisah Aladdin dan Lampu Ajaib tidak dimuat dalam buku ini. Hal ini sudah diungkapkan Husain Haddawy diawal pada bab Pendahuluan. Ia menilai bahwa kisah Aladdin tidak ada dalam naskah atau edisi Arab mana pun yang telah dikenal, kecuali dalam dua naskah yang ditulis di Paris, jauh sesudah muncul dalam terjemahan Galland. Dalam buku hariannya, Galland mula-mula mendengar kisah itu pada 1709 dari Hanna Diab, seorang Kristen Manorit dari Aleppo.
“Kali pertama kisah itu muncul dalam bahasa Arab adalah pada 1787, dalam sebuah naskah yang ditulis oleh seorang pendeta Kristen Suriah yang hidup di Paris, bernama Dionysius Shawish, alias Dom Denis Chavis, suatu naskah yang dirancang untuk melengkapi bagian-bagian yang hilang dari naskah Suriah abad keempat belas. Kisha itu muncul lagi dalam sebuah naskah yang ditulis antara 1805 dan 1808 di Paris oleh Mikhail Sabbagh, seorang Suriah yang menjadi kaki tangan Silvestre de Sacy.” –hal.16
Selama berabad-abad Kisah 1001 Malam telah memikat imajinasi para pendengar atau pembaca hampir di seluruh belahan dunia. Maka tak heran jika kita sering mendapati beberapa perbedaan dalam sebuah buku, film atau pertunjukan sekalipun memiliki kesamaan judul. Namun selain menyuguhkan kisah-kisah, buku ini juga memuat penjelasan soal kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh beberapa penerjemah di ratusan tahun yang lalu pada halaman Prakata penerjemah.
Akhirnya membaca Arabian Nights Kisah 1001 Malam edisi ini membuat kita memahami banya hal. Nyatanya bahwa karya sastra adalah sebuah warisan dan kisah-kisah bermuatan hikmah juga akan mampu meredam egoisme dan membentuk kebijaksanaan. Maka sepatutnya buku ini layak masuk dalam daftar koleksi perpustakaan pribadi bahkan madrasah sebagai bentuk apresiasi terhadap ruang kesusasteraan Arab.
Koleksi Artikel POINT Consultant