Kabupaten Kediri SELAYANG PANDANG
Kabupaten Kediri (Kabupatèn Kadhiri) adalah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat pemerintahan berada di Kediri meskipun pemindahan pusat pemerintahan ke Pare telah lama direncanakan dan bahkan sekarang dibatalkan. Akhirnya pada saat ini ibu kota Kabupaten Kediri secara de jure berada di Kecamatan Ngasem. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Jombang di utara, Kabupaten Malang di timur, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung di selatan, serta Kabupaten Nganjuk di barat dan utara. Kabupaten Kediri memiliki luas wilayah 1.386.05 km² dengan 26 kecamatan.
1. Sejarah.
Wilayah
Kabupaten Kediri pernah menjadi bagian berbagai kerajaan penting di Pulau Jawa
sejak perpindahan Kerajaan Medang dari tanah Mataram ke timur, menjelang milenium
kedua. Kerajaan Kadiri atau Panjalu, dengan lokasi kraton di Daha kemudian
menjadi penerus kerajaan Medang setelah pembagian wilayah sepeninggal Prabu
Airlangga. Puncak kejayaann Kediri adalah ketika di bawah pemerintahan Raja
Jayabaya, pengaruhnya telah sampai ke Ternate. Situs Tondowongso, yang ditemukan pada awal tahun 2007 dan
berlokasi sekitar 15 km ke timur dari pusat Kota Kediri sekarang, memberikan
indikasi merupakan kompleks permukiman penting. Sejarah Kerajaan Kediri Paling Lengkap Beserta Peninggalannya Sejarah Kerajaan Kediri, Kadiri atau
juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042
sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri.
Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha
merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa
dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042. Pada
akhir tahun 1042. Airlangga secara terpaksa harus membagi wilayah kerajaan sebab
perebutan tahta dari dua orang putranya yakni Sri Samarawijaya yang mendapat
Kerajaan Barat Panjalu di Kota Baru Daha dan Mapanji Garasakan mendapat
Kerajaan Timur yakni Janggala di Kota Lama, Kahuripan. Sebelum kerajaan menjadi dua, kerajaan yang dipimpin oleh
Airlangga sudah memiliki nama Panjalu yang ada di Daha, sehingga Kerajaan
Janggala terlahir dari pecahan Panjalu, sedangkan Kahuripan merupakan nama kota
lama yang ditinggalkan Airlangga lalu menjadi ibu kota Janggala. Awalnya, nama Panjalu lebih sering
digunakan dibandingkan dengan Kediri atau Kadiri yang terbukti dari beberapa
prasasti raja-raja Kediri. Nama Panjalu sendiri dikenal dengan Pu Chia Lung
pada kronik Cina yakni Ling wai tai ta tahun 1178. Kediri atau Kadiri berasal
dari kata Khadri yaitu bahasa Sansekerta dengan arti pohon mengkudu atau pohon
pace. Pada awal Sejarah Kerajaan
Kediri atau Panjalu sebenarnya tidak terlalu diketahui dan pada prasasti Turun
Hyang II tahun 1044 yang dibuat Kerajaan Janggala hanya menceritakan tentang
perang saudara dari kedua kerajaan peninggalan Airlangga tersebut. Sejarah dari
Kerajaan Panjalu baru mulai terkuak saat Prasasti Sirah keting tahun 1104 atas
nama Sri Jayawarsa ditemukan. Dari beberapa raja sebelum Sri Jayawarsa hanya
Sri Samarawijaya saja yang sudah diketahui, sementara untuk urutan raja sedudah
Sri Jayawarsa diketahui secara jelas lewat beberapa prasasti yang akhirnya
ditemukan. Kerajaan Panjalu yang berada di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya
bisa menaklukan Kerajaan Janggala dengan semboyan yang ada pada Prasasti
Ngantang tahun 1135 yakni Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang. Di maa pemerintahan Sri Jayabhaya
tersebut, Kerajaan Panjalu memperoleh masa kejayaan dan wilayah kerajaan
tersebut adalah seluruh Jawa dan juga beberapa buah pulau Nusantara dan juga
mengalahkan pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Bukti ini semakin
diperkuat dengan kronik Cina yang berjudul Ling wai tai ta dari Chou Ku fei
pada tahun 1178. Dalam prasasti tersebut dijelaskan jika menjadi negeri paling
kaya selain Cina secara berurutan merupakan Arab, Jawa dan juga Sumatra dan
pada saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, sementara di daerah
Jawa merupakan Kerajaan Panjalu dan di Sumatra adalah Kerajaan Sriwijaya, Chou Ju Kua melukiskan jika di Jawa
menganut 2 agama yang berbeda yakni Buddha serta Hindu dengan penduduk Jawa
yang sangat berani serta emosional dan waktu senggangnya dipakai untuk mengadu
binatang, sedangkan untuk mata uang terbuat dari campuran perak serta tembaga.
