OPINI CAWAPRES GIBRAN JOKOWI 2024
Penulis : Dahono Prasetyo
Editor : Point Consultant
Banyak yang menduga, kalau tidak ingin disebut terjebak, bahwa hasil gugatan uji materi MK terkait kepentingan Prabowo. Persyaratan uji materi batas minimal capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 terkait keinginan Prabowo menjadikan Gibran sebagai bacawapres.
Kedekatan Prabowo yang dengan Jokowi beserta anak-anaknya menjadi rumor sekaligus strategi politik “antimainstream” yang dilakukan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Prabowo memanfaatkan Jokowi Effect sebagai langkah menarik pemilih yang mengimajinasikan sosok penerus Jokowi dari sisi emosional.
Gibran anak biologis Jokowi yang sedang merintis karir politik, menurut Prabowo adalah Jokowi dalam kemasan milenial. Menggaet Gibran adalah klaim restu politik dari Jokowi juga.
Bagaimana kemudian MK dengan kewenangannya sedang diuji integritasnya, memutuskan sesuatu yang terasa sebuah “pemaksaan kepentingan”. Bergayung sambut KPU yang siap menerima keputusan MK yang sedang berjuang meloloskan Gibran.
Skenario konstitusi menjadi kunci strategi politik dalam kontestasi Pemilu yang diprediksi akan berjalan alot. Baik di tingkat elite yang menular ke akar rumput.
Gibran jadi rebutan kepentingan elektoral, bukan karena kemampuannya tetapi kapasitasnya sebagai anak Jokowi. Keputusan MK seolah menjadi penentu kerja politik partai-partai besar berebut suara kemenangan, melalui seorang ayah Jan Ethes
Jika MK menolak uji materi, maka persaingan cawapres menjadi panas tanpa nama Gibran. Namun apabila MK mengabulkan, bukan hanya panas tetapi menjurus persaingan brutal.
Kondisi itulah yang menjadi alasan Ganjar dan Prabowo belum mengumumkan bacawapresnya. PDIP dan Gerindra, keduanya sedang menunggu status Gibran.
Bagaimanapun juga Gibran masih milik PDIP yang sedang dibajak Gerindra. Jika MK kemudian mengabulkan usia Gibran memenuhi persyaratan dadakan kontestan Pilpres, justru PDIP-lah yang pertama kali tepuk tangan.
Oleh PDIP, Gibran segera dipasangkan dengan Ganjar. Sebagai kader PDIP, Gibran lebih cenderung taat keputusan partai yang telah memberinya kursi Walikota. Sementara Prabowo bersama Projo yang sudah mati-matian pro Jokowi Family hanya bisa gigit jari.
Maka penampakan Prabowo yang selama ini manis, ramah, penyabar berubah aslinya karena tersalip di tikungan terakhir. Strategi yang dianggap paling jitu akhirnya bertemu resiko.
Jadi kalau mau memastikan Jokowi mendukung capres siapa, lihatlah keputusan anak sulungnya. Menjadi cawapres Ganjar atau paslon Prabowo yang otomatis kembali terjadi “pengkhianatan” di tubuh partai politik terbesar tersebut.
Pengkhianatan Gibran kepada PDIP adalah pengingkaran Jokowi juga dalam bentuk lain. Bagaimana seorang ayah tidak mampu menanamkan sikap konsisten kepada anak yang kini sedang mengikuti jejaknya.
Apakah Jokowi Family seperti itu ? Saya belum menemukan alasan untuk meng-iyakan