PLAYING VICTIM
Playing Victim merupakan tindakan pembuat masalah yang
berlagak jadi korban dan orang yang paling menderita.
Playing Victim adalah sebuah perilaku yang ditunjukkan
oleh seseorang yang sering menudingkan kesalahan pada pihak lain. Padahal bisa
jadi masalah tersebut berasal dari dia sendiri.
Playing victim adalah perilaku yang toxic, dan bisa
dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang. Mereka yang melakukan tindakan ini
biasanya juga bertujuan untuk memperoleh belas kasihan orang lain.
Bermain korban, berlagak korban, atau berpura-pura
teraniaya (bahasa Inggris: victim playing, playing the victim, victim card,
self-victimization) adalah sikap seseorang yang seolah-olah berlagak sebagai
seorang korban untuk berbagai alasan seperti membenarkan pelecehan terhadap
orang lain, memanipulasi orang lain, strategi penjiplakan, mencari perhatian,
atau tidak bertanggung jawab pada amanat yang diberikan padanya.
Bermain korban oleh para penyalah guna adalah :
1. Dehumanisasi, menyangkal bahwa tindakan yang ia lakukan adalah tindak
pelecehan dengan mengklaim bahwa tindakan tersebut dibenarkan dengan alasan
orang lain (biasanya korban) berperilaku buruk.
2. Melakukan tindak dan kontrol abusif dengan meminta simpati dari orang lain
dalam rangka meraih bantuan untuk mendukung atau melakukan tindak pelecehan
terhadap korban (dikenal sebagai pelecehan proksi).
Belakangan ini sifat dan sikap manusia semakin beragam,
salah satunya adalah playing victim.
Entah itu yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar
rumah maupun dalam lingkup dunia kerja.
Mereka yang memiliki perilaku playing victim akan
berperilaku seolah-olah jadi orang paling menderita. Meskipun sebenarnya, ia
yang memancing suatu permasalahan terlebih dahulu.
Playing victim disebut juga dengan istilah victim
mentality.
Melansir dari Public Library of Science, playing victim
terjadi ketika seseorang melemparkan kesalahan ke orang lain padahal kesalahan
tersebut adalah perbuatannya sendiri.
Pelaku playing victim adalah mereka yang biasanya
menghindari tanggung jawab karena sudah melakukan keselahan.
Bahkan pelakunya bisa memosisikan dirinya sebagai korban
karena tak mendapatkan keadilan.
Singkatnya, playing victim adalah cara yang dilakukan
seseorang yang berbuat kesalahan yang ingin menghindari kesalahannya tersebut
dengan melimpahkannya pada orang lain dan memposisikan dirinya sebagai korban.
Playing victim sering terjadi di dalam hubungan,
pertemanan, keluarga, hingga pernikahan.
Dalam sebuah hubungan, sudah sepatutnya segala beban dan
tanggung jawab dipikul bersama.
Kalau ada salah satu yang playing victim berarti dia
melimpahkan beban dan tanggung jawab itu ke pasangannya.
Tanda-Tanda Playing Victim
Dalam sebuah penelitian Organizational Dynamics,
menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki victim mentality sangat sulit untuk
ditangani.
Biasanya mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai
kehidupan.
Hal tersebut dikarenakan mereka percaya bahwa mereka tak
memiliki kontrol terhadap hal-hal yang terjadi pada kehidupan mereka.
Tak hanya itu, orang dengan kondisi mental ini pun
memiliki tingkat tanggung jawab yang kecil.
Berikut adalah tanda-tanda playing victim yang biasanya
dilakukan oleh pelakunya.
1.
Menghindari
Tanggung Jawab.
Vicki
Botnick, terapis pernikahan dan keluarga di California mengatakan bahwa salah
satu tanda playing victim adalah mereka selalu menghindari tanggung jawab. Botnick
menjelaskan, mereka yang memiliki victim mentality atau playing victim
sangatlah sulit untuk diberikan tanggung jawab atau dipercaya. Sikap yang
sering kali biasanya mereka tunjukkan adalah :
a.
Selalu menyalahkan
orang lain.
b.
Membuat alasan.
c.
Tidak ingin
dibebani tanggung jawab.
d.
