Syarat & Aturan Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil di Indonesia
Untuk memiliki
senjata api di Indonesia, organisasi atau seseorang harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya:
·
Berusia
minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun
·
Berkelakuan
baik dan tidak pernah terlibat kasus pidana
·
Sehat
jasmani dan rohani, tidak cacat fisik, dan penglihatan normal
·
Tidak
cepat gugup, panik, emosional, atau marah
·
Memiliki
keterampilan menembak minimal kelas III
·
Lulus
wawancara dan mengisi kuesioner permohonan dari Direktorat Intelijen Keamanan
Kepolisian Daerah
·
Lolos
screening dari Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak
·
Membuktikan
kewarganegaraan Indonesia dengan KTP dan KK
Selain itu, untuk
mendapatkan izin kepemilikan senjata api, organisasi atau seseorang juga harus membayar biaya,
yaitu:
·
Buku Pas
Baru: Rp 150.000 per buku
·
Buku Pas
Pembaruan: Rp 25.000 per buku
·
Surat
Izin Menyimpan: Rp 50.000 per izin
·
Setelah
memiliki izin, Organisasi atau perseorangan harus memperpanjangnya setiap
tahun.
Catatan : nominal bisa menyesuaikan sesuai perkembangan zaman.
Dari aspek legalitas, prinsipnya kepemilikan senjata api yang resmi untuk keperluan bela diri dilindungi peraturan perundang-undangan.
Dari aspek
legalitas, prinsipnya kepemilikan senjata api yang resmi untuk keperluan bela
diri dilindungi peraturan perundang-undangan. Aturan teknis kepemilikan senjata
api diatur Peraturan Kapolri (Perkapolri) No.18 Tahun 2015 tentang Perizinan,
Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Non Organik Kepolisian Republik
Indonesia/Tentara Nasional Indonesia untuk Kepentingan Bela Diri.
Setiap orang
sejatinya berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi sebagaimana dijamin Pasal 28G UUD 1945.
Persyaratan untuk
mendapat izin memiliki senjata api terbilang ketat. Merujuk Pasal 15 ayat (2)
huruf e UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Nasional Republik Indonesia,
Polri sebagai pihak yang berwenang memberikan izin dan melakukan pengawasan
senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.
Pasal 8 ayat (1) Perkapolri 18/2015 mengatur persyaratan untuk dapat memiliki dan/atau menggunaakan senjata api nonorganik Polri/TNI yang terdapat 17 poin.
Pertama, warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Kedua, berusia paling rendah 24 tahun yang dibuktikan dengan surat kenal lahir atau akta kelahiran.
Ketiga, sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri.
Keempat, memenuhi persyaratan psikologis yang dibuktikan dengan surat keterangan psikolog Polri.
Kelima, berkelakuan baik yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian setempat sesuai domisili.
Keenam, memiliki keterampilan penggunaan senjata api yang dibuktikan dengan sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah kelas III yang diterbitkan Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri.
Ketujuh, lulus wawancara terhadap questioner yang telah diisi pemohon yang dilaksanakan oleh Ditintelkam Polda dengan diterbitkan surat rekomendasi dan dapat dilakukan wawancara pendalaman oleh Baintelkam Polri.
Kedelapan, memahami peraturan perundang-undangan tentang senjata api.
Kesembilan, memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Akta Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan oleh Notaris bagi pengusaha.
Kesepuluh, bagi anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Pegawai BUMN yang akan mengajukan kepemilikan senjata api peluru tajam serendah-rendahnya golongan/pangkat Komisaris Polisi/Mayor TNI/IV.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat yang berwenang.
Kesebelas, bagi anggota TNI/Polri/PNS/Pegawai BUMN yang akan mengajukan kepemilikan senjata api peluru karet serendah-rendahnya golongan/pangkat Inspektur Polisi/Letnan TNI/III.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat yang berwenang.
Keduabelas, bagi anggota TNI/Polri/PNS/Pegawai BUMN yang mengajukan kepemilikan senjata api peluru gas serendah-rendahnya golongan/berpangkat Brigadir Polisi/Sersan TNI/II.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat berwenang.
Ketigabelas,bagi anggota legislatif/lembaga tinggi negara/kepala daerah wajib memiliki surat keputusan/surat pengangkatan.
Keempatbelas, memiliki surat keputusan/surat pengangkatan/rekomendasi dari instansi yang berwenang bagi pekerja bidang profesi.
Kelimabelas, tidak sedang menjalani proses hukum atau pidana penjara.
