REVOLUSI WARNA DI INDONESIA
![]() |
Foto : Operasi CIA di Indonesia. Sebuah dokumen intelijen yang bocor mengungkap bahwa CIA tengah mempersiapkan revolusi warna di Indonesia. |
CIA adalah singkatan dari Central Intelligence Agency, yang merupakan Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat. CIA bertugas mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi penting dari luar negeri. Informasi tersebut digunakan untuk menjaga keamanan nasional.
Tugas CIA :
- Mengumpulkan dan menganalisis intelijen asing
- Memberi nasihat kepada presiden tentang ancaman keamanan nasional
- Melakukan operasi rahasia untuk memengaruhi politik atau militer negara asing
- Hubungan CIA dengan pemerintah AS
- CIA berada di bawah Direktur Intelijen Nasional
- CIA menyediakan intelijen objektif kepada presiden, Dewan Keamanan Nasional, dan pembuat kebijakan lainnya
- Informasi yang diberikan CIA oleh CIA digunakan untuk membuat keputusan keamanan nasional
Kontroversi CIA :
- CIA sering terlibat dalam menindaklanjuti intelijen asing, hal ini sering menimbulkan kontroversi seperti yang terjadi selama Perang Dingin.
Revolusi warna merupakan istilah politis yang sering dikaitkan dengan gerakan pasca revolusi Uni Soviet.
Media seluruh dunia memakai istilah revolusi warna (terkadang revolusi berwarna)] untuk menyebut berbagai gerakan terkait yang berkembang di banyak negara bekas Uni Soviet, Republik Rakyat Tiongkok dan Balkan pada awal abad ke-21. Istilah tersebut juga diterapkan kepada sejumlah revolusi di wilayah lainnya, termasuk kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik, dari 1980an sampai 2010an.
Beredar Dokumen yang Ungkap Operasi CIA di Indonesia Jelang Pemilu 2024 (Siapkan Revolusi Warna).
Beredar sebuah dokumen yang disebut mengungkap rencana badan intelijen Amerika Serikat (CIA) tengah mempersiapkan revolusi warna di Indonesia.
Apa itu revolusi warna ?
Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan operasi intelijen AS dalam membangun demokrasi liberal di negara lain, termasuk dengan menggulingkan rezim.
Banyak laporan yang menyebut termasuk artikel Kedubes China di Indonesia revolusi warna disiapkan oleh CIA, melalui National Endowment for Democracy (NED) untuk mencampuri Pemilu 2024.
NED adalah Non Goverment Organization (NGO) atau LSM swasta yang dibentuk pada 1983 dengan tujuan mempromosikan demokrasi ke negara lain.
NED adalah National Endowment for Democracy adalah sebuah organisasi non-pemerintah di Amerika Serikat yang dibentuk pada 1983 untuk mempromosikan demokrasi ke negara lain dengan mempromosikan lembaga-lembaga demokratik seperti kelompok politik, serikat buruh, pasar bebas dan kelompok bisnis.
Meski "swasta", NED mendapat pendanaan dari pemerintah AS dan disebut-sebut menjadi “front CIA” untuk melakukan revolusi warna.
Situs Kedubes China di Jakarta bahkan menyebut NED, sebagai salah satu “prajurit”, “sarung tangan putih” dan “pejuang demokrasi” utama pemerintah AS, menumbangkan pemerintah yang sah dan mengembangkan kekuatan boneka pro-AS di seluruh dunia atas nama “mempromosikan demokrasi”.
Disebutkan, NED beroperasi di lebih dari 100 negara dan menyalurkan lebih dari 2.000 hibah setiap tahunnya. Organisasi kerap memberikan hibah untuk membiayai revolusi di berbagai negara untuk mencapai tujuannya.
Dalam sebuah artikel yang berjudul "Leaked: CIA Front Preparing Color Revolution in Indonesia” yang dimuat mintpressnews.com, 6 September 2023, disebutkan NED tengah memperluas aliran dana hibahnya ke berbagai LSM, kelompok sipil penting, partai politik di Indonesia hingga kandidat untuk Pemilu 2024.
Artikel tersebut juga menuliskan, bahwa dugaan "bermainnya" NED juga terungkap dalam laporan mingguan yang dikirim International Republican Institute (IRI) Indonesia ke kantor pusatnya di Washington pada Juni, Juli, dan Agustus 2023.
IRI adalah komponen inti NED, yang biasanya bekerja sama dengan lembaga lain, National Democracy Institute.
"Apa yang NED rencanakan untuk dilakukan pada hari pemilu masih belum pasti, meskipun percikan api dipastikan akan berkobar," tulis artikel tersebut.
