SEKTARIANISME
Sektarianisme adalah bigotri, diskriminasi atau kebencian yang muncul akibat perbedaan di antara suatu kelompok, seperti perbedaan denominasi agama atau fraksi politik.
Konflik sektarian sering kali merujuk pada konflik kekerasan religius dan politik seperti konflik antara Katolik dan Protestan di Irlandia Utara dan konflik Katolik dan Ortodoks di Serbia dan Kroasia (meskipun kepercayaan politik dan pembagian kelas memainkan peran yang penting pula).
Sektarianisme terdapat di seluruh dunia. Dalam agama Islam, konflik antara Sunni dan Syiah merupakan contoh konflik sektarian. Konflik antara Sunni dan Shia muncul di Irak dan Pakistan.
SEKTARIAN KERANGKA NKRI
Semua elemen bangsa tanpa terkecuali bersama-sama memikirkan strategi, memikirkan langkah dan kebijakan-kebijakan yang akan membawa kemajuan lebih pada bangsa kita Indonesia.
Merangkul kebinekaan, tidak memberi ruang pada politik sektarian yang memecah belah bangsa kita serta turut menjaga keutuhan NKRI.
Sehingga semua elemen masyarakat tanpa terkecuali untuk turut memperkokoh persatuan dan kesatuan di antara anak bangsa. Keragaman dan perbedaan bukanlah menjadi penghalang utuk kita bekerja, bergotong-royong, menuju Indonesia emas.
POLITISASI
Pelaksanaan demokrasi baik dalam pilpres, pileg, pilkada akan rentan dipolitisasi dengan isu-isu agama yang mengarah pada sektarianisme. Politisasi isu agama itu menyebabkan rentannya kerukunan beragama. Ketidakpuasan publik akan politik sektarian akan menjadi tantangan penyelenggara pemilu. Jika tidak berhasil membuktikan diri sebagai lembaga yang independen, bisa menjadi sasaran (kemarahan) publik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut penyelenggara pemilu harus memperkuat hubungan antar kelembangaan semua unsur yang terlibat di dalam penyelenggaraan pemilu serta peran serta masyarakat termasuk lembaga masyarakatnya.
POLITIK ALIRAN
Politik aliran adalah keadaan di mana hadir sebuah kelompok yang dikelilingi oleh organisasi-organisasi massa, baik secara informal maupun secara formal. Tali pengikat tersebut, terjalin antara kelompok maupun organisasi massa dan berupa sekte atau ideologi tertentu.
Politik aliran merupakan politik yang hadir pada suatu masyarakat untuk memilih pilihan politiknya, berdasarkan dengan agama, aliran maupun ideologi yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Politik aliran diakui maupun tidak diakui memiliki kekuatan sendiri pada lembaga politik. Suatu aliran, dapat mengembangkan segala jenis tujuannya dengan bidang politik, massa yang telah dimiliki oleh suatu aliran, akan menjadi pendukung yang fanatik dari sebuah partai politik. Politik aliran dapat memberikan warna tersendiri dalam politik di Indonesia.
Politik aliran dapati diartikan sebagai suatu gagasan yang digunakan demi mencapai tujuan dari masing-masing kelompok tertentu dengan politik sebagai sarana yang digunakan.
Sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan tertentu, politik dapat membuat suatu aliran atau kelompok menjadi lebih dikenal oleh khalayak ramai. Tujuan yang sebelumnya telah digagas oleh kelompok tertentu pun dapat terus dilanjutkan dengan menggunakan politik.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari politik aliran.
Berikut adalah definisi politik menurut para ahli :
1. Ruth McVey.
Menurut McVey, politik aliran dalam ilmu sosiologi ialah sebuah konsep yang penting dalam politik di Indonesia. Istilah politik aliran tersebut, digunakan untuk menunjukan adanya pembagian masyarakat di Jawa, terkhusus pada santri-santi serta kaum abangan.
