TENTANG YAYASAN
1. Yayasan merupakan suatu badan hukum yang memiliki maksud dan tujuan yang bersifat sosial, kemanusiaan dan keagamaan, pendidikan dan lainnya.
Tak main-main, aturan dalam yayasan juga berlandaskan hukum yang kuat. Sehingga orang tak bisa sembarangan menggunakan dan mengurusnya.
Dasar hukum yayasan adalah Undang – Undang No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan.
2. Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.
YAYASAN TIDAK MEMILIKI ANGGOTA
Maksudnya yayasan tidak mempunyai semacam pemegang saham sebagaimana PT atau sekutu-sekutu dalam CV atau anggota-anggota dalam badan usaha lainnya.
Namun digerakkan oleh organ-organ yayasan, baik pembina, pengawas, dan terlebih lagi pengurus sebagai pelaksana hariannya.
PENGERTIAN YAYASAN
Yayasan sendiri tidak memiliki anggota dan yayasan didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang telah ditentukan oleh undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur oleh undang-undang nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan.
Untuk mendirikan sebuah yayasan, dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum, karena yayasan merupakan badan hukum yang resmi sehingga dibutuhkan pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk.
Ada 2 (dua) jenis yayasan yakni :
1. Yayasan yang didirikan pemerintah dan .
2. Yayasan swasta atau perseorangan.
KEWAJIBAN AUDIT
Yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam undang-undang, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia.
KEKAYAAN YAYASAN
Kekayaan yayasan dapat berbentuk uang maupun barang, baik itu yang berasal dari sumbangan, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yayasan dapat didirikan oleh warga negara indonesia maupun warga negara asing, dimana hal tersebut akan berpengaruh pada penetapan jumlah minimal kekayaan awal yayasan.
Yayasan memiliki kekayaan sendiri yang dipisahkan dari kekayaan pendiri atau pengurusnya, yang digunakan sebagai modal awal untuk melaksanakan kegiatan.
Adapun jumlah kekayaan awal Yayasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU tentang Yayasan adalah senilai Rp 10.000.000,00.
Senilai disini maksudnya bisa berbentuk uang maupun barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak.
Adapun pengertian yayasan menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Poerwadarminta.
Menurut Poerwadarminta menjelaskan yayasan didirikan dengan tujuan untuk memajukan suatu sekolah untuk maksud dan tujuan tertentu.
2. Zainul Bahri.
Zainul Bahri berpendapat yayasan merupakan suatu badan hukum yang muncul sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial khususnya.
3. Achmad Ichsani.
Ichsani menyebut yayasan itu tidak memiliki anggota. Hal ini dikarenakan sebagian harta kekayaan sebuah yayasan terpisah dengan harta yang dimiliki oleh pendirinya.
Sebagian harta yang telah disumbangkan untuk yayasan akan menjadi kekayaan yayasan serta digunakan dalam memajukan bidang sosial, keagamaan dan lain – lain.
4. C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil.
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil menyatakan bahwa Yayasan atau Stichting (Belanda), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.
TUJUAN YAYASAN
Pendirian yayasan memiliki tujuan yang jelas baik itu di bidang sosial, pendidikan dan lainnya. Tujuan pendirian yayasan juga harus dicantumkan dalam AD/ART yayasan. Adapum tujuan yayasan menurut UUY adalah :
1. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
2. Yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
3. Maksud dan tujuan yayasan wajib dicantumkan dalam anggaran dasar yayasan.
SYARAT PENDIRI YAYASAN
Mendirikan yayasan bukan dengan sembarang cara. Yayasan telah diatur dalam undang-undang, maka pendiriannya juga harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Adapun syarat-syarat pendirian yayasan adalah :
1. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan cara memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya menjadi kekayaan awal yayasan itu.
2. Pendirian yayasan dilakukan melalui akta notaris dan dibuat menggunakan bahasa Indonesia.
3. Struktur organisasi yang ada di yayasan terdiri atas Pembina, Pengurus yayasan dan pengawas.
4. Yayasan dapat juga didirikan berdasarkan dari surat wasiat.
5. Yayasan dapat memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan telah disahkan oleh menteri atau pejabat yang telah ditunjuk.
6. Yayasan tidak boleh menggunakan nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lainnya dan yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
7. Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan pendirian yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan. Yayasan yang telah memperoleh pengesahan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
ORGAN YAYASAN
1. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. 2. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
CARA MENDIRIKAN YAYASAN
Yayasan bisa didirikan oleh satu atau beberapa orang. Mereka yang mendirikan yayasan tersebut nantinya akan disebut pendiri. Untuk mendirikan sebuah yayasan tentu diperlukan berkas-berkas sebagai syarat. Adapun dokumen yang harus diurus untuk mendirikan yayasan adalah sebagai berikut :
