KARAKTER BANGSA
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai dan beragam suku dan bangsa, agama, budaya dan bahasa. Jika kita sebagai warga negara dan generasi penerus bangsa ingin mempertahankan Indonesia tetap sebagai NKRI yang utuh kita harus menjaga persatuan dan kesatuan serta membudayakan dan menjaga kredibilitas karakter bangsa dari arus globalisasi yang mendunia dan tanpa kenal batas. Mempertahankan jati diri dan karakter bangsa merupakan cerminan sikap yang menjadi identitas bangsa yang dapat melahirkan manusia-manusia yang berkarakter baik, memajukan peradaban bangsa kita semakin terdepan dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai dan beragam suku dan bangsa, agama, budaya dan bahasa. Jika kita sebagai warga negara dan generasi penerus bangsa ingin mempertahankan Indonesia tetap sebagai NKRI yang utuh kita harus menjaga persatuan dan kesatuan serta membudayakan dan menjaga kredibilitas karakter bangsa dari arus globalisasi yang mendunia dan tanpa kenal batas. Mempertahankan jati diri dan karakter bangsa merupakan cerminan sikap yang menjadi identitas bangsa yang dapat melahirkan manusia-manusia yang berkarakter baik, memajukan peradaban bangsa kita semakin terdepan dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka menjaga identitas bangsa dari kegoyahan arus globalisasi, serta menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka menjaga identitas bangsa dari kegoyahan arus globalisasi, serta menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Karakter bangsa dalam antropologi dipandang sebagai tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantah dalam kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat tersebut.
Penguatan Pendidikan Karakter :
1. Menumbuhkan Generasi Cerdas dan Berkarakter.
2. Membangun Karakter Bangsa melalui Media Inspiratif.
Indonesia tengah menghadapi abad ke 21 yang ditandai dengan berbagai kecenderungan global.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) kecenderungan penting yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini :
1. Pertama, berlangsungnya revolusi digital yang pengaruhnya semakin kuat mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan kemasyarakatan termasuk pendidikan.
2. Kedua, semakin tegasnya fenomena Abad Kreatif yang menempatkan informasi, pengetahuan, kreativitas, inovasi dan jejaring sebagai sumber daya strategis bagi individu, masyarakat, korporasi, dan negara. Ketiga, terjadinya integrasi belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi.
3. Ketiga hal tersebut telah memunculkan tatanan baru, ukuran-ukuran baru, dan kebutuhan-kebutuhan baru yang berbeda dengan sebelumnya, yang harus ditanggapi dan dipenuhi oleh dunia pendidikan nasional dengan sebaik-baiknya.
Sehubungan dengan itu, sendi-sendi pendidikan nasional perlu ditransformasikan sedemikian rupa agar pendidikan semakin sanggup memberi kontribusi berarti bagi kiprah dan kemajuan Indonesia saat ini dan dimasa depan.
Transformasi pendidikan nasional tersebut dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam pendidikan nasional dengan memfokuskan pada harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah raga (kinestetik) dan olah pikir (literasi). Konsepsi dasar pendidikan nasional tersebut sesuai dengan pemikiran cemerlang Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, yang menandaskan secara eksplisit bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelec) dan tubuh anak.
Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita (Ki Hadjar Dewantara Buku I : Pendidikan).
Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Penguatan Pendidikan Karakter Kontekstual
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat berkepentingan dan memiliki perhatian yang sangat serius dalam membekali anak-anak menghadapi berbagai perubahan dinamis masa depan yaitu melalui kebijakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kebijakan ini menempati kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita, menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menuangkan dalam RPJMN 2015-2019.
Gerakan PPK menempatkan karakter sebagai poros pendidikan atau platforma pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan nasional.
Disamping itu, PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang harus dibiasakan dan dibudayakan dalam berbagai aktivitas pendidikan. Untuk itu, ada 5 nilai utama karakter yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK.
Kelima nilai utama karakter tersebut adalah :
1. Religius.
2. Nasionalis.
3. Mandiri.
4. Gotong royong dan
5. Integritas.
Dimana nilai-nilai tersebut dipilih berdasarkan Pancasila, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), kebutuhan nasional, serta kearifan lokal bangsa Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka PPK harus terintegrasi pada seluruh aktivitas kurikulum baik dalam intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler dan nonkurikuler. Dalam pengintegrasian ini, aktivitas PPK dikenal dengan 3 (tiga) basis utama yaitu :
1. Berbasis kelas.
2. Berbasis budaya sekolah dan
3. Berbasis partisipasi masyarakat yang dikembangkan melalui pelibatan publik secara serempak yaitu warga sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas pembelajaran tidak hanya terbatas pada sekat atau tembok-tembok kelas maupun sekolah, namun secara lebih luas pembelajaran dapat dilaksanakan di luar sekolah.
Banyak sekali sumber-sumber belajar di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh para guru secara optimal yang secara nyata dapat memberikan makna mendalam bagi para siswa. Misalnya sekolah dapat membangun kolaborasi dengan pihak sanggar seni dan budaya, museum dan objek wisata, kantor-kantor pemerintahan, lembaga pemasyarakatan, tempat ibadah, pusat kegiatan ekonomi, dan fasilitas lainnya yang dapat menjadi sarana pembelajaran yang bermakna. Dari keseluruhan sumber belajar yang banyak dan luas, seringkali kita belum memanfaatkan media-media inspiratif, dimana media saat ini memegang peranan penting dan mampu memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam membentuk karakter anak-anak kita.
Media dikatakan sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi atau pesan. Dalam konteks pendidikan, proses belajar mengajar di Abad 21 ini mutlak diperlukan media-media inspiratif dalam rangka mengirimkan pesan karakter baik kepada setiap siswa dengan efektif dan menyenangkan. Pembelajaran kreatif ini perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan berbagai media, misalnya media televisi, media sosial, video, maupun perfilman. Hal ini sejalan dengan apa yang disebut pendidikan karakter kontekstual, yaitu bahwa teknologi digital perlu dimanfaatan sebagai media pembelajaran di abad 21 yang berfungsi sebagai strategi menumbuhkan karakter-karakter baik bagi generasi muda masa kini yang sering kita sebut Generasi Digital.
KOLABORASI INDUSTRI PERFILMAN.
Berdasarkan kondisi tersebut, kita sepakat bahwa media film adalah salah satu media yang sangat berpengaruh dalam penumbuhan karakter Generasi Digital.
Mengutip ucapan Dr. Mukhlis Paeni seorang sejarawan yang saat ini menjadi Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia serta Ketua Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia, ia mengatakan Generasi sekarang sangat lekat dengan teknologi. Sehingga film adalah media yang paling tepat.
Karena film adalah media audiovisual yang menarik, mudah dicerna dan dapat langsung merasuk ke pikiran dan jiwa mereka.
Disinilah penyiapan industri film yang menyampaikan pesan-pesan karakter perlu didukung dan dikembangkan secara lebih luas. Satu contoh misalnya, film inspiratif Laskar Pelangi telah menyedot perhatian masyarakat dengan penonton mencapai lima juta orang. Film ini menceritakan kisah perjuangan sepuluh anak dalam memperoleh pendidikan, tinggal di daerah terpencil di Belitong Timur dengan fasilitas pendidikan dan kondisi ekonomi yang serba minim, telah memberi inspirasi bahwa semangat dalam memperoleh pendidikan serta usaha dalam mewujudkan cita-cita harus terus dikejar dan diwujudkan hingga memperoleh janji kehidupan yang lebih baik. Gairah pesan-pesan karakter terus terbawa dan mewarnai film-film lainnya, diantara film-film tersebut adalah Ayat-ayat Cinta, Sang Pemimpi, Garuda di Dadaku, Ketika Cinta Bertasbih, dan sebagainya yang secara bergelombang menyedot jutaan penonton dari generasi muda. Dengan demikian, film merupakan salah satu media paling inspiratif dan persuasif dalam mengharmonisasikan olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah raga (kinestetik) dan olah pikir (literasi) bagi generasi muda saat ini.
