KOMUNIKASI POLITIK
BY, TRY NOEGROHO
BY, TRY NOEGROHO
Komunikasi
politik
Komunikasi Politik adalah komunikasi
yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian
ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru.
Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara "yang
memerintah" dan "yang diperintah".
Menurut Gabriel Almond (1960):
komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem
politik.
Komunikasi
politik terdiri dari berbagai unsur, antara lain:
1.
Komunikator
Politik.
Komunikator
politik adalah mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang
mengandung makna mengenai politik. misalnya presiden, menteri, anggota DPR,
politisi, dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa mempengaruhi
jalannya pemerintahan.
2.
Pesan
Politik.
Pesan politik
ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis,
baik secara verbal maupun nonverbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik
yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung politik. Misalnya
pidato politik, pernyataan politik, buku, brosur dan berita surat kabar
mengenai politik, dll.
3.
Saluran
atau Media Politik.
Saluran atau
media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam
menyampaikan pesan-pesan politiknya. Misalnya media cetak, media elektronik,
media online, sosialisasi, komunikasi kelompok yang dilakukan partai,
organisasi masyarakat, dsb.
4.
Sasaran
atau Target Politik.
Sasaran adalah
anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk
pemberian suara kepada partai atau kandidat dalam Pemilihan Umum. Mereka adalah
pengusaha, pegawai negeri, buruh, pemuda, perempuan, mahasiswa, dan semacamnya.
5.
Pengaruh atau efek Komunikasi Politik
Efek komunikasi
politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem
pemerintahan dan partai-partai politik, keaktifan masyarakat dalam partisipasi
politik, dimana nantinya akan berdampak pada pemberian suara dalam Pemilihan
Umum.
Pendekatan
komunikasi politik:
1.
Pendekatan proses. Menurut pendekatan ini
bahwa keseluruhan yang ada di dunia ini meeupakan hasil suatu proses. Spengler
dan Toynbee mengemukakan bahwa realitas sosial merupakan suatu siklus yang
mempunyai pola-pola ulangan untuk jatuh bangunnya peradaban. Pendekatan ini
dapat dikatakan untuk memahami sosialisasi politik dan kebijkan publik.
2.
Pendekatan
agenda setting. Pendekatan ini dikembangkan oleh Maxwell C. McCombs, seorang
profesor peneliti surat kabar juga sebagai direktur pusat penelitian komunikasi
Universitas Syracuse USA, dan Donald L. Shaw, seorang profesor jurnalistik dari
universitas North Carolina. Pendekatan agenda setting dimulai dengan asumsi
media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkan.
Seleksi ini dilakukan oleh mereka yang disebut sebagai gatekeeper, yaitu mereka
para wartawan, pimpinan redaksi, dan penyunting gambar. Dari gatekeeper inilah
yang menentukan berita apa yang harus dimuat dan apa yang harus disembunyikan.
Distorsi
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktik
proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi.
1.
Distorsi
bahasa sebagai "topeng"; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa
yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi
sebenarnya, bisa disebut seperti diungkapkan Ben Anderson (1966), "bahasa
topeng".
2.
Distorsi
bahasa sebagai "proyek lupa"; lupa sebagai sesuatu yang
dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu
orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.
3.
Distorsi bahasa sebagai
"representasi"; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak
sebagaimana mestinya. Contoh, gambaran buruk kaum Muslimin dan orang-orang Arab
oleh media Barat.
4.
Distorsi
bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan
distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik
sebagai hak istimewa sekelompok orang—monopoli politik kelompok tertentu.
Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem
politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan
tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya
dikehendaki rakyat.