Dalam buku Chu fan chi disebutkan jika Jawa merupakan maharaja yang memiliki
wilayah jajahan Pacitan [Pai hua yuan], Medang [Ma tung], Tumapel, Malang [Ta
pen], Dieng [Hi ning], Hujung Galuh yang sekrang menjadi Surabaya [Jung ya lu],
Jenggi, Papua Barat [Tung ki], Papua [Huang ma chu], Sumba [Ta kang], Sorong,
Papua Barat [Kulun], Tanjungpura Borneo [jung wu lo], Banggal di Sulawesi
[Pingya i], Timor [Ti wu] dan juga Maluku [Wu nu ku]. Situs Tondowongso yang
ditemukan pada awal 2007 dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Kediri yang dianggap
bisa membantu mendapatkan lebih banyak informasi tentang Kerajaan kediri.
2. Perkembangan Politik Kerajaan Kediri.
Sejarah Kerajaan
Kediri Mapanji Garasakan memiliki lama pemerintahan yang sebentar lalu
digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung tahun 1052 sampai 1059 M lalu diganti
kembali dengan Sri Maharaja Amarotsaha. Pertempuran dari Jenggala dan Panjalu
masih berlangsung sampai 60 tahun dan tidak ada berita pasti tentang 2 kerajaan
tersebut sampai akhirnya muncul Raja Bameswara tahun 1116 sampai 1136 M dari
Kediri. Pada masa tersebut, ibu kota
Panjalu sudah dipindahkan dari Daha menuju Kediri sehingga lebih terkenal
dengan sebutan Kerajaan kediri. Raja Bameswara mengenakan lencana berbentuk
tengkorak bertaring pada bagian atas bulan sabit yang biasa disebut dengan
Candrakapala. Sesudah Bameswara tutun tahta kemudian dilanjutkan Jayabaya yang
kemudian berhasil mengalahkan Jenggala.
3. Karya Sastra Kerajaan Kediri.
Pada masa
Sejarah Kerajaan Kediri, seni sastra lebih sering digunakan dan pada tahun
1157, Kakawin Bharatayuddha ditulis Mpu Sedah yang kemudian dilselesaikan oleh
Mpu Panuluh. kitab ini memiliki sumber dari Mahabharata dengan isi kemenangan
Pandawa atas Korawa yang dipakai sebagai khiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas
Janggala. Mpu Panuluh juga menulis Kalawin Hariwangsa serta Ghatotkachasraya
dan ada juga pujangga pada jama pemerintahan Sri Kameswara yakni Mpu Dharmaja
yang menulis Kakawin Smaradahana lalu di jaman pemerintahan Kertajaya juga ada
seorang pujangga lagi yakni Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka serta Mpu
Triguna yang menulis Kresnayana.
4. Sistem Pemerintahan Kerajaan kediri.
Sejarah Kerajaan
KediriPada sistem pemerintahan Kerajaan Kediri, mengalami beberapa kali
pergantian kekuasaan dan terdapat beberapa raja yang berkuasa saat itu. Sri
Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu. Jayawarsa yang merupakan raja pertama kerajaan
kediri pada prasasti berangka tahun 1104 dan dinamakan sebagai titisan Wisnu.
Kameshwara adalah raja kedua Kerajaan Kediri yang memiliki gelar Sri Maharajake
Sirikan Shri Kameshhwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwaniwaryyawiryya
Parakrama Digjayottunggadewa atau lebih dikenal dengan Kameshwara I tahun 1115
sampai 1130. Prabu Sarwaswera yang merupakan raja taat beribadah sert budaya,
ia memegang teguh pada prinsip tat wam asi yang memiliki arti, Dikaulah itu,
(semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu
yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah
tidak benar.” Prabu Kroncharyadipa
merupakan nama dengan arti benteng kebenaran, Prabu memang sangat adik terhadap
masyarakat dan juga pemeluk agama yang taat dalam mengendalikan diri saat
pemerintahannya yang selalu memegang prinsip sad kama murka, yakni enam macam
musuh dalam diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan),
kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk), masarya (iri hati).
5. Kehidupan Sosial Masyarakat Kerajaan kediri.
Kehidupan pada
masa Kerajaan Kediri sangat baik dan juga sejahtera sehingga rakyat bisa hidup
dengan tenang. Ini bisa terlihat dari rumah rakyat yang baik, rapi, bersih dan
juga dilengkapi lantai ubin berwarna hijau dan kuning. Sedangkan penduduknya
menggunakan kain sampai bawah lutut. Kehidupan masyarakat Kerajaan Kedirisangat
damai dan tenang, sehingga seni kesusastraan berkembang lebih maju adalah seni
sastra dan bisa dilihat dari begitu banyak sastra sampai sekarang. Beberapa
sastra tersebut sudah diulas diatas dan masih banyak lagi kitab sastra lainnya
seperti Kitab Lubdaka serta Wertasancaya dari Mpu Tan Akung, Kitan Kresnayana
dari Mpu Triguna serta Kitab Sumanasantaka dari Mpu Monaguna dan sebagainya.
6. Golongan Masyarakat Kerajaan Kediri.
Masyarakat pada
masa Kerajaan Kediri dibagi menjadi 3 kedudukan yakni:
a. Golongan
masyarakat pusat (kerajaan) : Masyarakat yang ada dalam lingkungan raja serta
beberapa kerabat dalam kelompok pelayan.
b. Golongan
masyarakat thani (daerah) : Golongan masyarakat yang terdiri dari petugas
pemerintahan atau pejabat pada wilayah thani atau daerah.
c. Golongan
masyarakat non pemerintah: Golongan masyarakat yang tidak memiliki kedudukan
serta hubungan dengan pemerintah atau masyarakat wiraswasta.
