PERANG SENJATA BIOLOGI & KIMIA
Perang Dunia I menghantarkan kita pada masa-masa penggunaan senjata kimia yang hingga kini masih berlangsung dan sama mematikannya. Serangan klorin tentara Jerman terhadap pasukan Prancis, Aljazair, Inggris dan Kanada di sekitar Ypres --tempat terjadinya pertempuran paling sengit-- pada April 1915, seakan meramalkan senjata pemusnah massal ini akan menjadi penyebab ketakutan berjangka waktu lama dan seringkali jadi sumber teror yang mengerikan. Perang Dunia I, yang dimulai hampir 100 tahun lalu, mengawinkan ilmu pengetahuan dengan pembunuhan massal dan telah menciptakan preseden, walaupun sebelumnya telah ada kesepakatan untuk mencegah penggunaannya, salah satunya melalui Konvensi Den Hag tahun 1900. Negara-negara peserta Perang Dunia I dengan cepat mengembangkan campuran senyawa serupa dan teknologi serta prosedur perlindungan dari senjata kimia. Mungkin ada satu juta kasus kecelakaan saat membuat senjata kimia pada saat itu dan jumlah ini kecil jika dibandingkan keuntungan yang diperoleh militer secara keseluruhan. Walaupun jumlah kematian akibat senjata kimia dalam Perang Dunia I relatif rendah, total 90 ribu orang, tetap ada ketakutan mendalam akan kematian secara perlahan dan menyiksa akibat kerusakan jaringan kulit yang terbakar oleh gas mustard atau paru-paru yang tenggelam akibat cairan yang membanjir. Mereka yang selamat akhirnya menjadi buta atau cacat permanen, sementara trauma, ketakutan, fobia akan gas, dan konsekuensi psikis jangka panjang lainnya sulit dikalkulasi. Serangan senjata kimia pada Perang Dunia I bisa jadi memicu kegilaan Hitler yang saat itu terbaring di rumah sakit militer saat gencatan senjata, buta sementara akibat mustard gas yang ditembakkan Inggris. Kemudian, pada Protokol Gas Jenewa pada 1925, dunia mencoba mengatasi masalah senjata pemusnah massal ini melalui perjanjian kolektif untuk "tidak memulai menggunakan kimia atau bakteri", didukung dengan pengendalian gudang senjata, diharapkan mampu mengatasi ancaman dari negara-negara yang mencoba balas dendam. Namun riset-riset rahasia masih dilakukan untuk menciptakan gas syaraf yang lebih efektif, salah satunya pada pemerintahan Saddam Hussein tahun 1980an dan digunakan untuk melawan Iran dan Kurdi tanpa adanya respon internasional. Masa-masa "bulan madu" setelah Perang Dingin memungkinkan adanya negosiasi pemusnahan yang total dan terpantau dari seluruh persediaan senjata kimia dan fasilitas pembuatnya berdasarkan Konvensi Senjata Kimia tahun 1998. Tapi Perang Dunia I dan masa-masa setelahnya telah meninggalkan preseden yang menakutkan. Walau dilarang berdasarkan Traktat Versailles tahun 1919, namun Jerman diam-diam masih memiliki kapasitas senjata kimia yang dahsyat dan para ahli mereka membentuk fasilitas riset dan ujicoba gabungan di Uni Soviet dan menjadi pionir seluruh jenis agen syaraf. Cara ini -mengakali traktat pengendalian senjata, terutama dengan bantuan pihak ketiga- telah menjadi ketakutan politik dan prioritas intelijen sejak itu. Kita juga tahu bahwa selama Perang Dunia I, agen mata-mata Jerman secara sistematis mencoba menginfeksi ternak-ternak milik petani di negara Sekutu dengan glander (bakteri berbahaya yang menular di antara manusia, kebanyakan menjangkiti kuda dan keledai). Beruntung aksi itu tidak berjalan sukses. Namun yang paling berbahaya dari aksi itu adalah lahirnya perang biologi dan ilmu pengetahuan yang saat ini menjadi mimpi buruk sistem keamanan. Setelah 1.400 orang terbunuh dengan gas sarin yang menyerang syaraf di wilayah yang dikuasai pemberontak di pinggiran Damaskus Agustut tahun lalu, pemerintah Suriah sepakat untuk bergabung dengan Konvensi Senjata Kimia tahun 1998 dan siap bekerja sama untuk memusnahkan senjata mereka, agar selamat dari serangan Amerika. Sebelum senjata kimia Suriah rampung dimusnahkan, banyak laporan muncul di awal 2014 soal penggunaan klorin, bahan kimia industri yang digunakan untuk memurnikan air di banyak negara, dan dilarang untuk menggunakannya terhadap manusia. Tingkat kematian akibat klorin terhadap warga sipil yang tidak terlindungi, mungkin sangat kecil menurut standar modern saat ini, namun tetap saja bahan kimia ini mengerikan. Peran Jerman dalam serangan gas di Flanders, Belgia, 100 tahun lalu sangat terang, namun untuk kasus Suriah kali ini PBB masih belum mencapai kesepakatan, atau bahkan secara resmi menyelidiki, kubu mana yang menggunakan senjata kimia di perang saudara Suriah. Perang kimia secara universal dikriminalkan pada September tahun lalu di bawah Resolusi Dewan Keamanan PBB 2118. Namun memusnahkan atau bahkan menghukum para pengguna senjata kimia adalah masalah diplomatik dan juga hukum, teknis serta militer.