Model
Komunikasi Politik
Model
Aristoteles
Model aristoteles merupakan model yang
paling klasik dalam ilmu komunikasi. Aristoteles yang hidup pada saat
komunikasi retorika sangat berkembang di Yunani. Perkembangan keterampilan
orang membuat pidato pembelaan di muka pengadilan dan rapat- rapat umum yang
dihadiri oleh rakyat. Sehingga, Model ini lebih berorientasi pada pidato,
terutama pidato untuk mempengaruhi orang lain, sehingga model ini juga bisa
disebut sebagai model retorikal/ model retoris, yang kini dikenal sebagai
komunikasi publik. Model komunikasi ini, mempunyai 3 bagian dasar dari
komunikasi yaitu, pembicara (speaker), pesan (message) dan pendengar
(listener). Proses komunikasi terjadi saat pembicara menyampaikan pesannya
kepada khalayak dengan tujuan mengubah prilaku mereka. Menurut Aritoteles, inti
dari komunikasi adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang
dipercaya oleh publik. Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa
anda (etos- kepercayaan anda), argumen anda (logos- logika dalam pendapat
anda), dan dengan memainkan emosi khalayak (pathos- emosi khalayak). Dengan
kata lain, faktor- faktor yang menentukan efek persuasif suatu pidato meliputi
isi pidato, susunannya, dan cara penyampainnya. Aristoteles juga menyadari
peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung melalui khalayak ketika meraka
diarahkan oleh pidato itu ke dalam suatu keadaan emosi. (Deddy , Mulyana. 2002
: 135) Kelemahan dari model ini yang pertama adalah komunikasi dianggap sebagai
fenomena yang statis, terfokus pada komunikasi yang bertujuan atau disengaja
terjadi ketika seseorang membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya.
Kemudian model ini tidak memperhitungkan komunikasi non-verbal dalam
mempengaruhi orang lain. Walaupun demikian, model ini menginspirasi para
ilmuwan untuk mengembangkan model komunikasi modern. Contohnya di Indonesia
ketika tim sukses dari pasangan capres dan cawapres mengkampanyekan calon serta
visi dan misinya sebagai pemimpin kepada rakyat. Semua itu merupakan bentuk
retorika dalam dunia politik.
Model
Harold Lasswell
Model komunikasi Lasswell berupa
ungkapan verbal, yaitu :
Who (siapa)
Say what (mengatakan apa)
In which channels (melalui saluran apa)
To whom (kepada siapa)
With what effect (dengan akibat apa)
Lasswell mengemukakan tiga fungsi
komunikasi, yaitu : pertama, pengawasan lingkungan. Kedua, korelasi berbagai
bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan. Ketiga, transimi
warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Lasswell berpendapat
bahwa terdapat tiga kelompok spesialis yang bertanggung jawab melaksanakan
fungsi-fungsi ini. Misalnya pemimpin politik dan diplomat termasuk kedalam
kelompok pengawas lingkungan. Lasswell memandang bahwa suatu proses komunikasi
selalu mempunyai efek atau pengaruh. Sehingga, model Lasswell ini menstimuli
riset komunikasi di bidang komunikasi politik. Model ini menunjukkan bahwa
pihak komunikator pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima.
Oleh karena itu, komunikasi dipandang sebagai upaya persuasi. Upaya penyampaian
pesan akan menghasilkan akibat baik positif maupun negatif. Menurut Lasswell
hal ini hanya ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Tidak semua komunikasi
bersifat dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi
antar pengirim dan penerima. Dalam suatu masyarakat banyak informasi yang
disaring oleh pengendali pesan, yang menerima informasi dan menyampaikannya
kepada publik dengan beberapa perubahan atau penyimpangan. Fungsi penting
komunikasi adalah menyediakan informasi mengenai negara- negara kuat lainnya di
dunia. Penting bagi suatu masyarakat untuk menemukan dan mengendalikan faktor-
faktor yang mengganggu komunikasi yang efisien. Kelemahan dari model Lasswell
ini adalah tidak menggambarkan unsur feedback atau umpan balik sehingga proses
komunikasi yang dijelaskan bersifat linier atau searah.
Model
Gudykunst dan Kim
Model ini sebenarnya merupakan model
komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari
budaya berlainan, atau komunikasi dengan orang asing. Meskipun model ini juga
tetap berlaku pada setiap orang, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang
mempunyai latar budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya yang persis sama. Asumsi
dari model ini adalah dua orang sejajar dalam berkomunikasi masing-masing dari
mereka berperan sebagai pengirim sekaligus sebagai penerima atau keduanya sebagai
penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding). Oleh karena itu kita
dapat melihat bahwa pesan dari seseorang merupakan umpan balik untuk yang
lainnya. Faktor- faktor tersebut adalah filter yang membatasi prediksi yang
kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi
kita, sehingga mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Filter ini membatasi
rangsangan apa yang kia perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan
tersebut. Faktor budaya menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, agama,
bahasa, individualitas, kolektivitas, yang mempengaruhi nilai dan norma dalam
berkomunikasi. Pengaruh sosio budaya menyangkut proses penataan sosial, yaitu
keanggotaan dalam kelompok, konsep diri, peran, dan definisi kita tentang hubungan
antar pribadi. Faktor psikobudaya menyangkut tentang penataan pribadi seperti
stereotip dan sikap terhadap kelompok orang lain. Lingkungan berpengaruh,
dilihat dari segi lokasi geografis, iklim, situasi, arsitektural, dan persepsi
kita atas lingkungan tersebut. Pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya, dan
psikobudaya berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyampaikan maupun
meyandi balik pesan. Pengaruh budaya dalam model ini meliputi faktor-faktor
yang yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia
(agama), bahasa, sikap terhadap manusia, dsb. Faktor-faktor tersebut
mempengaruhi nilai, norma, dan aturan dalam perilaku komunikasi kita. Salah
satu unsur yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah lingkungan.