Selalu bereaksi ini
bukan salah saya pada setiap permasalahan yang ada.
e.
Seperti yang sudah
kita ketahui, hal buruk akan selalu terjadi di hidup kita.
f.
Bahkan banyak orang
yang bernasib buruk adalah orang-orang baik yang tidak pantas menerimanya.
g.
Ketika seseorang
terus menerus merasakan kesulitan dalam hidupnya, secara konstan dari waktu ke
waktu bisa memulai percaya bahwa dunia tidak menginginkan mereka.
2.
Hanya Fokus pada
Masalah, Bukan Solusi.
a.
Tidak semua situasi
negatif adalah kondisi yang benar-benar tak bisa dikendalikan.
b.
Jika dilihat lebih
dekat, setidaknya akan ada celah untuk mencari solusi dalam sebuah
permasalahan.
c.
Dan ketika kita
bisa melihat celah yang ada, hal tersebut adalah sebuah tindakan yang membuat
kita jadi manusia lebih baik.
d.
Orang-orang yang
sering melakukan playing victim adalah mereka yang menunjukkan sedikit
ketertarikan dalam membuat perubahan.
e.
Mereka bahkan akan
menolak untuk dibantu dan lebih suka mengasihani diri mereka sendiri.
f.
Menghabiskan
sedikit waktu untuk bersedih dan mengasihani diri bukan hal yang sepenuhnya
tidak sehat.
g.
Faktanya, tindakan
ini bisa membantu kita dalam memproses emosi yang menyakitkan.
h.
Meski demikian,
mengasihani diri tidak bisa dilakukan secara terus menerus. Harus ada waktu
berhenti agar kita bisa bangkit dari keterpurukan.
3.
Selalu Merasa Lemah.
Banyak orang yang merasa sebagai korban percaya bahwa mereka tak memiliki
kekuatan untuk mengubah situasi yang ada. Namun sayang, kehidupan kadang
terus-terusan membawa mereka ke dalam masalah. Dan dari kacamata mereka, mereka
tak bisa melakukan apapun untuk sukses atau bahkan keluar dari jerat masalah
yang menghadapi.
4.
Selalu Beranggapan
Hal Buruk akan Terjadi pada Diri Mereka. Orang-orang yang playing victim adalah
mereka yang selalu beranggapan bahwa hal buruk akan selalu terjadi pada mereka.
Mereka yang memiliki victim mentality biasanya akan selalu percaya dengan
kalimat ini :
a.
Semua hal buruk
akan selalu datang menghampiri saya.
b.
Saya nggak bisa
keluar dari masalah ini, kenapa harus mencoba?
c.
Saya pantas
menerima hal-hal buruk yang terjadi di hidup ini.
d.
Tak ada yang peduli
dengan saya.
e.
Kesulitan yang
hadir terus menerus biasanya akan menghasilkan monolog di dalam diri,
f.
Kondisi ini akan
membuat orang-orang tersebut memiliki banyak pikiran yang lebih negatif.
5.
Tidak Percaya Diri.
Salah satu tanda lain playing victim adalah rasa percaya diri yang rendah. Mereka
selalu melihat diri mereka sebagai korban dan tak memiliki keberanian dan
bahkan kepercayaan diri yang kiat. Hal ini biasanya akan membuat orang-orang
dengan victim mentality jadi lebih buruk. Mereka bisa saja berpikir, saya tidak
cukup pintar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik" atau, "saya
tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk sukses. Perspektif ini akan membuat
mereka enggan untuk mengembangkan kemampuan atau mengidentifikasi kekuatan baru
serta kemampuan yang bisa membantu untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Mereka
yang selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan cita-cita dan gagal juga
bisa membuat orang tersebut merasa sebagai korban dari kehidupan. Ketika kepala
kita sudah dipenuhi oleh hal yang negatif dan bercampur dengan ketidakpercayaan
diri. Hal itu bisa membuat mereka sulit untuk melihat kemungkinan atau
kesempatan yang lainnya.
6.
Frustrasi dan Marah.