SENJATA BIOLOGI
Senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh.
Senjata biologi (biological weapon) adalah senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh.
Dalam pengertian yang lebih luas, senjata biologi tidak hanya berupa organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu.
Dalam kenyataanya, senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.
Pembuatan dan penyimpanan senjata biologi telah dilarang oleh Konvensi Senjata Biologi 1972 yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara.
Alasan pelarangan ini adalah untuk menghindari efek yang dihasilkan senjata biologi, yang dapat membunuh jutaan manusia, dan menghancurkan sektor ekonomi dan sosial.
Konvensi Senjata Biologi hanya melarang pembuatan dan penyimpanan senjata biologi, tetapi tidak melarang pemakaiannya.
KRONOLOGIS
Sejarah penggunaan senjata biologi dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno (scythians) menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk hidup yang telah membusuk. Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan musuhnya. Apabila musuhnya terluka oleh senjata tersebut, maka terjadi infeksi penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Hitam dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya menimbulkan kematian hitam (black death) di wilayah Eropa.
Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara bangsa Britania Utara dan bangsa Indian yang melibatkan penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan bangsa tersebut.
Pada Perang Dunia I, Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu.
Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan senjata biologi di Cina yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata, misalnya kolera, pes, dan penyakit seksual yang menular.
Eksperimen yang dilakukan menggunakan tahanan Cina yang mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada masa itu.
Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan senjata biologi, tetapi juga diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet.
AGEN BIOLOGI
Bacillus anthracis, salah satu agen biologi penyebab Antrax.
Agen biologi adalah mikroorganisme (atau toksin yang dihasilkannya) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, hewan, atau tumbuhan, atau menyebabkan kerusakan material.
Dalam pembuatan senjata biologi, agen biologi merupakan komponen penting yang harus diteliti terlebih dahulu sebelum diaplikasikan.
Beberapa agen biologi dan penyakit yang pernah direncanakan untuk dijadikan senjata atau sudah pernah dijadikan senjata biologi di dunia antara lain :
Just for widening coloum
1. Bacillus anthracis (Antrax).
2. Brucella sp. (Brucellosis).
3. Chlamydia psittaci (Psittacosis).
4. Coxiella burnetii (Demam Q).
5. Escherichia coli O157:H7 (Gastroenteritis).
6. Shigella (Shigellosis).
7. Francisella tularensis (Tularemia).
8. Burkholderia mallei ( Glanders).
9. Burkholderia psedomallei (Melioidosis).
Just for widening coloum :
1. Salmonella typhi (Tifus).
2. Variola (Cacar atau variola).
3. Vibrio cholerae (Kolera).
4. Virus Ebola.
5. Virus Marburg.
6. Virus demam lembah Rift atau Rift Valley Fever VirusVirus alfa (ensefalitis).
7. Virus demam kuning atau yellow fever.
8. Virusdan lain-lain.
KARAKTERISTIK
Karakteristik dari senjata biologi adalah mudah diproduksi dan disebar, aman digunakan oleh pasukan penyerang yang menyebarkannya, serta dapat melumpuhkan atau membunuh individu berulang kali dengan hasil yang sama/konsisten.
Hal ini berarti, apabila kita menggunakan senjata biologi yang sama untuk menyerang beberapa daerah berbeda, maka dampak yang terjadi haruslah sama.
Agen biologi pada senjata biologi juga harus dapat diproduksi dengan cepat dan murah.
Untuk membuat suatu senjata biologi yang berkualitas baik, ada beberapa persyaratan tambahan yang harus dipenuhi, yaitu dapat ditularkan, menimbulkan sakit berkepanjangan yang membutuhkan perawatan intensif, dan gejala yang ditimbulkan bersifat non-spesifik sehingga menyulitkan diagnosis.
Umumnya, senjata biologi yang baik juga memiliki waktu inkubasi yang cukup panjang di dalam tubuh penderita sehingga penyakit dapat ditularkan dan menyebar secara luas sebelum dapat terdeteksi.
Klasifikasi atau pengelompokkan senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang, sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon praktis atau menurut sifat fungsionalnya.