Pembagian aliran tersebut, dalam sudut pandang politik aliran dinilai relevan ketika masa-masa awal pembentukan sebuah partai. Kedua kelompok tersebut, menyediakan beragam kepentingan yang dibutuhkan oleh masyarakat, mulai dari pendidikan bahkan hingga politik. Wujud dari politik aliran berupa partai politik yang telah dibentuk oleh kelompok-kelompok tersebut.
2. Clifford Geertz.
Geertz berpendapat bahwa politik aliran merupakan sosio kultural yang membentuk beragam jenis fenomena sosial yang ada di masyarakat, salah satu fenomena adalah aliran. Aliran pada lingkungan masyarakat terbagi menjadi tiga golongan, yaitu priyayi, santri serta abangan.
Dari tiga jenis kelompok tersebut, setiap kelompoknya memiliki ciri-ciri masing-masing dan memiliki tujuan masing-masing yang berbeda dalam dunia politik.
3. Herbert Feith.
Geertz berpendapat bahwa politik aliran merupakan sosio kultural yang membentuk beragam jenis fenomena sosial yang ada di masyarakat, salah satu fenomena adalah aliran. Aliran pada lingkungan masyarakat terbagi menjadi tiga golongan, yaitu priyayi, santri serta abangan.
Dari tiga jenis kelompok tersebut, setiap kelompoknya memiliki ciri-ciri masing-masing dan memiliki tujuan masing-masing yang berbeda dalam dunia politik.
3. Herbert Feith.
Feith mendefinisikan politik aliran sebagai hubungan perpolitikan yang hadir di Indonesia dan di latar belakangi oleh hadirnya dinamika politik pada tahun 1950 an.
Akibat dari dinamika politik di tahun 1950 an tersebut, politik Indonesia pun terbagi menjadi beberapa aliran politik sesuai dengan tujuan yang dimiliki oleh masing-masing aliran. Beberapa aliran yang memunculkan politik aliran di Indonesia adalah jawa, tradisionalisme, nasionalisme, sosialisme, radikalisme, agama, demokrasi dan komunisme.
CIRI-CIRI POLITIK ALIRAN
Teori mengenai politik aliran ini mulanya adalah wacana yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geertz pada tahun 1962. Dalam penelitian tersebut, Geertz menggambarkan bahwa ada dinamika pada religiusitas pada masyarakat di Jawa yaitu santri modernis tradisionalis, abangan serta sekuler.
Dari penelitian tersebut, kemudian muncul sebuah teori bahwa masyarakat Jawa terbagi dalam tiga varian, yaitu santri, bangan dan priyayi. Ketiga varian tersebut, menjadi basis dalam paham lembaga-lembaga politik aliran pada platform organisasi, termasuk ketika memetakan basis dari dukungan masyarakat.
Argumen Clifford Geertz tersebut, kemudian menjadi landasan untuk membaca perilaku dari para pemilih dari hasil pemilu pada tahun 1955. Di manado pola dari pemilih yang mencerminkan dua tipe keagamaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia di Jawa pada tahun itu, yaitu santri dan abangan yang memunculkan perbedaan pada partai Islam serta partai non Islam.
Dari teori politik aliran yang digagas pertama kali oleh Geerts, politik aliran memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang menjadi kekhasan politik aliran. Berikut beberapa cirinya.
1. Memiliki afiliasi dengan organisasi tertentu.
Suatu organisasi politik, selalu memiliki hubungan dengan organisasi yang berada di negara tersebut. Organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik memiliki tujuan yang sama dengan partai politik tersebut.
Partai politik yang dibuat, umumnya memang memiliki tujuan agar dapat memberikan ruang kepada anggota untuk dapat berkecimpung di dunia politik. Tokoh-tokoh dominan dari aliran atau organisasi tersebut, akan menjadi tokoh yang dikenal dalam politik aliran yang dibentuk.