Kerajaan Kediri
juga mempunyai lebih dari 300 pejabat yang bertugas mengurus serta mencatat
segala sesuatu penghasilan kerajaan. Selain itu juga ada 1000 pegawai rendahan
yang memiliki tugas untuk mengurus benteng, parit kota, perbendaharaan Kerajaan
serta gedung tempat persediaan makanan. Kerajaan Kediri sendiri terlahir dari
pembagian Kerajaan Mataram yang dilakukan Raja Airlangga tahun 1000 sampai 1049
dan ini dilakukan supaya tidak terjadi perselisihan dari anak-anak selirnya.
7. Kehidupan Perekonomian Kerajaan Kediri.
Kehidupan perekonomian
pada masa Kerajaan Kediri memiliki usaha perdagangan, pertanian serta
peternakan dan dikenal sebagai penghasil kapas, beras serta ulat sutra. Ini
menyebabkan kehidupan ekonomi Kerajaan Kediri terbilang makmur dan bisa
terlihat dari Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap untuk pegawai berupa
hasil bumi .
8. Raja Raja Kerajaan Kediri
Berikut ini
adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota dari
Kediri.
- Airlangga
(Daha Masih Ibu Kota Utuh). Pendiri dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota
Kahuripan dan saat turun tahta tahun 1042, kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha
menjadi ibu kota Kerajaan wilayah Barat yakni Panjalu. Menurut Nagarakretagama,
kerajaan yang dipimpin Airlangga sebelum dibagi menjadi dua memiliki nama
Panjalu. Sri Samarawijaya (Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu). Sri Samarawijaya
adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada Prasasti Pamwatan
tahun 1042.
-
Sri
Jayawarsa. Berdasarkan Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui
apa merupakan pengganti Sri Samarawijaya atau tidak. Dalam masa
pemerintahannya, Jayawarsa memberikan hadiah untuk rakyat desa sebagai wujud
penghargaan sebab rakyat sudah berjasa pada raja. Dalam prasasti tersebut
terlihat jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada rakyat dan ingin
membuat rakyatnya sejahtera.
-
Sri
Bameswara. Berdasarkan Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan
tahun 1120 dan juga Prasasti Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih
membahas tentang masalah seputar keagamaan.
-
Sri
Jayabhaya. Raja terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135,
Prasasti Talan tahun 1136 serta Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya dan
strateginya untuk membuat masyarakat makmur memang mengagumkan. Kerajaan yang
beribu kota di Dahono Puro, di bawah kaki Gunung Kelud tersebut memiliki tanah
yang subur sehingga berbagai tanaman bisa tumbuh dengan baik. Hasil pertanian
serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian tengah kota membelah aliran
Sungai Brantas yang sangat jernih dan menjadi tempat hidup banyak jenis ikan,
sehingga makanan sumber protein bisa tercukupi. Dukungan spiritual dan juga
material yang diberikan Prabu Jayabhaya juga banyak serta sifat merakyat dan
tujuan yang jauh ke depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.
-
Sri
Aryeswara. Berdasarkan Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja
Kediri yang mempinpin pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya
adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Namun,
tidak diketahui dengan pasti waktu Sri Aryeswara naik tahta dan peninggalan
sejarahnya yakni prasasti Angin tanggal 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri
pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri Aryeswara juga tidak diketahui kapan
masa pemerintahannya berakhir. (Baca Juga : Sejarah Kota Semarang )
-
Sri
Ganda. Berdasarjan Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada
pangkat seperti nama gajah, tikus dan kerbau dimana nama-nama itu
memperlihatkan tinggi atau rendahnya pangkat orang dalam istana.
-
Sri
Sarwaswera. Bisa dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti
Kahyunan tahun 1161. Sri Sarwswera merupakan raja yang taat dalam beragama
serta berbudaya dan memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti
“dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Prabu Sri
Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia merupakan moksa yakni
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran merupakan suatu
jalan untuk kesatuan sehingga yang menghalangi kesatuan adalah hal tidak baik.
-
Sri
Kameswara. Berdasarkan Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana.
Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi
perkembangan pesat dalam sastra seperti Mpu Dharmaja yang membuat Kitab
Smaradhana dan juga dikenal dengan beberapa cerita Panji seperti cerita Panji
Semirang.
-
Sri
Kertajaya. Berdasarkan Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun
1194, Prasasti Palah tahun 1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205,
Negarakretagama serta Pararaton. Raja Kertajaya dikenal dengan nama Dandang
Gendis dan pada masa pemerintahannya, Kerajaan mulai mengalami penurunan yang
disebabkan karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum Brahmana. Keadaan tersebut
lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin tidak aman lalu
banyak dari mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel yang pada saat
itu diperintah Ken Arok. Raja Kertajaya lalu menyiapkan pasukan untuk menyerang
Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan dukungan untuk kaum Brahmana dalam
melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan kedua pasukan tersebut bertemu di
dekat Ganter tahun 1222 Masehi. Berikut ini adalah nama raja raja saat Daha ada
di bawah Singasari, kerajaan Panjalu runtuh pada tahun 1222 kemudian menjadi
bawahan Singasari dan nama raja raja tersebut diketahui dari Prasasti Mula
Malurung :
1.