Salah salah klasifikasi yang sering digunakan klasifikasi fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), meliputi :
1. Kategori A penyebarannya dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain.
2. Penyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi kesehatan publik.
3. Dapat menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial.
4. Memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat.
(Contoh kategori A cacar, antrax, botulisme, dll). Kategori Bkemampuan penyebarannya bersifat :
1. Moderat.
2. Menimbulkan tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah.
3. Memerlukan peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan pengawasan penyakit.
(Contoh kategori B brucellosis, demam Q, Glanders, dll).
Kategori C, meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan pada masa depan, karena memiliki karakeristik :
1. Ketersediaan memadai.
2. Mudah diproduksi dan disebarkan.
3. Berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi, serta mampu memengaruhi kesehatan publik.
(Contoh kategori C Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll).
FUNGSI
Penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis senjata militer lainnya.
Beberapa keuntungan pemakaian senjata biologi adalah biaya produksi relatif murah dibandingkan senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agen biologi cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek.
Secara ekonomis, pembuatan senjata biologi juga menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi.
Penyerangan dengan senjata biologi disukai oleh banyak negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh tidak menyadari adanya penyerangan dengan senjata biologi.
Selain itu, agen biologi yang hidup di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan menyebar dari individu satu ke individu lain secara alami.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen biologi (terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa.
Dibandingkan dengan senjata nuklir, senjata biologi lebih unggul karena penggunaannya tidak merusak infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang tertinggal dapat dimanfaatkan kembali.
KERUGIAN
Penggunaan senjata biologi juga memiliki kelemahan yang apabila tidak diperhitungkan secara cermat dapat merugikan.
Di antaranya adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang tepat untuk melakukan penyebaran senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat mengakibatkan agen biologi berbalik menyerang diri sendiri.
Untuk agen biologi yang disebar melalui udara, waktu tinggal atau ketahanan mereka di udara merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi infeksi sekunder pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki daerah yang telah berhasil dilumpuhkan/diinfeksi.
Pasukan yang bertugas menyebarkan senjata biologi juga harus dilengkapi dengan berbagai alat pelindung karena risiko terinfeksi agen biologi yang digunakan sebagai senjata dapat dialami oleh mereka.
Beberapa jenis senjata biologi juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun perubahan cuaca sehingga agen biologi dapat terinaktivasi dan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Untuk beberapa jenis senjata biologi seperti itu, biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau pagi subuh sehingga radiasi matahari tidak akan mengganggu dan agen biologi dapat menyebar pada ketinggian yang rendah dan menyelimuti daerah yang diserang. Kerugian lain dari penggunaan senjata biologi adalah adanya beberapa agen biologi yang dapat bertahan lama di lingkungan (seperti spora Bacillus anthracis) sehingga daerah yang telah diinfeksi tidak dapat dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.
Peran Bioteknologi dalam Pembuatan Senjata Biologi.
Bom E120, salah satu senjata biologi yang berisi 0.1 kg agen biologi cair dan dikembangkan pada tahun 1960-an.
Kemajuan ilmu bioteknologi (terutama rekayasa genetika) memiliki dampak negatif dan positif dalam pengembangan senjata biologi. dalam positif yang ditimbulkan adalah munculnya metode dan berbagai cara deteksi, identifikasi, dan neutralisasi agen biologi patogen secara lebih cepat.
Berbagai jenis vaksin dan anti-toksin juga telah dikembangkan untuk mengontrol bakteri dan virus patogen yang digunakan sebagai senjata biologi.
Modifikasi materi genetik/DNA organisme juga telah diterapkan untuk membuat racun, elemen yang menular, maupun senjata biologi yang mematikan.
Data Proyek Genom Manusia (Human Genome Project) juga telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem pertahanan sipil dan nasional suatu negara dalam melawan penggunaan dan pembuatan senjata biologi serta mengembangkan antibiotik dan vaksin baru.
Kemajuan bioteknologi juga dapat disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mengembangkan senjata biologi yang sangat berbahaya, contohnya adalah menghasilkan organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya.
Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada.
Selain itu, bioteknologi juga dimanfaatkan untuk pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah.
Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia.
Daftar Program dan Institusi Senjata Biologi di Berbagai Negara
Amerika Serikat Fort Detrick, Maryland :
1. Laboratorium Perang Biologi A.S. atau U.S. Army Biological Warfare Laboratories Gedung 470 atau Building 470 Gedung 527 atau Building 527.
2. Program Operasi mantel putih atau Operation Whitecoat United States Army Medical Unit (1954–69) U.S. Army Medical Research Institute of Infectious Diseases (USAMRIID) National.
3. Biodefense Analysis and Countermeasures Center (NBACC) Proyek Bacchus Proyek Clear Vision Proyek SHAD Proyek 112.
Inggris
Porton DownPulau Gruinard.
