ARBITRASE
Arbitrase adalah salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum. Dalam arbitrase, para pihak yang bersengketa secara sukarela menyerahkan sengketa kepada pihak ketiga yang netral, seperti individu atau arbitrase sementara (ad hoc). Arbitrase didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat.
Arbitrase adalah metode penyelesaian masalah yang bersifat rahasia dan tertutup. Dalam sosiologi, arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian konflik atau sengketa yang terjadi antara individu, kelompok, atau entitas di dalam masyarakat.
Arbitrase atau timbang tara (bahasa Inggris: arbitrage), yang dalam dunia ekonomi dan keuangan adalah praktik memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan. Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian transaksi atas dua pasar keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah berasal dari selisih antara harga pasar yang satu dengan yang lainnya.
Dalam bidang hukum, penyelesaian sengketa bidang hukum perdata di luar lembaga peradilan umum didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh para pihak sengketa, dan dilakukan oleh arbiter/wasit oleh dewan yang mandiri.
Dalam dunia akademis, istilah "arbitrase" ini diartikan sebagai suatu transaksi tanpa arus kas negatif dalam keadaan yang bagaimanapun, dan terdapat arus kas positif atas sekurangnya pada satu keadaan, atau dengan istilah sederhana disebut sebagai "keuntungan tanpa risiko" (risk-free profit).
Seorang yang melakukan arbitrase disebut "arbitraser" atau dalam istilah asing disebut juga arbitrageur. Istilah ini utamanya digunakan dalam perdagangan instrumen keuangan seperti obligasi, saham, derivatif, komoditi dan mata uang.
Apabila harga pasar tidak memungkinkan dilakukannya arbitrase yang menguntungkan, maka harga tersebut merupakan ekuilibrium arbitrase (lihat:harga keseimbangan) atau juga dikenal dengan istilah arbitrage equilibrium atau pasar bebas arbitrase. Ekulibrium atau keseimbangan arbitrase ini adalah prakondisi dari teori keseimbangan umum atau general equilibrium.
Arbitrase statistik merupakan suatu ketidak seimbangan atas nilai yang diperkirakan . Suatu kasino menggunakan arbitrase statistik ini pada hampir semua permainan yang menawarkan kesempatan menang.
Penyelesaian Masalah Menggunakan Metode Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu metode penyelesaian sengketa yang sering menjadi pilihan. Secara bahasa, arbitrase atau arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan perkara melalui kebijaksanaan.
Metode penyelesaian sengketa ini juga berbeda dengan cara konvensional. Jika selama ini proses penyelesaian sengketa sering melakukannya dengan jalur litigasi, maka tidak demikian ketika menggunakan metode perundingan arbitrase. Sebab dengan metode ini penyelesaian masalah akan berlaku di luar pengadilan atau non litigasi.
Jadi metode penyelesaian masalah ini tidak akan terjadi di dalam pengadilan, melainkan akan menanganinya secara khusus oleh lembaga arbitrase dengan bantuan pihak ketiga sebagai penengah.
Dasar hukum mengenai metode penyelesaian masalah non litigasi ini juga sudah teratur oleh undang-undang. Dasar hukumnya yaitu tertulis dalam Undang-Undang No 30 tahun 1999 yaitu tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Selain tertulis dalam Undang-Undang No 30 tahun 1999, Peraturan arbitrase juga tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) No 34 tahun 1981 serta Undang-Undang No 21 tentang Perbankan Syariah.
Dasar hukum ini membuktikan bahwa arbitrase adalah metode penyelesaian masalah yang efektif untuk menangani sengketa. Selain itu, putusan perundingan juga memiliki kekuatan hukum yang sah seperti layaknya putusan pengadilan.
