Dalil-dalil pengharaman perbuatan korupsi
Dalil-dalil
pengharaman perbuatan korupsi dari berbagai bentuk dan aspeknya dalam sudut
pandang Islam sebagai berikut :
1.
Ayat-ayat Al Quran
·
(QS.
Al-Baqarah: 188) Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
·
(QS.
Ali Imran:161) Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu,
maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu;
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
·
(QS.
Al-Anfal: 27). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
·
(QS.
An-Nisa: 58) Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil .
·
(QS
Al-Baqarah Ayat 172) Wahai orang-orang
yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu,
2.
Hadits-hadits Nabi SAW.
·
Barangsiapa
yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu kuberi gajinya, maka
sesuatu yang diambilnya di luar gajinya itu adalah penipuan (haram). (HR. Abu
Dawud).
·
Rasulullah
SAW mengangkat salah seorang sebagai petugas yang mengambil zakat Bani Sulaim,
ketika datang Rasulullah SAW mengaudit hasil zakat yang dikumpulkannya. Ia (orang
tersebut) berkata,Ini harta kalian, dan yang ini hadiah, Kemudian Rasulullah
SAW berkata kepadanya: Kalau engkau benar itu hadiah, mengapa engkau tidak
duduk saja di rumah ayah atau ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi
hadiah (oleh orang lain) atau tidak? Lalu beliau bersabda : Aku telah tugaskan
seseorang dari kalian sebuah pekerjaan yang Allah azza wa Jalla telah
pertanggungjawakan kepadaku, Lalu ia datang dan berkata yang ini harta kalian, sedangkan yang ini
hadiah untukku. Jika dia benar, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau
ibunya, kalau benar hadiah itu mendatanginya. Demi Allah, tidak boleh salah
seorang kalian mengambilnya tanpa hak, (HR Bukhari dan Muslim)
·
Allah
melaknat orang yang menyuap dan menerima suap. (H.R. Ahmad dan Hambali).
·
Jika
seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal, maka ketika ia
mulai membacakan talbiah datang seruan dari langit, Allah akan menyambut dan
menerima kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia. Perbekalanmu halal,
kendaraanmu juga halal, maka hajimu diterima dan tidak dicampuri dosa.
Sebaliknya bila pergi dengan harta yang haram, lalu ia mengucapkan talbiah maka
datang seruan dari langit, Tidak diterima kunjunganmu dan kamu tidak
berbahagia. Perbekalanmu haram, belanjamu dari yang haram, maka hajimu berdosa,
jauh dari pahala (tidak diterima).(HR. At-Tabrani).
·
Dalam
hadits Ubadah bin ash Shamit Ra. Nabi SAW bersabda (karena) sesungguhnya ghulul
(korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya.
·
Rasulullah
SAW menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu.
Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdoa): Ya Rabb…, ya Rabb…,
tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya
dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?.
(H.R Muslim)
3.
Kaidah
fiqhiyyah. Apa yang diharamkan mengambilnya, maka haram
memberikannya/memanfaatkannya.
4.
Pendapat
Sahabat dan Tabi’in. Ibnu Mas ud berkata, Suap itu adalah apabila seorang
memiliki keperluan pada yang lain dan memberinya hadiah dan hadih itu diterima.
Umar bin Abdul Aziz berkata, Hadiah pada zaman Nabi adalah hadiah. Pada zaman
sekarang adalah suap.
5.
Pendapat
ahli Fiqh
·
Ulama
fiqh sepakat mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara
korupsi,
·
Ulama
fiqh berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari pemanfaatan hasil korupsi
tersebut.
·
Mazhab
Syafi i, Mazhab Maliki, dan Mazhab Hanafi mengatakan bahwa shalat dengan
menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang batil (menipu/korupsi) adalah
sah selama dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun yang ditetapkan.
Meskipun demikian, mereka tetap berpendapat bahwa memakainya adalah dosa,
karena kain itu bukan miliknya yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang
haji dengan uang yang diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah,
meskipun ia berdosa menggunakan uang tersebut. Menurut mereka, keabsahan suatu
amalan hanya ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud.
Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan menggunakan kain hasil
korupsi tidak sah, karena menutup aurat dengan bahan yang suci adalah salah satu
syarat sah shalat. Menutup aurat dengan kain yang haram memakainya sama dengan
shalat memakai pakaian bernajis. Lagi pula shalat merupakan ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, tidak pantas dilakukan
dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang dilarang Allah SWT.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, haji yang dilakukan dengan uang hasil korupsi
tidak sah. la memperkuat pendapatnya dengan hadis yang menerangkan bahwa Allah
SWT adalah baik, dan tidak menerima kecuali yang baik.\
·
Imam
Ahmad bin Hanbal berpendapat selama suatu perbuatan dipandang haram, maka
selama itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu
tidak lagi dipandang haram, maka hasilnya boleh dimanfaatkan. Selama hasil
perbuatan itu diharamkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut
untuk mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah.
KESIMPULAN/
PENUTUP.
Setiap
orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/undang-undang yang
berlaku dan apabila melanggarnya, akan dituntut dan dihukum berdasarkan
undang-undang/hukum yang berlaku tersebut. Ketidaktahuan seseorang akan hukum
tidak dapat dijadikan alasan pemaaf atau membebaskan orang itu dari tuntutan
hukum. Demikian juga dalam hukum Islam, seorang Muslim wajib mengatahui apa,
bagaimana dan dari mana sumber yang ia konsumsi dan ia pakai, apakah dari
sumber yang halal ataukah dari sumber yang haram baik haram dari segi zat-nya
(haram-lidzatihi) maupun haram karena sebab lain yang mengharamkannya (haram-lighairihi).
Setiap
penyelenggara negara, pejabat pemerintah maupun pegawai negeri yang disebut
dalam Undang-Undang merupakan subjek hukum tindak pidana korupsi, wajib
betul-betul memahami ke-30 (tiga puluh) bentuk tindak pidana korupsi yang telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga langkah dan kebijakan yang ia
ambil dapat menghindarkan dirinya dari suatu perbuatan korupsi. Dalam Islam,
Ulama fikih sepakat mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh
dengan cara korupsi oleh Karena itu seorang muslim wajib mengatahui apa, bagaimana
dan dari mana sumber yang ia konsumsi dan ia pakai untuk keselamatan kehidupannya di dunia dan
di akhirat.
Semoga
tulisan yang singkat ini bermanfaat khususnya bagi diri Penulis sendiri dan
mudah-mudahan juga bermanfaat bagi para Pembaca. Wallahu-a’lam.