Lingkungan mempengaruhi kita dalam menyandi balik pesan. Oleh karena itu,
antara dua orang komunikator mungkin mempunyai persepsi dan orientasi yang
berbeda terhadap lingkungan, mereka mungkin menafsirkan perilaku dengan cara
yang berbeda dalam situasi yang sama.
Model
Interaksional
Model ini memiliki karakter yang
kualitatif, nonsistemik, dan nonlinier. Komunikasi digambarkan sebagai
pembentukan makna (penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain) oleh para
peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri (self),
diri yang lain (other), simbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model
interaksi simbolik, orang-orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif,
reflektif dan kreatif, dan menampilkan perilaku yang sulit diramalkan. Paham
ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif, dalam konteks ini
Blumer mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model Interaksional.
Pertama,manusia bertindak mengenai makna yang diberikan individu terhadap
lingkungan sosialnya. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial
yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna diciptakan,
dipertahankan, dan diubah melalui proses penafsiran dilakukan individu dalam
berhubungan dengan lingkungan sosialnya.Model interaksional menganggap manusia
jauh lebih aktif dalam proses komunikasi. Konsep penting yang digunakan adalah
diri, diri yang lain, symbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model
interaksional orang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interkasi social,
melalui pengambilan peran orang lain (role- taking). Diri berkembang melalui
interaksi dengan orang lain, kelurga, tahap permainan, hingga lingkungan luas
dalam suatu tahahp yang disebut tahap pertandingan (game stage). Dimana
individu selalu melihat dirinya melalui perspektif (peran orang lain), sehingga
konsep diri tumbuh berdasarkan bagaimana orang lain memandang diri individu
tersebut. Model Interaksional menempatkan diri komunikator dalam posisi sejajar
dengan komunitator lain sehingga terjadi interplay yang demokratis dalam
kuadran komunikasi saling memberi dan menerima. Komunikator biasanya tidak
enggan untuk bertemu banyak orang, mendengar dan membangun kerjasama dengan
berbagai pihak, termasuk dengan orang atau kekuatan politik yang pernah berseberangan
dengannya.
Agenda
Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh
McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi
tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting media, maka penting juga
bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat
kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat. Media massa memiliki efek yang sangat kuat
terutama karena berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan
sikap dan pendapat. Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan
belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun
berdasarkan tingkat kepentingannya. (Burhan, Bungin, 2008:282). Menurt McCombs
dan Donald Shaw audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal
lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari arti penting yang
diberikan pada suatu isu dari cara media massa memberikan penekanan pada topic
tersebut. Contohnya media massa terlihat menentukan mana topic yang penting
dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kampanye
pemilu. Artinya media massa menetapkan “agenda” kampanye tersebut dan kemampuan
untuk mempengaruhi kognitif individu. Jika calon pemilih telah menganggap
penting suatu issu maka mereka akan memilih kandidat partai yang paling
berkompeten dalam menangani issu tersebut. Dan menurut Funkhouser, media berita
diyakini oleh banyak orang sebagi sumber informasi yang dapat dipercaya, tetapi
media berita tidak mesti demikian.
Proses
Komunikasi Politik
Proses komunikasi politik sama dengan
proses komunikasi pada umumnya (komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia)
dengan alur dan komponen:
1.
Komunikator/Sender
– Pengirim pesan.
2.
Encoding
– Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan.
3.
Message
– Pesan.
4.
Media
– Saluran.
5.
Decoding
– Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol.
6.
Komunikan/Receiver
– Penerima pesan.
7.
Feed Back – Umpan balik, respon.
Saluran
Komunikasi Politik
1.
Komunikasi
Massa – komunikasi ‘satu-kepada-banyak’, komunikasi melalui media massa.
2.
Komunikasi Tatap Muka –dalam rapat umum,
konferensi pers, dll.— dan Komunikasi Berperantara –ada perantara antara komunikator
dan khalayak seperti TV.
3.
Komunikasi
Interpersonal – komunikasi ‘satu-kepada-satu’ –e.g. door to door visit, temui
publik, dll. atau Komunikasi Berperantara –e.g. pasang sambungan langsung
’hotline’ buat publik.
4.
Komunikasi Organisasi – gabungan komunikasi
‘satu-kepada-satu’ dan ‘satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka e.g. diskusi
tatap muka dengan bawahan/staf, dll. dan Komunikasi Berperantara e.g.
pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya, dll.
Komunikasi sendiri memiliki definisi
sebagai sesuatu yang dilakukan oleh manusia atau individu dalam kehidupannya
untuk memberikan pesan berupa informasi kepada individu lainnya.
Sedangkan ‘Politik’ memiliki arti secara
etimologis berasal dari kata ‘polis’. Polis menunjukkan negara kota pada zaman
kuno. Namun, seiring berjalannya waktu, kata ‘Politik’ memiliki definisi
sebagai suatu usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk berdiskusi dan
mewujudkan tujuan bersama. (Baca juga: Komunikasi Islam)
Komunikasi
Politik menurut tiga para ahli sendiri di antaranya :
Maswadi Rauf : Seorang ahli politik yang
berpendapat bahwa komunikasi politik merupakan bagian objek dari kajian ilmu
politik, karena pesan-pesan yang diungkapkan dalam proses komunikasi bercirikan
politik yakni berkaitan dengan kekuasaan politik negara, pemerintahan dan juga
aktivitas komunikator dalam kedudukan sebagai pelaku kegiatan politik.
Mueller (1973) : Komunikasi Politik
didefinisikan sebagai hasil yang bersifat politik apabila menekankan pada
hasil. Sedangkan definisi Komunikasi Politik jika menekankan pada fungsi
komunikasi politik dalam sistem politik, adalah komunikasi yang terjadi dalam
suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. (Baca
juga: Komunikasi Pemerintahan)
Almond dan Powell : Komunikasi Politik
sebagai fungsi politik bersama-sama
fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat di
dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat (prerequisite)
bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain.
Jika ditarik kesimpulannya, bahwa
Komunikasi Politik merupakan bagian dari objek kajian ilmu politik yang
disebabkan karena adanya interaksi yang bersifat politik dan memiliki fungsi
agregasi, artikulasi, sosialisasi dan
juga rekruitmen.
Jenis
– Jenis Komunikasi Politik
Dalam Komunikasi politik, terbagi
beberapa jenis komunikasi politik, antara lain :
Keberadaan perkembangan komunikasi di
era digital atau media sosial mempengaruhi keefektifan komunikasi politik.
Terutama terjadi pada Komunikasi Politik Digital. Seperti apa yang pernah
terjadi di Indonesia, bahwa masyarakat negara Republik Indonesia kini dapat
mengirim pesan dan kritik langsung kepada para tokoh politik melalui media
sosial. Hal ini akan menimbulkan sensasi tersendiri bagi masyarakat.
Bahkan, perkembangan komunikasi politik
digital juga dikuatkan oleh keputusan Presiden Jokowi yang secara resmi telah
meluncurkan akun media sosial terbarunya melalui YouTube. Dengan akun ini,
bapak Presiden dapat berkomunikasi atau menyampaikan pesan kepada masyarakat
Indonesia melalui video dan diunggah ke YouTube.
Setelah Sebelumnya, Presiden Jokowi juga
sudah melakukan komunikasi ke masyarakat melalui akun resminya yaitu Facebook
dan Twitter yang menggunakan akun berbasis microblog, agar tidak sembarang
orang dapat membobol akun beliau. (Dunia maya / Internet sebagai Media
Informasi)
Tujuan positif pada Komunikasi Politik
Digital ini yaitu agar pesan tersampaikan secara masal melalui media sosial
yang mulai digandrungi masyarakat. Masyarakat dibebaskan untuk menyampaikan
pandangan, kebijakan, dan juga kinerja Kabinet Kerja yang dipimpinnya.
Adapun beberapa fungsi dari Komunikasi
Politik itu di antaranya :
Komunikasi Politik memiliki peranan yang
sangat penting dalam kepekaan hingga menangkap dengan jelas keberadaan sesuatu
yang ditimbulkan dalam dunia politik. Seperti kejadian politik yang dapat
ditangkap langsung oleh Komunikasi Politk.
