MEMAKSAKAN KEHENDAK
Memaksakan kehendak merupakan perbuatan tidak terpuji dan tidak baik karna bisa membuat musyawarah tidak mencapai mufakat.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Ikut dalam pemilihan umum, pilpres, atau pilkada. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain merupakan pengamalan dari sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan atau sila yang ke-4.
Kita harus mengimplementasi dari sila ke-4 untuk tidak memaksakan kehendak kita sendiri tapi dengan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
TANDA-TANDA SESEORANG/ KELOMPOK SUKA MEMAKSAKAN KEHENDAK
Sangat menyebalkan bertemu dengan seseorang yang suka memaksakan kehendak. Meminta semaunya, menginginkan sesukanya, tanpa memahami kondisi orang lain.
Seringkali pemilik pribadi seperti ini dijauhi oleh lingkungan pertemanannya. Karena mereka cenderung keras kepala, sehingga membuat lingkungan sekitarnya menjadi terganggu.
Apalagi jika orang lain memang sedang tidak bisa membantu karena beragam alasan. Dengan alasan sedang memiliki prioritas lain atau merasa tidak ahli dalam hal tersebut.
Tanda seseorang/kelompok yang suka memaksakan kehendak sebagai berikut :
1. Mudah Marah Ketika Keinginan Tidak Terpenuhi.
Pribadi pemaksa kehendak akan mudah marah ketika keinginannya tidak terpenuhi. Padahal, mereka sebenarnya tidak memiliki hak untuk itu. Atas dasar apa orang lain harus memenuhi segala permintaannya.
Padahal mereka saja belum tentu selalu mengiyakan ketika dimintai bantuan. Apalagi kepentingan dan prioritas setiap individu berbeda-beda. Akan sangat egois tentu saja jika tetap memaksa, padahal sudah disampaikan tidak bisa.
2. Hanya Memikirkan Diri Sendiri.
Tanda selanjutnya yaitu hanya memikirkan diri sendiri. Mereka yang gemar memaksakan kehendak tidak akan memperdulikan kondisi orang lain. Dalam pikirannya hanyalah keinginan harus terpenuhi meskipun itu merugikan pihak lain.
Bahkan ketika dihadapkan pada sebuah keputusan yang harus berdasarkan kesepakatan bersama, mereka tidak akan mendengarkan opini orang lain. Apapun yang menjadi pendapat pihak lain akan ditolak.
3. Suka Mengatur.
Tanda terakhir adalah suka mengatur. Pemaksa kehendak akan mengatur segala sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri, tanpa melihat keinginan orang lain. Merasa tindakan yang dilakukannya paling benar, meskipun sebenarnya salah.
Mereka cenderung tidak menghargai saran pihak lain. Bahkan juga sulit mempercayai apa yang disampaikan orang lain, meskipun saran yang disampaikan jauh lebih cocok untuk diterapkan.
Kita harus bisa menghargai keputusan orang lain apabila memang sedang dalam situasi tidak bisa membantu. Baik itu dengan alasan karena memang benar-benar membuatnya tidak bisa membantu atau hanya alibi.
Setiap individu berhak untuk menolak, jadi jangan memaksa. Jika kamu termasuk orang yang suka memaksakan keinginan, sebaiknya hindari. Apakah kamu akan nyaman apabila berada dalam situasi tersebut? Pikirkan hal itu.
Sedangkan untuk kamu yang bertemu dengan pemaksa, sebaiknya tegur secara baik dan perlahan. Barangkali orang tersebut tidak menyadari apa yang telah dilakukannya, dan menjadi berubah setelah kamu mengingatkan.
Jika ternyata tetap memaksa, kamu memiliki hak untuk menolak. Kalaupun mereka tidak bisa memahami situasimu, tidak apa-apa. Kamu tidak harus menyenangkan orang yang suka memaksakan kehendak, sedangkan prioritasmu menjadi berantakan.
ALASAN JANGAN MEMAKSAKAN KEHENDAK DIRI
Seyogyanya sebagai manusia sebaiknya jangan memaksakan kehendak diri, karena hal tersebut bisa memberikan dampak negatif.
Kamu perlu melihat juga tentang realitas yang ada, sehingga bisa memahami berbagai hal yang sedang terjadi. Hubungan apa pun jika didasari dengan ego yang tinggi, maka itu gak akan berjalan baik.
Tak hanya dalam hubungan organisasi, lingkungan, bermasyarakat, percintaan, melainkan semua jenis hubungan, seperti keluarga, pekerjaan, hingga pertemanan agar kamu ingin semua berjalan lancar dan seimbang.
Oleh karena itu, belajar saling mengerti dan memahami ego masing-masing akan lebih baik untuk semuanya. Berikut ada lima alasan mengapa sebaiknya kamu jangan memaksakan kehendak diri kepada siapa pun atau hal apa pun sebagai berikut :
1. Menjadikanmu orang yang kurang peka.
Kepekaan merupakan sebuah hal yang perlu dimiliki oleh semua orang. Dengan kepekaan yang tinggi, kamu akan menjadi orang yang mampu berempati kepada siapa pun.
Rasa empati dalam diri jika terus ditingkatkan, maka akan menimbulkan rasa belas kasih. Kasih sayang bukan merupakan hal yang bisa datang begitu saja, melainkan bisa terwujud karena adanya pola pikir dan tindakan nyata.
Nah, jika kamu menjadi orang yang selalu memaksakan kehendak diri kepada orang lain maupun sesuatu hal, maka kepekaan dalam dirimu akan semakin menurun. Bahkan, bisa membentuk pribadimu menjadi lebih keras dan kurang berempati.
Biasanya, seseorang yang memaksakan kehendak diri, akan melihat sesuatu hanya dari satu sisi yang menguntungkan dirinya sendiri. Jika kamu gak segera mengubah diri, maka bisa menjadi orang yang gak memiliki perasaan.
2. Jauh dari kebijaksanaan.
Orang yang biasanya memaksakan kehendak diri akan beranggapan, jika dia adalah yang paling benar. Sehingga, mereka akan menjadi memiliki pikiran negatif kepada orang lain. Hal ini tentu akan membentuk kepribadianmu menjadi gak bijaksana dalam hal apa pun.
Dalam melihat dan menilai orang lain hingga urusan mengambil keputusan pun kamu menjadi orang yang gak bijaksana. Belajarlah untuk menurunkan ego dengan cara melihat realitas yang ada.
Ketika berhasil mengecilkan ego dan gak lagi suka memaksakan kehendak diri kepada orang lain maka kamu bisa menjadi lebih bijaksana lagi. Dengan memiliki kebijaksanaan dalam diri, maka orang lain bisa lebih menyukaimu.
3. Tidak memiliki hubungan sosial yang baik.
Memaksakan kehendak diri sendiri akan membuatmu menganggap bahwa kamulah orang yang paling benar. Sehingga, ketika ada orang yang memberitahu atau mengajarkan sesuatu, kamu cenderung akan mengabaikannya dan menganggap orang lain gak pantas, serta lebih rendah darimu. Meskipun, saat itu kamu melakukan kesalahan, tetap saja tak mau disalahkan.
Sikap seperti ini tentu akan membuat orang lain gak nyaman untuk berhubungan denganmu. Bahkan untuk menjadi rekan kerja saja mereka bisa enggan, apalagi untuk menjalin pertemanan, sudah pasti mereka akan menghindar. Ketahuilah, bahwa berteman atau berhubungan sosial dalam hal apa pun dengan orang yang selalu memaksakan kehendak dirinya, itu bisa sangat membuat siapa saja menjadi stres.
4. Menjadikanmu gak mampu untuk berkompetisi dengan sehat.
Orang yang selalu memaksakan kehendak dirinya itu menunjukkan bahwa ia memiliki ego besar. Ego yang besar bisa berdampak negatif bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitar. Ego yang berlebihan dapat memunculkan emosi yang begitu besar dan kuat. Jika dibiarkan saja, maka kamu sendiri yang akan rugi nantinya.
Oleh karena itu, belajarlah untuk gak memaksakan kehendak diri sendiri, cobalah lihat sesuatu dari banyak sisi. Orang yang memiliki ego besar, biasanya juga akan selalu memiliki pikiran buruk terhadap siapa saja. Sangat memungkinkan juga mereka mau melakukan berbagai cara saat berkompetisi, bahkan dengan cara yang tak baik dan tak sehat sekalipun.
5. Tidak/kurang bermanfaat dan hanya membuang-buang energi.
Selalu memaksakan kehendak hanya akan membuatmu semakin lupa diri. Hal tersebut bisa membuat kamu merasa paling hebat dan benar. Bagimu, orang lain kurang berarti dan kurang memiliki manfaat. Oleh karena itu, jika ada orang yang mengatakan pendapatnya, kamu gak akan mendengarkannya.
Terbiasa memaksakan kehendak diri juga akan menjadikanmu sosok yang selalu ingin menang sendiri. Jika orang lain yang berpendapat, kamu gak mau mendengarkannya. Sebaliknya, jika kamu yang sedang berbicara memaksakan orang lain untuk bersedia mendengarkanmu.
Apabila ada satu orang saja yang mengabaikan atau melawan, maka kamu bisa sangat marah. Nah, inilah tindakan yang gak bermanfaat dan hanya akan membuang-buang energi.
AKIBAT MEMAKSAKAN KEHENDAK
Segala sesuatu yang dipaksakan hanya akan menimbulkan sesuatu yang buruk. Buruk bagi orang lain maupun bagi diri kita. Memaksakan sesuatu, misalnya memaksakan kehendak pada orang lain. Perasaan ingin mendominasi orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, pemaksaan kehendak, tidak jarang terjadi.
Kita pasti membutuhkan orang lain, sahabat, relasi, teman kerja untuk bertukar pikiran. Bukan malah memaksakan pendapat sendiri. Ada banyak hal yang akan terjadi jika kita memaksakan kehendak pada orang lain.
Dampaknya bisa beragam diantaranya :
1. Pertama, akan dijauhi orang. Salah satu sifat orang yang akan dijauhi ialah yang suka memaksakan kehendak.
2. Kedua, bisa menimbulkan keributan. Kadang keributan yang terjadi diawali oleh perdebatan kecil. Setelah berdebat tidak ada yang mengalah karena satu sama lain mempertahankan pendapat. Bahkan dengan sekuat tenaga akan mempertahankan seakan-akan pendapatnya lah yang paling benar.
3. Ketiga, sering salah dalam mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan, jika sudah didahului dengan pemaksaan kehendak sudah hampir dipastikan keputusan itu salah. Karena orang lain akan cenderung tidak akan mentaatinya.
4. Keempat, sering meremehkan orang lain. Orang yang suka memaksakan kehendak sendiri pasti menganggap orang lain lemah atau tidak tahu apa-apa. Mengajak orang berdiskusi hanya untuk melegalkan pendapatnya.
5. Kelima, suka mengatur orang lain. Kadang urusan orang yang tidak ada hubungannya dengannya ingin dikendalikan. Seolah-olah harus mengikuti apa maunya dan melihat segala hal dari sudut pandangnya sendiri.
6. Keenam, suka mencari alasan. Untuk memuluskan pendapatnya agar diterima, walau terpaksa, maka ia mencari alasan, ngeyel. Tidak suka mendengarkan alasan dari orang lain. Tetapi selalu membuat alasan, walaupun kurang logis.
Masih banyak dampak yang dirasa jika orang yang suka memaksakan kehendak.
UU YANG MENGATUR KEBEBASAN PENDAPAT
Kebebasan berpendapat merupakan hal penting di dalam sebuah negara demokrasi, termasuk Indonesia.
Pemerintah telah menjamin kebebasan berpendapat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya.
Berikut beberapa undang-undang yang mengatur kebebasan berpendapat.
Peraturan perundang-undangan tentang kebebasan berpendapat
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi. Negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut.
Pasal 28 UUD 1945 berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Selain itu, ada juga Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dipertegas dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kebebasan berpendapat tertuang dalam Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 25.
Menurut Pasal 23 Ayat 2, setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan, melalui media cetak maupun elektronik, dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Sementara itu, Pasal 25 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tak hanya itu, kebebasan berpendapat, khususnya di muka umum, diatur secara khusus dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum.
Merujuk pada undang-undang ini, kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menyampaikan pendapat merupakan perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Akan tetapi, walaupun menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak setiap warga negara yang telah dijamin oleh konstitusi, namun pelaksanaannya tetap harus sesuai dengan peraturan yang ada.
Penyampaian pendapat harus dilakukan penuh dengan tanggung jawab agar tidak mengganggu hak orang lain dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Ketentuan Kebebasan Berpendapat Dalam UUD
Bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi berlaku untuk semua jenis ide, termasuk yang mungkin sangat offensive atau menyinggung, namun disertai dengan tanggung jawab dan dapat dibatasi secara sah oleh Pemerintah. Dalam hal ini, sambungnya, Pemerintah memiliki kewajiban untuk melarang perkataan yang mendorong kebencian dan hasutan. Pembatasan tersebut juga dapat dibenarkan apabila pembatasan tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan publik tertentu atau hak dan reputasi orang lain.
Setiap pembatasan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi haruslah diatur oleh suatu undang-undang yang sifatnya jelas dan ringkas, sehingga setiap orang dapat memahaminya, Pihak yang memberlakukan pembatasan tersebut haruslah mampu menunjukkan kebutuhannya dan harus dapat bersikap proporsional. Serta pembatasan tersebut harus didukung oleh pengamanan untuk menghentikan adanya penyalahgunaan atas pembatasan tersebut dan memasukkan proses hukum yang tepat.
Sebagai suatu negara, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut, sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Namun demikian, meskipun bersifat fundamental, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut bukanlah hak yang bersifat mutlak. Bahkan di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang memiliki perlindungan konstitusional terkuat untuk kebebasan berpendapat atau berbicara di negara manapun di dunia, tetap terdapat batasan-batasan yang berlaku.
Indonesia sebagai suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana telah ditentukan dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam KUHP masih memuat pasal-pasal tersebut, yang mana mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum. Sehingga, dalam RUU KUHPidana yang merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan pasal-pasal tersebut. Terlebih lagi, ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 134 paling lama enam tahun penjara dapat dipergunakan untuk menghambat proses demokrasi khususnya akses bagi jabatan-jabatan publik yang mensyaratkan seseorang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Selain itu, terhadap delik penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut KUHP sudah ada pada Pasal 310 dan Pasal 321 KUHPidana, manakala penghinaan ditujukan dalam kualitas pribadinya, dan Pasal 207 KUHPidana dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat.
Menurut Mahkamah Konstitusi memang menghormati dan mengakui hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai salah satu hak asasi manusia. Dalam menjalankan hak asasi manusia, diri kita terikat dengan suatu peraturan dimana kita harus juga menghormati hak asasi manusia yang juga dimiliki oleh orang lain, selain diri kita sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
Dalam UUD 1945, yakni Pasal 28G mengakui bahwa kehormatan, demikian pula martabat merupakan hak konstitusional dan oleh karenanya dilindungi oleh konstitusi.Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi, Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Sementara pada ayat (2)-nya ditegaskan, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Selain itu, sebagai bukti bahwa ajaran umum dalam hukum pidana maupun ketentuan konstitusi yang mengatur tentang jaminan dan perlindungan kehormatan atas diri sendiri merupakan norma hukum yang berlaku secara universal adalah Pasal 12 UDHR dan Pasal 17 ICCPR yang pada intinya juga mengatur norma yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik hukum nasional maupun hukum internasional menjamin hak setiap orang atas kehormatan atau nama baik. Untuk itu, penggunaan kebebasan atau hak setiap orang tidaklah dapat digunakan sedemikian rupa tanpa batas sehingga menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sebab hal tersebut juga bertentangan dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan hukum internasional.
Referensi :
UUD 1945
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum