Residu Politik, Residu Pilpres
Residu adalah segala sesuatu tersisa.
Residu atau sisa-sisa ketegangan di tengah masyarakat pasca Pilpres.
Residu politik adalah apa yang tersisa dari proses kontestasi politik. Tidak saja di elit politik juga merambah ke akar rumput yang masih belum atau tidak mau menerima kenyataan terkait hasil perhitungan suara yang diumumkan KPU.
Residu tersebut termasuk gagalnya kaderisasi partai politik. Akan tetapi ada beberapa faktor pemicu residu politik lainnya.
Realitanya hingga saat ini sebagian pendukung fanatik dalam perkara sengketa Pilpres 2024, mayoritas publik sudah legowo dan menerima putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and binding.
Kata final merujuk pada putusan tersebut tidak dapat diajukan banding atau kasasi ke pengadilan lain. Kata binding atau dimaknai juga dengan mengikat berarti bahwa putusan tersebut tidak hanya berlaku bagi para pihak, tetapi juga berlaku bagi seluruh Masyarakat Indonesia.
Namun, sebagian pendukung fanatik tetap menyimpan memori kolektif tentang penyelenggaraan pilpres yang dianggap brutal dan sarat kecurangan. Terselip kekhawatiran residunya akan terbawa ke pilkada.
Kasus publik yang viral saat ini tentang Ijasah Jokowi patut diduga akibat dari residu politik dan residu Pilpres.
Sikap Pragmatis Partai Politik.
Ada faktor dominasi yang tercipta akibat tokoh yang begitu kuat elektabilitas di suata daerah bikin parpol yang memiliki suara kecil enggan untuk mengusung calon lain. Penyebab lainnya, karena terlalu dekatnya gelaran Pilpres dan Pilkada.
Ada kecenderungan pula, (karena) residu dari pelaksanaan pilpres yang terlalu berdekatan dengan penyelenggaraan pilkada, sehingga ada kecenderungan koalisi parpol yang terbentuk pasca pilpres itu membawa koalisi tunggal yang sangat besar ke daerah-daerah
Residu Pilpres.
Residu itu berupa pelanggaran saat persiapan kampanye, pelanggaran netralitas aparat negara, juga rendahnya kapasitas dari panitia termasuk di dalamnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pelanggaran bisa berupa pelanggaran saat persiapan kampanye, pelanggaran netralitas aparat negara, juga rendahnya kapasitas dari panitia.
Ketika residu itu terulang di pilkada, akan sempurnalah artificial democracy di negeri ini. Demokrasi yang terlihat di permukaan, tetapi tidak benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip inti demokrasi sejati yang menjunjung tinggi partisipasi masyarakat.
Dua Residu Politik pada Pilpres 2024
10 tahapan Pemilu 2024 yang diatur dalam PKPU No.3 Tahun 2022 juga bisa menjadi pemicu terjadinya residu negatif dalam perpolitikan di Indonesia.
Setiap tahapan itu memiliki tantangan dan hambatannya masing-masing. Dalam setiap tahapan itu pun berpotensi menghasilkan residu. Sehingga dapat terbayangkan akumulasi kualitas dan kuantitas residu yang dihasilkan dari seluruh tahapan.
Dalam referensi ilmu kimia juga dijelaskan banyak faktor yang memicu terjadinya residu pada reaksi kimia. Misalkan reaksi kimia kompleks, kemurnian reagen, keterlibatan katalis dan lainnya. Faktor itu dapat dianalogikan persis dengan Pilpres 2024.
Isu cawe-cawe Presiden dalam Pilpres 2024. Tindakan pemegang kuasa pemerintahan dan negara itu bisa diumpamakan sebagai zat katalis. Di mana dalam reaksi kimia sudah dijelaskan zat katalis dapat menjadi pemicu residu.
Dugaan cawe-cawe Presiden menjadi potret tidak profesionalnya tapuk panglima pimpinan. Jabatan sebagai pucuk pengendali pemerintahan justru melahirkan residu politik. Isunya dengan membela kepentingan keluarga untuk nafsu berkuasa. Masyarakat merespons sebagai kepongahan dan berujung ketidakpercayaan publik.