Rusia
Biopreparat, 18 laboratorium dan pusat produksi yang beberapa di antaranya berlokasi di Stepnagorsk Scientific and Technical Institute for Microbiology, StepnogorskVector State Research Center of Virology and Biotechnology (VECTOR), KoltsovoInstitute of Applied Biochemistry, Omutninsk Kirov bioweapons production facility, Kirov, Zagorsk smallpox production facility, Zagorsk Berdsk bioweapons production facility, Berdsk Sverdlovsk bioweapons production facility Poison laboratory of the Soviet secret services Pulau Vozrozhdeniya.
Jepang
Unit 731Benteng ZhongmaUnit 100Unit 2646Unit 8604Unit Ei 1644.
Irak
Al HakumFasilitas Salman PakFasilitas Al Manal.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Upaya pengendalian senjata biologi telah dilakukan sejak tahun 1925 melalui perjanjian internasional yang disebut Protokol Geneva (Geneva Protocol) yang memuat larangan penggunaan senjata biologi.
Namun, perjanjian itu terbukti masih dilanggar oleh beberapa negara.
Oleh karena itu, pada tahun 1972, PBB mengadakan Konvensi Senjata Biologi dan Toksin (Biological and Toxin Weapon Convention atau BTWC) yang mempertegas larangan pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan segala jenis senjata biologi.
Namun perjnajian tersebut juga masih dilanggar oleh beberapa negara, seperti Rusia dan Irak karena BTWC tidak melakukan pengawasan dan pembuktian tidak adanya kegiatan produksi senjata biologi pada setiap negara.
Pada tahun 1995, Ad Hoc membentuk protokol inspeksi dan pembuktian di lapangan yang sayangnya tidak didukung penuh oleh seluruh negara penandatangan perjanjian terdahulu, seperti Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika memiliki cara sendiri untuk mengendalikan senjata biologi di negaranya, di antaranya melalui produksi vaksin skala besar dan pendistribusiannya serta pengembangan strategi dan taktik untuk mencegah dampak buruk senjata biologi.
Melalui Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), Amerika meningkatkan kemampuan diagnostik dengan membangun jaringan yang menghubungkan berbagai pusat kesehatan regional sehingga penyakit yang diakibatkan senjata biologi atau bioterorisme dapat dideteksi dengan lebih cepat.
Pada tahun 2008, Konvensi Senjata Biologi (Biological Weapons Convention) membahas tentang peningkatan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan keamanan biologi, termasuk di dalam laboratorium yang menggunakan patogen maupun toksin berbahaya. Pada pertemuan tersebut juga dibahas tentang pencegahan penyalahgunaan ilmu biologi dan bioteknologi untuk senjata biologi dengan cara meningkatkan kesadaran akan risiko biologis yang dapat timbul, memperketat pengawasan, serta memberikan pendidikan dan peningkatan bioetika dalam aplikasi ilmu kehidupan.
Untuk pengendalian dan pengawasan senjata biologi, telah dilakukan pembuatan data yang berpotensi menjadi senjata biologi. Pengembangan molekul anti-bakteri juga telah dilakukan untuk mengeliminasi patogen namun tidak membahayakan manusia dan hewan.
SENJATA KIMIA
Alat yang menggunakan bahan kimia untuk melukai atau membunuh orang lain.
Senjata kimia adalah senjata yang memanfaatkan sifat racun senyawa kimia untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Penggunaan senjata kimia berbeda dengan senjata konvensional dan senjata nuklir karena efek merusak senjata kimia terutama bukan disebabkan daya ledaknya. Penggunaan organisme hidup (seperti antraks) juga bukan dianggap senjata kimia, melainkan senjata biologis. Menurut Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons Convention), yang dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk toksik yang dihasilkan oleh organisme hidup (misalnya botulinum, risin, atau saksitoksin). Menurut konvensi ini pula, segala zat kimia beracun, tanpa memedulikan asalnya, dianggap sebagai senjata kimia, kecuali jika digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang (suatu definisi hukum yang penting, yang dikenal sebagai Kriteria Penggunaan Umum, General Purpose Criteron).
Senjata kimia diklasifikasikan sebagai senjata pemusnah massal (WMD), meskipun mereka berbeda dari senjata nuklir, senjata biologis, dan senjata radiologis. Semua dapat digunakan dalam peperangan dan dikenal dengan akronim militer NBC (untuk perang nuklir, biologis, dan kimia). Senjata pemusnah massal berbeda dari senjata konvensional, yang utamanya efektif karena potensi bahan peledak, kinetik, atau pembakarnya. Senjata kimia dapat tersebar luas dalam bentuk gas, cair dan padat, dan dapat dengan mudah menyerang orang lain dari target yang dimaksudkan. Gas saraf, gas air mata, dan semprotan merica adalah tiga contoh modern senjata kimia.