Keenambelas, tidak pernah melakukan tindak pidana
yang terkait dengan penyalahgunaan senjata api atau tindak pidana dengan
kekerasan. Ketujuhbelas, surat pernyataan kesanggupan tidak menyalahgunakan
Senjata Api Nonorganik Polri/TNI.
Sekalipun memenuhi
persyaratan, itu pun jumlah senjata api nonorganik Polri/TNI yang dapat
dimiliki dan digunakan oleh tiap warga negara untuk kepentingan bela diri
maksimal dua pucuk. Jumlah dua pucuk senjata api nonorganik Polri/TNI yang
dimiliki dan digunakan tiap warga negara dapat berupa jenis dan kaliber yang
sama atau berbeda.
Kewajiban pemilik senjata api
Bagi warga negara yang memenuhi persyaratan dan diberikan izin atas kepemilikan senjata dan dipergunakan sebatas keperluan beladiri masih memiliki kewajiban. Perkapolri 18/2015 menegaskan adanya kewajiban yang tak boleh dihiraukan bagi pemilik senjata api. Terdapat empat pasal yang mengatur kewajiban, mulai Pasal 28 sampai 30.
Dalam Pasal 28 misalnya, bagi perorangan yang memiliki senjata api nonorganik Polri/TNI bagi kepentingan beladiri melebihi 2 pucuk, kelebihan senjata api diwajibkan menyerahkan untuk disimpan di gudang Polri. Pilihan lain, dihibahkan kepada orang lain yang telah memenuhi persyaratan. Sementara bagi pemilik yang tidak menyerahkan kelebihan senjata api untuk disimpan di gudang Polri atau menghibahkan, surat izin tidak dapat diterbitkan. Sehingga kepemilikan senjata api dinyatakan tidak sah alias ilegal.
Sedangkan dalam kurun waktu 5 tahun senjata api yang diserahkan untuk disimpan di gudang Polri belum juga dihibahkan, senjata api tersebut dapat dimusnahkan berdasarkan persetujuan pemilik. Dalam Pasal 29 mengurai soal pemegang surat izin senjata api. Bagi pemegang surat izin senjata api nonorganik Polri/TNI bagi kepentingan bela diri yang melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan izin - menjadi tersangka dalam suatu tindak pidana - wajib menyerahkan senjatanya untuk disimpan di gudang Polri. Sementara surat izin pemilikan dan kartu surat izin penggunaan senjata apinya dicabut.
Terhadap senjata api yang disalahgunakan izin hingga menjadi tersangka tindak pidana, senjata tersebut dapat dimusnahkan berdasarkan persetujuan pemilik atau pasca adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Khusus pemilik yang pernah terlibat tindak pidana dan/atau penyalahgunaan senjata api, tidak lagi dapat diberikan penggantian surat izin pemilikan dan perpanjangan kartu surat izin penggunaan senjata api.
Pasal 30 mengatur pemegang senjata api nonorganik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri yang pindah alamat (domisili) wajib mengurus surat izin mutasi paling lambat 30 hari di tempat yang baru. Terhadap pemegang senjata api nonorganik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri, bila menembakkan senjata dalam rangka melindungi diri dari ancaman yang membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatannya segera melaporkan kepada Kepolisian setempat.
Sementara Pasal 31
mengatur bagi pemegang surat izin senjata api nonorganik Polri/TNI, namun
senjatanya hilang diwajibkan melaporkan ke kepolisian setempat. Sekaligus
menyerahkan surat izin pemilikan dan kartu izin penggunaan senjata api ke Polda
yang memberikan rekomendasi izin senjata api. Sedangkan bagi senjata api
nonorganik Polri/TNI yang hilang, surat izin pemilikan dan kartu zurat izin
penggunaan senjata api dicabut oleh Kepala Badan Intelijen Keamanan
(Kabaintelkam) Polri.
Regulasi Kepemilikan Senjata Api bagi Warga Sipil Indonesia
Pembatasan izin
dan kepemilikan senjata api di Indonesia disebabkan oleh pengalaman sejarah
bangsa, menurut kriminolog. Warga sipil harus penuhi serangkaian regulasi untuk
memiliki senjata api secara legal.
Siapa warga sipil
yang boleh punya senjata api ?
Pakar hukum yang juga Dosen Fakultas Hukum dan anggota Majelis Wali Amanat Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengungkapkan bahwa dalam aturannya, senjata api ini bisa dimiliki oleh siapa pun, tak cuma oleh polisi atau tentara. Artinya, warga sipil juga diizinkan untuk memiliki senjata api.
"Sesuai peraturan, senjata api itu hanya diberikan kepada mereka yang bekerja untuk menjaga negara, makanya disebut sebagai alat negara," kata dia kepada DW Indonesia.