Dengan demikian, perlu berbagai upaya atau strategi yang dilakukan pemerintah dengan industri perfilman, dalam rangka mendorong kemajuan pendidikan dan perfilman Indonesia.
1. Pertama, perlunya penguatan internal pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengembangkan media-media pembelajaran inspiratif yang dibutuhkan oleh anak-anak kita saat ini baik melalui pelatihan-pelatihan, gerakan literasi, revitalisasi pendidikan vokasi, dan sebagainya.
2. Kedua, dalam produksi film nasional, diperlukan paradigma baru berupa penyegaran dan inovasi dalam cara penyampaiannya, yang disesuaikan dengan perkembangan generasi digital.
3. Ketiga, perlunya kolaborasi secara optimal antara pemerintah dengan para pelaku industri film, dalam memproduksi film-film inspiratif yang lebih banyak lagi misalnya dengan mengangkat kekayaan Indonesia dengan ragam budaya yang menarik dan memiliki nilai-nilai kearifan lokal.
4. Keempat, perlunya partisipasi publik yang lebih luas dalam mengawasi media-media negatif dan membimbing anak-anak dalam memilih tontonan.
5. Kelima, memposisikan film sebagai sebagai diplomasi dan promosi anugerah kekayaan budaya bangsa Indonesia, yang merupakan kekuatan daya saing bangsa di kancah dunia. Inilah generasi baru Indonesia yang berbekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi unggul abad 21 yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Dan semuanya dimulai dari menumbuhkan dan membangun fondasi pendidikan yang kokoh dan dinamis dalam menghadapi perkembangan zaman yaitu melalui penguatan pendidikan karakter.
KEBUDAYAAN SEBAGAI PONDASI KARAKTER BANGSA.
Sebagai tradisi, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal yang dimiliki dan dihidupi bersama secara turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dalam suatu bangsa, kebudayaan dapat dimaknai sebagai identitas kolektif atau jati diri suatu bangsa.
Kebudayaan memiliki peran dan fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landasan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara karena suatu bangsa akan menjadi besar jika nilai-nilai kebudayaan telah mengakar (deep-rooted) dalam sendi kehidupan masyarakat.
Indonesia sebagai negara kepulauan adalah negara-bangsa yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya nusantara yang merupakan daya tarik tersendiri di mata dunia.
Seharusnya hal ini dapat dijadikan modal untuk menaikkan citra bangsa di mata dunia sekaligus nilai-nilai fundamental yang berfungsi merekatkan persatuan.
NILAI LUHUR.
Seperti yang kita ketahui, sebagai sebuah negara bangsa (nation-state) Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang khas dan membudaya di masyarakat seperti gotong-royong, saling tolong menolong, ramah, santun, toleran, dan perduli terhadap sesama.
Nilai-nilai luhur tersebut pada akhirnya dijadikan rujukan untuk membentuk ideologi negara, yaitu Pancasila yang secara umum dibangun atas nilai-nilai luhur yang telah mengakar dan membudaya di masyarakat jauh sebelum Indonesia menjadi negara kesatuan.
Indonesia, jika berbicara tentang negeri ini pasti tidak akan pernah habisnya, dimulai dari yang positif sampai mengarah ke yang negatif.
Bagaimana karakter bangsa kita saat inilah ?
Itulah yang menjadi permasalah utama dalam membangun bangsa ini.
Dan tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan.
Karakter adalah sesuatu yang harusnya diketahui tapi sebagian besar kita tidak mau tahu.
Sesuatu yang teramat penting, tetapi sebagian kita menganggap remeh. Sesuatu yang amat diperlukan, tapi justru sebagian kita malah menertawainya.
Karakter memang penting, karena karakter adalah fondasi dalam membangun bangsa yang berkualitas.
