PENCEMARAN NAMA BAIK
Perbuatan pencemaran nama baik termasuk dalam kategori penghinaan berdasarkan KUHP. Adapun, pasal pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 310 KUHP. Bentuk penghinaan/pencemaran nama baik tidak hanya dilakukan secara lisan, melainkan juga dilakukan secara tulisan maupun gambar. Bentuk-bentuk pencemaran nama baik tersebut dapat berupa penistaan, penistaan dengan surat, fitnah, penghinaan ringan, pengaduan fitnah dan perbuatan fitnah.
Pencemaran nama baik dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dengan defamation. Dalam The Law Dictionary, defamation merupakan perbuatan yang merusak atau membahayakan reputasi seseorang dengan pernyataan palsu dan jahat. Istilah tersebut merupakan istilah komprehensif dari fitnah. Pencemaran nama baik menurut Oemar Seno Adji merupakan suatu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang (aanranding of goede naam). Salah satu bentuk pencemaran nama baik adalah pencemaran nama baik yang dilakukan secara tertulis dengan menuduhkan sesuatu hal.
Definisi tentang pencemaran nama baik di atas selaras dengan Pasal 310 KUHP yang dikenal dengan istilah penghinaan. Isi Pasal 310 KUHP tersebut berbunyi :
1. Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
UNSUR-UNSUR PASAL 310 KUHP
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menurut Pasal 310 KUHP dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, terdiri dari :
1. Barangsiapa.
Kata barangsiapa memiliki kaitan dengan pelaku tindak pidana atau delik. Artinya, pelaku bisa berupa semua orang dan dapat dicakup di bawah terminologi barangsiapa tersebut.
2. Dengan sengaja.
Dengan sengaja atau kesengajaan dalam KUHP sama artinya dengan dolus/opzet. Secara yuridis formal, di KUHP tidak ada pasal yang memberikan batasan pengertian kesengajaan, namun pengertian tersebut terdapat pada memory van toelichting yang diartikan sebagai menghendaki atau mengetahui (willen en wetens).
3. Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang.
Perbuatan menyerang (aanranden) pada pasal ini tidak bersifat fisik, karena terhadap objek yang diserang memang bukan fisik melainkan perasaan mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang.
4. Dengan menuduhkan sesuatu hal.
Pada unsur sebelumnya dijelaskan bahwa perbuatan menyerang ditujukan pada rasa martabat seseorang, dengan cara menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Artinya, yang dituduhkan harus merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal seperti menyebut seseorang dengan kata-kata tidak sopan.
5. Yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum.
Jika tuduhan hanya disampaikan secara saling berhadapan antara dua orang saja dan tidak ada orang lain yang mendengarkan percakapan tersebut, maka perbuatan tersebut bukan termasuk pencemaran nama baik.
Kemudian, unsur Pasal 310 ayat (2) KUHP terdiri dari :
Tulisan atau gambar
Pencemaran nama baik dilakukan melalui sarana tertulis atau gambar.
Disiarkan, dipertunjukan, atau ditempelkan di muka umum.
Makna dari kata-kata tersebut mengandung arti agar bisa dibaca atau dilihat oleh orang lain.
Perbuatan yang Termasuk dalam Pasal Pencemaran Nama Baik.
Sebagaimana ditegaskan di awal, bahwa pasal pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 310 - Pasal 321 KUHP yang dikenal dengan istilah penghinaan. R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa, menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang ini biasanya merasa malu.
Kehormatan yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksual atau kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Berdasarkan penjelasan R. Soesilo di atas, dapat kita lihat bahwaKUHPmembagi enam macam penghinaan, yakni :
Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.
Tidak masuk menista atau menista dengan tulisan, apabila tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
Fitnah (Pasal 311 KUHP).
Apabila pembelaan sebagaimana dimaksud Pasal 310 itu tidak dapat dianggap oleh hakim, sedangkan dalam pemeriksaan ternyata yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan Pasal 311 KUHP yaitu memfitnah.
Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini adalah kejahatan menista atau menista dengan tulisan namun ketika diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau membela diri, tuduhannya tersebut tidak dapat dibuktikan atau tidak benar.
Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP).
Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain menuduh suatu perbuatan, misalnya dengan mengatakan anjing, asu, sundel, bajingan dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan penghinaan ringan.
Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan. Menurut R. Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi di mukanya, memegang kepala orang Indonesia, mendorong melepas peci atau ikat kepala orang Indonesia. Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.
Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP).
Sugandhi dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya (hal. 337) memberikan uraian pasal tersebut, yakni diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja :
a. Memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri;
b. Menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.
Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP).
Menurut R. Sugandhi terkait Pasal 318 KUHP, sebagaimana kami sarikan, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana. Misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.
KATEGORI PENCEMARAN NAMA BAIK
Penggunaan Internet yang semakin tinggi, berbanding lurus dengan ujaran-ujaran kebencian yang dilayangkan oleh para penggunanya. Facebook, Twitter, YouTube, Instagram, dan aplikasi lain memberi akses bagi penggunanya untuk saling berbagi pemikiran, komentar, bahkan menyebar kebencian dan pemfitnahan.
Tidak jarang ditemukan berita mengenai pelaporan pencemaran nama baik dengan jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pada Pasal 27 ayat (3).
Pencemaran nama baik masuk dalam kategori penghinaan karena termaktub dalam BAB XVI dari Pasal 310 sampai 321 KUHP. Pencemaran nama baik menurut Pasal 310 KUHP adalah menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Hal ini termasuk dalam bentuk tulisan dan gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan, dan ditempel dimuka umum.
Terdapat kategori pencemaran nama baik yang dijelaskan pada Pasal 311 sampai 318 KUHP, antara lain melakukan pemfitnahan karena tidak dapat membuktikan kebenarannya, penghinaan ringan secara sengaja, melakukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, dan melakukan persangkaan palsu yang merugikan korban. Serta, sesuai dengan Pasal 320 dan 321 KUHP, orang yang sudah meninggal masih dapat melaporkan yang diwakili oleh keluarganya.
Pasal-pasal KUHP tersebut menjadi rujukan definisi atas “pencemaran nama baik” bagi UU ITE Pasal 27 ayat (3). Pasal ini berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Berdasarkan bunyi pasal tersebut, pelaku dapat dijatuhi pidana paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Adapun bunyi Pasal 45 ayat (3), “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Lebih lanjut, bagi kasus pencemaran nama baik dan merugikan orang lain diatur dalam UU ITE Pasal 36 yang berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.” Serta, terdakwa yang terjerat pasal ini akan memperoleh pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 51. Jadi, ujaran kebencian pun harus jelas pasalnya.
UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR PENCEMARAN NAMA BAIK
Pencemaran nama baik menjadi kasus yang semakin banyak terjadi saat ini.
Akses internet dan sosial media yang semakin mudah dijangkau, serta kebebasan berekspresi yang tidak bertanggung jawab membuat pencemaran nama baik makin lumrah ditemukan.
Dalam hukum positif Indonesia, pencemaran nama baik diatur dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kedua undang-undang ini mengatur hal-hal yang dikategorikan sebagai pencemaran nama baik berikut ancaman pidananya.
KUHP
Dalam KUHP, pencemaran nama baik termasuk dalam bab penghinaan. Pencemaran nama baik dituangkan dalam beberapa pasal, yakni :
Pasal 310 ayat 1 tentang pencemaran secara lisan,
Pasal 310 ayat 2 tentang pencemaran secara tertulis,
Pasal 311 tentang fitnah,
Pasal 315 tentang penghinaan ringan,
Pasal 317 tentang pengaduan palsu/fitnah,
Pasal 318 tentang persangkaan palsu,
Pasal 320 tentang pencemaran kepada orang yang sudah mati,
Pasal 321 tentang penghinaan atau pencemaran kepada orang yang sudah mati di depan umum.
Merujuk pada Pasal 310 KUHP, pencemaran nama baik adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang dimaksudkan agar hal itu diketahui umum.
Pencemaran nama baik bisa dilaporkan, baik pencemaran secara lisan maupun tertulis. Bahkan, penghinaan atau pencemaran kepada orang yang sudah meninggal pun bisa dipidana.
Pelaporan dapat dilakukan oleh keluarga sedarah atau pun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua.
Ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik berbeda-beda, mulai dari pidana penjara selama sebulan dua minggu hingga maksimal empat tahun.
UU ITE
Aturan yang mengatur pencemaran nama baik selanjutnya adalah UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pencemaran nama baik melalui media elektronik menjadi perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang berbunyi :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik di dalam undang-undang ini lebih berat dibanding KUHP.
Dalam UU ITE, pelaku pencemaran nama baik dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Jika pencemaran yang dilakukan mengakibatkan kerugian bagi orang lain maka hukuman yang dijatuhkan lebih berat, yakni pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.
SKB PEDOMAN IMPLEMENTASI UU ITE
Dalam pelaksanaannya, Pasal 27 ayat 3 UU ITE sering menimbulkan kontroversi dan penafsiran yang berbeda di masyarakat.
Atas dasar inilah, terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam SKB ini, sebuah perbuatan bukan termasuk penghinaan atau pencemaran nama baik jika konten yang ditransmisikan, didistribusikan, atau dibuat dapat diakses tersebut berupa :
1. Penilaian,
2. Pendapat,
3. Hasil evaluasi, atau
4. Sebuah kenyataan.
Apabila fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan dulu kebenarannya.
Setelah itu, aparat penegak hukum baru dapat memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sesuai UU ITE.
Dalam SKB ini ditegaskan, fokus pemidanaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja.
Selain itu, delik pasal tersebut adalah delik aduan absolut sehingga harus korban sendiri yang melapor, kecuali korban masih di bawah umur atau dalam perwalian.
Korban sebagai pelapor harus merupakan orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.