Posisi Hutang Indonesia dan Risiko Crowding Out Effect
*Posisi Hutang Indonesia dan Risiko Crowding Out Effect*
Struktur hutang Indonesia saat ini didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang telah menciptakan kekhawatiran akan terjadinya fenomena crowding out effect dalam perekonomian nasional. Kondisi ini menjadi perhatian serius berbagai ekonom dan pengamat keuangan mengingat potensi dampaknya terhadap sektor riil dan pasar keuangan domestik.
## Struktur Hutang Pemerintah Indonesia
Struktur hutang pemerintah Indonesia saat ini menunjukkan ketidakseimbangan yang signifikan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan pada kuartal III-2024, komposisi utang pemerintah didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai hampir 90% dari total utang pemerintah, sementara pinjaman hanya sebesar 10%. Ini merupakan perubahan dramatis dari masa lalu ketika komposisinya lebih seimbang dengan rasio sekitar 50-50[1].
Dominasi SBN dalam struktur utang Indonesia terjadi karena strategi pemerintah yang mengutamakan kemudahan akses dana melalui pasar obligasi. Penerbitan SBN dianggap lebih mudah dibandingkan dengan pinjaman yang memerlukan pengawasan ketat dari donor dan proses birokrasi yang panjang[1]. Namun, untuk menarik minat investor, pemerintah harus menawarkan bunga yang relatif tinggi.
Dari total SBN yang beredar, sekitar 75% dimiliki oleh pihak non-Bank Indonesia, sementara 25% dimiliki oleh BI melalui instrumen seperti Surat Berharga Residen Bank Indonesia (SRBI). Nilai SRBI saat ini mencapai Rp 915 triliun dengan bunga 7,23%[1]. Portofolio utang Indonesia sendiri terdiri dari 72% dalam mata uang rupiah dan 28% dalam mata uang asing seperti dolar Amerika Serikat, euro, dan yen[3].
## Fenomena Crowding Out Effect di Indonesia
Crowding out effect adalah fenomena ekonomi di mana peningkatan belanja pemerintah, terutama melalui utang, menyebabkan penurunan investasi sektor swasta[6]. Ini terjadi karena pemerintah meningkatkan pinjaman untuk membiayai belanja fiskalnya, yang kemudian menyebabkan kenaikan suku bunga. Ketika suku bunga naik, biaya pinjaman bagi sektor swasta juga meningkat, sehingga investasi swasta menurun[6].
Di Indonesia, dominasi SBN dan SRBI di pasar keuangan telah menyebabkan fenomena crowding out, di mana bank dan investor lebih memilih instrumen ini dibandingkan mendukung sektor riil[1]. Bank-bank lebih memilih membeli SBN atau SRBI yang bunganya di atas 7% karena dianggap zero risk, daripada memberikan kredit kepada sektor riil[1].
Situasi ini diperburuk dengan total utang jatuh tempo SRBI yang mencapai Rp 922,4 triliun pada 2025, terdiri dari Rp 192,38 triliun pada kuartal I, Rp 277,53 triliun pada kuartal II, Rp 248,28 triliun pada kuartal III, dan Rp 204,21 triliun pada kuartal IV[2]. Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai adanya utang jatuh tempo ini bisa menimbulkan potensi terjadinya crowding out, yaitu perebutan likuiditas antara pasar SBN dan SRBI[2].
## Strategi Pemerintah Mencegah Crowding Out Effect
Dalam upaya mencegah terjadinya crowding out effect, Kementerian Keuangan memprioritaskan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam mata uang domestik dibandingkan valuta asing[3]. Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan menjelaskan bahwa penerbitan surat utang yang dilakukan untuk pasar global hanya berkisar 15%-20%[3]. Hal ini dilakukan pemerintah untuk tetap menjaga kepemilikan asing dalam surat berharga RI sehingga menurunkan risiko terjadinya crowding out effect.
"Jadi crowding out effect itu dimana pasar keuangan uangnya habis tersedot oleh pemerintah atau pihak publik sehingga private company sulit dapat kredit, jadi cegah crowding out kami kombinasi penerbitan [SBN] di dalam dan luar negeri," tutur Deni dalam taklimat media di kawasan Jakarta Selatan[3].
