WIDI WIDAJAT (1928 -- 1999)
Pengarang Sastra Jawa Dari Koran Suara Bengawan
Widi Widajat (Widi Widayat) kalebu juru nulis roman panglipur wuyung. Penulis kelairan Imogiri, 10 Mèi 1928 iki wis puluhan buku kababar. Saliyané nulis buku, Widi Widajat uga asring nulis carita sandhiwara radhio basa Jawa.
Novèl kang naté kababar antarané:
- Kapilut Godhaning Setan
- Lelana ing Nagara Sakura
- Priya kang Golek-Golek
- Asih Murni Darma
- Asih Sejati
- Dhawet Ayu
- Godhane Prawan Ayu
- Sunaring Asmara
- Nistha Nggayuh Tresna
- Ngrungkebi Tresna Suci
Saya mengenal Widi Widayat, tidak saja sebagai rekan kerja di koran Suara Bengawan (1986-1989), tapi juga seorang senior kewartawanan, serta sebagai pengarang sastra Jawa kasuwur.
Nama lengkapnya : Widi Widayat Hadisuwito, lahir di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, pada 10 Mei 1928. Hanya saja, ia kemudian besar dan tinggal di Sala/Surakarta. Sebelum tinggal di Jalan Cakrabaskara 41, Sala, ia terlebih dulu tinggal di Jalan Citropuran No. 37, Tipes, Sala.
Pendidikan yang sempat ditempuhnya adalah SMA-C dan kemudian banyak berkecimpung di bidang jurnalistik atau pers. Mbah Widi, sebagaimana sering disapa, menikah pada bulan Agustus 1955 dengan gadis bernama Sujimah.
Ditilik dari sisi penamaannya, agaknya nama Widi Widayat mengacu pada konsep Jawa yang memiliki makna tertentu. Sebab, dalam bahasa Jawa, kata widi berarti ‘takdir’, sedangkan kata widayat berarti ‘kemurahan dan atau pertolongan Tuhan’. Jadi, kata Widi Widayat berarti ‘(semoga yang
bersangkutan, yang memiliki nama itu) ditakdirkan mendapat kemurahan dan
atau pertolongan dari Tuhan’. Barangkali, walaupun tidak secara langsung, tulah harapan orang tua ketika memberikan nama kepada anaknya, Widi Widayat.
Widi Widayat adalah seorang pengarang yang produktif. Pembaca sasarannya mulai dari para remaja sampai dengan orang tua. Karena itu, dalam bersastra, ia sering menggunakan nama samaran, di antaranya Yuwida, Tayadi W., dan H. Suwito. Konon, nama samaran ini digunakan agar tidak menim- bulkan kejenuhan pembaca.
Widi Widayat memulai karier kepengarangannya pada tahun 1949 dan
hingga tahun 1980-an masih terus berkarya. Karangannya berupa cerita pendek, cerita bersambung, dan buku, baik berbahasa Jawa maupun Indo- nesia. Selain menjadi wartawan dan redaktur berbagai majalah dan koran
(Suara Karya, Selecta, Dwi Warna, Pesat, Gembira, Sunday Courier, Terang Bulan, Crita Cekak, Gumregah, Candrakirana, Dharma Kandha, Surya Candra, Dwi Warna, Ekspres, dan Panjebar Semangat), ia aktif pula dalam
berbagai organisasi (pengurus Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi di Sala, Pengurus Yayasan Dharma Pancasila Pusat di Sala, Pengurus Pusat Himpunan Pengarang Indonesia, anggota pengurus Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Sala, dll.).
