3 NASIHAT SUNAN KALIJAGA LEWAT LAKON SEMAR
1. Ojo ngaku pinter yen durung biso nggoleki lupute awake dhewe (Jangan mengaku pintar jika belum bisa mencari kesalahan diri sendiri).
2. Ojo ngaku unggul yen ijeh seneng ngasorake wong liyo (Jangan mengaku unggul jika masih senang merendahkan orang lain).
3. Ojo ngaku suci yen durung biso manunggal ing Gusti (Jangan mengaku suci jika masih belum bisa manunggal dalam Gusti).
Semar sesungguhnya sudah dikenal masyarakat Jawa jauh sebelum Kanjeng Sunan Kalijaga lahir. Nama Semar sendiri bisa ditemukan misalnya dalam kakawin Majapahitan, Sanghyang Nawaruci dan Sudamala (yang juga terdapat dalam relief di Candi Sukuh). Beliau dipahami sebagai prototipe manusia Jawa sejati, sosok paripurna yang telah menemukan jati dirinya. Manusia Jawa sejati adalah ia yang senantiasa sadar diri, tahu diri, “sumeleh ing pamikir” (bersikap rendah hati dalam berpikir) dan “sumarah ing karep” (memasrahkan seluruh keinginan pada kehendak Gusti).
Kata Jawa sendiri oleh para leluhur dimaknai sebagai keadaan sadar, mengerti, eling, dan waspada. Meskipun seseorang keturunan Jawa, tetapi jika belum sadar diri dan tahu diri, oleh leluhur ia disebut “ora njowo”. Sebaliknya, meskipun seseorang bukan keturunan Jawa, tetapi jika senantiasa sadar diri dan tahu diri, ia disebut “njowo”. Melalui lakon Semar dalam kesenian wayang, Kanjeng Sunan Kalijaga, Sang Guru Agung Tanah Jawa, membabar ajaran tentang Manusia Jawa Sejati.