PEMAKZULAN
Menurut KBBI, arti makzul adalah berhenti memegang jabatan atau turun takhta. Sedangkan pemakzulan atau impeachment berarti proses, cara, perbuatan memakzulkan.
Kata impeachment bersinonim dengan accusation, yaitu pendakwaan. Impeachment adalah sebuah proses di sebuah badan legislatif yang secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara.
Menurut wikipedia pemakzulan adalah sebuah proses penjatuhan dakwaan oleh badan legislatif secara resmi oleh pejabat tinggi negara atau kepala pemerintahan. Proses tersebut bisa berujung pada pemecatan suatu jabatan yang melalui pemungutan suara legislatif. Pemakzulan ini berada pada undang-undang konstitusi.
Menurut KBBI menyatakan pemakzulan berasal dari kata dasar makzul yang berarti berhenti memegang jabatan, turun takhta. Pemakzulan adalah proses, cara, perbuatan memakzulkan-menurunkan dari takhta, memberhentikan dari jabatan, meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai raja, berhenti sebagai raja.
Pemakzulan (pelengseran) atau pengithaman (impeachment) adalah sebuah proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi terhadap seorang pejabat tinggi negara (terutama kepala negara dan/atau kepala pemerintahan).
Tergantung pada negara yang bersangkutan, pemakzulan dapat berarti proses pendakwaan yang berujung pada pemecatan atau pelepasan jabatan, atau hanya merupakan pernyataan dakwaan resmi semata yang mirip pendakwaan dalam kasus-kasus kriminal sehingga proses pemecatan tidak termasuk pemakzulan. Saat pejabat tersebut telah dimakzulkan, ia harus menghadapi kemungkinan dinyatakan bersalah melalui sebuah pemungutan suara legislatif, yang kemudian menyebabkan pemberhentian jabatan.
Pemakzulan, atau dalam bahasa hukumnya disebut dengan impeachment merupakan bentuk pengawasan luar biasa dari parlemen terhadap eksekutif. Kata impeachment sendiri berasal dari bahasa Latin, yang berarti impedicare yang berarti menjerat, dan pedica yang berarti jerat atau perangkat. Sehingga, banyak pihak yang memahami bahwa pemakzulan atau impeachment sebagai turunnya, berhentinya, atau dipecatnya Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya.
Sebagai bentuk pengawasan luar biasa dari parlemen, tidak menyebabkan parlemen dapat menjatuhkan Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan suka tidak suka. Melainkan harus berdasarkan pada syarat-syarat atau alasan yang ketat dan bersifat limitatif sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.
Syarat atau alasan tersebut adalah melakukan pelanggaran hukum berupa : pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, dan perbuatan tercela, serta terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Contohnya pemakzulan berlaku di bawah undang-undang konstitusi di banyak negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Filipina, dan Republik Irlandia. Di Indonesia, syarat pemberhentian dan garis besar proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden dimuat dalam UUD 1945 Pasal 7A dan 7B.
PEMAKZULAN ATAU IMPEACHMENT
Proses pemakzulan presiden dan atau wakil presiden saat ini harus menempuh tiga proses yang sangat sulit di DPR, proses previligialum di Mahkamah Konstitusi, dan proses impeachment di MPR. Di DPR, ada dua forum yang harus dilewati usul pemakzulan, yakni hak menyatakan pendapat bahwa presiden dan atau wakil presiden tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden sehingga harus diberhentikan di saat masa jabatannya.
Kalau DPR memuluskan untuk mengusulkan impeachment ke MK sebelum penegak hukum membuktikan Tuan X bersalah, kita bisa menerima dan menilai apakah bersalah atau tidak. Vonisnya nanti hanya salah atau tidak salah, tanpa hukuman. Vonisnya dijatuhkan MPR dalam bentuk pemakzulan.
Bahwa pemakzulan tidak selalu berarti pemecatan atau pelepasan jabatan. Pemakzulan merupakan pernyataan dakwaan secara resmi, mirip pendakwaan dalam kasus-kasus kriminal, sehingga hanya merupakan langkah pertama menuju kemungkinan pemecatan. Saat pejabat tersebut telah dimakzulkan, seseorang harus menghadapi kemungkinan dinyatakan bersalah melalui sebuah pemungutan suara legislatif, yang kemudian menyebabkan pemecatan sang pejabat. Pemakzulan berlaku di bawah undang-undang konstitusi di banyak negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Filipina, dan Republik Irlandia.
PROSES IMPEACHMENT
Dalam memproses impeachment tidak hanya dilakukan oleh lembaga parlemen saja, tetapi juga memerlukan keterlibatan dari pengadilan juga. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk menjaga ruh dan hakikat dari sistem presidensial yang dianut Indonesia. Sehingga, lembaga yang dilibatkan dalam proses impeachment adalah DPR, MK, dan MPR.
Dimana pada prosesnya, diawali dengan pengajuan DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus pengajuan DPR. Pengajuan tersebut hanya dapat dilakukan apabila mendapatkan dukungan sekurang-kurangnya ⅔ dari sekurang-kurangnya ⅔ jumlah hadir anggota DPR dalam sidang paripurna.
Dalam hal ini, MK memiliki waktu paling lama 90 hari untuk memeriksa, mengadili dan memutus setelah pengajuan diterima. Terdapat 2 (dua) kemungkinan MK dalam memutuskan, yaitu terbukti dan tidak. Apabila tidak, maka proses impeachment harus segera dihentikan. Namun, apabila terbukti, maka DPR melakukan sidang paripurna yang dihadiri ⅔ anggota dan disetujui ⅔ dari anggota yang hadir, untuk meneruskan usulan proses impeachment kepada MPR.
MPR memiliki waktu paling lama 30 hari untuk menyidangkan dan memutuskan usul impeachment tersebut. Sidang tersebut setidaknya harus dihadiri oleh ¾ dari jumlah anggota MPR dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya ⅔ dari anggota hadir. Yang sebelum diputuskan, MPR memberikan kesempatan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk memberikan penjelasan. Keputusan dari MPR ini bersifat final dan mengikat dan tidak bisa dimintakan banding atau dibatalkan oleh pengadilan.
Penjelasan mengenai proses impeachment tersebut diatur dalam Pasal 7B UUD 1945, dan menjadi dasar hukum yang berlaku sekarang. Beda cerita dengan dasar hukum impeachment yang sebelumnya, yang tidak diatur dalam batang tubuh UUD 1945, melainkan dalam penjelasan UUD 1945, itupun hanya terkait dengan Presiden saja, tidak dengan Wakil Presiden.
Pengaturan tersebut terdapat pada penjelasan angka VII paragraf ke-3 UUD 1945 sebelum perubahan, menyatakan bahwa DPR berperan sebagai pengawas dari tindakan-tindakan yang dilakukan Presiden. Dan apabila DPR menganggap Presiden telah melanggar GBHN, maka MPR dapat memanggil Presiden untuk melaksanakan persidangan istimewa dengan dengan agenda meminta pertanggungjawaban dari Presiden. Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Tap MPR No.II/MPR/1978.
MENURUT AHLI
Menurut ahli tata negara Yusril Ihza Mahendra, Pemakzulan tercantum dalam Pasal 7A dan 7B UUD Negara RI Tahun 1945. Ada tujuh alasan pemakzulan, antara lain pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
Dari enam alasan Pemakzulan Presiden dan/atau Wapres dalam Pasal 7 UUD 1945, yaitu :
1. Pengkhianatan terhadap negara,
2. Korupsi,
3. Penyuapan,
4. Tindak pidana berat lainnya,
5. Perbuatan tercela dan,
6. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres, terdapat satu alasan yang Perumusan normanya bersifat abstrak dan kabur, berakibat dapat ditafsirkan secara beragam (multitafsir), yaitu melakukan perbuatan tercela. Perumusan norma demikian bertentangan dengan dengan prinsip negara hukum demokratis yang bertumpu pada asas legalitas dan kepastian hukum dan asas pembentukan peraturan Perundangan yang baik, yaitu asas kejelasan dan kelengkapan rumusan. Sehingga akan menjadi alasan bersifat elastis yang mudah dimainkan secara politis oleh DPR dalamproses pemakzulan Presiden dan/atau Wapres.
Terdapat satu alasan yang Perumusan normanya bersifat abstrak dan kabur, berakibat dapat ditafsirkan secara beragam (multitafsir), yaitu melakukan perbuatan tercela. Perumusan norma demikian bertentangan dengan dengan prinsip negara hukum demokratis yang bertumpu pada asas legalitas dan kepastian hukum dan asas pembentukan peraturan Perundangan yang baik, yaitu asas kejelasan dan kelengkapan rumusan. Sehingga akan menjadi alasan bersifat elastis yang mudah dimainkan secara politis oleh DPR dalam proses pemakzulan Presiden dan/atau Wapres.
Menggaris bawahi bahwa, terdapat satu alasan yang perumusan normanya bersifat abstrak dan kabur, berakibat dapat ditafsirkan secara beragam norma demikian bertentangan dengan dengan prinsip negara hukum demokratis yang bertumpu pada asas legalitas dan kepastian hukum dan asas pembentukan peraturan perundangan yang baik, yaitu asas kejelasan dan kelengkapan rumusan. Sehingga akan proses pemakzulan Presiden dan/atau Wapres.
PERISTIWA PEMAKZULAN PRESIDEN DI LUAR NEGERI
Sejarah singkat pemakzulan di AS pada abad ke 14 yang terinspirasi oleh konstitusional Inggris atas permintaan pertanggung jawaban para menteri raja, dikutip dari Los Angeles Time, 19 Desember 2019.
Perlu untuk kamu ketahui, bahwa di Amerika Serikat Pada Rabu, 13 Januari 2021, DPR Amerika Serikat resmi memakzulkan Presiden Donald Trump untuk yang kedua kalinya. Pemakzulan kedua ini dilakukan karena adanya campur tangan Donald Trump pada peristiwa kerusuhan di Gedung Capitol. Kerusuhan ini bertepatan dengan acara prosesi sertifikasi kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46. Bukan hanya AS yang memiliki aturan tersebut namun banyak negara memiliki aturan yang sama seperti, Brasil, Rusia, Filipina dan Republik Irlandia.
INDONESIA PERNAH MELAKUKAN PEMAKZULAN PRESIDEN
Pemakzulan melalui mekanisme pelanggaran konstitusi dicontohkan presiden melakukan tindak pidana, melanggar undang-undang, berganti kewarga negaraan, dan lainnya. Jika terjadi hal tersebut, otomatis Presiden dimakzulkan bukan karena politik tapi melanggar konstitusi.
Sehingga tidak ada proses politik di MPR. MPR hanya melakukan sidang administrasi, tanpa melalui mekanisme hak angket dan hak interpelasi. Namun, dia menekankan dalam sejarah Indonesia belum ada presiden yang melanggar konstitusi.
Pemakzulan secara politik boleh dilakukan MPR dan diatur dalam undang-undang. Dalam mekanisme itu berlaku proses hak angket hak interpelasi. Jika Mahkamah Konstitusi setuju tinggal sidang di MPR.
Faktor pemakzulan secara politik antara lain ada gejala keresahan masyarakat, demo besar-besaran dan kerusuhan. Kemudian, anggota MPR melakukan koreksi untuk memakzulkan presiden. Pemakzulan politik itu pandangan subjektif yang berangkat dari fenomena di masyarakat.
Tiga Presiden Indonesia Dimakzulkan Secara Politik. Tiga presiden yakni Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Sedangkan zaman Gus Dur terjadi politik zig-zag kemudian Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.
Soekarno, Soeharto dan Gus Dur dilengserkan karena politik. Dalam praktik ketatanegaraan kita, presiden dilengserkan karena politik bukan melanggar konstitusi.
Jika belajar dari sejarah, pada 1966 rakyat menggugat Presiden Soekarno terlibat kasus G30S/PKI, pada 1998 terjadi krisis ekonomi sehingga rakyat marah dan melengserkan Soeharto. Sedangkan zaman Gus Dur terjadi politik zig-zag kemudian Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.
Soekarno, Soeharto dan Gus Dur dilengserkan karena politik. Dalam praktik ketatanegaraan kita, presiden dilengserkan karena politik bukan melanggar konstitusi.
Pemakzulan melalui mekanisme pelanggaran konstitusi dicontohkan presiden melakukan tindak pidana, melanggar undang-undang, berganti kewarga negaraan, dan lainnya. Jika terjadi hal tersebut, otomatis Presiden dimakzulkan bukan karena politik tapi melanggar konstitusi.
Sehingga tidak ada proses politik di MPR. MPR hanya melakukan sidang administrasi, tanpa melalui mekanisme hak angket dan hak interpelasi. Namun, dia menekankan dalam sejarah Indonesia belum ada presiden yang melanggar konstitusi.
Pemakzulan secara politik boleh dilakukan MPR dan diatur dalam undang-undang. Dalam mekanisme itu berlaku proses hak angket hak interpelasi. Jika Mahkamah Konstitusi setuju tinggal sidang di MPR.
Faktor pemakzulan secara politik antara lain ada gejala keresahan masyarakat, demo besar-besaran dan kerusuhan. Kemudian, anggota MPR melakukan koreksi untuk memakzulkan presiden. Pemakzulan politik itu pandangan subjektif yang berangkat dari fenomena di masyarakat.
Di Indonesia sendiri pemecatan presiden dan / wakil presiden ada pada UUD 1945 Pasal 7A dan 7B.
Indonesia sendiri pernah terjadi pemakzulan presiden, ada beberapa tokoh diantaranya :
1. Presiden RI ke-1.
Ir. Soekarno, siapa yang tidak kenal dengan Presiden Soekarno , presiden Republik Indonesia pertama ini dijuluki sebagai bapak proklamator. Banyak gebrakan dan segudang prestasi membawa nama negara Indonesia di kanca internasional, beliau berkuasa selama 20 tahun memimpin Indonesia. Beliau jugalah presiden pertama di Indonesia yang dimakzulkan, dengan kasus G30S PKI yang menjerat dirinya. Dengan adanya kasus tersebut MPRS menurunkannya secara resmi. Pasalnya saat itu secara defacto sehingga Soeharto menggantikan sebagi kepala negara. Pemakzulan ini termasuk pengkudetaan secara halus.
2. Presiden RI ke-2.
Soeharto, Setelah menggantikan presiden sebelumnya yang telah dikudetakan, Soeharto juga lengser dari jabatannya selama 32 tahun sebagai kepala negara. Bapak pembangunan ini mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 dengan insiden masa demonstran menduduki gedung DPR/MPR meminta Soeharto turun dari jabatannya karena tidak bisa mengembalikan keadaan yang lebih baik pada krisis ekonomi yang dialami Indonesia, selain itu kepemimpinannya juga dituding adanya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan hutang negara yang cukup besar.
3. Presiden RI ke-4.
Abdurrahman Wahid atau yang sering disapa Gusdur ini, dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Gusdur menjadi kepala negara pada tahun 1999 sampai 2001 menggantikan B.J Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil pemilu 1999. Pemilik selogan gitu aja kok repot ini dimakzulkan dengan kasus dekritnya yang membubarkan MPR, DPR dan partai Golkar yang difatwakan oleh Makamah Agung atas pelanggaran Konstitusi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Pada saat itu, Presiden Gus Dur dimakzulkan oleh MPR akibat kasus berat dan kontroversi selama pemerintahannya.
Pelantikan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 1999. Gus Dur merupakan presiden terakhir yang dipilih oleh MPR.
Tanggal 23 Juli 2001, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dimakzulkan dari tampuk kekuasaan Presiden RI.
Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI selaku lembaga tertinggi negara saat itu melalui Sidang Istimewa.
Padahal, dia baru menjabat sebagai presiden selama 21 bulan, terhitung sejak 20 Oktober 1999.
Pemakzulan ini terjadi di tahun 2001, yang mana pada saat itu UUD menghendaki kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi yang memiliki kewenangan untuk memakzulkan presiden. Yang pasti, terdapat perbedaan antara pemakzulan sekarang dengan yang dulu.
Tiga tokoh presiden Indonesia yang dimakzulkan dan memakzulkan dirinya. Dalam peraturan perundang-undangan kepala negara bisa dimakzulkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memiliki ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan, meskipun begitu kita tidak boleh melupakan prestasi dan usaha para ketiga tokoh tersebut untuk Indonesia.
WACANA DAN OPINI PEMAKZULAN
Menurut Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti ada wacana pemakzulan presiden RI ke-7, secara realita tidak mungkin (tidak mendasar bahkan melanggar konstitusi), terjadi pada presiden RI ke-7 terpilih secara sah Joko Widodo (Jokowi) diwacanakan dimakzulkan secara konstitusi oleh pihak kelompok tertentu. Sebab, pengalaman secara ketatanegaraan Indonesia ada tiga presiden yang dimakzulkan secara politik.
Karena itu, secara konstitusi diragukan (wacana ngedhabrus), adanya isu wacana yang mengatakan Jokowi bakal dijatuhkan karena melanggar konstitusi. Sebab, belum ada presiden yang melanggar konstitusi. Namun, jika terjadi demo besar-besaran, isu-isu utang luar negeri besar, nilai rupiah melemah dan keresahan masyarakat, isu ekonomi, isu BBM, isu ketahanan pangan dll, MPR bisa saja memanfaatkan wacana/opini untuk meng-impeach presiden. Namun, apakah hal tersebut sudah sesuai konstitusi di Indonesia ? Rakyat, bangsa dan negara Indonesia sudah pengalaman makan garam. Semoga Nusantara dapat mencapai tujuan Indonesia Emas lebih cepat walaupun sudah dicanangkan tahun 2045.
Indonesia optimis
Add :
CONTOH PERBUATAN TERCELA
1. Mencuri akibatnya merugikan orang lain.
2. Kasar akibatnya melukai orang lain
3. Berdusta akibatnya merugikan orang lain.
4. Bohong akibatnya merugikan orang lain
5. Mencela akibatnya bisa merendahkan martabat orang lain.
CONTOH PERBUATAN TERCELA DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI
1. Berbohong
2. Menghina
3. Suka berantem
4. Tidak mendengar apa yang di sampaikan oleh ortu
5. Membantah perintah guru
6. Tidak mengerjakan tugas atau pr
7. Duka menyakiti perasaan orang lain
8. Tidak mau menolong sesama
9. Suka berbuat jail
10. Duka mengambil barang yang bukan miliknya
11. Tidak mau berbagi
12. Suka mencaci maki orang tua
13. Serakah
14. Suka pamer
15. Eombong
16. Suka iri dengan orang lain
17. Suka cerita kejelekan orang lain
18. Merasa dirinya selalu menang
19. Merusak lingkungan alam
20. Suka pamrih
21. Selalu barbuat yang dilarang oleh agama
22. Marah-marah
23. Tidak pernah shalat
24. Merasa dirinya selalu menang atau benar
25. Suka merendahkan orang lain.