Mahisa
Wunga Telang: Putra dari Ken Arok
2.
Guningbhaya:
Adik Mahisa Wunga Teleng
3.
Tohjaya:
Kakak dari Guningbhaya
4.
Kertanagara:
Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari
5.
Jayakatwang:
Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana pada tahun 1292
melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia membangun
Kerajaan Kediri namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit
9. Lencana Kerajaan Kediri.
Setiap Kerajaan
di Nusantara mempunyai lencana yang menunjukkan lambang kekuasaan dan di masa
Kerajaan Kediri, masing-masing raja mempunyai lencana yang berbeda dengan arti
serta pesan dari jati diri penguasa tersebut. Ada 7 buah lencana yang bisa di
deteksi dan setiap lencana mewakilkan kekuasaan raja.
a.
Lencana
pertama Garudmukhalancana.
Dengan gambar
burung garuda, dimana sebelum NKRI memakai lambang garuda, Raja Airlangga yang
merupakan pendiri dari Kerajaan Kediri Panjalu sudah memakai garuda sebagai
lambang lecananya. Setiap prasasti dai Airlangga selalu dibubuhkan stempel
Garudmukhalancana tersebut di bagian salah satu mulut Gua Selomangleng Kediri
dan sampai sekarang relief tersebut masih bisa dilihat.
b.
Lencana
kedua Bamecwaralancana.
Dengan lambang
tengkorak mengigit bulan sabit yang dipakai sebagai lencana Cri Maharaja Cri
Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama
Digjayotunggadewa
c.
Lencana
ketiga Jayabhayalancana.
Dengan tanda
satu avatara Dewa Wisnu yakni Narasinghavatara berwujud manusia kepala singa yang
sedang mencabik perut Hiranyakasipu [Raja Raksasa]. Pada lencana tersebut
terdapat tulisan Panjalu Jayati yang saat ini bentuknya sudah sulit untuk
dikenali dan di simpan di Museum Nasional Jakarta.
d.
Lencana
keempat Sarwwecwaralancana.
Digunakan oleh Cri
Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara Wijayagrajasama
Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatungga-dewanama. Jika dilihat, pada
lencana tersebut seperti 9 buah sayap dan pada bagian ujung ada lingkaran
berjambul yang dikelilingi 3 lingkaran bergaris. (Baca Juga : Sejarah Benua
Australia)
e.
Lencana
kelima Aryyecwaralancana.
Dengan lambang
Ganesha yang dipakai Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara
Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya
Parakramotunggadewanama.
f.
Lencana
keenam Kamecwaralancana. Dengan gambar kerang bersayap dan dipakai oleh Cri
Maharaja Cri Kamecwara Triwikramawatara Aniwaryyawirya Parakrama
Digjayotunggadewanama.
g.
Lencana
ketujuh Crnggalancana. Dipakai oleh Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara
Nindita Cringgalancana Digjayotunggadewa atau Kertajaya yang merupakan raja
terakhir Kerajaan Panjalu.
10. Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri.
Corak kehidupan
beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari peninggalan arkeologi
seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso memperlihatkan latar belakang
keagaamaan Hindu terutama Siwa. Sedangkan petirtaan Kepung juga kemungkinan
besar memiliki sifat Hindu sebab tidak terlihat unsur Budhisme pada beberapa
bangunan peninggalan sejarah tersebut. Pada beberapa prasasti disebutkan jika
nama Abhiseka raja memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi ini tidak bisa
secara langsung digunakan untuk membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang
pada masa tersebut, karena landasan filosofis yang terkenal di Jawa pada masa
tersebut beranggapan jika Raja Saa serta Dewa Wisnu merupakan pelindung rakyat,
Kerajaan atau dunia. Jika dilihat secara luas, agama Hindu terutama pemujaan
Siwa sangat mendominasi perkembangan agama pada masa Kerajaan Kediri dan ini
bisa terlihat dari beberapa penemuan prasasti, arca dan juga karya sastra Jawa
kuno.
11. Kesenian Masyarakat Kerajaan Kediri.
Perubahan dalam
bidang kesenian Kerajaan Kediri hanya terbatas pada kesenian arsitektur dan
dulu banyak orang yang mempertanyakan kenapa pada masa Kerajaan Kediri tidak
membuat candi seperti pada masa sebelum dan sesudahnya. Ternyata baru terbukti
sesudah beberapa kemudian satu per satu kesenian dari Kerajaan Kediri mulai
ditemukan. Candi Gurah yang masih tersisa memiliki pelipit sisi genta di kaki
candi Perwara, sementara pada candi induk memiliki makara di bagian ujung bawah
tangga dan beberapa ciri tersebut memperlihatkan gaya kesenian Jawa Tngeah di
abad ke VII – x Masehi. Namun, dalam beberapa arca yang sangat indah juga
memperlihatkan gaya kesenian dari Singasari di abad ke XIII Masehi dan
perbedaan tersebut masih belum bisa dijelaskan secara gamblang sampai sekarang.
Meskipun Candi Guruh pernah diperbesar, akan tetapi dalam beberapa arca tidak
berasal dari tahapan tersebut khususnya pada arca yang lebih berumur dan belum
ditemukan. Dari sumuran Candi ditemukan bata yang terinkripsi dengan seni
paleografi dan tulisannya berasal dari abad ke XI – XII Masehi. Inkripsi
singkat tersebut bisa digunakan sebagai patokan dalam menentukan tanggal dari
Arca Gurah. Soejmono juga mengatakan jika Candi Gurah merupakan mata rantai
antara kesenian Jawa Tengah dengan Jawa Timut.
12. Keruntuhan Kerajaan Kediri.
Sejarah Kerajaan
Kediri di tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum Brahmana yang
lalu memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok sendiri juga
bercita-cita untuk membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah bawahan dari
Kediri. Perang Kediri Tumapel tersebut terjadi di Desa Ganter, pasukan Ken Arok
akhirnya berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya sehingga membuat Kerajaan
Kediri runtuh dan mulai detik itu berbalik menjadi bawahan Tumapel atau Singasari.
Sesudah Ken Arok berhasil untuk mengalahkan Kertajaya, Kediri lalu menjadi
wilayah di bawah kekuasaan Singasari dan Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra
Kertajaya untuk menjadi Bupati Kediri. Tahun
1258, Jayasabha kemudian diganti oleh outranya yakni Sastrajaya dan di tahun
1271 Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang
lalu melakukan pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok,
sesudah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang
Kerajaan Kediri, akan tetapi Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 1 tahun
sebab terjadi serangan gabungan pasukan Mongol dan pasukan Menantu Kertanegara,
Raden Wijaya. Demikian ulasan lengkap mengenai sejarah Kerajaan Kediri yang
bisa kami berikan untuk anda lengkap dengan nama-nama raja, kehidupan politik,
perekonomian, beragama sampai beberapa peninggalan Kerajaan Kediri. Semoga bisa
menambah wawasan anda tentang sejarah Indonesia khususnya tentang sejarah
Kerajaan.
Potensi
Kabupaten Kediri 10 tahun silam.
Untuk melihat potensi pada sektor
ekonomi didasarkan atas perkembangan dari sektor-sektor ekonomi serta
didasarkan pada potensi yang pada dasarnya meliputi pertanian, perkebunan,
peternakan, hutan, pariwisata, industri, dan sektor lain yang terdapat di
Kabupaten Kediri.
1. Pertanian. Pertanian tanaman pangan di Kabupaten
Kediri terdiri dari berbagai jenis diantaranya: padi, jagung, ubi kayu, ubi
jalar, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Kabupaten Kediri
sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Timur memiliki tingkat perkembangan
yang cukup baik. Tingkat produktivitas pada tahun 1999 untuk komoditi padi di
Kabupaten Kediri sebesar 59,97 Kw/ha dengan total produksi 3.407.426 Kw. Dan
produksi tertiinggi terdapat pada kecamatan Pare dengan jumlah produksi sebesar
493.439 pada tahun 1999. Kecamatan lain yang memberi banyak kontribusi dalam
hasil pertanian pangan di Kabupaten Kediri berupa padi adalah Kecamatan
Purwaasri, Kepung, Plosoklaten dan Kandangan. Sedangkan tingkat produktivitas
tanaman jagung untuk Kabupaten Kediri adalah sebesar 57, 73 Kw/Ha pada tahun
1999 atau produksinya setara 3.028.895 Kw. Produksi tanaman jagung di Kabupaten
Kediri juga terdapat pada Kecamatan Pare dengan total produksi 347.052 Kw
diikuti oleh Kecamatan Pagu dengan produksi sebanyak 316.755 Kw. Untuk tanaman
ubi kayu pada tahun 1999 di Kabupaten Kediri tingkat produktivitasnya mencapai
232,76 Kw/Ha, dengan total produksi sebesar 1.697.763 Kw. Produksi ubi kayu
yang terbesar terdapat pada Kecamatan Mojo dengan produksi sebesar 323.168 Kw,
kemudian di Kecamatan semen sebesar 319.052 Kw. Kabupaten Kediri sendiri untuk
perkembangan produktivitas ubi jalar secara keseluruhan mencapai 202,34 Kw/Ha
pada tahun 1999, sedangkan produksinya sendiri mencapai 33.589 Kw, sedangkan
wilayah yang memiliki produksi terbesar adalah Kecamatan Mojo . Untuk
produktivitas jenis tanaman kacang tanah di Kabupaten Kediri sampai data tahun
1999 sebesar 15,18 Kw/Ha dengan total produksinya mencapai 27.542 Kw. Produksi
terbesar untuk jenis tanaman ini adalah di Kecamatan Kras dengan produksi
sebesar 3.440 kw, kemudian juga di Kecamatan Banyakan sebesar 3.230 Kw. Perkembangan
produktivitas rata-rata untuk tanaman sayur-sayuran di Kabupaten Kediri
menunjukkan angka yang cukup baik. Ada beberapa komoditi sangat potensial untuk
lebih dikembangkan, yaitu; jenis cabe/Lombok, tomat, kacang panjang dan bawang
merah. Beberapa daerah yang sangat potensial untuk tanaman sayur-sayuran adalah
Kecamatan Kandat, Puncu, Wates, Pare, dan Kepung. Selain itu untuk tingkat
produktivitas buah-buahan juga menunjukkan angka yang cukup baik pula. Ada
beberapa jenis buah-buahan yang sangat potensial untuk dikembangkan pada masa
yang akan datang, antara lain: jenis semangka, nanas, mangga podang, belimbing,
durian dan sawo. Khusus untuk jenis buah mangga podang, mangga jenis ini
merupakan buah khas yang ada di Kediri, dimana jenis mangga podang ini bila di
tempat lain tidak memiliki warna yag unik seperti yang ada di Kabupaten Kediri.