Dengan karakter para pejabat negara tidak akan memakan uang rakyat demi kepentingan pribadi. Dengan karakter seorang guru dapat mewariskan ilmunya dengan baik dan benar tanpa mengharapkan balasan. Seseorang dikatakan berkarakter bila tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama.
Bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa yang memiliki prinsip ideologi kebangsaan yang eksklusif, berkebudayaan tinggi, memiliki tata krama, sopan santun, toleransi, gotong royong, semangat juang, dan nasionalisme yang tinggi.
Hal inilah yang menjadi jati diri bangsa Indonesia yang berakar dari pengkajian kebudayaan Nenek Moyang kita.
Bangsa Indonesia telah banyak melahirkan orang-orang pintar dan cerdas. Karena kepintaran dan kecerdasannya mereka bisa menjadi seorang pejabat, pengusaha, dan pegawai yang kaya.
Tetapi apabila kecerdasan yang dimiliki tidak disertai dengan karakter yang baik.
Apa yang akan terjadi ?
Orang yang tidak berkarakter akan bertindak sesuai dengan yang diinginkan tanpa memikirkan rakyat sekitarnya. Orang yang berkarakter akan bertingkah seolah-olah dialah yang paling benar, yang paling hebat.
MEMBANGUN PENDIDIKAN DAN MEMBINA KARAKTER BANGSA BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN.
Pendidikan dan pembinaan karakter bangsa memiliki andil yang besar untuk memajukan peradaban bangsa agar menjadi bangsa yang semakin terdepan dengan Sumber Daya Manusia yang berilmu, berwawasan dan berkarakter. Pembentukan, pendidikan dan pembinaan karakter bangsa sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi–potensi keunggulan bangsa dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa :
1. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa.
2. Karakter berperan sebagai kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing.
3. Karakter harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat.
Dalam hal pembinaan karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tujuan besar :
1. Untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa.
2. Untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, dan
3. Untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat juga mencintai lingkungan.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan terstruktur untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan karakter merupakan sifat khusus atau moral dari perorangan maupun individu. Pendidikan karakter bangsa adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai yang menjadi pedoman dan jati diri bangsa sehingga terinternalisasi didalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku yang baik. Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya sistematik suatu negara berkebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
Tujuan dari Pendidikan Karakter Bangsa yaitu :
1. Untuk menanamkan dan membentuk sifat atau karakter yang diperoleh dari;cobaan, pengorbanan, pengalaman hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat membentuk nilai intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku peserta didik.
2. Nilai-nilai yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku tersebut diberikan secara terus-menerus sehingga membentuk sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan tersebut akan menjadi karakter khusus bagi individu atau kelompok.
3. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan perilaku seseorang. Pendidikan yang menekankan pada karakter lah yang mampu menjadikan seseorang mempunyai karakter yang baik.
4. Pendidikan tidak hanya sekedar menghasilkan manusia-manusia yang cerdas, namun juga manusia-manusia yang berkarakter baik.
5. Pendidikan karakter sangatlah penting untuk menjawab permasalahan bangsa saat ini. Karena pendidikan karakter mampu memajukan peradaban bangsa agar bisa menjadi bangsa yang semakin terdepan dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.
Peran pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa sangat penting, untuk itu perlu adanya bimbingan dan binaan khusus bagi setiap individu atau kelompok untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.
Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia dalam malaksanakan pembinaan karakter bangsa adalah::
1. Meningkatkan dan mengokohkan semangat religiositas bangsa.
2. Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan.
5. Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum.
6. Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
7. Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa.
8. Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter bangsa adalah terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku secara santun berdasar Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara baik dalam aspek politik, ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat digambarkan bahwa pembinaan karakter bangsa tersebut untuk dapat menghasilkan warganegara yang memiliki :
1. Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat dan baik dalam menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.
2. Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan mendudukan hak asasi manusia secara proporsional sesuai dengan konsep dan prinsip yang terkandung dalam Pancasila.
3. Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi existensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan golongan selalu diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.
4. Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan demokrasi yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
5. Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
6. Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter warganegara.
Strategi Pengembangan Karakter Bangsa
Ada 3 pilar utama untuk mewujudkan Karakter Bangsa, yaitu :
1. Aspek pada Tataran Individu.
Nilai kehidupan diwujudkan dalam perilaku, diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten. Pendidikan karakter bangsa dimulai dengan pendidikan karakter individu.
2. Aspek pada Tataran Masyarakat.
Masyarakat adalah komunitas yang secara integral memiliki nilai yang sama, dan akan committed menerapkan nilai yang mereka anggap baik. Komunitas bisa terbentuk karena kepentingan, profesi atau tujuan bersama contohnya organisasi2 / lembaga kemasyarakatan baik dibentuk oleh pemerintah maupun lembaga masyarakat yang sudah diatur dalam perundang-undangan berlaku.
3. Aspek pada Tataran Bangsa
Bangsa teridiri dari sekumpulan bangsa, masyarakat. Pada komunitas, baik orang atau bangsa, terjadi kontrak sosial atau perasaan kebersamaan untuk mendukung nilai-nilai luhur yang ada.
Pada tataran bangsa, nilai-nilai luhur tersebut telah berhasil dirumuskan menjadi dasar negara Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Nilai-nilai luhur tersebut adalah: Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Martabat Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Adil.
FAKTOR-FAKTOR KARAKTER BANGSA.
Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi.
Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas.
Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan.
Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa. Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia.
Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi.
Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk. Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN bahkan International dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional. Harus diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti.
Kemajuan di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation and Character Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Program Bela Negara. Saat ini, banyak elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.
REVITALISASI PEMBINAAN KARAKTER BANGSA.
Untuk meneruskan peran protagonis yang berhasil dimainkan dengan indah oleh para pemuda pejuang di era kemerdekaan, pemuda masa kini memiliki kewajiban moral untuki meneruskan tradisi positif ini di era kemerdekaan. Kongkritnya, pemuda harus bisa menjadi tumpuan bagi terciptanya kemakmuran, kemajuan, serta kemandirian Indonesia. Menjadi dinamisator pembangunan agar bangsa Indonesia memiliki daya saing tinggi, sehingga sejajar bahkan unggul dari bangsa-bangsa lain.
Ironisnya, kenyataan yang ada tidaklah demikian. Para pemuda Indonesia saat ini seolah tidak berdaya menghadapi gempuran arus globalisasi yang dihiasi ekspansi tradisi bangsa asing. Meskipun tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa semua budaya asing memberikan dampak negatif bagi generasi muda, namun jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya, sehingga akan terjebak dalam kolonialisme kontemporer, tergantung dan mudah dikendalikan bangsa lain.
Kekhawatiran ini semakin membayang di depan mata ketika melihat realitas pemuda masa kini yang pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya nasinalnya menurun drastis. Mereka seakan lebih bangga mengidentifikasi diri kepada bangsa lain yang lebih maju ilmu pengetahuan dan teknologinya. Supaya realitas memprihatinkan ini segera berakhir, pemuda harus tampil di barisan terdepan dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman hilangnya identitas nasional. Inilah perjuangan berat yang terhampar di depan mata dan menuntut komitmen utuh dari segenap pemuda Indonesia.
Agar perjuangan ini berhasil, setidaknya ada peran yang harus dijalankan oleh para pemuda yaitu :
a) Character builder (Pembangun Karakter).
Tergerusnya karakter positif, seperti ulet, pantang menyerah, jujur, dan kreatif yang dibarengi tumbuhnya karakter negatif seperti malas, koruptif, dan konsumtif di kalangan masyarakat Indonesia, menuntut pemuda untuk meresponnya dengan cepat dan cerdas. Mereka harus menjadi pioner yang memperlihatkan kesetiaan untuk memegang teguh kearifan lokal seperti yang dicontohkan pemuda generasi terdahulu.
b) Caharacter Enabler (Pemberdaya Karakter).