Agen kimia amunisi mematikan dan amunisi sangat mudah menguap dan mereka merupakan kelas senjata kimia berbahaya yang telah ditimbun oleh banyak negara. Agen persatuan efektif sendiri dan tidak memerlukan pencampuran dengan agen lain. Yang paling berbahaya di antaranya adalah agen saraf (GA, GB, GD, dan VX) dan agen vesicant (blister), yang meliputi formulasi belerang mustard seperti H, HT, dan HD. Mereka semua adalah cairan pada suhu kamar normal, tetapi menjadi gas ketika dilepaskan.
Banyak digunakan selama Perang Dunia Pertama, efek dari apa yang disebut gas mustard, gas fosgen dan lainnya menyebabkan luka bakar paru-paru, kebutaan, kematian dan cacat.
Jerman Nazi selama Perang Dunia II melakukan genosida (terutama terhadap orang Yahudi tetapi termasuk populasi sasaran lainnya) menggunakan agen darah komersial hidrogen sianida bernama Zyklon B. Melepaskannya di kamar gas besar adalah metode yang disukai untuk secara efisien membunuh korban mereka dengan metode industri yang berkelanjutan.
Holocaust menghasilkan korban tewas terbesar terhadap senjata kimia dalam sejarah.
Per 2016, gas CS and semprotan merica tetap digunakan secara umum untuk penegakan hukum dan pengendali kericuhan. Sementara CS dianggap sebagai senjata tidak mematikan, semprotan merica dikenal karena potensi mematikannya. Di bawah Konvensi Senjata Kimia (1993), terdapat hukum pelarangan yang mengikat mengenai produksi, pengumpulan, dan penggunaan senjata kimia serta pendahulunya. Meskipun demikian, persediaan besar senjata kimia tetap ada, biasanya dengan pembenaran sebagai tindakan pencegahan terhadap penggunaan senjata kimia oleh negara agresor.
Hukum internasional telah melarang penggunaan senjata kimia sejak 1899, di bawah Konvensi Den Haag :
Pasal 23 Regulasi Menghormati Hukum dan Kebiasaan Perang di Tanah yang diadopsi oleh Konferensi Den Haag Pertama khususnya dilarang menggunakan senjata beracun dan racun.
Sebuah deklarasi terpisah menyatakan bahwa dalam perang apa pun antara negara-negara penandatangan, para pihak akan menjauhkan diri dari menggunakan proyektil berisi objek yang merupakan difusi dari gas asfiksasi atau gas yang merusak.
Traktat Angkatan Laut Washington, ditandatangani 6 Februari 1922, juga dikenal sebagai Traktat Lima Kekuatan, yang bertujuan melarang senjata kimia tetapi tidak berhasil karena Prancis menolaknya. Kegagalan berikutnya untuk memasukkan senjata kimia telah berkontribusi pada peningkatan stok senjata kimia.
Protokol Jenewa, secara resmi dikenal sebagai Protokol untuk Larangan Penggunaan dalam Perang Asfiksia, Gas Beracun atau lainnya, dan Metode Bakteriologis Peperangan (bahasa Inggris :
Protocol for the Prohibition of the Use in War of Asphyxiating, Poisonous or other Gases, and of Bacteriological Methods of Warfare), adalah perjanjian internasional yang melarang penggunaan senjata kimia dan biologi. Protokol tersebut ditandatangani di Jenewa 17 Juni 1925, dan mulai berlaku pada tanggal 8 Februari 1928. 133 negara terdaftar sebagai negara pihak dalam perjanjian. Ukraina adalah penandatangan terbaru, mengakses 7 Agustus 2003.
Protokol ini menyatakan bahwa senjata kimia dan biologi secara adil dikutuk oleh pendapat umum dunia yang beradab. Dan sementara perjanjian itu melarang penggunaan senjata kimia dan biologi, perjanjian itu tidak membahas produksi, penyimpanan, atau pemindahan senjata-senjata ini. Perjanjian yang ada setelah Protokol Jenewa memang membahas kelalaian tersebut dan telah diberlakukan.
Konvensi Senjata Kimia tahun 1993 (CWC) adalah perjanjian pengendalian senjata terbaru dengan kekuatan hukum internasional.
Nama lengkapnya adalah Konvensi tentang Larangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia dan Penghancurannya .
Perjanjian itu melarang produksi, penimbunan, dan penggunaan senjata kimia. Ini dikelola oleh Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), yang merupakan organisasi independen yang berbasis di Den Haag.
