Perjanjian Giyanti
Pada hari ini 267 tahun yang lalu di tandatangani Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755.
Perjanjian Giyanti adalah sebuah perjanjian antara VOC, pihak Kerajaan Mataram yang diwakili oleh Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.
Isi Perjanjian Giyanti yang di tandatangani di Dukuh Kerten, Desa Jantiharo, Karanganyar, Jawa Tengah salah satunya membagi kekuasaan Mataram kepada Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.
Sehingga sejak saat itu Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti membagi wilayah kedua kerajaan tersebut dengan dibatasi Kali Opak.
Sebelah timur Kali Opak menjadi wilayah kekuasaan Surakarta, sementara sebelah barat Kali Opak merupakan wilayah Yogyakarta.
Dalam perjalanannya, Trah Mataram Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta akan terpecah kembali dengan lahirnya Kadipaten Mangkunagaran dan Kadipaten Paku Alaman.
3 Isi Perjanjian Gianti, Asal Usul Kota Yogyakarta
Yogyakarta atau Jogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah. Sarat dengan sejarah tinggi dengan tingkat tata krama yang sangat santun di Indonesia.
Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel.
Isi Perjanjian Gianti :
1. Negara Mataram dibagi dua Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi.
2. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
3. Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Pohon Beringin Perjanjian Gianti
Pernah dengar tentang perjanjian Gianti ? Tapi, tahukah dimana letak GIANTI sebenarnya ? Berikut ulasannya :
Lokasi : Dukuh Kerten, Kelurahan Jantiharjo, Kecamatan Karanganyar , Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dari solo (Kartosuro), menuju timur, kearah Palur. Disini terdapat pertigaan satu menuju ke Sragen, lainnya menuju Karanganyar. Ambil yang menuju Karanganyar (Jantiharjo).
Kerusuhan terus terjadi di Mataram sepeninggal Sultan Agung. Tahun 1755 merupakan puncak perpecahan atau perselisihan internal di Kerajaan Mataram antara Susuhunan Paku Buwono II (berlanjut hingga Paku Buwono III) dengan Pangeran Ario Mangkubumi, yang merupakan saudara Paku Buwono II dari lain ibu. Mereka Putera Susuhunan Mangkurat IV. Perang saudara tersebut terjadi karena Ario Mangkubumi merasa diingkari janji oleh Susuhan Paku Buwono II. Susuhunan Paku Buwono II mengumumkan bahwa barang siapa yang dapat membasmi pemberontakan yang dikepalai oleh Raden Mas Said dan Martapura yang menyerbu kraton Kartosuro dengan mengerahkan pasukan Cina (karena mereka tidak sudi tunduk kepada kompeni dan Paku Buwono II), akan diberi hadiah, yaitu, daerah Sukowati (Sragen sekarang). Diantara pangeran-pangeran dan bupati-bupati hanya Ario Mangkubumilah yang sanggup menjalankan pekerjaan itu. Pemberontakan ini oleh pangeran Ario Mangkubumi dipadamkan setelah mengerahkan pasukan bantuan dari Madura.
Susuhunan Paku Buwono II mengingkari janjinya atas nasehat dan desakan patihnya yang bernama Pringgolojo, karena iri hati. Menurut nasehat patih Pringgolojo, sebaiknya hadiah wilayah Sukowati diganti saja dengan tanah seluas 1.000 cacah. Ario Mangkubumi tidak senang atas pembatalan janji itu, sebab dianggapnya tidak layak seorang raja membatalkan apa yang pernah dijanjikannya. -sabdo pandito ratu-. Alasan itu yang menyebabkan sakit hati Ario Mangkubumi.
Pangeran Ario mangkubumi meninggalkan Kraton Kartosuro menuju ke selatan dan akhirnya sampai di Sukowati dengan seluruh pengikutnya. Bersama-sama dengan Raden Mas Said yang kemudian bergelar Pangeran Adipati Mangkunagara (yang merupakan keponakan sekaligus menantunya) dan diikuti oleh Martapura (bupati daerah Grobogan), Ario Mangkubumi melawan Susuhunan Paku Buwono II dan kompeni.
Perang saudara yang berkepanjangan ini akhirnya dapat diakhiri berkat usaha kompeni, sehingga tercapai perdamaian berdasarkan suatu perjanjian, yang dinamakan Perjanjian Gianti. Perjanjian Gianti adalah perjanjian kesepakatan antara VOC (diwakili oleh Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel), pihak Mataram (diwakili oleh Susuhunan Paku Buwono III) dan pihak pemberontak dari kelompok Pangeran Mangkubumi. Perjanjain ini terjadi pada tanggal 13 Pebruari 1755, disuatu desa kecil Gianti. Nama Gianti diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian ini, yaitu di Desa Gianti (ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi di Desa Janti) di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah.
Sebenarnya pada waktu itu antara Ario Mangkubumi dan Mas Said mengalami pertikaian yang agak hebat, sehingga perdamaian tersebut hanya dapat berlangsung antara, pertama: pihak kompeni dengan Paku Buwono III dan kedua: pihak Ario Mangkubumi sendiri saja, sedang Mas Said meneruskan peperangannya. Baru pada tahun 1757 Mas Said mengadakan perdamaian (melalui Perjanjian Salatiga). Perundingan dan penandatanganan Perjanjian Gianti dilakukan dibawah pohon beringin yang sampai sekarang masih dapat disaksikan.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua :
1. Wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Paku Buwono III) dan tetap berkedudukan di Surakarta;
2. Wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi, sekaligus dinobatkan menjadi Sultan Hamengku Buwono I dengan gelar, Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Khaliffatullah berkedudukan di Yogyakarta.
Namun kedua raja itu diikatkan dengan perjanjian dengan kompeni, dimana antara lain ditetapkan bahwa jika salah satu raja bertindak diluar perjanjian, raja dapat digantikan oleh orang lain atas tunjukan kompeni.
Setelah selesai penandatanganan Perjanjian Gianti, daerah Mataram yang ada dalam kekuasaan Pangeran Ario Mangkubumi diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat yang beribukota di Ngayogyakarta (Kota Yogyakarta). Nama Ngayogyakarta Hadiningrat ditetapkan pada tanggal 13 Maret 1755. Ibukota yang dipilih ini terletak di Hutan Beringin di sebuah desa kecil Pachetokan. Di desa Pachetokan terdapat pesanggrahan yang pernah dibangun Susuhunan Paku Buwono II yang disebut Garjitowati. Nama pesanggrahan ini kemudian diganti dengan nama Ayodya yang kemudian menjadi lokasi dibangunnya Keraton Ngayongyakarta.
Sebulan setelah perjanjian Gianti ditandatangani, 13 Maret 1755, Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan nama Ngajogjakarta Hadiningrat sebagai kerajaan Mataram yang baru dan dipilih nama Ngajogjakarta sebagai ibukota. Pembangunan ibukota dimulai dengan membangun keraton. Selama keraton dibangun, Hamengku Buwono I tinggal sementara di pesangrahan Ambarketawang yang terletak di Gamping, kurang lebih 5 km sebelah barat keraton yang sedang dibangun. Hamengku Buwono I mulai memasuki keraton pada 7 Oktober 1756. Tangggal dan tahun ini akhirnya disepakati sebagai hari jadi Kota yogyakarta.
Walaupun demikian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah “ahli waris” dari Kerajaan Mataram.
Sumber referensi :
- Soekanto, “Sekitar Jogjakarta 1755-1825”. (Perdjandjian Gianti – Perang Dipanagara), 1952, Penerbit : Mahabarata Djakarta, Amsterdam.
Artikel by, POINT Consultant