Cawe-cawe di Pilpres 2024
Masih dalam artikel tersebut disebutkan, Amerika Serikat juga ingin "cawe-cawe" dalam Pilpres 2024.
Disebutkan ada dokumen yang bocor yang menujukkan pertemuan perwakilan IRI dengan pejabat tinggi Kedutaan Besar AS di Jakarta, Ted Meinhover.
Dalam pertemuan tersebut, Meinhover menyampaikan kekhawatiran Washington terkait elektabilitas Prabowo Subianto yang meningkat secara dramatis.
Di sisi lain, ia menyoroti angka elektabilitas Anies Baswedan menurun.
Meinhover juga menyoroti dan menyayangkan Presidential Threshold 20 persen untuk mengajukan capres.
Tingginya syarat ambang batas pencalonan Capres membuat Amerika hanya memiliki sedikit pilihan menentukan "jagoannya" di Pilpres Indonesia.
“Seandainya saja ambang batas tersebut dihilangkan, tentu ada lebih banyak kandidat dalam pemilu, dan AS akan memiliki lebih banyak pilihan,” tulis artikel tersebut, mengutip Meinhover.
Namun, ia mengingatkan, Washington “perlu menjaga hubungan persahabatan dengan semua pihak untuk menjaga kepentingan AS di Indonesia, tidak peduli bagaimana hasil pemilu nanti.”
Meinhover menambahkan Kedutaan Besar AS telah “aktif dalam menjangkau” para pemimpin Partai Buruh setempat dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia “untuk mengetahui rencana mereka untuk memprotes” undang-undang tentang penciptaan lapangan kerja (UU Ciptaker--Red) yang baru-baru ini ditandatangani.
Khawatir undang-undang tersebut akan “meredam antusiasme investor asing” di negara tersebut, “AS dengan tegas mendukung kegiatan yang menentang undang-undang tersebut.”
Oleh karena itu, dalam artikel tersebut--dikatakan, Kedutaan Besar diam-diam menyarankan kepada para ketua Partai Buruh agar mereka dapat memanfaatkan momentum Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus “untuk melancarkan protes” terhadap undang-undang penciptaan lapangan kerja dan “Presidential Threshold” yang dibenci Meinhover.
Namun, ia mengingatkan, Washington “perlu menjaga hubungan persahabatan dengan semua pihak untuk menjaga kepentingan AS di Indonesia, tidak peduli bagaimana hasil pemilu nanti.”
Meinhover menambahkan Kedutaan Besar AS telah “aktif dalam menjangkau” para pemimpin Partai Buruh setempat dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia “untuk mengetahui rencana mereka untuk memprotes” undang-undang tentang penciptaan lapangan kerja (UU Ciptaker--Red) yang baru-baru ini ditandatangani.
Khawatir undang-undang tersebut akan “meredam antusiasme investor asing” di negara tersebut, “AS dengan tegas mendukung kegiatan yang menentang undang-undang tersebut.”
Oleh karena itu, dalam artikel tersebut dikatakan, Kedutaan Besar diam-diam menyarankan kepada para ketua Partai Buruh agar mereka dapat memanfaatkan momentum Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus “untuk melancarkan protes” terhadap undang-undang penciptaan lapangan kerja dan dan “Presidential Threshold” yang dibenci Meinhover.
Di sisi lain, dalam laporan tersebut menyebutkan, seorang aparat diplomatik AS yang hadir menyebutkan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) di Jakarta telah mengendus operasi asing dan memperingatkan Kedutaan Besar untuk tidak ikut campur dalam pemilu tahun 2024.
"Meinhover mengatakan hal ini telah memotivasi Kedutaan Besar untuk terus mendukung kegiatan rahasia IRI untuk lebih menerapkan kebijakan AS sambil menghindari peraturan Indonesia.”
Di akhir laporannya, Kit Klarenberg, penulis artikel tersebut mengatakan, dari sudut pandang Washington, pentingnya memastikan terbentuknya pemerintahan yang patuh di Indonesia tidak dapat disepelekan.
"Seiring para pemimpin militer AS yang secara terbuka mendiskusikan opsi perang dengan Tiongkok dalam waktu dekat, negara-negara di kawasan ini harus dipastikan dapat membantu dan mendukung upaya tersebut."
Revolusi Warna di Indonesia dan Upaya Asing Melestarikan Liberalisasi Konstitusi
Bila mencermati kronologis gerakan massa tanggal 22 Agustus 2024 hingga kini, bahwa urutan aksi dimulai setelah beredar logo Garuda Biru dengan slogan singkat: “Peringatan Darurat”.