Unsur yang harus Ada Jika Menggunakan Metode Arbitrase
Ketika ingin memakai metode perundingan yang satu ini, ada 3 unsur utama yang harus Anda lengkapi. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Penggugat
Unsur pertama dari proses perundingan arbitrase adalah adanya penggugat. Penggugat ini merupakan pihak yang melakukan pelaporan. Jadi untuk berlangsung proses perundingan, harus ada data yang lembaga arbitrase terima dari pihak pelapor. Tanpa adanya laporan mengenai kasus atau sengketa, maka perundingan tidak akan pernah ada dan tidak bisa melakukannya.
Penggugat harus mengajukan permintaan kepada lembaga arbitrase untuk menangani masalah mereka. Rumusan masalah ini kemudian akan mengalami fase peninjauan terlebih dahulu sebelum memperoleh tindakan lebih lanjut.
Setelah lembaga arbitrase melakukan penelitian dan mempelajari kasus, barulah pelaporan akan menemui babak baru. Tindakannya ialah dengan melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait untuk melakukan perundingan.
Tergugat
Selain ada pihak penggugat, poin selanjutnya yang juga harus adalah pihak yang tergugat. Pihak tergugat ini merupakan pihak yang dilaporkan terkait masalah sengketa. Ketika permintaan perundingan sudah mendapatkannya persetujuan. Maka pihak tergugat akan mendapatkan panggilan dari lembaga terkait.
Proses arbitrase pada umumnya akan berlangsung selama kurang lebih 30 hari setelah perintah tersebut turun. Selama kurun waktu tersebut peserta wajib melakukan perundingan dengan waktu maksimal 2 kali pertemuan.
Sebagai pihak terlapor, Anda berkewajiban untuk kooperatif dan mengikuti prosedur yang berlaku. Selain itu kedua belah pihak yang bersengketa juga harus hadir sendiri dengan ataupun tanpa pendampingan dari kuasa hukum.
Pihak Penengah
Merupakan bagian dari arbitrase yang tidak boleh terlewatkan. Pihak penengah dalam arbitrase adalah kunci penting dari terjadinya proses perundingan.
Pada penyelesaian masalah non litigasi ini, pihak ketiga itu sebutannya adalah arbiter. Arbiter ini merupakan pemimpin perundingan yang bertugas untuk memfasilitasi kedua kubu yang bersengketa.
Arbiter bertugas untuk mengumpulkan semua pihak yang terlibat, mendengarkan pendapat dari masing-masing pihak, menjaga proses perundingan agar berlangsung kondusif, serta memberikan pendapat ataupun nasihat hukum.
Pada prosesnya, seorang arbiter menyumbangkan peran penting dalam penyelesaian masalah yang berlaku. Saran, himbauan, anjuran dan juga nasihat hukum yang arbiter berikan akan sangat membantu agar kedua belah pihak bisa mendapatkan keadilan yang tepat sesuai dengan porsinya.
Namun meskipun demikian, mereka tidak berwenang untuk mencampuri keputusan final perundingan. Sebab untuk hasil akhir keputusan semuanya tetap menjadi hak istimewa dari kedua belah pihak yang terlibat sengketa dan tidak ada yang boleh ikut campur dalam perkara tersebut.
Nilai Lebih Menggunakan Metode Arbitrase dalam Penyelesaian Perkara
Meskipun penyelesaian perkara berlangsung di luar pengadilan, namun arbitrase adalah proses perundingan yang memiliki kekuatan hukum sah. Hasil akhir putusan juga dapat bertanggung jawab karena bersifat mengikat.
Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika menyebut arbitrase adalah salah satu metode penyelesaian masalah non litigasi terbaik. Beberapa keuntungannya yang bisa Anda dapatkan ketika menggunakan metode perundingan tersebut, antara lain :
- Alternatif Penyelesaian Masalah Non Litigasi
- Penyelesaian sengketa pada umumnya memakai cara konvensional yaitu melalui jalur litigasi. Namun adanya arbitrase akan sangat menguntungkan, sebab ketika memakai jalur ini maka penyelesaian konflik akan berlangsung di luar persidangan.
- Meskipun prosesnya berlangsung di luar persidangan namun metode ini memiliki hasil akhir yang bisa mempertanggungjawabkannya. Sebab hasil putusan perundingan bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum yang sah.