2. Dukungan yang hadir berdasarkan suku.
Orang-orang yang terlibat dalam politik aliran, dapat menggunakan alasan memiliki suku yang sama. Ikatan dari suku yang sama tersebut, menjadi ketertarikan tersendiri, agar seseorang mau masuk dalam ranah dunia politik. Saat ini, ada dua daerah di Indonesia yang memiliki kekuatan politik bersadarkan suku, hingga membuat partai khusus untuk daerah tersebut. Kedua daerah tersebut ialah Papua dan Aceh.
3. Memilih sesuai dengan ormas yang diikuti.
Terkadang, masyarakat yang terlibat dalam politik praktis tidak memilih berdasarkan dengan pilihannya sendiri. Akan tetapi mendapatkan pengaruh dari beberapa pihak.
Contohnya seperti golongan ormas tertentu yang memiliki banyak anggota, secara tidak langsung maka ormas tersebut berharap bahwa anggotanya akan memiliki politik dengan aliran yang sama dengan ormas yang diikuti.
4. Mencari dukungan.
Ciri keempat dari politik aliran adalah untuk mencari dukungan. Pada dasarnya, politik aliran hadir atau dibuat oleh suatu kelompok demi mendapatkan dukungan yang pasti dari anggota kelompok, organisasi atau aliran yang mereka ikuti. Hal ini diharapkan, agar membuat partai politik yang dibuat oleh organisasi tersebut terus eksis untuk menyuarakan pendapat dan meraih tujuan dari organisasi tersebut.
FAKTOR PENYEBAB POLITIK ALIRAN
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, politik aliran hadir pertama kali karena penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geertz. Di samping penelitian tersebut, politik aliran hadir di Indonesia karena faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
Clifford Geertz mengelompokan beberapa sumber politik yang kemudian ia sebut sebagai politik aliran dan menjadi ciri dari perpolitikan di Indonesia pada masa itu. Pengelompokan yang dimaksud bersumber dari etnis, agama, kedaerahan dan lainnya. Pengelompokan-pengelompokan tersebut, terjadi karena pada pasca kemerdekaan, masyarakat mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.
Pada masa pasca kemerdekaan, masyarakat tidak hanya terbelah berdasarkan beberapa kelompok tertentu, akan tetapi juga terjadi pada sistem kepartaian. Sehingga, hadirlah partai-partai yang memiliki ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan aliran masing-masing.
Sehingga, partai politik pada masa itu pun memiliki basis massa yang berbeda-beda. Geertz juga berpendapat, bahwa politik aliran yang muncul di Indonesia ini tidak terlepas dari akar budaya sekaligus keagamaan pada masyarakat Indonesia di tahun 1950 an. Hadir kultur-kultur yang ikut mewarnai afiliasi politik di Indonesia dan menyebabkan politik di Indonesia tidak berimbang.
Kemudian Geertz menjelaskan pula bahwa politik aliran semakin menguat di masa Orla, dimulai dari pemanfaatan dari kesetiaan primordial demi kepentingan politik semata. Geertz menilai bahwa politikus Indonesia saat itu, menggunakan kesetiaan primordial sebagai dasar kesetiaan politik.
Selain faktor-faktor yang dijelaskan oleh Geertz, politik aliran hadir di Indonesia karena disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :
1. Adanya kepentingan organisasi.
Organisasi sosial mulai ingin memasuki dunia politik dengan caranya masing-masing serta memiliki kekuatan besar, umumnya akan memilih untuk membuat organisasi politiknya sendiri. Suatu aliran yang memiliki prinsip pun ingin menerapkan prinsipnya tersebut pada ruang lingkup yang lebih luas. Keinginan organisasi maupun aliran yang ingin mendapatkan ruang lingkup yang lebih besar, membuat hadirnya politik aliran dan membuat golongan tertentu lebih mudah untuk mencapai tujuannya masing-masing.
2. Ada tujuan yang ingin dicapai.
Politik aliran muncul karena setiap organisasi, aliran atau kelompok memiliki tujuannya masing-masing baik di dalam maupun di luar urusan politik. Ketika organisasi, aliran atau kelompok tersebut terbentuk, maka tokoh dan anggotanya telah memutuskan beragam tujuan yang ingin dicapai bersama. Tujuan tersebut, biasanya tidak jauh berbeda dengan tujuan dari organisasi, aliran atau kelompok yang menjadi latar belakang dari terbentuk organisasi tersebut.