Pembangunan karakter bangsa tentunya tidak cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, pemuda harus memiliki tekad untuk mejadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif.
c) Character engineer (Perekayasa Karakter).
Peran ini menunut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.
Pasalnya, pengembangan karakter positif bangsa menunut adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman.
KARAKTER YANG DIHARAPKAN.
Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
c. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
d. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
KARAKTER BANGSA SEBAGAI SALAH SATU KOMPETENSI MENUJU INDONESIA EMAS.
Pendidikan karakter merupakan suatu keniscayaan dalam upaya menghadapi berbagai tantangan pergeseran karakter yang dihadapi saat ini. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan kemampuan seseorang untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehar-hari dengan sepenuh hati. Karena pendidikan karakter merupakan suatu habit, maka pembentukan karakter seseorang itu memerlukan communities of character (komunitas masyarakat yang bisa membentuk karakter). Peran sekolah sebagai communities of character dalam pendidikan karakter sangat penting. Sekokah mengembangkan proses pendidikan karakter melalui proses pembelajaran, habituasi, kegiatan ekstrakurikuler, dan bekerja sama dengan keluarga dan masyarakat dalam pengembangannya.
GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (PKK) yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengidentifkasi lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu nilai :
1. Religius.
2. Nasionalis.
3. Mandiri.
4. Gotong royong.
5. Integritas.
1. Pertama, nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadaap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
2. Kedua, nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
3. Ketiga, nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
4. Keempat, nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persabatan, memberi bantuan / pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
5. Kelima, nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral).
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, meliputi konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.
Dari zaman ke zaman, pendidikan muncul dalam berbagai bentuk dan paham.
Dilihat dari sejarahnya, pendidikan Indonesia dapat dibagi secara urutan waktu kurang lebih sebagai beikut :
1. Pertama, zaman pra-kolonial, masa prasejarah dan masa sejarah.
2. Kedua, zaman colonial ketika system pendidikan modern dari Eropa diperkenalkan, dan ketiga, zaman kemerdekaan Republik Indonesia yang berlangsung hingga sekarang. Masing-masing zaman memiliki corak dan bentuk sendiri.
Memasuki abad generasi alfa menuju Indonesia Emas sekarang ini, pendidikan Indonesia dihadapkan dengan sejumlah tantangan dan peluang, yang tentunya berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya. Guna mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dan dinamika perubahan yang sedang dan akan terus berlangsung di Abad generasi alfa menuju Indonesia Emas ini, bangsa Indonesia harus semakin mengasah kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi setiap revolusi pada Pendidikan di Abad generasi alfa menuju Indonesia Emas ini.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2017, mengidentifikasi 5 (lima) nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
Pengembangan nilai-nilai karakter menurut Ki hajar Dewantara yakni :
1. Olah hati (etika).
2. Olah pikir (literasi).
3. Olah karsa (estetika).
4. Olah raga (kinestetika).
Nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan meliputi :
1. Religius.
2. Jujur.
3. Toleransi.
4. Disiplin.
5. Kerja keras.
6. Kreatif.
7. Mandiri.
8. Demokratis.
9. Tasa ingin tahu.
10. Demangat kebangsaan.
11. Cinta tanah air.
12. Menghargai prestasi.
13. Nersahabat/komunikatif.
14. Cinta damai.
15. Gemar membaca.
16. Peduli lingkungan.
17. Peduli sosial.
18. Tanggung jawab.
19. Dan lain-lain.
Menurut Lickona (1992) lebih lanjut menjelaskan identifikasi moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan moral. Moral knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan, yang terdiri atas enam hal :
1. Moral awareness (kesadaran moral).
2. Knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral).
3. Perspective taking (pengambilan perspektif)
4. Moral reasoning (alasan moral).
5. Decision making (pengambilan keputusan).
6. Self-knowledge (pengetahuan diri).
Moral feeling adalah asfek yang lain yang harus ditanamkan kepada siswa yang merupakan sumber energy dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat 6 (enam) hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter yakni :