1. Akta Pendirian Yayasan dari Notaris.
2. Surat Keterangan Domisili Perusahaan dari Kelurahan dan Kecamatan.
3. Surat Keterangan Terdaftar/NPWP dari Kantor Perpajakan.
4. Surat Keputusan Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
5. Pengumuman dalam lembaran Berita Negara RI dari Perum Percetakan Negara RI.
5. Tanda Daftar Yayasan dari Dinas Sosial.
Syarat dan Dokumen yang diperlukan/disiapkan untuk Mendirikan Yayasan, antara lain :
1. Nama Yayasan.
2. Jumlah Kekayaan Awal Yayasan.
3. Bukti Modal/Aset sebagai kekayaan awal Yayasan.
4. Fotocopy KTP Para Pendiri.
5. Fotocopy KTP Pembina, Pengawas dan Pengurus Yayasan.
6. Fotocopy NPWP Pribadi khusus ketua Yayasan.
7. Fotocopy bukti kantor Yayasan (berupa SPPT PBB/Surat Perjanjian Sewa).
8. Surat Pengantar RT/RW sesuai domisili Yayasan.
9. Syarat lainnya jika diperlukan
PROSEDUR MENDIRIKAN YAYASAN
1. Prosedur mendirikan yayasan sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan. Jadi ketika Anda sudah berurusan dengan notaris, sebenarnya urusan Anda sudah lebih mudah.
2. Karena notaris yang akan membuat Akta Pendirian Yayasan dalam bentuk akta notaris dan juga mengawal proses pendirian yayasan. Yakni mulai dari pemesanan nama, pengajuan permohonan pengesahan badan hukum Yayasan kepada Menteri, hingga penerimaan berkas-berkas proses jadinya Yayasan.
3. Bila syarat-syarat tersebut sudah lengkap, maka para pendiri bersama-sama menghadap Notaris untuk menandatangani akta pendirian. Yayasan ini sudah dianggap berdiri sejak ditandatanganinya akta pendirian oleh para pendiri di hadapan Notaris.
4. Namun Yayasan ini belum sah menjadi Badan Hukum. Untuk itu Notarislah yang akan segera memproses pengesahan badan hukum Yayasan ke Kementrian Hukum dan HAM RI.
5. Jika Akta Pendirian Yayasan sudah disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM, yayasan sudah bisa beroperasi atau melakukan perbuatan hukum yang secara hukum juga bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya.
6. Adapun proses pengurusan memakan waktu kurang lebih 60 hari kerja.
LANGKAH PEMBUATAN YAYASAN :
1. Siapkan nama Yayasan (siapkan pula alternatif nama untuk mengantisipasi nama yayasan yang akan digunakan telah dipakai).
2. Siapkan nama-nama (KTP & NPWP Pribadi) yang akan duduk sebagai Organ Yayasan (Pembina, Pengurus :
- Ketua.
- Sekretaris.
- Bendahara.
- Pengawas).
3. Tentukan dimana domisili yayasan.
4. Tetapkan modal dasar/kekayaan yayasan minimal Rp.10.000.000,- utk Yayasan yang didirikan oleh WNI atau minimal Rp.100.000.000,- untuk yayasan yang didirikan oleh WNA atau WNI bersama WNA).
5. Menyerahkan Bukti setor modal yayasan.
PENGGABUNGAN & PEMBUBARAN
Perbuatan hukum penggabungan yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan satu atau lebih yayasan dengan yayasan lain, dan mengakibatkan yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Yayasan dapat bubar karena jangka waktu yang ditetapkan Anggaran Dasar berakhir, tujuan yang ditetapkan tercapai atau tidak tercapai, putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum.
Referensi PP RI No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Tentang YayasanUU No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No.16 Tahun 2001UU No. 16 Tahun 2001 Tentang YayasanInpres No. 20 Tahun 1998 Tentang Penertiban Sumber-sumber Dana Yayasan.
Sejarah Yayasan di Indonesia
Kebutuhan masyarakat yang menginginkan adanya suatu wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan khusus di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan telah terwujud dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Sebelum terbitnya Undang-Undang tentang Yayasan, keberadaan yayasan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah popular, yaitu sebagai lembaga yang bertujuan sosial atau lembaga amal. Penyebutan kata “yayasan” dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek-BW) dan beberapa aturan lainnya. Di dalam BW misalnya, beberapa pasal menggunakan kata “yayasan.” Istilah yayasan di dalam BW kerap dipersamakan dengan lembaga amal. Di pasal-pasal yang tersebar di dalam BW, yayasan atau lembaga amal ini biasanya selalu dikaitkan dengan perwalian yang berhubungan dengan kecakapan untuk mengambil keuntungan dari suatu surat wasiat.
Pasal-pasal yang terdapat di dalam BW dan aturan hukum lainnya hanya mencantumkan penyebutan kata “yayasan”, tidak ada sama sekali aturan tersebut menyebutkan pengertian dan atau pengaturan lebih jauh tentang lembaga amal atau yayasan ini, baik syarat maupun tata cara pendirian sebuah yayasan. Keberadaan dan pendirian yayasan sebagai sebuah lembaga amal pada saat itu hanya berdasarkan kebiasaan masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada Undang-Undang yang mengaturnya.
