SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN (SHGB)
SHGB adalah kependekan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan yang akan dilampirkan pada saat melakukan transaksi properti. Dengan adanya dokumen ini, Anda akan mendapatkan hak penuh atas bangunan yang telah dibeli. Agar tidak disalah gunakan, penting untuk memahami apa itu SHGB sebelum Anda memulai jual beli. Untuk itu, simak ulasan Prospeku mengenai Sertifikat Hak Guna Bangunan di bawah ini.
Kepanjangan SHGB adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan berupa dokumen yang mencakup hak dan kewenangan kepada seseorang yang diberikan oleh pemerintah, pejabat atau pengelola tanah. Pemegang dokumen ini mempunyai hak untuk memanfaatkan lahan yang bukan miliknya sesuai dengan izin yang disepakati.
Jangka waktu sertifikat ini hanya berlaku hingga 30 tahun, namun setelah itu pemegang SHGB dapat memperpanjang surat maksimal 20 tahun. Dengan kata lain, masa berlaku paling lama untuk SHGB adalah 50 tahun.
Perlu ditekankan, adanya sertifikat ini tidak membuat pemiliknya mempunyai kewenangan secara penuh terhadap sebuah lahan. Namun, mereka hanya memiliki kekuasaan guna mendirikan sebuah bangunan dengan kepentingan tertentu di atas lahan tersebut. Dengan kata lain kepemilikan lahan itu masih berada di pihak lain.
Pemberian hak guna bangunan atas tanah negara dan pengelola diputuskan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan, hak guna bangunan atas tanah milik perseorangan diberikan melalui akta yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
PERBEDAAN SHM DAN SHGB
1. Jangka Waktu.
Perbedaan SHM dan SHGB adalah pada jangka waktunya. SHM (Sertifikat Hak Milik) merupakan surat kepemilikan dimana pemegangnya mempunyai hak penuh atas tanah dan bangunan tanpa jangka waktu tertentu dan bisa diwariskan. Sedangkan hak guna bangunan memiliki batas waktu dan bisa berakhir.
2. Di Mata Hukum.
Pemegang SHGB hanya memiliki wewenang atas bangunannya saja, sedangkan sertifikat SHM sudah mencakup sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan. Di mata hukum, keduanya adalah dokumen yang sah dapat digunakan sebagai jaminan untuk mencairkan kredit dari bank. Meskipun begitu, SHM memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari SHGB.
3. Untuk Jaminan Kredit.
Namun hal tersebut juga bisa menjadi kelemahan tersendiri. Salah satu poin dari perbedaan SHM dan SHGB adalah sertifikat HGB justru bisa beresiko mempersulit pengajuan kredit karena berpotensi menjadi Beban Hak Tanggungan. Kepemilikan HGB juga bisa diakhiri sepihak apabila pemegangnya melanggar aturan atau sudah tidak memenuhi syarat lagi.
4. SHGB pada Properti.
Terkait dengan properti, jika Anda menginginkan properti jangka pendek maka kepemilikan SHGB sudah cukup. Sedangkan, jika Anda menghendaki investasi untuk jangka panjang maka properti dengan SHM akan lebih disarankan.
5. Kepemilikan Sertifikat.
Terakhir, SHM tidak bisa dimiliki oleh WNA (Warga Negara Asing). Pemilik SHM harus seseorang atau pihak yang berstatus kewarganegaraan Indonesia. Sedangkan Sertifikat Hak Guna Bangunan bisa dimiliki oleh WNA.
MENGURUS SERTIFIKAT HGB
Untuk mengurus sertifikat HGB Anda bisa mengunjungi Kantor Pertanahan atau Kanwil BPN (Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional). Cara mengurus sertifikat HGB tergantung pada ketentuan kepemilikan tanah dan luas areanya.
Berikut adalah tahapan-tahapan pembuatan sertifikat Hak Guna Bangunan :
1. Siapkan Dokumen-Dokumen yang Diperlukan.
2. Buat Permohonan.
3. Pemeriksaan Kelengkapan.
4. Pembuatan Risalah Pemeriksaan Tanah.
5. Penerbitan Surat Keputusan.
6. Membayar Uang Pemasukan.
7. Pembukuan HGB.
8. Penerbitan Sertifikat.
Sebelum mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Anda harus menyiapkan beberapa dokumen sebagai persyaratannya, sebagai berikut :
Fotokopi KTP Pemohon
Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Surat Kuasa jika dikuasakanSurat Persetujuan dari kreditor (jika dibebani hak tanggungan)
Fotokopi SPPT PBB tahun terakhir
Sertifikat HGB
Fotokopi IMB
Surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa untuk perubahan hak dari HGB menjadi SHM untuk rumah tinggal dengan luas 600 meter persegi
Persiapkan biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Setelah menyiapkan dokumen, Anda bisa datang ke kantor BPN setempat, di loket pelayanan serahkan berkas (dokumen) yang telah dipersiapkan. Jangan lupa untuk mengisi formulir permohonan beserta tanda tangan di atas materai. Untuk biaya umumnya bergantung dengan Peraturan daerah masing-masing.