Sedangkan residu kedua lahir dari meja pengadilan Mahkamah Konstitusi. Putusan majelis kehormatan MK yang menyatakan pelanggaran etik terjadi pada Ketua MK, Anwar Usman atas Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah pasal usia batas calon presiden. Akibatnya Gibran Rakabuming Raka melenggang sebagai calon wakil presiden.
Putusan majelis kehormatan MK mendegradasi kepercayaan publik terhadap kerja MK sebagai the guardian of constitusion. Bahkan pertarungan di gedung MK semakin kentara pada sidang sengketa hasil Pilpres 2024 yang menghasilkan dissenting opinion anggota hakim MK.
Battle of Lawyers (Pertarungan Para Advokat)
Pilpres 2024 memasuki era demokrasi Indonesia babak baru fenomena politik tersebut sebagai berikut :
- Kali ini bukan lagi perebutan suara.
- Apalagi euforia kemenangan ?
- Penyebaran berita Hoax, framing-framing hingga ujaran kebencian, patut diwaspadai Proxy War ada di sekitar kita.
- Tapi fase penegakan hukum.
- Pertarungan politik yang menjadi pertarungan menang kalah diantar elite politik ini akan terjadi dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
- Langkah hukum dalam sengketa hasil pilpres sebagai keniscayaan dalam negara hukum yang bernama Indonesia. Dan, bukan kali ini terjadi. Sejumlah lawyer yang terkemuka akan menjadi bagian sejarah komunikasi perpolitikan ala Tanah Air.
KLIK DISINI :
PROXY WAR
https://pointconsultant3.blogspot.com/2020/12/proxy-war.html
PROXY WAR ADA DISEKITAR KITA
https://pointconsultant3.blogspot.com/2020/12/proxy-war.html
Bisa diartikan, semacam “batle of laywers“. Sebuah pertarungan “head to head” tak terhindarkan ketika pengalaman beracara dan kedalaman pengetahuan para ahli hukum menjadi jaminan.
Solusi Residu Pilpres (Residu Politik).
Pemilu sebagai sarang polarisasi dan disintegrasi, karena conflict interest yang ada di dalamnya.
Pendidikan politik dalam arti meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya toleransi politik merupakan sesuatu yang urgen. Pada saat yang sama, reformasi sistem Pemilu untuk memperkuat integritas dan transparansi sistemnya harus dilakukan. Tujuannya, mengurangi potensi konflik pasca-Pemilu. Untuk tujuan itu, semua pihak harus berkomitmen untuk menjaga independensi dan kredibilitas.
Rekonsiliasi
Rekonsiliasi konflik adalah upaya untuk memperbaiki hubungan yang rusak antara pihak-pihak yang berkonflik. Rekonsiliasi dapat dilakukan antarindividu, kelompok, maupun negara.
Rekonsiliasi Konflik
1. Tujuan
Memulihkan hubungan, menciptakan perdamaian, dan membangun suasana saling percaya
2. Syarat
Saling mengakui kesalahan, saling memaafkan, dan memiliki rasa tanggung jawab
3. Proses
Dialog, berbagi cerita, pengakuan kesalahan, permintaan maaf, dan pemaafan
4. Manfaat
Membangun perdamaian, memelihara demokrasi, dan mempromosikan hak asasi manusia
Rekonsiliasi dapat menjadi salah satu cara menyelesaikan konflik, yang merupakan proses sosial yang pasti terjadi dalam masyarakat.
5. Contoh upaya rekonsiliasi :
- Membangun kembali kepercayaan
- Menghadapi kejahatan masa lalu melalui pengadilan, komisi kebenaran, atau program amnesti
- Pembangunan ekonomi dan sosial yang inklusif
- Pendidikan yang inklusif dan peningkatan pemahaman terhadap budaya dan sejarah masing-masing kelompok
Rekonsiliasi dapat dilakukan dengan bersyarat (ganti rugi) maupun tidak bersyarat (tanpa ganti rugi), tergantung kesepakatan bersama.