Pemilihan yayasan sebagai wadah untuk melakukan dan menjalankan kegiatan pada masa lalu, telah diakui dan diterima oleh masyarakat sebagai lembaga yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang pada umumnya tidak ditangani oleh badan-badan lainnya. Pemilihan yayasan juga didorong oleh mudahnya proses pendirian sebuah yayasan. Akan tetapi, perkembangan yayasan di masyarakat pada saat itu, tanpa ada aturan yang jelas, akibatnya, banyak yayasan yang disalahgunakan dan menyimpang dari tujuan semula dimana yayasan sebagai lembaga nirlaba dan bertujuan sosial kemanusiaan, adakalanya juga digunakan dengan tujuan untuk memperkaya diri para pendiri dan pengurusnya. Selain itu, muncul pula berbagai macam permasalahan, baik yang berhubungan dengan maksud dan tujuan yayasan yang tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar, ada juga sengketa antar organ yayasan, baik pendiri dengan pengurus atau dengan pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum.
Belum lagi mengenai statusnya, sebagai sebuah badan hukum, keberadaan yayasan juga masih sering dipertanyakan oleh banyak pihak, karena keududukan yayasan sebagai subyek hukum belum mempunyai kekuatan hukum yang tegas dan kuat. Apalagi mengenai tata cara yang harus dipenuhi oleh pengelola yayasan untuk memperoleh status badan hukum, masih juga belum ada pengaturannya. Barulah, setelah Putusan Nomor 124 K/Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973, mulai ada pencerahan mengenai status badan hukum yayasan. Mahkamah Agung melalui putusannya berpendapat bahwa yayasan dapat disebut sebagai badan hukum sepanjang memenuhi unsur-unsur: 1) mempunyai harta kekayaan sendiri; 2) mempunyai tujuan sendiri (tertentu); dan 3) mempunyai alat perlengkapan.
Putusan Nomor 124 K/Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973 ini, hanya menjawab persoalan status badan hukum yayasan sepanjang yang disebutkan di atas, tapi belum menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sejak itulah, status penentuan badan hukum yayasan maupun penjaminan akan kepastian dan ketertiban hukum, serta penegasan tentang fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan mulai dapat dirasakan oleh masyarakat.
Secara tegas, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menjelaskan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Berdasarkan pengertian tersebut, pendirian sebuah yayasan ditujukan untuk memfasilitasi sejumlah orang dalam berorganisasi yang tujuan kegiatannya melingkupi aktifitas sosial, keagamaan, dan kemanusiaan bukan untuk tujuan komersial atau mencari keuntungan sebanyak-banyaknya (nirlaba).
Jadi, karakter badan hukum yayasan yang bertujuan sosial dan nirlaba sangatlah jelas berbeda dengan badan hukum perusahaan atau badan usaha lainnya yang menjalankan kegiatannya adalah untuk tujuan mencari keuntungan sebanyak-sabanyaknya, seperti Perseroan Terbatas dan lain-lain.
BADAN HUKUM YAYASAN
Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Yayasan, keberadaan status yayasan sebagai badan hukum sudah sangat terang benderang, di mana dalam Undang-Undang secara langsung disebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum. Pasal 1 Undang-Undang Yayasan: “yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Bagian ini akan membahas mengenai badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Yayasan. Sebelum melangkah lebih jauh untuk memahami apa yang dimaksud dengan badan hukum yayasan, kiranya perlu dibicarakan terlebih dahulu mengenai subyek hukum, karena badan hukum merupakan salah satu macam dari subyek hukum. Ali Rido dalam bukunya, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan & Wakaf sebagaimana dikutip dalam Kompedium Hukum Yayasan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tahun 2012, menyebutkan, subyek hukum adalah sesuatu yang dapat dibebani hak dan kewajiban. Dalam pergaulan hukum, manusia (natuurlijk persoon) ternyata bukan satu-satunya yang dibebankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping manusia, masih ada lagi yang dibebankan hak-hak dan kewajiban yaitu badan hukum (rechtpersoon). Jadi subyek hukum terdiri atas manusia (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).
Sama halnya dengan manusia, badan hukum sebagai subyek hukum memiliki kekayaan tersendiri yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya serta mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum antara lain melakukan perjanjian, membayar pajak, dan lain sebagainya.
Kembali kepada persoalan badan hukum, untuk memahami istilah badan hukum, beberapa ahli telah memberikan pengertian mengenai badan hukum. Prof. Subekti, dalam bukunya, Pokok-Pokok Hukum Perdata, menjelaskan badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia, serta memiliki harta kekayaan sendiri dan dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Senada dengan Prof. Subekti, Wirjono Projodikoro, berpendapat, badan hukum adalah badan disamping manusia perseorangan yang juga dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.
Dari pengertian yang disampaikan para ahli, ternyata, tidak seluruh badan atau lembaga dapat dikatakan sebagai suatu badan hukum. Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu badan dapat disebut sebagai badan hukum. Menurut doktrin, syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dianggap sebagai badan hukum, pertama syarat materil, yaitu 1) adanya pemisahan harta kekayaan antara badan dan pendiri atau anggota dan pemegang saham; 2) adanya tujuan tertentu; 3) memiliki tanggung jawab yang terbatas; 4) memiliki kecakapan kontraktual atas namanya sendiri; 5) dapat digugat dan menggugat di hadapan pengadilan atas nama dirinya sendiri; 6) ada organ yang mengelola dan mewakili badan tersebut. Kedua, syarat formil :