## Tantangan Baru: SBN Perumahan dan Risiko Crowding Out
Sebuah tantangan baru muncul dengan rencana pemerintah untuk menerbitkan surat utang untuk pembiayaan program 3 juta rumah. Bank Indonesia bahkan berkomitmen membeli SBN Perumahan tersebut di pasar sekunder[4]. Namun, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menilai langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tersebut berpotensi menimbulkan efek crowding out atau berkurangnya investasi sektor swasta di sektor riil[4].
"Pembelian SBN ini berisiko mendorong crowding out para investor bila tidak dilaksanakan secara hati-hati," ujar Josua[4]. Dia berpendapat komitmen pembelian SBN Perumahan oleh BI di pasar sekunder bertujuan untuk menjaga stabilitas risk premia obligasi domestik, terutama dalam situasi ketidakpastian global yang masih tinggi akibat risiko perang dagang[4].
## Implikasi dan Solusi
Fenomena crowding out terjadi karena adanya peningkatan pinjaman pemerintah yang menyebabkan penurunan pendapatan pajak dan defisit, yang berdampak pada pengurangan investasi sektor swasta[7]. Untuk mengatasi efek crowding out, pemerintah dan otoritas moneter dapat mengambil beberapa langkah seperti mengendalikan defisit anggaran dan menurunkan suku bunga melalui kebijakan moneter yang ekspansif[6].
Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Banjaran Surya Indrastomo mendorong pemerintah untuk tidak hanya bergantung pada SBN Perumahan, tetapi juga mengembangkan skema pembiayaan lain seperti KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) dan DIRE (Dana Investasi Real Estat)[4].
## Kesimpulan
Posisi hutang Indonesia saat ini didominasi oleh SBN yang mencapai hampir 90% dari total utang pemerintah, dengan sebagian besar dimiliki oleh pihak non-Bank Indonesia. Struktur yang tidak seimbang ini telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya crowding out effect, di mana sektor swasta kesulitan mendapatkan kredit karena bank dan investor lebih memilih berinvestasi pada instrumen pemerintah yang dianggap bebas risiko.
Meskipun pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah crowding out effect, seperti memprioritaskan penerbitan SBN dalam mata uang domestik dan membatasi penerbitan untuk pasar global, tantangan baru muncul dengan rencana penerbitan SBN Perumahan. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dan diversifikasi skema pembiayaan untuk menghindari dampak negatif crowding out effect terhadap sektor riil dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Citations :
[1] Struktur Utang Indonesia Didominasi SBN, Ekonom Peringatkan ... https://nasional.kontan.co.id/news/struktur-utang-indonesia-didominasi-sbn-ekonom-peringatkan-risiko-crowding-out
[2] Utang Jatuh Tempo SRBI Mencapai Rp 922,4 Triliun di 2025 ... https://nasional.kontan.co.id/news/utang-jatuh-tempo-srbi-mencapai-rp-9224-triliun-di-2025-terbesar-di-kuartal-ii
[3] Kemenkeu Terbitkan SBN Domestik untuk Cegah Crowding Out Effect https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/40462/kemenkeu-terbitkan-sbn-domestik-untuk-cegah-crowding-out-effect
[4] Pemerintah Mau Terbitkan SBN Perumahan, Ekonom Wanti-Wanti ... https://ekonomi.bisnis.com/read/20250225/9/1842277/pemerintah-mau-terbitkan-sbn-perumahan-ekonom-wanti-wanti-risiko-crowding-out
[5] Crowding Out Effect - Pluang https://pluang.com/blog/glossary/crowding-out-effect-adalah
[6] Pengertian Crowding Out Effect | HSB Investasi https://www.hsb.co.id/glosarium/c/crowding-out-effect
[7] Crowding Out Effect dan Contohnya di Indonesia - Pintu Blog https://pintu.co.id/blog/crowding-out-effect-adalah
[8] [PDF] Utang Luar Negeri: Menelisik Faktor Penyebab, Kondisi di ... https://ejournal.areai.or.id/index.php/KEAT/article/download/691/1065/3863
Ditulis ulang oleh POINT Consultant