PERUNDUNGAN
Istilah bullying ramai digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Penggunaan istilah bullying atau dalam bahasa Indonesia disebut
dengan perundungan ini tidak hanya dijumpai pada kalangan anak muda, tetapi
juga hingga mereka yang telah dewasa. Kejadian perundungan yang terjadi di
tengah masyarakat memiliki beragam intensitas dari kecil hingga besar.
Tidak hanya itu, beberapa kasus perundungan secara verbal
dikaitkan atau ditutupi dengan embel-embel bercanda atau guyonan tetapi membuat
korbannya merasa tidak nyaman. Contoh perundungan dalam skala atau intensitas
yang besar misalnya dikucilkan oleh orang-orang di sekolahnya karena korban
memiliki perbedaan tertentu, bisa karena fisik, kognitif bahkan dari segi
materi.
Berkaca dari beragam kondisi perundungan dan penyebab
bullying tersebut, sepertinya penting bagi kita untuk memahami lebih dalam
mengenai bullying atau perundungan. Harapannya dengan mengetahui lebih baik
mengenai perundungan, kita dapat menekan perilaku tersebut sehingga tidak ada
lebih banyak korban bullying lainnya di luar sana.
PENGERTIAN PERUNDUNGAN
Perundungan adalah tindakan bullying yang saat ini sering
terjadi di sekitar kita, terlebih lagi di kalangan siswa remaja. Perundungan
dapat terjadi kapan dan di mana saja, baik dalam dunia nyata seperti di
sekolah, rumah, restoran, ataupun di dunia maya. Misalnya seperti di media
sosial atau pesan elektronik lainnya.
Mengutip, merangkum laman Kemendikbud RI, perundungan adalah suatu
perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal maupun fisik yang membuat
seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan. Biasanya, perundungan
dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok.
Perundungan dianggap terjadi bila seseorang merasa tidak
nyaman dan sakit hati atas perbuatan orang lain. Perundungan dapat diibaratkan
sebagai benih dari banyak kekerasan lain, misalnya seperti, tawuran,
intimidasi, pengeroyokan, pembunuhan, dan sebagainya.
Bullying (perundungan) adalah penyalahgunaan kekuatan
serta perilaku agresif atau yang bertujuan untuk menyakiti orang lain yang
dilakukan oleh rekan atau peers secara berulang dan melibatkan ketimpangan
kekuatan baik secara nyata atau menurut anggapan antara pelaku dan korban.
(Olweus D. dalam Wolke & Lereya, 2015)
Sedangkan American Psychological Association (APA) mendefinisikan bullying adalah sebagai sebuah bentuk perilaku agresif yang dilakukan secara berulang dan disengaja untuk menimbulkan perasaan tidak nyaman maupun cidera bagi korban (Bullying, t.t.)
Berdasar kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengertian bullying atau perundungan merupakan sebuah perilaku agresi
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang melalui secara sengaja dan
berulang dengan tujuan agar orang lain merasa tidak nyaman maupun hingga
menimbulkan dampak buruk lain seperti cedera secara psikologis, fisik, dan
sosial.
Dalam praktiknya, fenomena perundungan ini melibatkan
tiga pihak yaitu pelaku, korban dan bystanders. Bystanders pada perilaku
perundungan merujuk pada individu yang melihat terjadinya perilaku bullying
baik secara online atau cyberbullying, maupun offline yang mana bullying bisa
berupa teman, kolega, guru, atasan, pelatih, orang tua dan masih banyak lagi
(Assistant Secretary for Public Affairs (ASPA), 2019).
Selayaknya bystanders maupun saksi mata dalam kejadian
lainnya, bystanders pada perundungan dapat memberikan efek positif terutama
menghentikan perbuatan para pelaku. Namun demikian, apabila ia tidak bertindak
dan hanya melihat maka perbuatan pelaku bullying tidak akan berhenti dan
cenderung semakin intens.
Jenis-jenis Perundungan
Perundungan tak hanya terjadi dalam dunia nyata, tetapi
juga terjadi di dunia maya. Berikut jenis-jenis perundungan di dunia nyata:
Perundungan verbal, seperti membentak, berteriak, memaki,
bergosip, menghina, meledek, mencela, mempermalukan, dan sebagainya.
Perundungan fisik, seperti menampar, mendorong, mencubit,
menjambak, menendang, meninju, dan lain sebagainya yang dapat melukai fisik.
Perundungan sosial, seperti, mengucilkan,
membeda-bedakan, mendiamkan.
Selain perundungan di dunia nyata, perundungan juga dapat
terjadi di dunia maya atau biasa disebut cyber bullying, antara lain meliputi :
1.
Memperolok di media
sosial seperti mengirimkan berbagai pesan yang menyakiti, menghina, mengancam.
2.
Pesan teror.
3.
Menyebarkan kabar
bohong.
4.
Mengubah foto tidak
semestinya.
5.
Perang kata-kata
dari dunia maya (flaming).
6.
Membuat akun palsu
untuk merusak reputasi seseorang.
7.
Memperdaya
seseorang untuk melakukan sesuatu yang memalukan.
8.