1. Didirikan dengan akta otentik dan.
2. Mendapatkan pengesahan Menteri.
Apabila telah terpenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas, maka suatu badan barulah dapat dikatakan sebagai suatu badan hukum dan diakui eksistensinya oleh negara sebagai wadah yang berbadan hukum. Berdasarkan sifatnya, badan hukum itu sendiri dibagi menjadi dua. Pertama badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak dan bergerak di bidang publik atau yang menyangkut kepentingan negara atau umum, badan hukum ini merupakan badan hukum yang dibentuk oleh negara berdasarkan perundang-undangan, yang dijalankan oleh pemerintah atau badan yang ditugasi untuk itu. Kedua, badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang bergerak dibidang privat atau menyangkut kepentingan orang atau individu-individu tertentu. Badan hukum ini merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh sejumlah orang untuk tujuan tertentu seperti mencari laba, sosial-kemasyarakatan, politik, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejalan dengan pengertian dan persyaratan badan hukum di atas, yayasan dapat dianggap sebagai badan hukum apabila telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Secara tegas Undang-Undang Yayasan mensyaratkan untuk dapat dikategorikan sebagai badan hukum, yayasan haruslah didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal, didirikan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, serta dilakukan melalui akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dan mendapatkan pengesahan dari Menteri.
Yayasan yang belum atau tidak memenuhi persyaratan dan kententuan serta alur sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Yayasan, mulai dari pemisahan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal, didirikan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, serta dilakukan melalui akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dan yang terpenting adalah mendapatkan pengesahan dari Menteri, maka badan tersebut tidak boleh menggunakan nama yayasan di depannya dan belum merupakan wadah yang berbadan hukum. Konsekwensi perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus pribadi secara tanggung renteng.
Berdasarkan ketentuan ini, dapat diketahui bahwa yayasan menjadi badan hukum karena Undang-Undang tentunya setelah mendapatkan pengesahan dari Menteri, bukan berdasarkan sistem terbuka yaitu berdasarkan kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi. Dengan adanya prosedur dalam rangka memperoleh status badan hukum yang dijabarkan secara rinci dalam Undang-Undang Yayasan, memberikan kepastian dan memperjelas bahwa yayasan adalah badan hukum dan tidak lagi ada keraguan atas status yayasan sebagai badan hukum. Selanjutnya, karena sifatnya yang individu dan kepentingan orang perorang, yayasan dimasukan dalam kategori badan hukum privat.
PENDIRIAN YAYASAN
Sebagaimana telah dijabarkan di atas, sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, belum ada keseragaman aturan dan tata cara pendirian suatu yayasan. Pendirian yayasan di Indonesia hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Yayasan yang ada hanya didirkan melalui akta notaris dan tidak ada kewajiban yayasan untuk mengumumkan ke Kementerian yang ditugasi untuk itu, serta tidak juga ada kewajiban melakukan pengesahan pendirian yayasan itu ke Pengadilan.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Yayasan, maka tata cara mendirikan yayasan wajib mengikuti aturan main yang telah ditetapkan tersebut.
Undang-Undang menyebutkan, pendirian yayasan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih, baik oleh Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) atau WNI bersama-sama dengan WNA dengan memisahkan harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal yayasan. Pendiriannya harus dilakukan dengan akta notaril antara pendirinya atau dapat dikuasakan berhadapan dengan notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia. Pendirian melalui surat wasiat dilaksanakan oleh pelaksana wasiat sebagaimana diperintahkan dalam surat wasiat juga dilakukan berhadapan dengan notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Setiap orang yang akan mendirikan yayasan (Pendiri), diwajibkan untuk menyiapkan nama yayasan. Pemilihan nama yayasan harus berbeda dengan nama yayasan yang telah ada di dalam daftar nama yayasan yang tercatat dalam list daftar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.
Selain menyiapkan nama yayasan, pendiri juga menyiapkan nama-nama yang akan ditempatkan di dalam organ yayasan yang terdiri dari Pembina, Pengurus (Ketua, Sekretaris, dan Bendahara), dan Pengawas disertai dengan menyampaikan salinan Kartu Tanda Penduduk dan Nomor Pokok Wajib Pajak setiap orang perorang yang akan duduk sebagai organ yayasan. Disamping itu, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (“PP No.63 Tahun 2008”) mensyaratkan pendiri untuk memisahkan harta kekayaannya untuk dijadikan modal awal yayasan. Jumlah modal awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia paling sedikit Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan minimal Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing bersama dengan orang Indonesia, yang dipisahkan dari harta kekayaan pribadi pendiri disertai dengan menjelaskan maksud dan tujuan yayasan dan mempersiapkan alamat domisili yang akan dicantumkan dalam akta yayasan untuk digunakan dalam setiap dokumen legalitas yayasan.
PENGESAHAN
Sebagaimana diketahui, yayasan merupakan badan hukum yang melakukan aktifitasnya untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Untuk memperoleh status badan hukum sebuah yayasan sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bagian “Badan Hukum” di atas, Pendiri yayasan atau kuasanya diharuskan mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian yayasan yang telah dibuat oleh notaris kepada Menteri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam PP No.83 Tahun 2008.
