WANPRESTASI
Wanprestasi adalah salah satu risiko wajib dihadapi oleh pihak-pihak terlibat dalam perjanjian, utamanya jika perjanjiannya melibatkan uang.
Dalam perjanjian, sering ditemukan istilah wanprestasi. Wanprestasi adalah kondisi saat satu pihak lalai dalam memenuhi perjanjiannya.
Wanprestasi adalah kelalaian debitur dalam memenuhi perjanjian. Terkait hal ini, ada sejumlah langkah yang bisa ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan. Ganti rugi pun wajib diberikan pihak yang melakukan wanprestasi.
Wanprestasi adalah istilah yang diambil dari bahasa Belanda wanprestatie dengan arti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian. Berdasarkan arti dalam KBBI, wanprestasi adalah keadaan salah satu pihak (biasanya perjanjian) berprestasi buruk karena kelalaian.
Dalam hukum, wanprestasi berarti kegagalan dalam memenuhi prestasi yang sudah ditetapkan. Prestasi merupakan suatu hal yang dapat dituntut. Dalam sebuah perjanjian, umumnya ada satu pihak yang menuntut prestasi kepada pihak lain.
Contohnya, kreditur menuntut prestasi kepada debiturnya. Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dituntut umumnya berupa tiga hal, yakni memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Seperti yang sudah disebutkan, kegagalan dalam memenuhi prestasi disebut wanprestasi. Kemudian, ketentuan atau dasar hukum wanprestasi dimuat dalam KUH Perdata.
Wanprestasi sebagaimana diterangkan Pasal 1238 KUH Perdata adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Terkait unsur wanprestasi, Subekti dalam Hukum Perjanjian menerangkan empat unsur dalam wanprestasi, antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat Wanprestasi.
Bila melakukan wanprestasi, pihak yang lalai harus memberikan penggantian berupa biaya, kerugian, dan bunga. Akibat atau sanksi wanprestasi ini dimuat dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Penggantian biaya merupakan ganti dari ongkos atau uang yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan penggantian rugi adalah penggantian akan kerugian yang telah ditimbulkan dari kelalaian pihak wanprestasi. Selanjutnya, terkait bunga, J. Satrio dalam Hukum Perikatan menerangkan bahwa bunga dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Bunga Moratoir, yakni bunga terutang karena debitur terlambat memenuhi kewajibannya.
2. Bunga Konvensional, yakni bunga yang disepakati oleh para pihak.
3. Bunga Kompensatoir, yakni semua bunga di luar bunga yang ada dalam perjanjian.
Somasi dalam Wanprestasi.
Apabila pihak debitur melakukan wanprestasi, pihak kreditur umumnya memberikan surat perintah atau peringatan yang menerangkan bahwa pihak/debitur telah melalaikan kewajibannya. Surat ini dikenal dengan surat somasi.
Terkait somasi, ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata menerangkan bawa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Jonaedi Efendi dalam Kamus Istilah Hukum Populer menilai somasi merupakan langkah efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum pengajuan perkara ke pengadilan dilakukan. Somasi bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada calon tergugat untuk berbuat atau menghentikan suatu perbuatan yang dituntut.
Gugatan Wanprestasi.
Apabila setelah pemberian somasi pihak debitur tidak juga melakukan apa yang dituntut, pihak kreditur dapat menuntut atau menggugat wanprestasi yang telag dilakukan. Sebagaimana diterangkan dalam Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi?, ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi, yakni sebagai berikut.
Melalui parate executie.
Kreditur melakukan tuntutan sendiri secara langsung tanpa pengadilan. Pihak kreditur bertindak secara eigenrichting atau menjadi hakim sendiri secara bersama-sama. Dalam praktiknya, langkah ini berlaku pada perikatan ringan dengan nilai ekonomis kecil.
Melalui arbitrase atau perwasitan.
Kreditur dan debitur sepakat untuk menyelesaikan persengketaan melalui wasit atau arbitrator. Saat arbitrator memutuskan sengketa tersebut, baik kreditur dan debitur harus tunduk pada putusan. Kendati putusan tersebut merugikan atau menguntungkan salah satu pihak, keduanya wajib menaatinya.
Melalui rieele executie.
Penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di pengadilan. Umumnya langkah ini diambil saat masalah yang dipersengketakan cukup besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau di antara pihak kreditur dan debitur tidak ada penyelesaian sengketa meski cara parate executie telah dilakukan.