METODE PEMBAYARAN EKSPOR
Bagi pebisnis/pengusaha/young intreprenuer/pahlawan UKM/ UMKM yang ingin melebarkan jangkauan pemasaran produknya, ekspor ke luar negeri bisa menjadi pilihan menguntungkan. Peluang ekspor cukup luas karena tidak ada negara yang dapat mandiri sepenuhnya.
Setiap negara sering kali memerlukan suplai barang dari wilayah lain untuk memenuhi kebutuhan warganya. Maka itu, eksportir dapat memanfaatkan peluang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kegiatan ekspor sebenarnya sederhana. Hanya saja, transaksi bisnis berlangsung antara pedagang asal negara-negara yang berbeda. Kuantitas barang dagangannya juga cukup besar.
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan pebisnis yang akan melakukan ekspor ialah metode pembayarannya. Dalam perdagangan internasional era modern, cara pembayaran tunai langsung biasanya dianggap kurang aman. Umumnya, pembayaran ekspor dilakukan dengan menggunakan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri.
Secara umum, terdapat dua cara untuk melakukan pembayaran dalam proses ekspor, yaitu metode letter of credit (L/C) dan non-letter of credit, demikian mengutip keterangan di laman Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional.
1. Pertama, metode letter of credit (L/C), yang artinya jaminan pembayaran diterbitkan oleh bank. Dokumen pembayaran ini diteruskan kepada importir agar membayar sejumlah uang tertentu, yang sudah disepakati sebelumnya.
Keuntungan pembayaran metode L/C adalah ada jaminan pembayaran dari bank selama dokumen yang dikirimkan sesuai dengan L/C. Sementara itu, bagi importir, ada juga jaminan bahwa barang yang diperoleh sesuai dengan yang kesepakatan sebelumnya.
2. Kedua, metode non-letter of credit. Dengan metode pembayaran jenis kedua tersebut, terdapat sejumlah cara yang dapat digunakan, meliputi: cara pembayaran di muka (advance payment); rekening terbuka (open account); konsinyasi (consignment); document against payment (D/P); dan document against acceptance (D/A).
Ahli Ekonomi dari Politeknik NSC Surabaya, Eko Tjiptojuwono menjelaskan pelbagai metode non-letter of credit dalam transaksi ekspor dalam uraian Pembayaran Transaksi Ekspor Impor, yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran di Muka (Advance Payment).
Pembayaran di muka dlakukan dengan transaksi pembayaran terlebih dulu, sebelum barang dikirim oleh penjual atau eksportir. Pembayaran bisa berupa pembayaran penuh atau sebagian.
Keuntungan pembayaran di muka adalah biaya transaksi relatif rendah dan pemberkasan dokumen lebih singkat daripada cara letter of credit. Selain itu, eksportir dapat memperoleh sejumlah uang dan bisa mempersiapkan barang ekspornya terlebih dahulu.
Bagi importir, ada risiko gagal atau keterlambatan pengiriman barang, atau kualitas barang dan jumlahnya tidak sesuai dengan perjanjian awal.
Metode pembayaran di muka membebankan suku bunga (loan of interest) kepada importir sehingga memerlukan biaya tambahan kepada pembeli.
2. Rekening Terbuka (Open Account).
Kebalikan dari pembayaran di muka adalah dengan penggunaan rekening terbuka. Artinya, barang dikirim terlebih dahulu oleh eksportir dan transaksi pembayaran dilakukan usai menerima barang tersebut.
Keuntungannya lebih condong ke pihak importir, yaitu menerima barang terlebih dahulu. Sementara, risikonya ditanggung pihak eksportir, baik itu risiko terlambat pembayaran atau tidak dibayar sama sekali.
Metode rekening terbuka membebankan suku bunga kepada eksportir sehingga memerlukan biaya tambahan kepada penjual.
3. Konsinyasi (Consignment).
0leh karena ada keterbatasan eksportir dalam promosi dan penjualan barang, bisa dimungkinkan pembayaran barang ekspor dilakukan secara konsinyasi. Artinya, penjual menitipkan barangnya untuk dijual oleh importir.
Barang yang dijualkan, secara sah masih milik eksportir. Apabila masih ada sisa barang yang tak terjual maka akan dikembalikan kepada eksportir.
Keuntungan dan risikonya hampir sama seperti metode rekening terbuka. Karena hak milik barang ekspotir telah diserahkan kepada importir, maka tak ada jaminan pembayaran yang ketat.
4. Document againts Payment (D/P).
Mirip dengan metode letter of credit, metode document of payment memerlukan bank sebagai perantara transaksi keuangannya.
Artinya, eksportir mengirimkan barang ke lokasi tujuan, sedangkan dokumen pengiriman barang dikirimkan ke bank yang menjadi perantara transaksi.
Importir dapat mengambil dokumen itu jika sudah melakukan pembayaran melalui bank yang disepakati sebelumnya.
Dokumen ini diperlukan importir untuk mengambil barang di lokasi barang tadi. Risikonya tetap ada bagi importir, misalnya, barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan permintaan.
5. Document againts Acceptance (D/A).
Hampir sama dengan metode documents against payment, metode pembayaran document againts acceptance mempercayakan bank sebagai perantara transaksi keuangannya.
Perbedaannya, metode ini memerlukan persetujuan pembayaran dari importir untuk menerima segala dokumen ekspor yang dibutuhkan dari eksportir.
Persetujuan ini merupakan janji pembayaran pada jangka waktu tertentu, biasanya 30, 60, atau 90 hari setelah menyetujuinya.
Dua metode terakhir, yaitu metode document of payment dan document againts acceptance biasanya membebankan suku bunga kepada eksportir sehingga memerlukan biaya tambahan.
Metode yang harus diketahui oleh para sahabat UKM untuk metode pembayaran ekspor ialah Letter of Credit (L/C), bukan hanya metode pembayaran ekspor saja yang harus sahabat UKM ketahui tetapi juga tentang alternative metode pembayaran ekspor lainnya. Metode tersebut sebagai berikut :
LETTER OF CREDIT (L/C)
Dengan menggunakan metode L/C dapat membantu sahabat UKM untuk menerima pembayaran dari importir, setelah produk dan dokumen telah dikirimkan. Dengan menggunakan metode ini sahabat UKM tidak perlu menunggu konfrimasi diterimanya produk di importir. Hal ini dikarenakan importir seperti memberikan surat jaminan yang memastikan pembayaran kepada eksportir.
Dalam metode L/C ini juga memiliki syarat dan prosedur tersendiri yang tidak memungkinkan barang yang sudah di ekspor tidak dibayar. Sehingga metode ini sangat aman sekali digunakan untuk para eksportir, selama itu memenuhi syarat dan menaati prosedur yang ada. Ada beberapa prosedur ekspor rinci yang menggunakan L/C yaitu :
1. Importir harus mengisi formulir L/C di bank yang akan digunakan di negaranya. Didalamnya terdapat penjelasan tentang detail produk yang akan dibeli seperti jenis, harga, jumlah, spesifikasi, waktu pengiriman, alamat tujuan pengirim, serta dokumen – dokumen ekspor yang diminta oleh importir.
2. Importir menitipkan 100% uang dengan total invoice dari produk yang akan dibeli kepada pihak bank dimana importir itu berada.
3. Bank importir akan mengirimkan L/C ke bank yang digunakan eksportir.
4. Bank eksportir akan mengirimkan pemberitahuan ke eksportir bahwa bank telah menerima L/C dari bank importir.
5. Setelah eksportir mendapatkan L/C, eksportir akan menyiapkan barang ekspor. Kemudian eksportir akan menentukan jadwal pengiriman barang.
6. Eksportir akan mengurus PEB (Pmeberitahuan Ekspor Barang) dan semua dokumen ekspor yang diminta oleh importir.
7. Eksportir akan mengirimkan barang tersebut dengan menggunakan jasa forwarder.
8. Jika L/C memerlukan pemeriksaan barang oleh surveyor (Pre-Shimpment Inspection), pemerikasaan tersebut dilakukan bersamaan dengan pemuatan barang.
9. Setelah barang dikirimkan pihak jasa akan menerbitkan Bill of Lading (B/L).
10. Dokumen akan diperiksa oleh bank eksportir. Jika dokumen sudah dinyatakan lengkap dan sesuai maka dokumen tersebut akan dikirimkan dari pihak bank eksportir ke bank importir.
11. Setelah dokumen diterima oleh bank importir, uang tersebut akan diterima oleh bank eksportir tanpa perlu menunggu barang tiba ditangan importir.
12 Bank importir menyerahkan semua dokumen ekspor kepada importir.
13 Dengan importir memegang dokumen ekspor yang diserahkan oleh pihak bank maka importir dapat mengambil barang tersebut dengan menemui perwakilan jasa pengiriman tersebut.
JENIS-JENIS LETTER OF CREDIT (L/C)
Ada juga beberapa jenis L/C dalam kegiatan ekspor yang mempengaruhi syarat dan prosedur.
Berikut jenis-jenis L/C yang harus sahabat UKM ketahui, diantaranya :
1 Revocable L/C: Dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh importir
2 Irrevocable L/C: Tidak dapat dibatalkan dalam jangka waktu tertentu yang disebutkan dalam L/C
3. Irrevocable & Confirmed L/C: Pembayaran atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh kedua bank eksportir maupun bank importir. Jadi ini jenis L/C paling aman.
4. Clean L/C: Pembayaran dapat ditarik dengan penyerahan kwitansi biasa tanpa dibutuhkannya dokumen ekspor lainnya. Ini adalah jenis L/C yang paling mudah dilakukan.
5. Documentary L/C: Penarikan uang harus memerlukan dokumen ekspor yang disebutkan dalam L/C
6. Documentary L/C with Red Clause: Sebagian nilai pembayaran L/C dapat ditarik dengan kwitansi biasa. Sedangkan sisanya dengan Documentary L/C
7. Revolving L/C: Dapat dipakai ulang pada lebih dari satu kali pengiriman, tanpa mengubah syarat didalamnya
8. Back to Back L/C: Digunakan oleh perantara (broker) antara produsen/supplier dan importir, sehingga L/C ini dapat diteruskan dari perantara ke produsen/supplier
9. Transferable L/C: Surat L/C dapat dialihkan ke pihak ketiga lainnya
10. Metode Pembayaran selain Letter of Credit (L/C)
ALTERNATIF METODE PEMBAYARAN
Ada beberapa alternative metode pembayaran yang dapat digunakan sahabat UKM. Perlu diketahui dan diperhatikan pada setiap metode pasti ada keuntungan dan resiko yang harus dihadapi. Berikut beberapa metode selain L/C :
1. Advance Payment (Pembayaran Di Muka)
Dengan menggunakan metode ini importir harus melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada eksportir sebelum barang-barang dikirimkan. Keuntungan yang didapatkan menggunakan metode ini yaitu eksportir bisa mendapatkan sejumlah uang untuk mempersiapkan barang ekspornya. Pembayaran ini dapat dilakukan dengan cara tunai atau melalui Telegraphic Transfer (T/T) atau transfer melalui bank pada umumnya.
2. Open Account (Rekening Terbuka).
Dengan menggunakan metode ini importir tidak akan melakukan pembayan apapun sebelum barang diterima oleh importir. Pada metode ini juga biasanya ada batasan waktu yang telah disepakati untuk dibayar setelah barang diterima oleh importir. Dengan menggunakan metode ini dapat memberikan keuntungan dan kepastian bagi importir.
3. Consignment (Konsinyasi).
Dengan menggunakan metode ini eksportir akan menitipkan barang kepada importir sebagai titipan untuk dijual oleh importir. Pembayaran pun juga akan dilakukan setelah barang terjual dan sesuai nilai yang terjual, tanpa adanya jaminan apapun. Barang yang dititipkan oleh eksportir pada importir dapat dikembalikan oleh pihak importir jika tidak terjual. Resiko menggunakan metode ini yaitu eksportir tidak dapat mengetahui berapa barang yang akan terjual dan kapan pembayaran dapat diterima.
4. Documents Against Payment (D/P).
Metode pembayaran D/P ini sama seperti L/C yang membedakan yaitu importir tidak akan menitipkan uang di bank pada saat awal transaksi. Persamaannya yaitu eksportir harus tetap mengirimkan segala dokumen ekspor melalui bank yang akan diserahkan ke bank importir. Tetapi dari pihak importir baru akan menyerahkan dokumen tersebut setelah importir melakukan pembayaran. Sangat jelas metode ini sangat tidak aman jika digunakan oleh para sahabat UKM karena pengambilan barang harus memerlukan dokumen ekspor. Resiko menggunakan metode ini yaitu adanya kemungkinan importir dapat membatalkan pesanan dalan keadaan barang sudah dikirim.
5. Documents Against Acceptance (D/A).
Metode pembayaran ini juga sama dengan D/P yang membedakan hanya memerlukan persetujuan pembayaran dari importir terlebih dahulu untuk mendapatkan segala dokumen ekspor yang dibutuhkan dari eksportir. Dalam metode pembayaran ini juga memerlukan jangka waktu tertentu, biasanya waktu yang ditentukan 60 – 90 hari setelah ada persetujuan yang telah disetujui.
METODE PEMBAYARAN YANG TERBAIK UNTUK DIGUNAKAN DALAM EKSPOR
Dalam masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan juga kekurangan tersendiri bagi eksportir maupun importir. Mari kita bandingkan resiko setrta keuntungan dalam menggunakan metode pembayaran terbaik ,berikut urutan metode yang paling aman untuk eksportir.
Metode L/C jelas yang paling sering digunakan dalam transaksi ekspor karena memiliki resiko yang seimbang antara eksportir dan importir. Dengan memberikan kemudahan dan resiko yang lebih kecil bagai importir juga dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan kontrak penjualan. Tetapi juga jangan lupa untuk melihat alternative lain untuk metode pembayaran fintech.
Dengan menggunakan pembayaran dengan metode fintech, memudahkan kita untuk melakukan transaksi seperti menggunakan dompet digital seperti GoPay, OVO, DANA, PAY PAL dan lainnya. Metode ini juga dapat digunakan untuk pembayran ekspor.
Dengan menggunakan metode pembayaran ini akan sangat memudahkan bagi para importir dan eksportir dalam melakukan transaksi ekspor. Tanpa perlu lagi mengurusan dokumen kebank, pengiriman dokumen ekspor juga dapat dilakukan secara digital sehingga dokumen cepat sampai ke importir. Meskipun semua transaksi ekspor / impor belum dapat dijamin dengan menggunakan pembayaran digital, tetapi kedepannya akan ada produk fintech yang akan dapat memfasilitasinya.
SEKILAS FINTECH
Indonesia semakin berkembang pesat sejak beberapa tahun belakangan ini yang ditandai dengan bermunculannya beragam perusahaan fintech. Perusahaan-perusahaan tersebut berusaha menjawab kebutuhan finansial masyarakat melalui implementasi teknologi informasi terkini. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatakan terdapat tiga jenis area fintech yang sering muncul dan banyak diterapkan di Indonesia. (Baca Juga: Ekonomi Digital Perlu Dukungan Aspek Legal dalam Bentuk Undang-Undang). Jenis Fintech di Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan dengan karakter ekonomi kita.
1. Pertama, fintech payment. Hendrikus menjelaskan fintech yang sistem pembayarannya secara elektronik yang menggunakan fasilitas internet sebagai sarana perantara. Masa orang yang hidup di gunung harus menjual bawangnya dengan uang tunai yang berkarung-karung ke bank. Payment ini juga memudahkan transfer uang, itu juga impact-nya langsung.
2. Kedua, Peer to peer (P2P) Lending merupakan yang merupakan sebuah layanan Fintech yang sangat membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sehingga dapat meminjam dana dengan mudah walaupun belum memiliki rekening di bank. Perlu diketahui masyarakat yang belum punya rekening di bank terbilang masih sangat banyak di Indonesia. Dengan adanya fintech ini, mereka berhasil menyelesaikan masalah yang mungkin tidak bisa dijangkau perbankan konvensional, bisa jadi karena ini memudahkan bagi masyarakat bawah, tidak mungkin dapat dengan mudah jika melalui perbankan.
3. Ketiga adalah fintech aggregator. Ini yang paling sering. Ini yang kerjanya hanya ngumpul-ngumpulin. Misalnya, kalian sudah kenal kan dengan home credit, kemudian kalian ingin buat platform kecil dan ngumpulin kredit berapa-berapa. Ada juga di TV, ada yang membandingkan harga dengan toko online, iya itu traveloka juga termasuk.
INFORMASI DAN DATA FINTECH DI INDONESIA
Sebagai informasi, data statistik dari Bank Indonesia mencatat total transaksi sektor teknologi finansial (fintech) di Indonesia pada tahun 2017 mencapai USD15,02 miliar atau Rp202,77 triliun.
Jumlah tersebut tumbuh 24,6% dari tahun sebelumnya.
Pada 2017, total nilai transaksi di pasar fintech diproyeksikan mencapai USD18,65 miliar atau setara Rp251,775 triliun.
Saat ini pun, pengguna fintech juga semakin berkembang dari tahun ke tahun, dimana awalnya hanya 7% pada tahun 2006-2007, kini perkembangannya di tahun 2017 mencapai 78%.
Jumlah pengguna fintech tercatat per 2017 adalah sebanyak 135-140 perusahaan.