Permohonan itu setidaknya melampiri salinan akta pendirian yayasan, fotokopi nomor pokok wajib pajak yang telah dilegalisir oleh notaris dan surat pernyataan tempat kedudukan (domisili) disertai alamat lengkap yayasan yang ditandatangani oleh pengurus yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat.
Selain itu, dalam rangka pendirian yayasan, Pendiri yayasan diwajibkan menyisihkan harta kekayaannya untuk modal awal yayasan sebesar minimal sepuluh juta rupiah untuk yayasan yang didirikan oleh WNI atau sebesar minimal seratus juta rupiah untuk yayasan yang didirikan oleh orang atau badan asing. Untuk itu, guna mendapatkan pengesahan badan hukum oleh Menteri, pendiri melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan, melampirkan bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan yayasan. Disamping itu, pendiri juga diwajibkan melampirkan surat pernyataan dari pendiri mengenai keabsahan kekayaan atau modal awal yayasan dimana harta kekayaan tersebut diperoleh tidak dengan cara melawan hukum, seperti hasil tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang.
Setelah proses ini dilalui dan mendapatkan pengesahan dari Menteri, barulah secara aturan sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, dapat dikatakan yayasan tersebut merupakan badan hukum. Konsekwensi dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung renteng.
Yayasan yang sudah didirikan dan telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman tersebut dilakukan oleh menteri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empatbelas) hari terhitung sejak akta pendirian yayasan disahkan.
ORGAN YAYASAN
Yayasan sebagai subyek hukum yang berwujud badan hukum, bukanlah manusia alamiah (natuurlijk persoon), oleh karena itu, yayasan tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sebagai subyek hukum, badan yayasan tidak dapat menjalankan sendiri segala kegiatan yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Dalam melakukan perbuatan hukum, yayasan memerlukan perantara manusia selaku wakilnya. Ketika yayasan melakukan perbuatan hukum, aktifitas yang dilakukan haruslah melalui perantara orang-perorang, namun orang tersebut tidak bertindak untuk dan atas nama dirinya, melainkan untuk dan atas pertanggung jawaban yayasan. Orang-orang yang bertindak untuk dan atas pertanggung jawaban yayasan tersebut inilah yang disebut organ yayasan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menerangkan, yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Lebih jauh di Pasal 28, Pasal 31, dan Pasal 40 menjelaskan definisi masing-masing organ, Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-Undang atau Anggaran Dasar Yayasan. Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Sedangkan pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Untuk memperjelas kualifikasi, kewenangan dan tugas masing-masing organ yayasan akan dijabarkan satu persatu.
Pertama Pembina, Undang-Undang telah memberikan rambu-rambu seseorang dapat diangkat sebagai Pembina, Pasal 28 Undang-Undang Yayasan secara tegas menyebutkan tiga kriteria yang dapat diangkat sebagai Pembina.
1. Bahwa yang dapat diangkat sebagai Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri yayasan.
2. Mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.
3. Pembina bukan pengurus dan pengawas.
Pendiri yayasan dianggap cocok sebagai pembina karena pendiri-lah yang mengetahui maksud dan tujuan pendirian sebuah yayasan. Untuk mencapai cita-cita yang luhur sebagai lembaga amal, sebuah yayasan dibutuhkan orang yang memiliki dedikasi yang tinggi. Pembina bukanlah pengurus dan pengawas, artinya, pembina tidak boleh merangkap sebagai pengurus dan pengawas. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dan menghindarkan adanya konflik kepentingan antar organ. Dengan cara ini organisasi yayasan akan berjalan dengan baik, karena memunculkan sistem check and balance.
Selain itu, keberadaan Pembina sangat penting, karena akan mempengaruhi kinerja yayasan. Hal ini terkait dengan wewenang yang diembannya yang sangat besar dan menentukan keberlangsungan yayasan sebagai sebuah lembaga. Kewenangan besar yang dimiliki Pembina adalah
1. Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar.
2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas.
3. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.
4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.
5. Dan penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan. Dengan kewenangannya yang besar ini, sangat tepat sekali seseorang yang diangkat sebagai Pembina haruslah orang yang mempunyai dedikasi yang tinggi.
Selain kewenangan yang diemban, Pembina juga mempunyai kewajiban-kewajiban. Diantara kewajiban Pembina adalah mengadakan rapat tahunan minimal satu kali dalam setahun serta melakukan evaluasi terkait dengan kekayaan yayasan dan penilaian atas hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang.
Kedua Pengurus. Dalam yayasan, struktur kepengurusan yayasan tidak berbeda dengan struktur organisasi pada umumnya. Struktur tersebut terdiri dari, ketua, sekretaris dan bendahara. Jumlah personil masing-masing sturktur pengurus minimal diisi oleh satu orang untuk tiap jabatan. Adapun kualifikasi yang ditetapkan Undang-Undang untuk jabatan pengurus yayasan adalah :
1. Mampu mengurus yayasan.
2. Cakap melakukan perbuatan hukum; dan .
3. Bukan anggota Pembina dan Pengawas.
Pengurus diangkat oleh Pembina untuk masa kepengurusan lima tahun dan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir untuk masa jabatan yang sama sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar. Pengangkatan pengurus dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
Tugas pokok Pengurus yayasan diatur dalam Undang-Undang Yayasan, yaitu bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan yang dijalankan dengan itikad baik. Dalam menjalankan tugasnya mengurus yayasan, pengurus juga dapat mengangkat pelaksana kegiatan.
Selain tugas pokok sebagaimana disebutkan di atas, pengurus juga mempunyai hak dan kewajiban, serta dibebankan kewenangan yang melekat pada dirinya. Pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk itu berdasarkan kewenangannya pengurus bertindak untuk dan atas nama yayasan sebagai organ yayasan yang melaksanakan tugas kepengurusan yayasan. Kewenangan ini dibatasi apabila terdapat suatu perkara dimana perkara tersebut menyangkut pribadi pengurus yayasan yang bersangkutan atau anggota pengurus tersebut mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan yayasan. Pembatasan kewenangan lainnya sebagaimana disebutkan Undang-Undang Yayasan yaitu pengurus dilarang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang, mengalihkan kekayaan yayasan tanpa persetujuan pembina, dan membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Larangan lainnya pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan yayasan, pembina, pengurus, dan/atau pengawas, atau seseorang yang bekerja pada yayasan sepanjang tidak memberikan manfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan yayasan.
Setelah mengetahui hak dan kewenangan serta pembatasan kewenangan ataupun larangan yang melekat pada pengurus. Terdapat beberapa kewajiban pengurus yang wajib diemban oleh, yaitu Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis maksimal lima bulan sejak tahun buku yayasan ditutup. Pengurus juga bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentaun anggaran dasar yang menyebabkan kerugian yayasan ataupun pihak ketiga.
Di depan sudah dijelaskan masa bakti kepengurusan pengurus yayasan yaitu lima tahun kepengurusan, akan tetapi masa bakti lima tahun tidaklah mutlak. Karena, Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir berdasarkan keputusan rapat Pembina, dengan alasan selama dalam melaksanakan tugas kepengurusan, pengurus tersebut melakukan tindakan yang dinilai oleh Pembina merugikan yayasan. Oleh karenanya, keanggotaan Pengurus dapat dilakukan penggantian dalam masa jabatannya sedang berlangsung, sekali lagi kalau Pengurus dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar dan merugikan yayasan. Dalam rangka penggantian pengurus, maka pengurus yang menggantikannya wajib melakukan pemberitahuan perihal pergantian itu kepada menteri maksimal tiga puluh hari sejak penggantian pengurus yayasan dilakukan.
Apabila pengangkatan, penggantian dan pemberhentian pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, penggantian dan pemberhentian pengurus tersebut dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak permohonan pembatalan diajukan tentunya disertai dengan bukti-bukti dan alasan-alasan yang mendukung untuk itu.
Organ ketiga dari kepengurusan yayasan adalah Pengawas. Terdapat kualifikasi khusus untuk dapat diangkat sebagai pengawas. Undang-Undang Yayasan menyebutkan, yang dapat diangkat sebagai pengawas adalah :
1. Orang perseorangan yang yang memiliki kemampuan untuk mengontrol dan menasihati orang lain. Kemampuan ini sangat terkait dengan tugasnya untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
2. Kesanggupan untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Bukan merupakan anggota pengurus dan juga bukan pembina yayasan dengan tujuan untuk keseimbangan dan tidak terjadi tumpah tindih pekerjaan, atau bahkan konflik kepentingan.
Sebagaimana halnya pengurus, pengawas juga diangkat berdasarkan keputusan rapat pembina. Tugas dan tanggung jawab Pengawas adalah mengemban tugas controlling dan memberikan nasihat kepada pengurus dalam menjalankan tugasnya selama lima tahun. Pengawas diberikan kewenangan untuk memberhentikan sementara anggota pengurus, apabila pengawas melihat pengurus yang bersangkutan melakukan tindakan keluar dari anggaran dasar yayasan dan dinilai akan mengakibatkan kerugian pada yayasan. Pemberhentian sementara tersebut, wajib dilaporkan secara tertulis kepada pembina dalam waktu tujuh hari.
HARTA KEKAYAAN YAYASAN
Sebagai badan hukum, layaknya subyek hukum manusia (nutuurlijk persoon), yayasan memiliki kekayaan tersendiri. Demikian yang termaktub dalam Undang-Undang Yayasan, dimana “yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan…” dan seterusnya sebagaimana Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Yayasan. Pasal 9 ayat (1) di Undang-Undang yang sama, menekankan bahwa yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal.
Secara lebih rinci mengenai kekayaan awal, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan mengatur batas minimal jumlah kekayaan awal yayasan paling sedikit Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk yayasan yang didirikan oleh WNI dan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk yayasan yang didirikan oleh WNA atau WNA bersama WNI.
Kekayaan yayasan yang diberikan oleh pendiri sebagai modal awal operasional yayasan, tidaklah bersifat komersil, artinya pendiri yayasan memisahkan hartanya tersebut, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari penyertaan modal yang diberikan sebagaimana layaknya pembelian saham oleh pemegang saham di perusahaan yang mengharapkan deviden atas penyertaan modal tersebut. Karena pemisahan kekayaan itu, semata-mata ditujukan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan yang bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Tujuan utama pendiri memisahkan harta kekayaannya adalah semata-mata untuk operasional yayasan yang tujuannya adalah dalam rangka membantu dan/atau meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat bukan untuk memperkaya diri pribadi pendiri.