Komunikasi Politik ini nantinya akan
diperlukan dalam komunikasi internasional, hubungan internasional, maupun dalam
lingkup internasional Komunikasi Politik.
Komunikasi Politik juga memiliki mata
rantai disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut yang kemudian akan menjelaskan
bahwa Komunikasi Politik juga berhubungan dengan media sosial, budaya, agama,
dan lain sebagainya.
Memberikan peluang untuk para praktisi
mempelajari.
Pola-Pola
Komunikasi Politik
Adapun pola-pola komunikasi politik yang
tersusun di antaranya :
Pola komunikasi vertikal (top down, dari
pemimpin kepada yang dipimpin).
Pola komunikasi horizontal (antara
individu dengan individu, kelompok dengan kelompok).
Pola komunikasi formal (komunikasi
melalui jalur-jalur organisasi formal).
Pola komunikasi informal ( komunikasi
melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur
organisasi).
Saluran
Komunikasi Politik
Saluran komunikasi politik merupakan
alat yang membantu untuk menyampaikan pesan secara praktis. Dengan kata lain,
saluran komunikasi politik ini merupakan media yang digunakan untuk
berkomunikasi. Saluran ini bisa berupa lambang, gambar, kata-kata, tulisan,
maupun tindakan atau visual kinetis. Bahkan saluran ini dapat dikombinasi
secara teratur bentuknya. Adapun beberapa tipe saluran komunikasi politik di
antaranya :
Komunikasi
Massa, yang meliputi :
Tatap Muka, seperti contoh : pemimpin
perusahaan yang memimpin rapat di depan anggota perusahaannya.
Perantara, seperti contoh : Seorang
Presiden yang berbicara kepada masyarakat dan disiarkan secara langsung melalui
televisi dan radio.
Komunikasi Interpersonal, yang dilakukan
dari satu individu ke indidvidu lain.
Komunikasi Organisasi, yang dilakukan
seorang pemimpin organisasi ke anggotanya dan atau organisasi satu ke
organisasi lain.
Fokus
Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan salah studi
yang bersifat interdisipliner. Karena terdapat berbagai macam disiplin ilmu
yaitu komunikasi dan politik. Namun, ketika bidang komunikasi dikaitkan dengan
politik, terkadang terdapat pengakuan tentang aspek-aspek politik dari
komunikasi publik. Sehingga kerap kali dikaitkan dengan kegiatan seperti
kampanye politik, persuasif pemilihan, hingga debat calon pemerintah dengan
menggunakan media massa sebagai alatnya. (Baca juga: Komunikasi Lintas Budaya)
Sebenarnya, antara komunikasi dengan
pilitik merupakan kajian yang berbeda namun bisa dihubungkan. Dari segi politik
memiliki ruang lingkup yang sangat luas dibandingkan dari segi komunikasi.
Komunikasi lebih menitikkan ke suatu interaksi, sedangkan politik lebih
menitikkan kepada kekuasaan. Sehingga, masih banyak masyarakat yang menganggap
bahwa komunikasi politik ini menimbulkan propaganda.
Praktik
Komunikasi Politik
Setelah terjadinya Perang Dunia II,
kajian komunikasi politik tidak lagi condong ke ilmu politik saja, tetapi lebih
condong ke ilmu komunikasi, khususnya pada media massa. Hal itni disebabkan
oleh adanya media yang merupakan unsur tolak ukur dan pusat perhatian yang
paling utama di masyarakat.
Selain itu, komunikasi politik semakin
banyak dilatar belakangi oleh para ahli komunikasi seperti Dan Nimmo, William
Rivers, dan lainnya. Sehingga komunikasi memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses perpolitikkan.
Tampak perilaku politik yang lebih mudah
dipahami melalui pengkajian ilmu komunikasi. Sehingga, parkatik komunikasi
politik ini lebih banyak dipengaruhi oleh ‘politik komunikasi’ dan perang
fisikpun berevolusi menjadi ‘perang informasi’
Komponen
Sistem Komunikasi Politik
Dalam setiap kegiatan komunikasi
seharusnya mencapai kesamaan. Sehingga, komunikasi politik ini merupakan proses
penyempurnaan ide, gagasa, pikiran, dan perasaan seseorang yang berhubungan
dengan aspirasi atau kepentingan politik. Sehingga, komponen dalam
berkomunikasi politik terdapat lima komponen di antaranya :
1.