"Polisi dalam kedudukannya sebagai penanggung jawab kedudukan dan sebagai aparat penegak hukum juga diberi kewenangan pakai senjata disebut aparatur negara, tapi penguasaannya tidak semua aparatur dipersenjatai, ada syarat internal terutama bagi mereka yang punya pangkat tertentu dalam kaitannya sebagai penjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat meski pangkatnya rendah, dan ada juga yang sebaliknya."
Selain peraturan ketentuan di atas, warga sipil di Indonesia juga wajib memiliki izin untuk bisa memiliki senjata.
Menurut UU No 8 tahun 1948, senjata api yang berada di tangan orang bukan anggota Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang ditunjukkannya.
Sedangkan mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Siapa Saja yang Boleh Memiliki Senjata Api di Kalangan Sipil, ada beberapa golongan kelompok sipil yang boleh memiliki senpi. Prosedur untuk memiliki senpi terlebih dulu dilihat dari sisi urgensinya.
"Masyarakat
sipil yang ingin memiliki senjata api hanya golongan tertentu saja, seperti
direktur utama, menteri, pejabat pemerintahan, pengusaha utama, komisaris,
pengacara dan dokter.
Aturan kepemilikan
senjata api
Mengutip laman Polri, kepemilikan senjata api bagi warga sipil hanya diperuntukkan sebagai alat pertahanan diri. Warga sipil tidak boleh menggunakannya jika tidak dibutuhkan. Selain itu, senpi yang dimiliki tidak boleh dipertontonkan di depan umum, apalagi untuk menakut-nakuti orang lain.
Selain itu, dalam
aturan kepemilikan senjata api, para calon pemilik senjata api, juga harus
memiliki keterampilan menembak selama tiga tahun. Mereka juga akan diuji
melalui tes psikologi dan tes kesehatan. Calon pemilik senpi juga harus secara
resmi mendapatkan surat izin yang disebut Izin Khusus Senjata Api (IKSHA) dari
instansi atau kantor yang bertanggung jawab atas kepemilikan senjata api. Izin
ini pun harus diperpanjang setiap tahunnya.
Berikut beberapa syarat dan prosedur
kepemilikan senjata api resmi dari kepolisian :
1. Syarat medis: Calon pemilik senjata api
resmi harus sehat jasmani dan rohani. Selain itu, calon pemilik senjata juga
tak boleh memiliki cacat fisik yang bisa mengurangi keterampilan memakai
senjata api, dan juga harus memiliki penglihatan normal.
2. Lulus psikotes: Warga sipil harus bisa
menjaga emosi dan tidak cepat marah, dibuktikan melalui hasil psikotes dari
Dinas Psikologi Mabes Polri.
3. Pemohon tidak pernah terlibat tindak
pidana: Calon pemilik senjta api harus berkelakuan baik sebelum mengajukan
kepemilikan senpi. Artinya, tidak pernah terlibat kasus pidana dan hukum yang
dibuktikan dari SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik) dari kepolisian. Selain
itu, pemohon juga harus lolos screening dari Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak.
4. Usia: Calon pemohon harus berusia 21 tahun
hingga 65 tahun. Namun dalan Peraturan Kepolisian (Perpol) Negara Republik
Indonesia nomor 1 tahun 2022 menyebut bahwa usia minimal calon pemilik senpi
minimal berusia 24 tahun.
5. Syarat administratif: Antara lain fotokopi
KTP, Kartu Keluarga, SKCK, Rekomendasi Kapolda Setempat, Surat Permohonan
bermaterai, foto berwarna 2x3 sebanyak 5 lembar, foto berwarna 3x4 sebanyak 5
lembar, foto berwarna 4x6 sebanyak 5 lembar, dan mengisi formulir permohonan
dari Mabes Polri.
Dari semua syarat
tersebut, Abdul Fickar menyebut, buatnya syarat terpenting adalah soal tidak
pernah melakukan tindak pidana dan tidak sedang menjalani hukuman.
"(Punya
senjata) itu bisa berpengaruh pada kejiwaan seseorang. Secara kejiwaan, orang
punya senpi itu biasanya jadi lebih percaya diri, terasa keren. Hal-hal ini
yang berisiko memakai senjata api untuk kepentingan pribadinya."
Jenis senjata api yang boleh dimiliki
Dalam Perpol itu
disebutkan juga bahwa jenis senjata yang bisa dimiliki oleh polisi dan sipil
adalah dua hal yang berbeda.