Hal ini sejalan dengan tujuan diciptakan Undang-Undang Yayasan, dimana sebuah yayasan didirikan untuk tidak disalahgunakan dan tidak menyimpang dari tujuan semula, yaitu sebagai lembaga nirlaba dan bertujuan sosial kemanusiaan serta tidak digunakan untuk tujuan memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawasnya.
Undang-Undang Yayasan juga menegaskan Pendiri dan/atau Organ Yayasan yang telah memisahkan harta kekayaannya sebagai modal awal yayasan, sudah tidak lagi mempunyai kuasa atas harta tersebut untuk dirinya sendiri sebagai person, karena kekayaan yang diperoleh yayasan sepenuhnya menjadi hak milik yayasan sebagai badan hukum. Termasuk, perolehan yayasan lainnya yang didapat oleh yayasan baik berupa sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, ataupun perolehan lainnya, tidak boleh dialihkan atau diberikan bahkan dimiliki secara pribadi oleh Organ Yayasan.
Larangan ini ditegaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Yayasan kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Apabila larangan ini dilanggar, maka yang bersangkutan, baik pendiri maupun organ yayasan yang menggunakan harta yayasan untuk memperkaya diri pribadi akan dikenanak sanki pidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun. Akan tetapi, terdapat pengecualian terhadap pengurus, dimana pengurus dapat menerima gaji, upah, honorarium selama ditentukan dalam anggaran dasar, sepanjang pengurus itu bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi (memiliki hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara horizontal maupun vertical) dengan organ yayasan dan melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh (sesuai dengan ketentuan hari dan jam kerja yayasan bukan pekerja paruh waktu).
Berdasarkan pengertian di atas, maka prinsip dasar yayasan adalah pengelolaan lembaga oleh Organ yayasan, bukan kepemilikan, baik pendiri maupun organ yayasan, karena kekayaan yayasan bukan lagi milik pendiri ataupun organ yayasan, tetapi kekayaan yayasan itu adalah milik lembaga yayasan sebagai badan hukum.
Demikian pula ketika yayasan tersebut bubar, harta kekayaan yayasan yang telah diperoleh selama yayasan berdiri, tidak lagi kembali kepada pendiri maupun ahli warisnya atau organ yayasan, melainkan beralih kepada yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar tersebut atau diserahkan kepada negara.
KEGIATAN USAHA YAYASAN
Sebagaimana diketahui, yayasan merupakan lembaga nir-laba – non-profit, yang didirikan oleh sekumpulan orang, dimana seluruh aktifitasnya diperuntukan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Oleh karenanya, Undang-Undang secara ketat mengawasi agar tujuan mulia sebuah yayasan tidak disalahgunakan oleh Organ Yayasan dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi pribadi Organ itu, sebagaimana layaknya sebuah badan usaha seperti perseroan.
Tak dapat dipungkiri, walaupun sebagai lembaga non-profit yang aktifitasnya lebih cenderung kepada kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yayasan dalam pengelolaannya juga membutuhkan dana guna menunjang pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Oleh karenanya, selain memperoleh kekayaan dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, Undang-Undang juga memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan badan usaha (to established) dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha (to participate) dengan tujuan agar kegiatan usaha tersebut nantinya akan menunjang pencapaian maksud dan tujuan yayasan sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar.
Berdasarkan petunjuk Undang-Undang di atas, perolehan kekayaan yayasan selain sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat untuk mencapai tujuan dan cita-citanya, yayasan dapat juga memperoleh kekayaan melalui kegiatan usaha. Cara memperoleh kekayaan melalui kegiatan usaha yang dibolehkan Undang-Undang ada dua model. Pertama, Pendirian badan usaha oleh yayasan. Cara ini mempertegas bahwa yayasan tidak boleh digunakan sebagai wadah usaha dan yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung, akan tetapi harus melalui suatu badan usaha yang didirikannya. Untuk model ini, Undang-Undang membatasi jenis kegiatan usaha yang boleh didirikan oleh yayasan, yaitu harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan usaha dari badan usaha yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Dalam praktek banyak dijumpai misalnya yayasan mendirikan sekolah dan rumah sakit.
Kedua, model penyertaan. Dalam cara ini, Undang-Undang tidak membatasi jenis kegiatan usaha dari badan usaha dimana modal yayasan disertakan, yang penting tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan. Artinya, modal tersebut boleh disertakan ke dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif. Akan tetapi, untuk model ini, Undang-Undang membatasi besaran penyertaan modal untuk diinvestasikan, yaitu sebesar maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Penentuan batas maksimal penyertaan dimaksudkan agar tidak mengganggu kegiatan utama yayasan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan itu sendiri.