Komunikator
politik dapat berperan sebagai penyampai pesan politik.
2.
Pesan
politik sebagai isi atau informasi politik.
3.
Saluran
Komunikasi Politik sebagai media atau alat berkomunikasi politik.
4.
Komunikan
Politik sebagai penerima pesan atau informasi politik.
5.
Efek
Politik dapat berdampak dari pesan politik yang disampaikan.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Komunikasi Politik
Pola-pola komunikasi itu terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya :
Faktor Fisik (alam), alam pun dapat
mempengaruhi faktor komunikasi politik. Dengan adanya perbedaan letak
geografis, dapat mempengaruhi komunikasi politik yang berbeda-beda. Seperti
halnya, seorang pesisir pantai yang memiliki bahasa komunikasi politik berbeda
dengan seseorang yang tinggalnya di kota apalagi lingkungan pemerintahan. (Baca
juga: Komunikasi Visual)
Faktor Teknologi, ketika terjadinya
perkembangan teknologi, komunikasi politik pun akan mengalami perubahan juga.
Sehingga, komunikasi politik pun akan terjadi perubahan yang lebih meningkat dari sebelumnya.
Faktor Ekonomis, segi ekonomi pada suatu
negara akan memberikan pengaruh pada perguncangan politik dan kehidupan
masyarakat. Sehingga terjadinya perubahan dan pergeseran komunikasi politik
juga di dalam masyarakat.
Faktor Sosiokultural, faktor ini bisa
meliputi pendidikan dan budaya. Dengan kata lain, pendidikan dan budaya ini
dapat mempengaruhi komunikasi politik yang kerap kali berubah sesuai dengan
budaya dan pendidikan yang ada.
Faktor Politis, dari keempat faktor di
atas, sebenarnya faktor inilah yang paling mempengaruhi di antara keempat
sebelumnya. Karena faktor inilah yang akan membawa dampak bagi komunikasi
politik.
Komunikasi
Politik sebagai Kajian Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi
Di dalam kajian Komunikasi Politik
menghasilkan dua kajian ilmu yaitu Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi. Para
ilmuwan atau pakar politik berpendapat bahwa Komunikasi Politik sebagai
pembahasan yang menekankan pada sistem politiknya dengan ditinjau dari proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoratitatif. Sedangkan menurut ilmuwan atau
pakar komunikasi, Komunikasi Politik ini meliputi unsur-unsur untuk merumuskan
suatu komunikasi politik yang efektif.
Istilah Komunikasi Politik sendiri telah
populer sejak tahun 1960-an, namun studi-studi tentang komunikasi yang memuat
unsur politik suda ada sejak lama. Seperti sudi propaganda perang dunia yang
dilakukan Harold Lasswell pada tahun 1927 contohnya. Pada hakikatnya,
Komunikasi Politik merupakan studi multidisipliner yang melibatkan beberapa
cabang ilmu komunikasi dan politik.
Hal ini dapat ditinjau dari kajian
Komunikasi Politik yang pada umumnya membahas hubungan antara proses komunikasi
dan politik yang berlangsung dalam dunia politik. Namun, kesulitan dalam ilmu
multidisipliner biasanya ditemukan pada keseimbangan penekanan ataupun perspektif
dan penguasaan metodologi lintas ilmu.
Manfaat
Mempelajari Komunikasi Politik
Jika kita mempelajari Komunikasi
Politik, maka kita akan mendapat manfaatnya sebagai berikut :
Kita akan memahami bagaimana para
politisi itu berbahasa, sehingga kita tidak mengalami kesalahapahaman ketika
mengartikan berita politik.
Tidak terprovokator oleh berita-berita
isu yang menggunakan bahasa Komunikasi Politik.
Sebagai praktisi, kita dapat jadikan
kajian ini sebagai kajian ilmu multidisipliner dan mempraktikan ke dalam
kehidupan dengan baik dan benar.
Agar kita tidak awam lagi soal politik
yang mulai runyam di negara kita.
Ya, itulah beberapa ulasan tentang
Komunikasi Politik yang dapat digunakan di dalam kehidupan kita sehari-hari
khususnya di dunia politik yang mulai marak di dalam lingkungan masyarakat ini.
Sebagai manusia, kita juga perlu memahami politik agar kita mengerti dan
memahami bahwa politik itu bukanlah semata-mata sebagai kekuasaan, namun
memiliki fungsi untuk mencapai kemufakatan bersama dalam menemukan tujuan
bersama.