Senjata standar
Polri yang selanjutnya disebut Senjata Api Organik Polri adalah Senjata Api
Kaliber 5,5 milimeter ke atas dengan sistem kerja manual, semi otomatis dan
atau otomatis, serta telah dimodifikasi, termasuk amunisi, granat dan bahan
peledak untuk keamanan dan ketertiban masyarakat.
Senjata Api Non
Organik Polri atau TNI adalah Senjata Api Kaliber 4,5 milimeter ke atas dengan
sistem kerja manual, dan atau semi otomatis untuk kepentingan olahraga, bela
diri dan pengemban fungsi kepolisian lainnya.
Sedangkan jenis
senjata api sipil adalah adalah senjata api genggam jenis revolver kaliber 32,
kaliber 25, atau kaliber 22, senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12 mm, dan senjata
api bahu kaliber 12 GA dan kaliber 22.
Punya senjata api ilegal berarti siap dipidana
Butuh syarat dan
izin khusus untuk memiliki senjata api yang resmi. Namun dalam praktiknya,
senjata-senjata ilegal pun banyak bermunculan. Tak cuma di area-area konflik,
di kota-kota besar seperti Jakarta juga kerap ditemukan senjata api tanpa izin.
Kepemilikan
senjata api tanpa izin ini termasuk dalam hukum pidana. Apabila senjata api
dimiliki tanpa izin resmi, pemiliknya dapat terkena sanksi pidana berupa hukuman
mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara hingga 20 tahun.
Legalitas Senjata Api di Indonesia, Bolehkah Dimiliki oleh
Masyarakat Sipil?
“Senjata api yang dimiliki oleh seseorang dan dilakukan tanpa hak (tanpa alasan yang sah), maka termasuk ilegal dan terhadapnya akan terancam sanksi pidana.”
Kehadiran senjata
api selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan di masyarakat.
Dalam era modern
ini, penting bagi kita untuk memahami bahwa tidak sembarang orang dapat
memiliki akses atau kepemilikan terhadap senjata api.
Senjata api,
sebagai instrumen kekerasan, memiliki potensi besar untuk menimbulkan bahaya
yang serius jika jatuh ke tangan yang salah.
Oleh karena itu,
banyak negara termasuk Indonesia telah menerapkan undang-undang dan regulasi
yang ketat dalam mengatur kepemilikan dan penggunaan senjata api. Bahkan,
senjata api dilarang dijual secara bebas.
Dengan pemahaman
yang lebih baik tentang kompleksitas isu ini, diharapkan kita dapat menghargai
pentingnya menjaga keamanan publik dan meminimalkan potensi penyalahgunaan
senjata api.
Siapa yang Dapat Memiliki Senjata Api ?
Pada dasarnya,
senjata api di Indonesia hanya bisa dimiliki oleh “alat negara.”
·
Alat
negara yang dimaksud dalam hal ini ialah
setiap pihak yang berdasarkan undang-undang memiliki tugas, tanggung
jawab dan kewenangan untuk melaksanakan fungsi perlindungan untuk negara.
·
Dalam
praktiknya saat ini, pihak yang dimaksud tersebut termasuk namun tidak terbatas
pada Polisi, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Satpol PP, dan Badan Intelijen
Negara (BIN).
·
Beberapa
golongan masyarakat sipil pada dasarnya diperbolehkan secara terbatas untuk
memiliki senjata api di Indonesia.
·
Hal ini
diatur pada Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Siapa Saja yang Boleh
Memiliki Senjata Api di Kalangan Sipil (Peraturan Kapolri 82/2004).
·
Beberapa
golongan yang dimaksud tersebut diantaranya direktur utama, menteri, pejabat
pemerintahan, pengusaha utama, komisaris, pengacara dan dokter (Peraturan
Kapolri 82/2004).
·
Selain
itu, regulasi lain mengenai senjata api dimaktubkan dalam Peraturan Kapolri
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api
Standar Kepolisian Negara RI, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara
RI/Tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata
Api (Peraturan Kapolri 1/2022).
Dalam Pasal 81 dan
Pasal 81 ayat (2) Peraturan Kapolri 1/2022, masyarakat sipil lainnya boleh saja
memiliki senjata api, asalkan dengan tujuan bela diri.
Selain itu, tidak boleh untuk tujuan yang lain :
·
Kepemilikan
atas senjata api juga harus melewati berbagai persyaratan yang sulit sampai
akhirnya mendapatkan izin.
·
Lalu,
senjata api yang diizinkan untuk dimiliki masyarakat sipil dengan tujuan bela
diri adalah Senjata Api Non Organik Polri/TNI.