Dialog Dan Rekonsiliasi
Selanjutnya ada bagian penting yaitu, dialog dan rekonsiliasi antarmasyarakat untuk memperkuat persatuan dan solidaritas nasional juga mesti dioptimalisasi. Siapa pun dukungannya, semua masih sama-sama Indonesia. Jika ini dilakukan maksimal, polarisasi dan disintegrasi tidak akan pernah terjadi. Namun yang semacam ini hanya berlaku dalam kesadaran tinggi masyarakat yang tidak mengedepankan primordialisme belaka.
Polarisasi politik dan disintegrasi sosial adalah residu Pemilu yang keras. Maklum, demokrasi memberi ruang untuk semua, sehingga hal-hal negatif juga ikut serta. Yang bisa dilakukan sebagai tindakan preventif bukanlah menutup ruang demokratis, tetapi membangun kesadaran bersama bahwa polarisasi dan disintegrasi harus dihindari. Bahwa dalam keragaman pilihan politik, semua harus bersatu demi Indonesia.
Bersatu Demi Indonesia.
Di Indonesia dengan segala keragaman etnis, budaya, dan agama, perbedaan politik bukanlah sesuatu yang tabu. Namun perlu disadari, dalam menghadapi tantangan kebangsaan, persatuan merupakan kunci keberhasilan tunggal. Prinsip “bersatu demi Indonesia” bukanlah sekadar slogan kosong, tetapi panggilan kepada setiap warga negara untuk membangun kebersamaan dalam keberagaman itu sendiri.
Tentu, persatuan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah. Ia membutuhkan kesadaran kolektif dan komitmen yang kuat. Setiap pilihan politik mesti diorientasikan untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Maka dalam konteks keberagaman tersebut, memperkuat rasa persaudaraan dan menghindari sikap diskriminatif atau prejudis adalah sesuatu yang niscaya. Itulah antitesis disintegrasi.
Selanjutnya, pendidikan memainkan peran kunci dalam membangun persatuan. Melalui pendidikan inklusif dan menghargai pluralitas, generasi muda yang toleran akan tercipta. Pengajaran nilai-nilai persatuan, keadilan, dan rasa hormat terhadap sesama tanpa memandang perbedaan apa pun, apalagi cuma perbedaan politik, tidak bisa ditawar. Kepentingan nasional berada di atas kepentingan politik.
Sila ketiga Pancasila, "Persatuan Indonesia", mengandung makna penting tentang kesatuan dan persatuan bangsa. Ini berarti seluruh warga negara Indonesia harus merasa sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, dan budaya. Sila ini juga menekankan pentingnya kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, serta rela berkorban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Lebih rinci, sila ketiga Pancasila yang berbunyi "Persatuan Indonesia"
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa :
Sila ini menjadi landasan untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, meskipun memiliki banyak perbedaan.
Menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi :
Mencermati kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, serta rela berkorban untuk bangsa.
Mencintai bangsa dan tanah air :
Mencintai Indonesia sebagai negara dan tanah air yang harus dijaga dan dilestarikan.
Menghargai perbedaan :
Menghargai dan menerima perbedaan suku, agama, ras, dan budaya sebagai kekayaan bangsa.
Gotong royong dan saling membantu :
Menumbuhkan semangat gotong royong dan saling membantu antar sesama warga negara.
Membangun rasa senasib dan sepenanggungan :
Merasa memiliki rasa senasib dan sepenanggungan terhadap seluruh warga negara Indonesia.
Singkatnya, sila ketiga Pancasila mendorong kita untuk bersatu dalam perbedaan, mengutamakan kepentingan bersama, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Persatuan dan kebhinekaan adalah aset yang sangat berharga bagi Indonesia. Dengan memperkuat rasa persaudaraan, menghormati perbedaan, dan bekerja sama sebagai satu bangsa, kita dapat menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik; membangun Indonesia Emas 2045. Karenanya, di tengah semarak Pemilu ini, polarisasi dan disintegrasi wajib diantisipasi bersama. Tidak dapat ditawar lagi: persatuan adalah segalanya.
POINT Consultant