Daerah-daerah penghasil komoditi jenis buah-buah di atas antara lain Kecamatan
Kandat, Kunjang, Puncu, Grogol, Mojo, Banyakan dan Kepung. Namun produksi
tanaman pangan pada tahun 2006 mengalami berbagai kenaikan dan penurunan
berdasarkan perbandingan hasil produksi pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2005.
Peningkatan dan penurunan komoditi pertanian pangan tersebut antara lain: hasil
tanaman padi pada tahun 2006 sebanyak 330,9 ribu ton turun 0,57% dari tahun
2005. jagung 3,04 ribu ton turun 11,68%. Ubi kayu 111,9 ribu ton naik 12,56%,
ubi jalar 1,2 ribu ton turun 7,49%, kacang tanah juga naik sebanyak 29,91%.
2. Perkebunan. Sektor perkebunan di Kabupaten Kediri
terdiri dari enam komoditi yaitu: tebu, kelapa, kapuk randu, tembakau, kopi,
dan jambu mente. Komoditi yang paling mendominasi di Kabupaten Kediri adalah
tebu, dimana komoditi tebu ini hampir tersebar merata di seluruh wilayah
Kediri, namun produksi terbesarnya terdapat di Kecamatan Wates. Di Kabupaten Kediri untuk komoditi
kelapa, produktivitasnya mencapai 0,91 ton/ha dengan total produksinya mencapai
sebesar 7.550,29 ton pada tahun 1999. Produksi terbesar untuk komoditi kelapa
ini terdapat di Kecamatan Grogol. Sedangkan tingkat produktivitas jenis tanaman
jambu mente di Kabupaten Kediri adalah sebesar 0,45 ton/Ha dengan jumlah produksinya
sebesar 328,98 ton. Produksi jambu mente banyak terdapat pada kecamatan
Plosoklaten. Pada tahun 1999
produktiivitas komoditi kapuk randu di Kabupaten Kediri mencapai 0,17 ton/Ha,
dengan kontribusi terbesar terdapat di Kecamatan Kandangan. Untuk prokdutivitas
tanaman kopi pada tahun yang sama mencapai 0,31 ton/Ha, dan terbesar di
Kecamatan Kepung. Sedangkan untuk komoditi tembakau di Kabupaten Kediri adalah
sebesar 24,24 ton/Ha dengan produksiinya sebesar 1.406,03 ton. Komoditi ini
hanya terdapat di Kecamatan Purwoasri dan Papar. Akan tetapi produksi terbesar
terdapat pada kecamatan Purwoasri dengan jumlah produksi mencapai 1.300,16 ton
pada tahun 1999. Sektor perkebunan
di Kabupaten Kediri memilik kualitas yang baik dan berkualitas ekspor. Tercatat
ada 8 perusahaan perkebunan di Kabupaten Kediri yaitu perkebunan kopi ada 4
perusahaan, karet dan coklat masing-masing 1 perusahaan dan perkebunan cengkeh
ada 3 perusahaan. Selain perkebunan swasta terdapat juga perkebunan rakyat
seperti perkebunan tebu, jambu mete, kopi robusta, lada , cengkeh dan kenanga
yang tersebar luas di Kabupaten Kediri.
3. Perikanan. Potensi sektor perikanan di Kabupaten
Kediri terdiri atas 3 jenis yang meliputi: perikanan perairan umum, budidaya
kolam dan budidaya sawah. Umumnya di Kabupaten Kediri perikanannya berupa
perikanan air tawar karena seperti yang telah kita ketahui Kabupaten Kediri
tidak berbatasan langsung dengan laut. Perikanan di Kabupaten Kediri umumnya
dibedakan menjadi perairan umum, budidaya kolam dan budidaya sawah. Hasil
produksinya mencapai 2,3 ribu ton ikan/tahun dengan nilai total produksi
sekitar 18,36 milyar rupiah. Di
Kabupaten Kediri pada tahun 1999 untuk jenis perairan umum lebih mendominasi
bila dibandingkan dengan jenis perikanan yang lain. Produksi perairan umum
mencapai 556.036 Kg. Produksi terbesar terdapat di Kecamatan Plosoklaten
sebanyak 63.890 Kg. Untuk jenis budidaya kolam, produksi tahun 1999 adalah
sebesar 488.290 Kg dengan produksi terbanyak terdapat di Kecamatan Pare.