Sejak masa Orde Baru (pada tahun 1950-an) Widi Widayat telah menerbitkan sekitar 30 novel saku (panglipur wuyung), di antaranya Kapilut Godhaning Setan (1963), Lelana ing Negara Sakura (1963), Priya kang Golek-Golek (1963), Asih Murni Dharma (1964), Asih Sejati (1964), Dhawet Ayu (1964), Godhane Prawan Ayu (1964), Sunaring Asmara (1964), Nistha
Nggayuh Tresna (1964), dan Ngrungkebi Tresna Suci (1965). Sementara itu,
karangannya yang terbit pada masa Orde Baru di antaranya Dukun Sawelas (1966), Kalung kang Nyalawadi (1966), Kena ing Paeka (1966), Mursal (1966), Ngenger Ipe Musibat (1966), Paukumaning Pangeran (1966), Penganten Wurung (1966), Prawan Keplayu (1966), Tambel Nyawa (1966), Wasiyating Biyung (1966), Aja Dumeh Mundhak Kaweleh (1967), Mertobat Wis Kliwat (1967), Ngundhuh Wohing Tumindak (1971), dan Prawan Kaosan (1973).
Selain menulis novel, Widi Widayat juga menulis cerita berbahasa Indonesia, di antaranya berupa cerita silat di harian Suara Merdeka (Semarang) dan Surabaya Post (Surabaya). Cerita-cerita silat karya Widi
Widayat mirip dengan karya Herman Pratikto dalam Bendhe Mataram, karya S.H. Mintardja dalam Nagasasra Sabuk Inten atau Pelangi di Langit Singa- sari. Sebab, ia juga melandaskan cerita silatnya pada kehidupan kerajaan- kerajaan Mataram, Pajang, Kartasura, dan sebagainya. Buku-buku cerita silatnya diterbitkan oleh CV Guna, PP Lawu (Sala), Analisa dan Chanan(Jakarta).
Dalam kancah penelitian sastra, karya Widi Widayat telah dikaji oleh beberapa ahli. Di antaranya oleh Subalidinata dan hasilnya dituangkan dalam buku “Sekelumit Tinjauan Novel Modern” (Proyek Javanologi, 1983). Karya- karya yang diteliti antara lain Kapilut Godhane Setan, Kenya Katula-tula, Nistha Nggayuh Tresna, Dhawet Ayu, Nunjang Palang, dan Tresna Abeya Pati. Selain itu, agaknya karya Widi Widayat juga banyak menarik minat
pembaca. Hal itu terbukti, banyak karyanya yang dicetak ulang, di antaranya oleh Fa. Nasional, Keluarga Subarno, Fa. Triyasa, Kondang, Kancil Mas, Sasangka, dan CV Kuda Mas (di Sala); Sinta Riskan, PT Jaker, CV Puspa
Rahayu (Yogyakarta); Penerbit Djaja (Surabaya); TB Dharma, TB Keng, dan
CV Dawud (Semarang).
Secara umum karya-karya Widi Widayat mengungkapkan tema dan masalah yang terjadi sehari-hari di masyarakat. Misalnya, novel Dukun Sewelas (1966) mengedepankan masalah moral (kenakalan remaja dan
penyelewengan moral); Nistha Anggayuh Tresna (1964), Penganten kang Kebanjiran (1966), Asih Murni (1964), Gaman Wasiyating Biyung (1964), Dhawet Ayu (1964), Godhane Prawan Ayu (1964), dan Banjire Bengawan
Solo (1965) mengungkapkan tema dan masalah cinta ran rumah tangga; Putri
Manis Sugih Tangis mengungkapkan penyelewengan wanita karena kesepian
dan putus asa; dan sebagainya. Kendati demikian, ada juga yang berbau politik, yaitu novel Saka Guru Revolusi. Di dalam novel itu, Widi Widayat membahas ajaran Bung Karno, yaitu saka guru revolusi (buruh dan tani).
Dilihat dari cara penggarapannya, karya-karya Widi Widayat lebih realistis dan sesuai dengan konteks masyarakat pada waktu itu. Penganten
kang Kebanjiran, misalnya, merupakan novel yang menampilkan latar lingkungan keluarga bangsawan (feodal) dan kehidupan masyarakat kecil di pedesaan. Hal itu menandai bahwa Widi Widayat memperhatikan dua kelompok masyarakat tersebut dan ia berusaha menyatukannya. Sayang sekali,
pada tahun 1999, ia telah dipanggil Tuhan. (*).
Antologi Biografi Pengarang Sastra Jawa Modern.
Sumber referensi :
https://www.facebook.com/share/p/1A86z42cFo/
Ditulis ulang oleh POINT Consultant