·
Sementara
itu untuk senjata api yang hanya ditujukan bagi beberapa kalangan masyarakat
sipil saja terdiri dari:
1. Senjata api genggam jenis revolver kaliber
32, kaliber 25, atau kaliber 22
2. Senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12
mm
3. Senjata api bahu kaliber 12 GA dan kaliber
22
4. Baca juga: Daftar KBLI yang Tertutup untuk
Penanaman Modal Asing (PMA)
Syarat Memiliki Senjata Api
Dalam hal ini,
terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
seorang masyarakat sipil dapat memiliki senjata api.
Beberapa persyaratan tersebut, di antaranya
(Pasal 81 Peraturan Kapolri 1/2022) :
1. WNI yang dibuktikan dengan Kartu Tanda
Penduduk dan Kartu Keluarga;
2. Berusia paling rendah 24 tahun yang
dibuktikan dengan surat kenal lahir atau akta kelahiran;
3. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari dokter Polri;
4. Sehat psikologis yang dibuktikan dengan
surat keterangan dari psikolog Polri;
5. Memiliki keterampilan dalam penggunaan
senjata api yang dibuktikan dengan sertifikat menembak dari Polri;
6. Lulus wawancara terhadap pemahaman mengenai
peraturan perundang-undangan tentang senjata api serta mengisi kuesioner
permohonan yang dilaksanakan oleh Direktorat Intelijen Keamanan Kepolisian
Daerah dengan diterbitkan surat Rekomendasi;
7. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan atau
Akta Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan oleh notaris, bagi pengusaha;
8. Setelah persyaratan tersebut dipenuhi dan
dilakukan pertimbangan, baru nantinya Polri dapat menerbitkan izin kepemilikan
senjata tersebut.
Macam Legalitas untuk Kepemilikan Senjata Api
Dalam rangka
kepemilikan senjata api non organik Polri/TNI pun dibedakan atas berbagai jenis
perizinan. Tergantung senjata api tersebut akan difungsikan sebagai apa.
Ada 9 jenis perizinan senjata api non
organik TNI/Polri untuk masyarakat sipil demi tujuan bela diri, antara lain
(Pasal 83 Peraturan Kapolri 1/2022) :
1. Pemasukan dari luar negeri;
2. Pembelian dari dalam negeri;
3. Pemilikan dan penggunaan;
4. Pemindahan atau mutasi;
5. Hibah;
6. Pemusnahan.
7. Ruangan tes menembak;
8. Perbaikan; dan
9. Pameran.
Sebagai contoh,
jika izin memiliki senjata api untuk pemilikan dan penggunaan, maka perlu
melewati berbagai prosedur yang melibatkan banyak pihak, seperti Polres, Polda,
Polri, sampai Badan Intelijen Keamanan Polri.
Jika berhasil
memenuhi persyaratan dan melewati tiap prosedurnya, maka nama izin untuk
memiliki dan menggunakan senjata api non organik TNI/Polri tersebut meliputi
(Pasal 86 ayat (2) dan (3) Peraturan Kapolri 1/2022) :
·
Izin
pemilikan senjata api non organik diterbikan dalam bentuk Buku Pas; dan
·
Izin
penggunaan senjata api non organik diterbitkan dalam bentuk kartu, di antaranya
:
1. Surat izin penggunaan Senjata Api peluru
tajam;
2. Surat izin penggunaan Senjata Api peluru
karet; dan/atau
3. Surat Izin Penggunaan Senjata Api peluru
gas.
4. Baca juga: Kosmetik Ilegal Masih Marak, Ini
Jerat Hukumnya
Ancaman Hukuman bagi Pemilik Senjata Api Ilegal
Hukum yang
mengatur kepemilikan senjata api tanpa legalitas (ilegal) telah ditetapkan
dalam beberapa peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang
Darurat Nomor 12 Tahun 1951 (UU Darurat 12/1951) merupakan salah satu peraturan
yang mengatur kepemilikan senjata api secara umum dan merupakan tindakan
pidana.
Dalam hal ini,
poin utama dari Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951 mencakup sanksi pidana yang
menjerat setiap orang dalam aspek kepemilikan, pembuatan, hingga pengeluaran
senjata api dari Indonesia tanpa alasan dan izin yang jelas.
Sanksi pidana bagi para pemilik senjata api
ilegal tersebut melingkupi (Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951) :
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara seumur hidup; atau
3. Pidana penjara sementara,
setinggi-tingginya 20 tahun.
Namun, dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP baru) pada tahun 2025 kelak, maka sanksi pidananya akan berubah
menjadi (Pasal 306 KUHP) :
- Pidana penjara, paling lama 15 tahun.
Artikel by, POINT Consultan
Berikut penulis sampaikan peraturan tentang SENPI di Indonesia :