OPCW mengelola syarat-syarat konvensi tersebut untuk 192 penandatangan, yang mewakili 98% dari populasi global. Hingga Juni 2016, 66.368 dari 72.525 metrik ton, (92% dari cadangan senjata kimia), telah diverifikasi hancur. OPCW telah melakukan 6.327 inspeksi di 235 situs yang berhubungan dengan senjata kimia dan 2.255 situs industri. Inspeksi-inspeksi ini telah mempengaruhi wilayah berdaulat dari 86 Negara Pihak sejak April 1997. Di seluruh dunia, 4.732 fasilitas industri harus diperiksa berdasarkan ketentuan konvensi tersebut.
PENGGUNAAN
Bom gas Britania Raya yang digunakan dalam Perang Dunia I
Peperangan kimia (CW) melibatkan penggunaan sifat toksik dari zat kimia sebagai senjata. Jenis peperangan ini berbeda dari peperangan nuklir dan peperangan biologis, yang bersama-sama membentuk NBC, inisialisasi militer untuk Nuklir, Biologis, dan Kimia (peperangan atau senjata). Tak satu pun dari senjata tersebut termasuk dalam istilah senjata konvensional, yang terutama karena potensi destruktifnya. Peperangan kimia tidak bergantung pada kekuatan peledak untuk mencapai suatu tujuan. Hal itu bergantung pada sifat unik dari bahan kimia yang dipersenjatai.
Agen mematikan dirancang untuk melukai, melumpuhkan, atau membunuh kekuatan yang berlawanan, atau menyangkal penggunaan tanpa hambatan dari area medan tertentu. Defolian digunakan untuk membunuh vegetasi dengan cepat dan menolak penggunaannya untuk menutupi dan menyembunyikan. Peperangan kimia juga dapat digunakan melawan pertanian dan ternak untuk menyebabkan kelaparan. Muatan kimia dapat dikirim melalui pelepasan kontainer yang dikendalikan dari jarak jauh, pesawat terbang, atau roket. Perlindungan terhadap senjata kimia mencakup peralatan, pelatihan, dan tindakan dekontaminasi yang tepat.
KEKUATIRAN DUNIA RUSIA SIAPKAN SENJATA BIOLOGI DAN KIMIA
Para pakar khawatir para ilmuwan Rusia sedang bereksperimen dengan virus Ebola yang mematikan sebagai bagian dari proyek senjata kimia Hari Kiamat yang menakutkan.
Unit 68240 dari agen mata-mata FSB Vladimir Putin yang terkait dengan serangan Salisbury Novichok dan diyakini berada di balik program dengan nama sandi Toledo.
Ada kekhawatiran bahwa unit paling rahasia Rusia sedang meneliti Ebola dan virus Marburg yang lebih mematikan, menurut lapor Mirror.
Ebola dan virus Marbur kedua penyakit yang mengejutkan tersebut menyebabkan kegagalan organ kronis dan pendarahan internal, yang telah membunuh ribuan orang di seluruh Afrika.
Salah satu mantan sumber intelijen militer mengatakan, Baik Rusia dan Inggris memiliki laboratorium yang mempelajari perang biologi dan kimia untuk mengetahui bagaimana cara bertahan melawan senjata seperti Novichok.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Tapi jika secara bersamaan, Rusia sedang mempelajari bagaimana mempersenjatai Ebola dan Marburg, itu memiliki kemungkinan yang mengerikan, lanjut sumber intelijen militer itu.
Moskwa telah berulang kali menunjukkan kemauan dan kemampuan menggunakan senjata seperti Novichok langkah itu meningkat.
Itu bisa berarti Rusia berpotensi meningkatkan penelitian tentang Ebola dan Marburg dengan melihat dampak kematiannya sebagai senjata.
Program Toledo diperkirakan dinamai sesuai nama kota Spanyol yang dilanda wabah mematikan hampir 60 tahun lalu, yaitu Toledo di Ohio yang dilanda wabah flu pada 1918.
Penyelidik dari organisasi nirlaba OpenFacto mengatakan bahwa mereka telah mengetahui bahwa Kementerian Pertahanan Rusia juga memiliki sayap sains rahasia.
Unit, yang disebut Institut Riset Pusat ke-48, dikatakan mengabdikan diri untuk mempelajari patogen langka dan mematikan.
Itu juga berafiliasi dengan Institut Penelitian Pusat ke-33, yang mengembangkan Novichok, yang digunakan dalam menyerang mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan saingan Putin, Alexei Navalny.
OpenFacto menyatakan dari kedua kasus itu telah diberi sanksi oleh AS karena kemungkinan melakukan penelitian untuk senjata biologis.
Juga dilaporkan bahwa Lembaga Penelitian Pusat ke-48 telah memasok data kepada mereka yang bekerja di unit FSB 68240.
Awal Desember, Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengungkapkan bahwa Rusia mampu membunuh ribuan orang dengan serangan senjata kimia lainnya di jalan-jalan Inggris.
Wallace mengakui perilaku Rusia tidak sesuai dengan norma dulu menyusul serentetan aktivitas di perairan, menurut laporan Daily Telegraph.
Mantan mata-mata Skripal (69 tahun) dan putrinya Yulia diracuni dengan Novichok di Salisbury pada Maret 2018 dalam serangan yang mengejutkan dunia.
Keduanya selamat, meskipun Skripal, sekarang bernapas melalui selang. Ia sempat dipenjara di Rusia pada 2006 karena menjual rahasia kepada agen Inggris.
Belakangan, regu pembunuh Kremlin dilaporkan mencoba membunuh lawan yang paling ditakuti Putin saat ia dalam keadaan koma menyusul upaya sebelumnya dalam hidupnya.
Dosis racun kedua diberikan kepada Alexei Navalny yang diserang tepat sebelum dia diterbangkan ke Jerman untuk pengobatan yang menyelamatkan nyawa setelah diracun.
Aktivis antikorupsi, Navalny, menjadi berita utama saat jatuh sakit dalam penerbangan dari Siberia ke Moskwa pada Agustus, setelah menjadi sasaran Novichok.
Diyakini dia awalnya diracuni ketika tetesan kecil racun disemprotkan ke celananya oleh agen keamanan negara di kamar hotelnya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan virus Marburg sebagai penyakit yang sangat mematikan dengan tingkat kematian 88 persen.
Virus itu bertanggung jawab atas dua wabah besar di Marburg dan Frankfurt di Jerman, dan di Beograd di Serbia, pada 1967.
Virus tersebut diyakini berasal dari monyet hijau Afrika yang dibawa dari Uganda untuk penelitian laboratorium.
Sedangkan, penyakit virus Ebola seebelumnya disebut demam berdarah Ebola, yaitu infeksi virus yang terjadi pada manusia dan primata.
Virus Ebola merupakan bagian dari keluarga Filoviridae, yang juga termasuk virus Marburg.
Virus ini pertama kali terdeteksi di daerah dekat Sungai Ebola, yang menjadi asal mula penyakit itu.
ILUSTRASI VIRUS CORONA (COVID-19)
(Ahli Virus Bocor, Covid-19 Disebut Senjata Biologis Berbahaya).
Ahli Virologi Tiongkok dr. Li Meng-Yan sempat mengirim email tentang Covid-19 kepada Ahli Penyakit Menular Amerika Serikat, Anthony Faucy. Email tersebut pun bocor ke publik.
Dakam email, sang ahli virus menyebut bahwa Covid-19 adalah senjata biologis tak terbatas, yang menyelinap dari fasilitas laboratorium Wuhan. Klaim ini diungkap oleh sang ahli yang melarikan diri ke Amerika Serikat setelah mengklaim bahwa Tiongkok menutupi epidemi virus Korona.
Menurut dr. Li Meng-Yan, dalam sebuah wawancara dengan Newsmax, ia telah mengirim email kepada dr. Anthony Faucy tentang teori dan penemuannya. Email tersebut yang diungkapkan pada Buzzfeed dan Washington Post menunjukkan, Faucy tahu bahwa Tiongkok-lah yang mengutak-atik virus untuk membuatnya lebih mematikan.
Terus terang, ada banyak informasi berguna di sana (di email Fauci).
Ahli dr. Li menerbitkan penelitian tentang klaim dan penemuannya tentang asal-usul Covid-19 di laboratorium bio Wuhan tahun lalu. Seorang ahli virologi Tiongkok itu adalah salah satu peneliti yang menelitinya. Sayangnya, studinya ditutup dan dihapus.
Hal itu memaksanya untuk melarikan diri demi keselamatannya. Ia telah dilarang dari media sosial sejak saat itu karena dituding menyebarkan informasi yang salah. Saat itu dr. Li menerbitkan dua studi tentang studi virus Tiongkok di Zenodo tahun lalu dan satu tahun ini, keduanya tanpa peer review.
Ini adalah produk dari program senjata biologis dari pemerintah Partai Komunis Tiongkok (PKC), jaringan yang tidak hanya mencakup ilmuwan PKC tetapi juga ilmuwan dan organisasi luar negeri tertentu.
Penjelasan kebocoran laboratorium Wuhan pada awalnya diberhentikan sebagai teori konspirasi sayap kanan untuk menyalahkan Tiongkok atas wabah tersebut. Sementara itu, Sunday Times mengatakan intelijen Inggris baru-baru ini memeriksa kemungkinan itu dan memang virus itu mungkin berpotensi tersebar karena kebocoran lab.
Dilansir dari Science Times, isu ini diperkuat dengan kebocoran email Fauci. Selama wawancara dengan Newsmax, dr. Li menyebutkan salah satu email ini.
Dia mengatakan Fauci menerima email pada 1 Februari 2020. Pesan tersebut berisi bahwa percobaan rekayasa virus telah dilakukan pada awal epidemi.
