STATUS KEPEMILIKAN TANAH
Tidak melulu untuk ditinggali atau digunakan, aset tetap atau aset tak bergerak seperti rumah, gedung, tanah, ataupun aset tetap lainnya bisa digunakan untuk berinvestasi ataupun mendapatkan penghasilan pasif. Namun sebelum kamu membeli aset tetap tersebut, tentunya kamu harus mengetahui status kepemilikan tanah dari aset tetap yang akan kamu beli nantinya.
Sebagai calon pembeli, kamu perlu mengetahui jenis status kepemilikan tanah dari pembeli sebelumnya. Selain untuk memperjelas status aset yang dimiliki, tentunya status ini bisa menjadi pegangan bagi kamu jika suatu saat aset yang dimiliki tiba-tiba harus berurusan dengan masalah hukum. Selain itu, status kepemilikan tanah yang jelas akan memudahkan kamu nantinya untuk mengelola aset tetap yang kamu miliki.
Status kepemilikan tanah menjadi bukti tertulis yang diakui secara hukum dan dibuat dalam bentuk sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Status kepemilikan tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Beberapa status kepemilikan tanah akan dijabarkan di bawah ini :
1. Sertifikat Hak Milik (SHM).
Jika kita memiliki aset tetap yang sudah sertifikat hak milik, maka status kepemilikan tanah yang kamu miliki sudah paling kuat secara hukum dan kepemilkan penuh atas tanah yang dimiliki. Jika terjadi suatu masalah hukum terhadap tanah yang dimiliki, maka pemilik yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah pemilik sah di mata hukum.
Status kepemilikan tanah dalam bentuk sertifikat hak milik hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI). Warga negara asing tidak diperkenankan untuk memilik tanah dengan status tersebut. Jika ada warga Indonesia yang memberikan tanah tersebut kepada warga negara asing, maka pemilik tersebut akan dicabut haknya oleh negara untuk memiliki tanah tersebut.
Dengan adanya sertifikat hak milik, aset yang kamu miliki dapat dialihkan ke calon pemilik lain, baik itu dijual, dihibahkan ataupun diwariskan secara turun temurun. Bahkan kamu bisa menjual tanah tersebut dengan harga yang cukup tinggi sehingga tanah dengan sertifikat hak milik sering kali digunakan sebagai sarana investasi. Selain itu tanah dengan sertifikat ini bisa digunakan sebagai jaminan bagi bank mengingat nilai aset yang dijaminkan begitu besar.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Meskipun kamu tidak memiliki hak atas tanah tersebut, namun kamu diperbolehkan untuk menggunakan tanah tersebut, semisal membangun rumah, ruko, atau lainnya. Karena hak yang terbatas inilah, maka jangka waktu yang diberikan untuk menggunakan tanah tersebut tidaklah lama.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) berlaku hingga 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun. Namun jika masih diijinkan, pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun lagi. Ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 22 ayat (1) huruf b, yang berbunyi “Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun”.
Selain itu berdasarkan Peraturan Undang-Undang Pasal 36 ayat (1) UUPA, hak guna bangunan dapat dimilki oleh setiap warga negara Indonesia serta perusahaan berbadan hukum yang berdomisili di Indonesia. Meskipun begitu hak guna bangunan juga bisa dimiliki oleh warga negara bukan Indonesia.
Kita bisa mengalihkan sertifikat hak guna bangunan kepada calon pengguna lain selama pemilik tanah tidak menggunakan tanah di mana bangunan tersebut berdiri. Jika tanah tersebut milik negara, ada kemungkinan pemilik hak guna bangunan tersebut bisa meningkatkan status kepemilikan tanahnya menjadi sertifikat hak milik. Namun ini tidak berlaku jika tanah tersebut sudah merupakan hak milik orang lain. Resikonya hak guna bangunan dapat dicabut selama bangunan (dan tanah) tersebut belum menjadi hak milik.
3. Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).
Mirip seperti hak guna bangunan, tetapi hak ini hanya diberikan kepada badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Tanah tersebut biasanya dimiliki dan diawasi oleh negara dalam waktu tertentu. Biasanya tanah dengan sertifikat ini digunakan untuk hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, maupun perikanan.
Status kepemilikan tanah ini bisa dipindahtangankan ke badan hukum lain dan diberikan untuk tanah dengan luas mulai dari 5 hektar hingga 25 hektar. Jika tanah yang digunakan lebih dari 25 hektar, maka akan diberlakukan Sistem Investasi Penguasaan Tanah dan Konflik. Penggunaan hak ini hanya dibatasi maksimum 25 tahun dan bisa dijadikan sebagai jaminan yang sudah ditambahkan hak tanggungan.
4. Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (SHMRS).
Jika kamu memiliki aset tetap berupa hunian vertikal seperti rumah susun atau apartemen, maka kamu akan mendapatkan sertifikat hak satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Untuk unit dari apartemen atau rumah susun yang dimiliki, hak kepemilikan ini bersifat perorangan dan terpisah. Untuk pengaturan kepemilikan bersama akan disesuaikan dengan objek kepemilikan di luar unit seperti taman, tempat parkir, hingga area lobi.
Jika tanah tempat apartemen berdiri sudah berstatus hak milik, maka bangunan beserta dengan unitnya hanya boleh dimiiki oleh Warga Negara Indonesia. Jika berstatus hak guna bangunan, maka unitnya juga boleh dimiliki oleh warga negara bukan Indonesia dan di akhir periode hak guna bangunan semua pemilik unit harus bersama-sama memperpanjang hak tersebut.
5. Hak Pakai.
Menurut Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.
Jika tanah dimiliki oleh negara, maka Hak Pakai akan diberikan setelah mendapat izin pejabat yang berwenang. Untuk pengalihan hak pakai kepada pihak lain tidak bisa dilakukan secara sembarangan karena juga harus memiliki izin dari pejabat yang berwenang. Jika tanah yang diberi hak pakai merupakan tanah yang sudah berstatus hak milik, maka Hak Pakai akan diberikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk pengalihan Hak Pakai kepada pihak lain juga harus tercantum dalam perjanjian yang dibuat sebelumnya.
6. Girik atau Petok.
Girik atau petok bukan sertifikat kepemilikan tanah, fungsinya untuk menunjukkan penguasaan dan pengelolaan atas tanah atau lahan milik adat yang belum disertifikasi oleh Badan Pertahanan setempat serta menjadi bukti bahwa pemilik membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Di dalam surat girik atau petok terdapat nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-beli maupun waris, serta dilengkapi dengan Akta Jual Beli atau Surat Waris.
7. Hak Atas Tanah Derivatif/Sekunder.
Hak atas tanah ini diberikan oleh pemilik tanah melalui perjanjian pemberian hak, antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak ini lebih dibebankan atas hak tanah yang telah ada.
Kemudian, hak atas tanah yang termasuk derivatif ini adalah :
Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Pakai
Hak Sewa
Hak Usaha Bagi Hasil
Hak Gadai
Hak Menumpang
Hak milik atas satuan rumah susun HGB sertifikat
Hak milik sertifikat kepemilikan tanah.