Contradictio in Terminis
(Keputusan Saling Bertentangan)
Contradictio in terminis (Latin for contradiction in terms, maknanya pertentangan arti dalam istilah) adalah sebuah konsep untuk menjelaskan sebuah jargon (terdiri dari kata-kata) yang saling bertolak belakang.
Contradictio in terminis, yaitu pengertiannya satu tapi pelaksanaannya berbeda-beda.
Contradictio in terminis yaitu istilah yang mengandung kombinasi kata yang saling bertentangan.
Contradictio in terminis (Kontradiksi interminus) adalah majas yang menggunakan pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Maka dari itu, majas ini termasuk dalam kategori majas pertentangan.
Majas adalah gaya bahasa yang melakukan penyimpangan dari makna kata yang biasa digunakan
Berikut adalah contoh kalimat majas :
1. Majas sinisme : "Merdu sekali suaramu sampai memecahkan gendang telingaku".
2. Majas asosiasi : "Wajahnya bagaikan rembulan".
3. Majas hiperbola : "Mulut tukang penipu itu penuh dengan bisa".
4. Majas personifikasi : "Laut yang biru seakan menatapku dalam keheningan".
5. Majas metafora : "Harta yang paling berharga adalah keluarga".
6. Majas eufemisme : "Dia telah pergi ke alam sana" (artinya dia meninggal).
Contradictio in terminis adalah istilah yang dapat merujuk pada paradoks, kontradiksi, atau semacam kontradiksi dalam hukum internasional.
Istilah ini juga pernah digunakan dalam bahasa komunikasi KPK ke publik, khususnya dalam istilah OTTKPK.
Sepakat yang diberikan dengan paksa disebut Contradictio interminis, adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Adanya konsensus dari para pihak, maka menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana undang-undang (pacta sunt servanda).
Pacta Sunt Servanda
Pacta sunt servanda adalah asas hukum yang berarti "perjanjian harus ditepati". Asas ini berasal dari bahasa Latin dan merupakan prinsip umum yang diakui oleh semua sistem hukum.
Asas pacta sunt servanda memiliki beberapa implikasi, di antaranya:
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak dan tidak boleh melakukan intervensi.
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, tulus, dan jujur.
Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, pihak lainnya dapat menuntut atas dasar wanprestasi.
Jika salah satu pihak ingin membatalkan perjanjian, maka kesepakatan pihak lawan juga harus didapatkan.
Perjanjian dapat ditarik kembali dengan alasan yang cukup menurut undang-undang.
Asas pacta sunt servanda juga berlaku untuk janji secara umum yang dilakukan orang per orang.
Penulis artikel : POINT Consultant