Menurut email, dr. Fauci telah mengetahui tentang virus itu sejak awal Maret 2020. Namun dia tidak mendorong atau menuntut penggunaan masker di depan umum karena peraturan kesehatan yang longgar selama awal pandemi.
AS Beberkan Bukti China Produksi Senjata Biologis Jelang Potensi Perang Dunia III
Ada kecurigaan bahwa China sedang meneliti senjata biologis di puluhan laboratorium rahasia.
Penelitian tersebut diduga dilakukan secara diam-diam selama beberapa dekade menjelang potensi Perang Dunia III.
Ada laporan bahwa negara yang memiliki luas 9,6 juta km persegi ini memiliki 50 laboratorium rahasia.
Di dalamnya para ilmuwan dicurigai sedang mengembangkan bom bakteri mematikan dan menimbulkan patogen mematikan seperti Anthrax dan kemungkinan juga Covid-19.
Kecurigaan itu muncul sebagai buntut dari pertanyaan-pertanyaan terkait kemungkinan asal-usul Covid-19 bocor dari laboratorium di Wuhan.
The Sun melaporkan bahwa ada bukti yang menunjukkan Covid-19 mungkin telah direkayasa, namun China menyangkal tuduhan itu.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Awal mula kecurigaan.
Kecurigaan bahwa China memproduksi senjata bilogis, salah satunya adalah Covid-19, bermula dari laporan Amerika Serikat yang mengklaim mendapatkan sejumlah dokumen.
Isi dokumen itu menunjukkan bahwa komandan Tentara Pembebasan Rakyat China meyakini perang di masa depan dapat menggunakan senjata biologis.
Dalam dokumen yang bocor itu disebutkan bahwa senjata biologis dan senjata genetik akan mennjadi senjata utama untuk kemenangan perang.
Dokumen tersebut juga menjelaskan secara rinci kondisi sempurna untuk menggunakan senjata utama tersebut.
Pejabat Departemen Luar Negeri AS telah menyerukan bahaya terhadap China dalam beberapa laporan dan sebagiannya rahasia.
Laporan pertama dirilis pada April yang memperingatkan hubungan dekat antara militer China dengan laboratorium sipilnya. Hal itu menimbulkan kekhawatiran bahwa penelitian biologi bisa "berfungsi ganda.
Laporan AS juga menyatakan bahwa China diyakini memiliki sejarah program senjata biologi (bioweapons) yang mengandung risin, racun botulinum dan agen penyebab anthrax, kolera, wabah dan tulaerima.
Pejabat AS masih mempertanyakan tentang apakah China mematuhi Konvensi Senjata Biologis (BWC), sebuah perjanjian pelucutan senjata yang secara efektif melarang bioweapon, yang ditandatangani oleh China pada 1984.
Namun, di luar dari perjanjian tersebut, AS melihat China diam-diam telah mempelajari potensi senjata biologis selama beberapa dekade.
Informasi yang tersedia menunjukkan China terlibat dalam kegiatan yang menimbulkan kekhawatiran sehubungan dengan kewajibannya berdasarkan Pasal I BWC.
Empat Jenis senjata biologis
Tinjauan yang mengkhawatirkan oleh para ilmuwan AS pada 2002 menunjuk beberapa situs yang diduga terlibat dalam penelitian racun dan patogen yang mematikan.
Satu laboratorium di Yan'an dikhawatirkan telah mengerjakan 4 jenis senjata biologis termasuk granat bakteri dan bom bakteri jenis asap.
Lalu, di kota-kota termasuk Changchun, Kunming, Shenyang, dan Wuhan dikatakan terlibat dalam penelitian dan budidaya berbagai agen perang biologis.
Kementerian Luar Negeri AS kemudian dilaporkan mengidentifikasi 2 fasilitas di China yang diduga memiliki hubungan dengan program senjata biologis untuk perang.
Fasilitas tersebut diduga merujuk pada Akademi Ilmu Kedokteran Militer Institut Mikrobiologi dan Epidemiologi Kementerian Pertahanan China di Beijing dan Institut Produk Biologi Lanzhou.
China kemudian bersikeras mengatakan bahwa yang pertama adalah fasilitas yang berfokus pada biodefense dan yang terakhir adalah fasilitas produksi vaksin.
Diperkirakan setidaknya ada 50 laboratorium dan rumah sakit lain yang digunakan sebagai fasilitas penelitian senjata biologis, selain situs-situs itu.
Laporan AS itu menyebutkan China memiliki kemampuan canggih untuk menyebarkan senjata biologis aerosol.
Ini sangat mengkhawatirkan karena penyakit aerosol adalah yang paling menular dan berpotensi menginfeksi sebagian besar orang.
Namun, fakta tegas tentang apa yang terjadi di dalam fasilitas yang dikelola negara yang dijaga ketat itu hampir tidak mungkin untuk dijabarkan.