1. Conscience (nurani).
2. Self esteem (percaya diri).
3. Empathu (merasakan penderitaan orang lain).
4. Loving the good (mencintai kebenaran).
5. Self control (mampu mengontrol diri).
6. Humility (kerendahan hati). Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan dan perasaan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morality) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu :
1. Kompetensi (competency).
2. Keinginan (will).
3. Kebiasaan (habit).
Lebih lanjut Dimerman (2009:9) mengidentifikasi 10 karakter yang harus dikembangkan yaitu) :
1. Respect.
2. Responsibility.
3. Honesty.
4. Empathy.
5. Fairness.
6. Initiative.
7. Courage
8. Perseverance.
9. Optimism.
10. Integrity.
Indonesia heritage Foundation yang juga banyak bergerak dalam pendidikan karakter mengidentifikasi ada 9 (Sembilan) karakter mulia yang menjadi pilar : 1. Cinta Tuhan dan kebenaran.
2. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian.
3. Amanah.
4. Hormat dan santun.
5. Kasih saying, kepedulian, dan kerjasama.
6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah.
7. Keadilan dan kepemimpinan.
8. Baik dan rendah hati.
9. Toleransi dan cinta damai.
(Megawangi, 2004:28-30). Sementara itu Tim Pakar yayasan Jati Diri Bangsa (2011) mengangkat rumus 5+3+3 atau 11 kebiasaan. Secara ringkas dikutipkan di sini, 5 (lima) sikap dasar yaitu jujur, terbuka, berani mengambil resiko dan bertanggung jawab, komitmen, berbagi dengan 3 (tiga) syarat yaitu :
1. Niat, tidak mendahului kehendak Tuhan.
2. Bersyukur, lalu dilakukan dengan 3 (tiga) syarat yaitu do’a atau ibadah.
3. Mewujudkan perubahan lalu dikunci dengan teladan.
Secara lebih khusus dalam pendidikan kewarganegaraan dikenal civic disposition (Branson, 1999:23). Pada civic disposition yaitu ‘’… those attitudes and habit of mind of the citizen that are conductive to the healthy functioning and common good of the democratic system’’. Sikap dan kebiasaan berpikir warga negara yang menopang berkembangnya fungsi social yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari system demokrasi. Secara konseptual civic disposition meliputi sejumlah karakter kepribadian, yakni : ‘’Civility (respect and civil discourse), individual responsibility, self-discipline, civic-mindedness, open mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity), compromise (conflict of principles, compassion, generosity, and loyality to the nation and its principles)’’ (Quigley, et. Al., 1991:13-14).
Sementara itu, Jennifer Nicholas (2015) menyederhanakannya ke dalam prinsip pokok pembelajaran abad generasi alfa menuju Indonesia Emas yang dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini.
a. Instructional should be student-centered.
Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yangs ecara aktif mengembangkan minat dann potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah nyata yang terjadi dalam masyarakat.
b. Educational should be collaborative.
Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
c. Learning should have contest.
Perkembangan tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.
d. Schools should be integrated with society.
Dalam upaya mempersiapkan siwa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
Misalnya mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal sebagai berikut :
Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter yang baik, harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), tetapi juga merasakan dengan baik atau loving the good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action).
Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Pendidikan karakter merupakan suatu habit, maka pembentukan karakter seseorang itu memerlukan communities of character yang terdiri atas keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media, pemerintahan dan berbagai pihak yang mempengaruhi generasi muda. Semua communities of character tersebut hendaknya memberikan suatu keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan kata lain pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan.
Pendidikan nasional abad generasi alfa menuju Indonesia Emas bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan terhormat dan setara dengan bangsa dan dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya.
Pengembangan pembelajaran abad generasi alfa menuju Indonesia Emas beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: tugas utama guru sebagai perencana pembelajaran, memasukkan unsur berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking), penerapan pola pendekatan dan model pembelajaran yang bervarisi, serta integrasi teknologi.