*****
UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan
KONSTITUSI BERLAKU DIUBAH 05 Agu, 2020 / 0 Comments
UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan
UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan mengatakan bahwa Pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan. Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan. Atas dasar pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-Undang tentang Yayasan. Hal ini menjadi pertimbangan pembentukan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Demikian definisi Yayasan dalam UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan yang kemudian diubah dengan UU 28 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan mengatur tentang :
Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk; Permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat;Untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang ini mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum;Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ Yayasan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain;Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan Yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Oleh karena itu, Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan Yayasan; danKemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan disahkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2001 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan diundangkan Sekretaris Negara RI Muhammad Maftuf Basyuni pada tanggal 6 Agustus 2001 di Jakarta, mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132. Agar setiap orang mengetahuinya.
UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan
Latar Belakang
Pertimbangan dalam UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan adalah :
bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan;bahwa Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan;bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-undang tentang Yayasan;
Dasar Hukum
Dasar hukum UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
Penjelasan Umum UU Yayasan.
Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik.Hari adalah hari kerja.Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 2
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas .
Pasal 3
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Pasal 4
Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 5
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.
Pasal 6
Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.
Pasal 7
Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 8
Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
PENDIRIAN
Pasal 9
Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat.Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.
Pasal 11
Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri.Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan.Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Pasal 12
Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu:paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atausetelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima.
Pasal 13
Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut.Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya.
Pasal 14
Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat:nama dan tempat kedudukan;maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;jangka waktu pendirian;jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;penggabungan dan pembubaran Yayasan; danPenggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
Yayasan tidak boleh memakai nama yang:telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; ataubertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.Nama Yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”.Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata “wakaf” dapat ditambahkan setelah kata “Yayasan”.Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar.Dalam hal Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.

Jackie Chan sudah sangat tua dan tidak bisa bergerak dengan normal
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina.Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina.Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 19
Keputusan rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 20
Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat Pembina yang pertama diselenggarakan.Rapat Pembina yang kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina.Keputusan rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 21
Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri.Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri.
Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 secara mutatis mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar.
Pasal 23
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.
BAB IV
PENGUMUMAN
Pasal 24
Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui.Ketentuan mengenai besarnya biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 belum dilakukan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan.
BAB V
KEKAYAAN
Pasal 26
Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;wakaf;hibah;hibah wasiat; danperolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 27
Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
ORGAN YAYASAN
Bagian Pertama
Pembina
Pasal 28
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar; pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas; penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; danpenetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
Pasal 29
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas.
Pasal 30
Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.
Bagian Kedua
Pengurus
Pasal 31
Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.
Pasal 32
Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:seorang ketua;seorang sekretaris; danseorang bendahara.Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 33
Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengurus Yayasan.
Pasal 34
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.
Pasal 35
Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.
Pasal 36
Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila:terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atauanggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 37
Pengurus tidak berwenang:mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; danmembebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan.
Pasal 38
Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 39
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.
Bagian Ketiga
Pengawas
Pasal 40
Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar.Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.
Pasal 41
Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina.Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.
Pasal 42
Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.
Pasal 43
Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya.Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina.Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri.Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib:mencabut keputusan pemberhentian sementara; ataumemberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.Apabila Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum.
Pasal 44
Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.Ketentuan mengenai susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 45
Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan.
Pasal 46
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas tersebut.
Pasal 47
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.Setiap anggota Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun.
BAB VII
LAPORAN TAHUNAN
Pasal 48
Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
Pasal 49
Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya:laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.
Pasal 50
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.
Pasal 51
Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 52
Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; ataumempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik.Hasil audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP YAYASAN
Pasal 53
Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;lalai dalam melaksanakan tugasnya;melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; ataumelakukan perbuatan yang merugikan Negara.Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 54
Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 55
Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan.Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.
Pasal 56
Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
BAB IX
PENGGABUNGAN
Pasal 57
Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan:ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lain;Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atauYayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina.Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 58
Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan. Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.
Pasal 59
Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penggabungan selesai dilakukan.
Pasal 60
Rancangan akta penggabungan Yayasan dan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan.Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 61
Ketentuan mengenai tata cara penggabungan Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PEMBUBARAN
Pasal 62
Yayasan bubar karena:
jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atauharta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
Pasal 63
Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan.Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan.
Pasal 64
Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan.Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator.
Pasal 65
Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 66
Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 67
Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina.Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal 68
Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.
BAB XI
YAYASAN ASING
Pasal 69
Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah:didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; ataudidaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum.
Pasal 73
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sumber data :
1. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan
2. LampiranUkuranUU 16 tahun 2001 tentang Yayasan (136.79 KB)136.79 KB
3. Book traversal links for UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan
4. ‹ UU 16 tahun 1997 tentang StatistikKe atasUU 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ›
- UNDANG-UNDANG
YAYASAN
2001
- KONSTITUSI BERLAKU 26 Jan, 2021
UU 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
- KONSTITUSI BERLAKU 25 Jan, 2021
UU 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
- KONSTITUSI BERLAKU 25 Jan, 2021
UU 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
-PERUBAHAN KONSTITUSI BERLAKU 17 Jan, 2021
UU 19 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- KONSTITUSI BERLAKU DIUBAH
17 Jan, 2021
UU 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- KONSTITUSI POLHUKAM BERLAKU
15 Jan, 2021
UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
- KONSTITUSI BERLAKU
10 Des, 2020
UU 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
- KONSTITUSI BERLAKU
10 Des, 2020
UU 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
- KONSTITUSI BERLAKU
05 Des, 2020
UU 8 tahun 1990 tentang AIPI