Tentang Hukum : Pembuktian Alat Bukti dalam Perkara Pidana dan Perdata
Pembuktian sebagai bentuk gambaran yang berkaitan tentang kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dari peristiwa tersebut dapat diperoleh kebenaran yang dapat diterima oleh akal.
Alat bukti memiliki hubungan dengan suatu perbuatan, di mana alat bukti dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.
Pada dasarnya, pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Di dalam perkara pidana pembuktian bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sesungguhnya.
Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata bertujuan untuk mencari kebenaran formil, yaitu hakim tidak boleh melewati batas-batas permintaan diajukan oleh para pihak yang berperkara. Hakim hanya cukup membuktikan dengan preponderance of evidence/ Sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran materiil maka peristiwanya harus terbukti.
Terdapat beragam bentuk pembuktian, yang setiap perbedaannya tergantung kepada bagaimana ahli hukum memberikan referensi dari setiap pembuktian. Ahli hukum akan memberikan definisi dengan mendefinisikan sebuah pembuktian.
Tujuan dari pembuktian sebagai bentuk gambaran yang berkaitan tentang kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dari peristiwa tersebut dapat diperoleh kebenaran yang dapat diterima oleh akal.
Pembuktian mengandung makna bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwa bersalah melakukannya sehingga harus adanya sebuah bentuk pertanggungjawaban.
Ada empat teori pembuktian, yaitu :
1. Pembuktian menurut undang-undang secara positif
2. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim saja
3. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara logis
4. Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hanya alat-alat bukti yang sah menurut UU yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.
Alat bukti yang sah adalah alat bukti yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
M. Yahya Harahap di dalam bukunya menyatakan, alat bukti adalah suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberikan keterangan dan penjelasan tentang sebuah masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan.
Jenis alat bukti yang menjadi alat bukti diperlukan di dalam perkara Perdata maupun perkara Pidana. Di dalam perkara Perdata, alat bukti yang diakui diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata.
Dalam Pasal 1866 KUHPerdata, alat bukti terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Sedangkan alat bukti hukum acara Pidana diatur dalam Pasal 295 HIR, yang alat buktinya berupa keterangan saksi, surat-surat, pengakuan, dan petunjuk.
Selain alat bukti yang diatur di dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata, terdapat alat bukti tambahan yang diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 yang telah direvisi menjadi UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang tersebut menjelaskan, salah satu bentuk pengakuan alat bukti elektronik sah baik dalam perkara perdata maupun pidana.
Oleh : Willa Wahyuni (dalam tajuk Hukum online)
Ditulis ulang oleh POINT Consultant