Dejavu. Tiba-tiba, ingatan saya terdampar pada dua peristiwa silam tentang Revolusi Warna (Color Revolution) di jajaran Pakta Warsawa tahun 2000-an yang kemudian dikenal dengan istilah Balkanisasi, serta isu Arab Spring yang memporak-porandakan beberapa negara di Jalur Sutra tahun 2010-an.
Tampaknya, antara Color Revolution, Arab Spring dan Garuda Biru polanya persis sama kendati ada sedikit beda tapi perbedaannya tak begitu signifikan, antara lain :
- Slogan gerakan berdiksi singkat serta sifatnya membakar massa. Ini kesamaan;
- Jika logo pada Pakta Warsawa (Color Revolution) dan di Jalur Sutra (Arab Spring) ialah Tangan Mengepal alias Tangan Terkepal, sedangkan logo di Indonesia adalah Garuda Biru. Sepertinya, Garuda hendak “dibirukan”. Ya, cuma logo yang berbeda;
- Pada isu Color Revolution dan Arab Spring diawaki oleh National Endowment for Democracy (NED), NGO Paman Sam spesial ganti rezim yang dibiayai oleh Kongres AS. Lalu, siapa yang menggerakkan massa kemarin pada tanggal, jam, serentak dengan isu yang sama di Indonesia ?
- Aksi massa dalam tiga peristiwa di atas ber-isu demokratisasi, HAM, kebebasan, keadilan dan seterusnya dimana muaranya :
1) kalau di Balkan dan Jalur Sutra bertema ganti rezim, bahkan ganti sistem;
2) aksi di Indonesia tak jauh dari isu-isu di atas. Meski sekarang ada peningkatan kualitas isu dibanding aksi 22 Agustus kemarin, tema bergeser sedikit menjadi: “Turunkan dan Adili Jokowi”, “Pelanggaran HAM Prabowo” dan lain-lain.
Dari uraian di atas mulai tercium siapa invisible hands di balik aksi-aksi massa beberapa minggu ini, bahwa ternyata selain mentarget Presiden Jokowi, juga membusukkan Presiden Terpilih Prabowo. Unik. Tinggal beberapa bulan lagi kok ditarget; belum dilantik sudah ditarget ?
Singkat bahasan, telah dapat ditarik simpulan walau prematur, bahwa Garuda Biru merupakan operasi intelijen asing yang ingin mengacau Indonesia dari sisi internal jelang pelantikan Presiden Terpilih 20 Oktober 2024 mendatang. Maka, jika merujuk peristiwa di Balkan dan Jalur Sutra dimaksud, dengan rasa marah saya ucapkan:
“Selamat datang Revolusi Warna, Selamat datang Indonesia Spring!”
Kenapa demikian?
Ini terpantau dari isu-isu yang diusung baik oleh massa mahasiswa, aksi para tokoh maupun atraksi guru-guru besar hanya berputar-putar di hilir persoalan, bukan di hulu masalah bangsa.
Mereka sadar, atau pura-pura tidak sadar ?
Pertanyaannya simpel, kenapa aksi massa selama ini tidak ada yang mengusung isu KEMBALI KE UUD 1945. Itulah masalah hulu bangsa. Bukankah publik mulai melek bahwa biang atau sumber kegaduhan di republik ini sejak reformasi adalah UUD NRI 1945 alias UUD2002 Produk Amandemen empat kali ?
Sekali lagi, dejavu. Persis kegaduhan 1998 jelang kejatuhan Orde Baru, aksi massa penurunan Pak Harto hanyalah agenda, sedang skema/tujuannya adalah amandemen UUD 1945 (1999-2002), yaitu liberalisasi konstitusi.
Hari ini, tampaknya bangsa ini tidak sedang disuguhi agenda, tetapi tengah digiring pada skema operasi Garuda Biru oleh intelijen asing yakni pelestarian UUD Produk Amandemen (1999-2002) sebagai penguatan atas liberalisasi konstitusi sejak 2002.
Maka, kepada segenap bangsa ini, waspadalah! Jangan sampai akibat kebencianmu terhadap sesorang, menghilangkan akal sehatmu dalam berbangsa dan bernegara.
Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak tamu tidak diundang di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
(M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute - GFI)
Sumber Referensi :
https://www.tribunnews.com/nasional/2023/09/11/beredar-dokumen-yang-ungkap-operasi-cia-di-indonesia-jelang-pemilu-2024-siapkan-revolusi-warna
Wikipedia
https://id.wikipedia.org
Revolusi warna - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penulis Artikel POINT Consultant