Negara Tunaide
(Yudi Latif)
Saudaraku, negeri ini tak kekurangan panggung, tapi sepi inspirasi. Mikrofon diperebutkan, kursi diperebutkan, bahkan diam pun kadang diperebutkan sejauh bisa dibaca sebagai manuver. Tapi siapa yang berebut gagasan?
Di ruang-ruang konferensi pers, meja bundar digantikan meja taruhan. Siapa kawan hari ini, bisa jadi lawan besok. Bukan karena perbedaan prinsip, tapi karena hitung-hitungan angka. Mereka bicara panjang, tapi bukan tentang pendidikan yang memberdayakan atau ekonomi yang memanusiakan. Mereka bicara tentang elektabilitas, framing media, dan strategi menggoreng lawan.
Di layar kaca dan linimasa, politik telah menjelma menjadi kompetisi popularitas, bukan pertarungan nilai. Debat kehilangan daya gigit, sebab tak ada ide yang sungguh diperjuangkan—hanya posisi yang ingin diamankan. Bahkan ketika mereka bicara soal “visi,” yang terdengar hanya kalimat yang telah dilatih berulang di ruang konsultan, bukan suara hati yang lahir dari pergulatan pemikiran.
Dan publik, dibuat larut. Setiap peristiwa disulap jadi episode reality show. Hari ini soal pelukan politik. Besok soal sandal siapa yang tertinggal di istana. Lusa, tentang siapa yang unfollow siapa di media sosial. Negara berjalan bak panggung infotainment—guncang oleh hal remeh, tapi tetap ditonton, karena kita mulai lupa rasanya membicarakan ide.
Sementara itu, nama-nama dijadikan umpan. Satu tokoh dihujat, satu lagi dielu-elukan, lalu digeser, ditukar, dibuang. Dan semua merasa sedang berpikir, padahal hanya sibuk memilih siapa yang harus disukai dan siapa yang harus dimusuhi.
Layar makin terang, tapi isi kepala makin redup. Kita begitu sibuk menonton, sampai lupa bertanya: apa yang sedang kita bangun? Negeri dengan ingatan pendek, tapi angan kerakusan panjang. Panggung besar, tapi naskah kosong.
Begitulah kita kehilangan arah—karena kapal tanpa peta, hanya berputar-putar di lautan skandal. Dan saat kita bertanya ke mana arah bangsa, yang terdengar hanya saling tuding, bukan haluan penuntun.
Seketika teringat tilikan tajam Socrates sang filsuf: “Mental (jiwa) kuat mendiskusikan ide, mental semenjana mendiskusikan peristiwa, mental lemah mendiskusikan orang lain."
https://www.instagram.com/reel/DIpbHgESdAt/?igsh=MXB0Z2Z6cW5za245cg==
Diposting ulang oleh POINT Consultant