Sedangkan jenis budidaya sawah, produksi yang dapat dihasilkan pada tahun 1999
adalah sebesar 173.480 Kg dan wilayah yang menghasilkan terbanyak adalah juga
di Kecamatan Pare.
4. Peternakan. Sektor peternakan di Kabupaten Kediri
terdiri dari peternakan: sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba,
babi, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan entok. Sedangkan untuk
populasi ternak besar di Kabupaten Kediri terdiri dari jenis sapi potong, sapi
perah, kuda dan kerbau. Untuk jenis
sapi potong, populasi terbesar terdapat di Kecamatan Pagu sebesar 7.628 ekor,
kemudian Kecamatan Gurah sebesar 6.027 ekor. Sapi perah sebagian besar terdapat
di Kecamatan Kandangan dengan jumlah 2.293 ekor dan di Kecamatan Ngancar
sebanyak 1.509 ekor. Populasi kuda di Kabupaten Kediri sebagian besar terdapat
di Kecamatan Semen dan Kandangan, sedangkan kerbau sebagian besar terdapat di
Kecamatan Pare (berdasarkan data tahun 1999 dari “RTRW Kabupaten Kediri Tahun
2003”). Di Kabupaten Kediri untuk
jenis ternak kecil yang terlihat potensial adalah jenis kambing, dimana jumlah
populasi ini terbanyak terdapat pada Kecamatan Mojo dan Kecamatan Plosoklaten.
Sedangkan jenis populasi lainnya adalah domba yang terbanyak terdapat di
Kecamatan Mojo pula. Sedangkan
tingkat perkembangan populasi ayam petelur di Kabupaten Kediri tersebar hampir
secara merata, namun yang terbanyak adalah di Kecamatan Puncu. Begitu pula
dengan ayam buras juga tersebar hampir tersebar secara merata di seluruh
wilayah Kabupaten Kediri, namun populasi terbesar terletak di Kecamatan Pagu dan
Kecamatan Kras. Berdasarkan data
statistik Kabupaten Kediri pada tahun 2006 ada 102 perusahaan peternakan ayam
petelor atau pedaging, 1 perusahaan sapi perah. Daerah peternakan umumnya
berada di Kecamatan Gurah, Kras, Kayenkidul, Tarokan, dan Pagu.
5. Kehutanan. Kabupaten Kediri memiliki kawasan hutan
yang tersebar secara tidak merata pada wilayah kecamatan. Sebagian kawasan
hutan ini ada di bagian pinggiran, terutama pinggir barat yang berbatasan
dengan Kabupaten Tulungagung dan pinggir timur yang berbatasan dengan Kabupaten
Malang. Dimana diantara kawasan hutan ini masih ada yang dimanfaatkan sebagai
hutan produksi. Kawasan hutan yang terletak pada kawasan budidaya adalah hutan
produksi tetap dan kawasan hutan produksi terbatas. Diantara kawasan hutan yang
termasuk sebagai hutan produksi terbatas adalah di Kecamatan Mojo, Ngancar,
Kepung. Grogol, Banyakan, dan Tarokan. Beberapa
kawasan hutan lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan produksi, sebab
lokasi hutan tersebut terletak pada kawasan hutan lindung, baik sebagai hutan
lindung mutlak, maupun hutan lindung terbatas. Walaupun demikian pada kawasan
hutan lindung ini tetap dapat diambil manfaatnya tanpa menimbulkan kerusakan,
misalnya mahoni, pinus, dan sebagainya. Sampai saat ini wilayah hutan yang difungsikan
untuk kegiatan lain di bebberapa lokasi yang merupakan kawasan objek wisata
seperti Air terjun Ironggolo, Air terjun Ngleyangan, dan Sumber Podang. Diperkirakan hutan yang berada di
Kabupaten Kediri hingga saat ini adalah seluas 21.713 hektar. Dan sebagian
besar berupa kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Sedangkan yang
merupakan kawasan hutan wisata prosentasenya lebih kecil yang berada di
Kecamatan Tarokan. Pada tahun 2006 kawasan hutan yang tersisa tinggal jenis
tanaman sengon dan pinus. Hutan sengon luasnya 9.964,5 Ha, sedangkan hutan
pinus luasnya 11.748,5 Ha.
6. Potensi pariwisata. Sektor
pariwisata di Kabupaten Kediri memiliki tingkat perkembangan yang cukup tinggi
dari tahun ke tahun, yang meliputi beberapa sub sektor, antara lain: hotel,
restoran, serta jasa hiburan dan rekreasi. Kabupaten Kediri yang memiliki
banyak potensi wisata telah dikembangkan secara baik oleh pemerintah daerah
Kabupaten Kediri. Banyaknya potensi wisata di Kabupaten Kediri didukung oleh
kondisi alam yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi berbagai
wisata alam yang sangat menarik. Selain itu faktor sejarah turut pula
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan sektor pariwisata di
Kabupaten Kediri. Kabupaten Kediri
dengan seluruh potensi wisata yang sudah dikembangkan saat ini siap dimasukkan
ke dalam sasaran paket wisata Jawa Timur. Beberapa obyek wisata yang sudah siap
menjadi sasaran wisata antara lain kawasan wisata Besuki di Kecamatan Mojo
dengan air terjun Dolonya, kawasan wisata Kelud di Kecamatan Ngancar, Gereja
Puhsarang yang terletak di Kecamatan Semen, serta wisata budaya seperti
petilasan Sriaji Joyoboyo, situs Tondowongso, dan sebagainya. Pemerintah Kabupaten Kediri juga
membangun Pusat perdagangan (Trade Centre), Simpang Lima Gumul (SLG) untuk
tahap awal dengan luas 37 hektar dan dapat terus berkembang sesuai kebutuhan.
Konsep penataan kawasan ini adalah blok massa (bangunan) dengan pola radial dan
di pusatnya terdapat sebuah monumen. Adapun monumen tersebut dibangun
menyerupai Arc de' Triomphe seperti yang terdapat di Kota Paris. Bangunan di
sekitar Trade Centre-SLG didesain bergaya kontemporer dengan aksen-aksen
bernuansa Eropa Barat (perancis) yang terintegrasi dalam suatu kawasan bisnis
yang berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
pembangunan Trade Centre-SLG tersebut maka investasi di bidang perhotelan,
mall, pertokoan dan pusat grosir sangat prospektif. Pembangunan monumen simpang
Lima Gumul ini mempunyai daya tarik wisatawan yang cukup banyak, dan merupakan
salah satu mega proyek Pemda Kabupaten Kediri. Dan tingkat pembangunan monumen
Siimpang Lima Gumul hingga saat ini telah mencapai taraf 95%. Kondisi masing-masing obyek wisata
tadi tentunya tidak hanya sampai seperti yang ada sekarang tetapi akan terus
dikembangkan dengan penambahan fasilitas-fasilitas bagi pengunjung sehingga
akan menjadi lebih menarik dan layak menjadi sasaran wisata baik nasional
maupun internasional. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa tahun lalu Kabupaten
Kediri pernahh masuk The Best Ten Anugerah Pariwisata Jatim untuk kategori
pemerintah daerah yang memberikan perhatian besar terhadap pembangunan sektor
pariwisata di daerahnya.
7. Potensi industri. Sektor industri di Kabupaten Kediri
terdiri dari beberapa variabel diantaranya jumlah unit industri, jumlah tenaga
kerja, jumlah produksi industri, nilai ekspor dan nilai investasi yang
ditanamkan pada sektor industri. Kabupaten
Kediri dari tahun ke tahun industrinya mulai berkembang dengan peningkatan
jumlah perusahaan yaitu dari 61 pengusaha menjadi 2.192 pengusaha baik
pengusaha industri sedang, kecil maupun rumah tangga. Adapun jenis industri
yang ada di Kabupaten Kediri adalah jenis industri makanan, minuman, dan
tembakau. Berdasarkan nilai produksinya terdapat 3 industri yang nilainya cukup
besar yaitu industri rokok kretek, industri pupuk NPK dan industri jahe instan.
8. Potensi pertambangan. Kabupaten
Kediri merupakan daerah yang memiliki potensi pertambangan yang kurang
bervariasi. Untuk Kabupaten Kediri potensi produksi hasil tambangnya merupakan
jenis bahan tambang galian ‘C’ yang meliputi pasir, batu, tanah urug, dan pasir
urug. Namun pada umumnya di Kabupaten Kediri kegiatan pertambangan didominasi
oleh pertambangan pasir dan batu kali yang berada di sekitar sungai di Kabupaten
Kediri sebagai akibat dari muntahan gunung berapi. Potensi ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut dengan tidak
mengabaikan aspek kelestarian lingkungan. Untuk penggalian pasir, kerikil, dan
batuan yang terdapat di sepanjang sungai, sebaiknya juga mempertimbangkan aspek
kelestarian lingkungan hidup, sehingga tidak merusak tata air dan penggerusan
dinding sungai. Wilayah yang memiliki potensi ini terdapat di Kecamatan Pare,
Kandangan, Puncu, semen, dan Kunjang.
MASA
DEPAN KABUPATEN KEDIRI
TAHUN 2021
HINGGA KEDEPAN
K E D I R
I :
HARUS
LEBIH BAIK
HARUS
LEBIH MAJU
HARUS
LEBIH HEBAT
HARUS
LEBIH SURPLUS
HARUS
LEBIH MAKMUR
HARUS
LEBIH ADIL
HARUS
LEBIH AMAN
HARUS
LEBIH SEHAT
HARUS
LEBIH SANTOSO
HARUS
LEBIH KUAT
HARUS
LEBIH DEWASA
HARUS
LEBIH MATANG
HARUS
LEBIH BERTEHNOLOGI
HARUS
LEBIH BANYAK LAPANGAN PEKERJAAN
HARUS
LEBIH NYAMAN
HARUS
LEBIH KONDUSIF
HARUS
LEBIH SEJAHTERA
HARUS
LEBIH TERCUKUPI
Dst ....