MEWASPADAI POLITIK SEKTARIAN
Politik sektarian memandang lawan politiknya sebagai musuh yang harus dilawan dengan segenap upaya.
Politik sektarian merupakan konsep berbagai cara manuver propaganda politik mengemuka di berbagai ruang publik menyampaikan tujuannya.
Dalam situasi dan kondisi penyampaian aspirasi menjadi bias makna, kental seteru kepentingan, bukan lagi ajang pembelajaran politik, yang seharusnya open minded dan maslahat. Menjadikan iklim demokrasi dalam arena pertarungan kontestasi menggema, riuh rendah dan akan semakin meninggi bisa berakibat anarkisme.
Setidaknya, ada dua hal krusial yang membayangi setiap keriuhan pesta demokrasi, yakni bertemunya politik sektarian dan komunitarian.
Politik sektarian, merujuk pada catatan James Gelvin dalam Modernity and its Discontent: On the Durability of Nationalism in the Middle East (1999), pemikiran nasionalistik yang sempit dan cenderung membenarkan apapun yang telah melekat pada identitas parsial.
Dapat dipahami dari catatan tersebut, bahwa tidak selamanya fanatisme terhadap nasionalisme atau primordialisme dalam praktik pilpres, pileg maupun pilkada di Indonesia bermakna baik, justru sebaliknya, praktik tertutup yang dekat dengan konflik identitas. Tidak membaur, dan cenderung menolak keberagaman sebagaimana karakter ke Indonesiaan.
DAMPAK POLITIK SEKTARIAN
Dampak regresif praktik politik sektarian adalah :
1. Hadirnya jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat yang seyogyanya bersama, pengkubuan ini terbawa secara emosional, sehingga hubungan antar individu tercederai dengan adanya fanatisme politik pilihan. Pilkada tidak lagi sebagai ruang ekspresi harapan, melainkan menjadi arena pertarungan.
2. Kelompok sektarian dengan mudah memicu konflik horizontal, melebar ke berbagai isu yang seharusnya tidak perlu, sebut saja munculnya politik identitas, agama, ras, suku, dan asumsi-asumsi moral lainnya. Melupakan ke-Indonesiaan yang seharusnya menjadi pegangan bersama, merawat ke-Bhinekaan.
Dua hal pokok di atas, cukup sudah menjadi bukti, masyarakat modern Indonesia, harus mewaspadai politik sektarian. Hentikan permainan isu agama, suku, ras, sebagai materi propaganda pemilihan. Kembali pada khittah politik nusantara, politik yang merekatkan, politik yang memberi harapan, bukan politik memecah belah.
Jawaban kewaspadaan itu, adalah meneguhkan kembali komunitarianisme, di mana sebagai masyarakat majemuk, memandang semua orang adalah bagian dari diri kita sendiri.
Keterbukaan lintas bidang, menjadi penentu hadirnya pilkada teduh, memahami pilihan masing-masing orang, keberbedaan sebagai amunisi keberagaman.
Ketika konteks ini dipahami, Indonesia berpotensi melesat maju. Hasil pilihan dari euphoria ini, tidak terganggu dengan sinisme anak negeri. Pun mereka yang tak memenangi pemilihan, tak perlu merunduk berlesu hati, karena semua memiliki tujuan yang sama, kebaikan untuk bangsa, cita-cita seluruh warga negara.
Politik, seharusnya ditempatkan pada dunia praksis, ia ada karena kegunaan dalam menjalankan fungsi sosial. Jika ia tidak mampu menyejahterakan, setidaknya ia tidak menjadi beban. Jika ia tidak sanggup membangun ketaraturan, setidaknya ia tidak menjadi sumber kekacauan. Sekali lagi harapan tetap saja harapan, sampai kita semua berupaya mengimplementasikan, dengan sepenuh-penuhnya ikhtiar.