TANDA-TANDA ALLAH SWT BERPALING DARI HAMBA-NYA
(Dijadikan Hamba tersebut sibuk dalam urusan yang sia-sia)
Salah satu tanda bahwa Allah SWT berpaling dari hambanya adalah ketika hamba tersebut disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Selain itu, tanda-tanda Allah SWT berpaling dari hambanya juga dapat berupa: Bangga melakukan kemaksiatan, Gemar menceritakan perbuatan maksiat yang dilakukan, Malas dalam beribadah.
Allah SWT tidak akan berpaling dari hambanya jika mereka beriman, beramal saleh, dan saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran.
Jika tanda-tanda berpalingnya Allah SWT mulai tampak, maka sudah saatnya untuk segera bertaubat dan memohon agar Allah mengembalikan hati kepada-Nya.
Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan :
من علامة إعراض الله تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيمالا يعنيه
“Termasuk tanda bahwa Allah berpaling dari seorang hamba adalah Dia menjadikannya si hamba sibuk pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
(At-Tamhid hadits ke 21 hal 200 karya Ibnu Abdill Barr)
Sebagai umat Islam, tentu harapan terbesarnya adalah diperhatikan dan dicintai Allah Subhannahu Wa ta’alaa. Dan hal yang paling celaka bagi seorang hamba Allah adalah berpalingnya Allah darinya.
Ada dua hal yang terjadi pada seorang hamba jika Allah membencinya. Pertama, Allah cabut nikmatnya beribadah padahal sandang, pangan, dan papannya tercukupi. Ia enggan bahkan berat baginya untuk beribadah kepada Allah karena Allah cabut nikmat beribadah darinya.
Kedua, Allah sibukkan ia dengan berbagai perkara yang tidak bermanfaat.
Imam Al Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad memberikan nasihat kepada muridnya. Kemudian, dia menyampaikan sebuah nasihat atau sabda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam kepada umatnya.
أَيُّهَا الوَلَدُ، مِنْ جُمْلَةِ مَا نَصَحَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُمَّتَهُ قَوْلُهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ العَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَايَعْنِيْهِ، وَإِنْ امْرِإٍ ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمُرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ العِبَادَةِ، لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ. وَمَنْ جَاوَزَ الأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ عَلَى شَرِّهِ فَلْيَتَجَهَّزْ إِلَى النَّارِ
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam bersabda, "Tanda berpalingnya Allah dari hamba-Nya adalah dia (hamba) disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat dan sesungguhnya orang yang telah kehilangan sesuatu dari umurnya untuk selain ibadah, tentu sangat layak baginya kerugian yang panjang. Barang siapa umurnya telah melebihi 40 tahun sementara amal kebaikannya tidak melebihi amal keburukannya maka bersiap-siaplah masuk neraka."
Kepada muridnya, Imam Al Ghazali mengatakan, nasihat dari Rasulullah shalallahu alaihi wassallam tersebut sudah cukup bagi orang yang ahli ilmu.
"Tanda Allah berpaling dari seorang hamba adalah dijadikan hamba ini sibuk dalam urusan yang sia-sia" (Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullah Jami'ul Ulan Wal Hikam : 1/294)
Dan berhati – hatilah wahai saudaraku semua karena tanda Allah meninggalkan dan menelantarkan hamba_Nya ialah salah satunya Allah menjadikan ia sibuk dalam hal-hal yang sia-sia. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
من علامة إعراض الله عن العبد أن يجعله شغله فيما لا يعنيه خذلانا من الله عزوجل
“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya” (Al Bahrur Ra’iq, hal. 70).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ” حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ هَكَذَا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lainnya semisal itu pula).
[HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Majah, no. 3976. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih].
Dalam hadits Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad 1: 201. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan adanya syawahid –penguat-).
Imam an-Nawawi memberi nasihat, “Ketahuilah, semestinya setiap muslim berusaha untuk selalu menjaga lisannya dari segala macam bentuk ucapan, kecuali ucapan yang mengandung maslahat. Jikalau dalam suatu ucapan, maslahat untuk mengucapkannya dan maslahat untuk meninggalkannya adalah sebanding. Maka yang disunnahkan adalah meninggalkan ucapan tersebut. Sebab perkataan yang dibolehkan terkadang membawa kepada perkataan yang diharamkan atau yang dimakruhkan. Hal itu sering sekali terjadi. Padahal keselamatan (dari hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan) adalah sebuah (mutiara) yang tidak ternilai harganya.” (Riyadh ash-Shalihin, hal.483).
Imam Ibnu Hibban juga berkata, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua teliang, sedangkan diberi satu mulut. Supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali seseorang menyesal di kemudian hari akibat perkataan yang ia ucapkan, sementara diamnya dia tidak akan pernag membawa penyesalan. Perlu untuk kita ketahui bahwa menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah daripada mencabut perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Karena biasanya jika seseorang tengah berbicara, maka kata-katanyalah yang akan menguasai dirinya, sebaliknya jika tidak berbicara, maka ia mampu untuk mengontrol kata-katanya. (Raudhah al-‘Uqala wa Nuzhah al-Fudhala, hal. 45)
Banyak orang meremehkan perkataan-perkataan yang terlepas dari lisannya, serta tidak mempedulikan dampak baik buruknya. Padahal jauh-jauh hari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan :
« إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا , يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدُ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ »
“Seringkali seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan dampaknya, padahal ternyata perkataan itu akan menjerumuskannya ke neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” (HR. Bukhari, no: 6477, dan Muslim, no: 7407)
Abu Ishaq Al Khowwash berkata :
إن الله يحب ثلاثة ويبغض ثلاثة ، فأما ما يحب : فقلة الأكل ، وقلة النوم ، وقلة الكلام ، وأما ما يبغض : فكثرة الكلام ، وكثرة الأكل ، وكثرة النوم
“Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal. Perkara yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara. Sedangkan perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak makan dan banyak tidur” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5: 48).
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata :
من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:295).
Mungkin ada sebagian yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti meninggalkan pula amar makruf nahi mungkar.
Tentu, tidaklah demikian. Bahkan mengajak kepada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104) (Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 182). Sehingga dari sini menunjukkan bahwa nasihat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis materi – materi yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat sesuai dengan Qur’an dan Hadist, menulis risalah (sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT, berupa prinsip hidup, moral, Ibadah, akidah untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat) untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin dimedia cetak, di sosial media dll termasuk dalam hal yang bermanfaat, bahkan berbuah pahala besar jika didasari dengan niat yang ikhlas
Semoga materi pendek ini bermanfaat bagi kita semua sehingga semakin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan bisa meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan, kemudian bisa menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat yang akan membawa kemaslahatan bagi dirinya sendiri, lingkungannya dan orang lain, sehingga selamat didunia dan di akhirat, bahagia didunia dan diakhirat, Aamiin ya rabbal ‘aalamiin
Point Consultant