Bersifat Rahasia
Perundingan jalur arbitrase adalah metode penyelesaian masalah yang bersifat rahasia dan tertutup. Jadi Anda tidak perlu khawatir kasus akan menjadi konsumsi publik sebab perundingan akan terjamin kerahasiaannya.
Hemat Biaya
Jika membandingkan dengan proses penyelesaian masalah jalur litigasi, maka arbitrase ini sangat menguntungkan. Sebab untuk menempuh jalur ini Anda akan tidak akan mengeluarkan biaya besar.
Jika membandingkan dengan penyelesaian masalah konvensional jalur pengadilan. Penyelesaian konflik non litigasi tersebut disinyalir akan membutuhkan biaya yang lebih sedikit.
Proses Cepat
Perundingan non litigasi ini juga berlangsung dengan cepat. Setelah berkas masuk ke lembaga terkait, berkas itu akan melalui fase peninjauan dalam kurun waktu maksimal 7 hari.
Setelah peninjauan selesai, maka kasus kemudian akan segera mendapatkan penanganan. Penanganan kasus akan menandainya dengan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait serta pemberitahuan mengenai prosedur perundingan.
Bisa Memilih Arbiter
Sebagai pihak penengah, seorang arbiter akan terpilih langsung oleh pihak-pihak yang bersengketa. Arbiter merupakan pihak ketiga yang keberadaannya harus sudah disetujui oleh kedua belah pihak. Jadi mereka merupakan pihak netral yang tidak memiliki kecenderungan terhadap kubu manapun.
Terhindar dari Hasil Putusan yang Terkesan Memaksa
Hasil penyelesaian masalah metode arbitrase adalah hak mutlak dari para pihak yang terlibat. Setelah melalui fase perundingan, keduanya bisa mengambil sikap untuk menentukan keputusan finalnya.
Jadi tidak ada hasil keputusan yang bersifat terpaksa. Apabila perundingan gagal, maka kasus itu bisa Anda bawa ke jalur hukum untuk melalui fase lebih lanjut.
Belajar Ilmu Arbitrase
Apakah Anda tertarik untuk mendalami pengetahuan mengenai arbitrase atau memiliki impian untuk berkarier di jalur hukum? Jika demikian maka STIH IBLAM adalah lembaga yang tepat untuk menjadi pilihan. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM merupakan lembaga profesional yang secara khusus dibuat untuk menciptakan ahli hukum yang kompeten dan berintegritas.
Tidak terhitung berapa banyak alumni sekolah kami yang telah sukses dengan karier mereka. Alumni IBLAM tersebar di berbagai bidang pekerjaan. Mulai dari diplomat, aparatur negara, pengusaha, dosen, hingga praktisi hukum seperti arbiter.
Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Permasalahan atau sengketa sering terjadi di kehidupan bermasyarakat. Permasalahan atau sengketa biasanya banyak terjadi pada berbagai lini kegiatan ekonomi dan bisnis. Perbedaan pendapat, benturan kepentingan, hingga rasa takut dirugikan kerap menjadi sebab permasalahan atau sengketa tersebut terjadi.
Penyelesaian sengketa bisnis kebanyakan dilaksanakan menggunakan cara litigasi atau penyelesaian sengketa melalui proses persidangan. Penyelesaian sengketa tersebut diawali dengan pengajuan gugatan kepada pengadilan negeri dan diakhiri dengan putusan hakim. Namun disamping penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, terdapat pula penyelesaian sengketa melalui non litigasi.
Apa yang dimaksud dengan penyelesaian non litigasi? Penyelesaian melalui non litigasi ialah penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau menggunakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Di Indonesia, penyelesaian non litigasi ada dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).
Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau arbitrase sementara (ad hoc). Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.
