SELAYANG PANDANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
Kebebasan mengemukan pendapat merupakan hak asasi manusia (HAM) setiap negara. Setiap warga negara bebas mengemukan pendapat untuk menyampaikan pendapat, pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagai secara bebas dan bertanggung bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DASAR UTAMA
1. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum Nomor : 9, Tanggal Disahkan : 26 Oktober 1998, Tanggal Diundangkan : 26 Oktober 1998
2. DI MUKA UMUM - MENYAMPAIKAN PENDAPAT - KEMERDEKAAN 1998
3. UU NO. 9, LN 1998 / NO. 181, TLN. NO. 3789, LL SETKAB : 22 HLM
4. UNDANG-UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
- Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib dan damai. Hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
- Dasar hukum undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
- Dalam Undang-Undang ini diatur tentang : bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
CATATAN :
- Undang-Undang ini mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 26 Oktober 1998.
- Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
- Undang-undang ini terdiri dari 7 Bab dan 20 Pasal.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN UUD 45.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro :
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA :
1. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
Hak Warga Negara Indonesia :
– Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
– Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
– Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1)
– Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.
– Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1).
– Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
– Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
– Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara Indonesia :
– Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
– Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
– Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan : Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
– Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
– Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan : tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :
1. Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4. Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah penjaminan terhadap salah satu hak asasi manusia. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dalam UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah sejalan dengan :
1. Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
2. Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
Sebagai contoh : unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas.
3. Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
4. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum disahkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1998 oleh Presiden BJ. Habibie. UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1998 oleh Mensesneg Akbar Tandjung.
5. Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181. Penjelasan Atas UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789.
6. Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pertimbangan Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah : bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib dan damai, bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Dasar Hukum :
1. Dasar hukum Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
2. Penjelasan Umum UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
3. Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
4. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas.
5. Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
6. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut :
- Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh, dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa.
- Konteks dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.
- Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan :
- asas keseimbangan antara hak dan kewajiban, asas musyawarah dan mufakat, asas kepastian hukum dan keadilan, asas proporsionalitas, asas manfaat.
Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Berlandaskan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk :
- Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat.
- Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.
- Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang-undang tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.
Undang-undang ini mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
Isi UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Berikut isi Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (bukan format asli) :
UNDANG-UNDANG
TENTANG
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.
Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.
Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.
Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.
Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada :
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; asas musyawarah dan mufakat; asas kepastian hukum dan keadilan; asas proporsionalitas; dan asas manfaat.
Pasal 4
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat; mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi; menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk : mengeluarkan pikiran secara bebas; memperoleh perlindungan hukum.
Pasal 6
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : melindungi hak asasi manusia; menghargai asas legalitas; menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan menyelenggarakan pengamanan.
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
BAB IV
BENTUK-BENTUK DAN TATA CARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
Pasal 9
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan : unjuk rasa atau demonstrasi; pawai; rapat umum; dan atau mimbar bebas.
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali : di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional; pada hari besar nasional.
Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Pasal 10
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Pasal 11
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat : maksud dan tujuan; tempat, lokasi, dan rute; waktu dan lama; bentuk; penanggung jawab; nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta.
Pasal 12
Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib dan damai.
Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.
Pasal 13
Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib : segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan; berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum; berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat; mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pasal 14
Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
BAB V
SANKSI
Pasal 15
Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11.
Pasal 16
Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
Pasal 18
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 tahun 1998
tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum