Serapat-rapat menyimpan bangkai pasti tercium juga
Serapat-rapat menyimpan bangkai pasti tercium juga artinya walau menutupi kejahatan, pasti akan diketahui orang juga.
Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga: digunakan untuk menggambarkan suatu kejahatan (atau sesuatu yang ditutup-tutupi). Kejahatan tersebut tidak mungkin selamanya ditutupi. Suatu saat, akan terungkap juga.
Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu jatuh juga. Jaman sekarang batu, besi, dan tembok punya mata dan telinga. Jadi berpikirlah jernih sebelum bertindak, jangan terlalu bodoh,
Ditutup Serapi Apapun Kebusukan Suatu Saat Akan Tercium Juga.
Kebohongan itu seperti bangkai, serapat apapun kau menutupi kebohonganmu bau busuknya pasti akan tercium juga.
Cepat atau lambat kebusukanmu akan terbongkar juga maka jangan pernah menyembunyikan kebohongan yang ada. Jika terus berbohong lantas sampai kapan anda akan hidup dalam kegelisahan karena merasa takut kebohonganmu akan terbongkar.
Pepatah lama juga mengatakan, ‘sepandai-pandainya menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga’. Serapih apapun bangkai ditutupi, tetap saja bau busuknya akan menyebar kemana-mana.
Begitupun kebohongan dan kecurangan, meski disembunyikan suatu saat akan terbongkar.Karna Kebenaran akan muncul ke permukaan dengan jalan yang terkadang sama sekali tidak terduga.
Berbohong adalah cara menyelesaikan masalah dengan instan. Kita tidak sadar bahwa bohong justru menjadikan diri menanggung beban. Ketika kita membiasakan diri dengan kebohongan-kebohongan kecil, selanjutnya kita pun akan mampu membuat kebohongan yang lebih besar.
Pada dasarnya, manusia itu belajar dari sesuatu yang kecil-kecil dahulu. Seperti saat masih balita, kita belajar merangkak terlebih dahulu baru kemudian bisa berjalan hingga berlari. Dengan berhasil melakukan sesuatu yang kecil, manusia akan mendapatkan kemampuan dan kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu yang lebih besar.
Sayangnya, teori ini juga berlaku dalam hal membuat kebohongan. Ketika kita sudah terbiasa untuk melontarkan kebohongan-kebohongan yang kecil, maka menciptakan kebohongan yang lebih besar bukanlah tantangan yang berat buat kita.
De Paulo, psikolog dari Universitas California Santa Barbara mengatakan bahwa responden dalam penelitian tersebut, mereka tidak sadar sudah berapa kali mereka berbohong. Sebab kebanyakan kebohongan itu dianggap biasa dan memang diharapkan, akibatnya sulit mengenali kebohongan itu lagi.
Ketika seseorang berbohong untuk memanipulasi orang lain atau secara sengaja untuk menyesatkan orang lain, itu yang lebih mengkhawatirkan. Dan, ini cukup sering terjadi. Lebih sering dari yang kita bayangkan.
“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan menuju surga.’’ (HR Bukhari).
Kejujuran adalah sebuah sikap yang menunjukkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang senantiasa bersikap jujur baik dalam ucapan maupun tindakan, meskipun pahit dan berisiko, bisa dipastikan dia memiliki integritas moral yang baik.
Sebaliknya, kebohongan adalah awal kehancuran. Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan, pada hakikatnya sedang menjerumuskan dirinya dalam kehinaan. Dia sedang menggali kuburnya sendiri.
Karena kebohongan yang dia lakukan lambat laun pasti akan terbongkar. Ibarat kata, sepandai apa pun seseorang menyembunyikan bangkai, akhirnya akan tericium juga. Kalau kita lihat dan amati kondisi saat ini, tampaknya kejujuran sudah menjadi barang langka.
Demi menjaga citra diri di hadapan publik dan dengan dalih gengsi, seringkali banyak orang tak jujur kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada menunjukkan wajah aslinya.
Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut mereka kenakan, semakin jauh mereka dari jati diri mereka. Hakikatnya, semakin menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup dalam kepura-puraan.
Ketika kita ingin melakukan sesuatu, hendaklah kita bertanya dulu pada hati. Apabila dengan melakukannya hati kita menjadi tenang, maka lakukanlah.
Ahli hikmah berkata, Hati yang bercahaya akan melahirkan watak terpuji, seperti keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan, dan kepemimpinan. Sedangkan hati tanpa nurani akan melahirkan watak kotor dan biadab.
Ditutup Serapi apapun kebusukan suatu saat akan tercium juga.