Bagaimana para pihak dapat menyelesaikan sengketanya pada lembaga arbitrase? Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase harus terlebih didahului dengan kesepakatan para pihak secara tertulis untuk melakukan penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Para pihak menyepakati dan mengikat diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase sebelum terjadi perselisihan yang nyata dengan menambahkan klausul pada perjanjian pokok. Namun apabila para pihak belum memasukkannya pada kkalusul perjanjian pokok, para pihak dapat melakukan kesepakatan apabila sengketa telah terjadi dengan menggunakan akta kompromis yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh Notaris.
Penyelesaian sengketa dengan menggunkan lembaga arbitrase akan menghasilkan Putusan Arbitrase. Menurut undang-undang nomor 30 tahun 1999, arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter. Jika didalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat kesalahan administratif, para pihak dalam waktu 14 hari terhitung sejak putusan dijatuhkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya koreksi atas putusan tersebut. Putusan arbitrase merupakan putusan pada tingkat akhir (final) dan langsung mengikat para pihak. Putusan arbitrase dapat dilaksanakan setelah putusan tersebut didaftarkan arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri. Setelah didaftarkan, ketua pengadilan negeri diberikan waktu 30 hari untuk memberikan perintah pelaksanaan putusan arbitrase.
Selain melalui proses arbitrasi, penyelesaian sengketa non litigasi dapat juga dilakukan dengan cara alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR). Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan kerja.
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ialah sebagai berikut :
1. KONSULTASI
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan secara langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah ada. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum, artinya saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan masing-masing pihak.
2. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak.
Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu yang lama. Yang ketiga ialah ketika suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.
3. MEDIASI
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang bersengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, tetapi berkewajiban untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan.
4. KONSILIASI
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan (komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.
Lalu apa perbedaan antara Arbitrasi, mediasi dan konsiliasi? Arbitrasi adalah penyelesaian dengan menggunakan bantuan pihak ketiga (arbiter), dimana para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Sedangkan mediasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga (mediator), namun mediator hanya bertugas menjembatani para pihak tanpa memberikan pendapat-pendapat mengenai penyelesaian sengketa. Meskipun sama-sama menggunakan bantuan dari pihak ketiga (konsiliator), namun untuk konsiliasi bersifat lebih formal dari pada mediasi. Konsiliator dapat memberikan pendapat-pendapat kepada para pihak terhadap masalah yang diperselisihkan, namun pendapat tersebut tidak mengikat para pihak
Masing-masing penyelesaian sengketa non litigasi maupun litigasi memiliki ciri khas atau karakteristik yang berbeda-beda. Setiap metode juga memiliki kekurangan serta kelebihan. Hal tersebut dapat disesuaikan oleh para pihak dengan memilih lembaga penyelesaian sengketa yang paling efektif dalam menyelesaikan sengketa dan menguntungkan bagi para pihak.
Sumber referensi :
- Widijowati, Rr. Dijan. HUKUM DAGANG, ed. 1. 2012. Yogyakarta: CV. Andi Offset
- Husni, Lalu. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN, cet. 1. 2004. Jakarta: Raja Grafindo.
- Safa’at, Rachmad. ADVOKASI DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA: Latar Belakang, Konsep, dan Implementasi, cet. 1. 2011. Malang: Surya Pena Gemilang.
- Adolf, Huala. HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL, cet. 1. 2005. Jakarta: Raja Grafindo.
- Fuady, Munir. ARBITRASE NASIONAL, ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS. 2000. Bandung: Citra Aditya Bakti.
- Sembiring, Sentosa. HUKUM DAGANG, cet. 3, ed. Revisi. 2008. Bandung: PT. Citra.
- Wijaja, Gunawan. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA, cet. 2. 2002. Jakarta: Raja Grafindo.
- Harahap, M. Yahya. ARBITRASE, cet.3. 2004. Jakarta: Sinar Grafika.
- Usman, Rachmadi. MEDIASI DI PENGADILAN Dalam Teori dan Praktik, cet.1. 2012.Jakarta: Sinar Grafika.
- Margono, Suyud. ADR, ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DAN ARBITRASE: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. 2000. Jakarta: Ghalia Indonesia.
- Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
By, POINT Consultant