Mengucilkan
seseorang dari grup daring/online
Dampak Perundungan
Perundungan adalah tindakan tidak menyenangkan yang
dilakukan kepada seseorang. Akibatnya, seseorang merasa tidak nyaman, sakit
hati juga tertekan.
Disebutkan, dampak dari perundungan adalah dapat
mengakibatkan pada beberapa hal, antara lain :
1.
Akademis, seperti
penurunan prestasi akademis, penurunan tingkat kehadiran di sekolah,
berkurangnya minat pada tugas dan kegiatan sekolah lainnya, sulit
berkonsentrasi, drop out dari sekolah atau kegiatan yang disukai.
2.
Sosial, seperti
tidak percaya diri, pemalu, memiliki sedikit teman, cenderung menarik diri dari
lingkungan sosial, kurang rasa humor, sering diejek, bahasa tubuh yang lemah
dan lain sebagainya.
3.
Fisik, seperti
merasa sulit tidur, mual, lemah, gagap, keluhan pusing, sakit perut ataupun
terdapat luka-luka pada tubuh korban.
4.
Emosi, seperti
suasana hati yang berubah-ubah, menjadi sensitif, was-was, takut, cemas,
gelisah, murung, sedih, mudah menangis dan suka menyalahkan diri sendiri.
5.
Selain dampak yang
disebutkan, ada pula beberapa anak yang mengalami perundungan justru membuat
dirinya menjadi lebih agresif. Hal itu dipicu oleh keinginan korban untuk
membalas rasa sakitnya dengan melakukan perundungan kepada orang lain.
PANDANGAN HUKUM
Kasus perundungan atau yang biasa disebut sebagai tindak
bullying adalah suatu tindak kejahatan yang berdampak sangat berat kepada
korban. Tindakan bullying ini dapat digambarkan sebagai tindakan menindas suatu
kelompok kecil atau perorangan yang dianggap lebih rendah oleh para pelaku
bullying. Alasan-alasan pelaku menindas para korban dapat didasari oleh kecemburuan
sosial, kebencia, atau bahkan bisa saja dilakukan dalam rangka melakukan
pemerasan kepada korban.
Tindak perundungan sebenarnya adalah suatu tindak
kejahatan yang terbilang berat walau tidak secara detail diatur dalam
Undang-Undang, karena dengan adanya tindak perundungan, korban akan terserang
secara mental sehingga dapat menyebabkan gangguan kepada kejiwaan korban. Namun
karena tidak menyebabkan luka secara fisik, maka kerapkali pelaku bullying
dapat lolos dari jeratan hukum karena tidak ada bukti yang memberatkannya dan
korban yang kebanyakan tidak berani terbuka kepada orang lain tentang
perundungan yang dialaminya.
perundungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu bullying
yang tidak hanya menyerang mental namun juga bullying yang menyebabkan luka fisik
pula. Walaupun perundungan yang hanya berupa ucapan (verbal) memang sulit
diproses secara hukum jika korban tidak melapor secara langsung, namun
perundungan yang menyebabkan luka fisik dapat diproses secara hukum karena ada
pasal-pasal yang mengatur tentang penganiayaan. Pasal-pasal yang menjerat
pelaku bullying antara lain adalah Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan,
Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang
Perundungan yang Dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat
Seseorang. Lebih lanjutnya lagi ada juga pasal yang mengatur tentang tindak
bullying yang mengarah ke pelecehan seksual yaitu Pasal 289 KUHP tentang
Pelecehan Seksual. Dengan dijelaskannya hukum-hukum yang mengatur tentang
perundungan dan dampak-dampaknya ini, diharapkan anak-anak dapat lebih paham tentang bahaya tindak
perundungan baik untuk pelaku maupun korban walaupun mereka masih anak-anak
dibawah umur.
Perlindungan Anak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Perlindungan Anak yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Terkait dengan bullying diatur dalam Pasal 76C UU Nomor
35 Tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan
terhadap Anak." Ancaman hukuman bagi yang melanggar pasal ini adalah
pidana. penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp.72.000.000 (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah).
Tindakan teman-teman korban bullying menurut saya
telah memenuhi unsur pasal tersebut dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan
dapat dijatuhkan pidana. Selain pasal tersebut, para pelaku juga dapat dijerat
karena telah menyebarkan kekerasan lewat media elektronik. Pasal 45B
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan
bahwa.
"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun".
Berdasarkan hal tersebut, maka perbuatan para pelaku
bullying ini sudah termasuk dalam kategori perbarengan tindak pidana yaitu
concursus realis yang diatur dalam Pasal 65 KUHP. Maka dari itu, saya
berpendapat bahwasannya ancaman hukuman maksimal para pelaku bullying tersebut
adalah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan dengan perhitungan ancaman pidana terberat
ditambah sepertiga.
Menariknya, karena merupakan teman-teman sebaya korban,
para pelaku juga kemungkinan besar masih dikategorikan anak dibawah umur.
Terus, bagaimanakah ketentuan hukum terhadap pelaku
kejahatan yang masih dibawah umur ?
Bagi para pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, maka
tidak diadili seperti orang dewasa pada umumnya. Para pelaku dibawah umur
diadili sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.