Hal yang paling terlihat dari tanda-tanda playing victim adalah emosional yang
bergejolak. Mereka yang selalu merasa diri mereka adalah korban seringkali
merasa;Frustrasi dan marah pada dunia yang sepertinya selalu bertentangan
dengan keinginan mereka. Tidak ada harapan mengenai kehidupan yang tidak juga
berubah. Merasa tersakiti ketika orang yang mereka pedulikan tidak mempedulikan
mereka. Marah ketika ada orang lain yang terlihat bahagia dan sukses.
7.
Egois. Dalam
hubungan, Moms dan Dads memiliki tanggung jawab yang sama besarnya. Jika ada
suatu kondisi buruk terjadi, kita dan pasangan sama-sama punya andil dalam
keadaan tersebut. Tak ada yang benar dan tak ada yang salah. Sebab, jika kalian
berdua bisa bekerja sama sepatutnya kesalahan itu tidak terjadi. Tapi untuk
membuat keadaan lebih baik, tak ada salahnya saling mengucapkan maaf sebagai
bentuk empati dan rasa tanggung jawab. Seseorang yang playing victim biasanya
tidak mau minta maaf untuk alasan apa pun.
8.
Selalu Menganggap
Disudutkan. Setiap orang pasti ingin saling berbagi cerita, keluh kesah,
berdiskusi dengan pasangannya. Dan setiap kali Moms menyampaikan sesuatu
tentang apa yang terjadi dalam hubungan kalian. Pasangan selalu menganggap
bahwa Moms sedang menyudutkannya. Pasangan seperti tidak menyadari bahwa
sikapnya itulah yang sebenarnya menyudutkan. Padahal, niat bercerita dengannya
adalah untuk menemukan solusi bersama, agar hubungan kembali hangat dan
membahagiakan satu sama lain. Emosi di atas bisa sangat dirasakan dan berlipat
ganda pada orang-orang yang selalu percaya diri mereka adalah korban dari
ketidakadilan. Ketika tidak cepat diatasi, perasaan di atas bisa berubah
menjadi; Kemarahan yang meledak-ledak, Depresi, Mengisolasi atau mengurung diri,
Selalu merasa kesepian
9.
Sering
Membandingkan Diri dengan Orang Lain. Pemilik perilaku playing victim sering
kali bergumul dengan kebiasaan membandingkan diri mereka sendiri dengan orang
lain secara negatif. Padahal, pada dasarnya setiap manusia memiliki kekurangan
dalam beberapa hal dibandingkan dengan orang lain, sehingga seseorang yang
selalu playing victim akan selalu mudah untuk terlibat dalam perilaku atau
pemikiran ini. Untuk mengatasinya, pemiliki perilaku ini perlu mengubah
pandangan mereka. Melansir dari Life Hack, mereka harus mengakui bahwa mereka
masihlah memiliki sifat-sifat yang baik dan berhak merasakan hak istimewa. Dengan
mengatasinya secara tepat, maka hal tersebut dapat membantu kesehatan mental
mereka secara keseluruhan.
Penyebab Playing Victim
Pada sebagian kasus, orang yang sering melakukan playing
victim adalah mereka yang sering kali merasa putus asa.
Hal yang bisa membuat mereka memiliki victim mentality
adalah karena mereka mengalami beragam kondisi sulit dari waktu ke waktu.
Ketidakmampuan diri untuk keluar dari kondisi sulit bisa
membuat mereka terpuruk dalam perasaan yang membuat mereka merasa sebagai
korban secara terus menerus.
Ada beberapa penyebab seseorang melakukan playing victim,
seperti :
1.
Trauma di Masa Lalu.
Peristiwa masa lalu yang menyisakan trauma bisa menyebabkan munculnya perilaku
playing victim. Meskipun begitu, tidak semua orang yang mengalami trauma dapat
memiliki perilaku ini. Rasa sakit atas masalah secara emosional dapat membuat
seseorang menjadi tidak berdaya dan memilih untuk menyerah dengan keadaan.
2.
Mencari Keuntungan
dengan Menjadi Korban. Victim mentality bisa saja muncul saat merasa nyaman
dengan keuntungan yang didapat dengan menjadi korban. Beberapa keuntungan yang
mungkin bisa diperoleh dari memosisikan diri sebagai korban, yaitu :
a.
Bisa memainkan
drama.
b.
Dapat terhindar
dari kemarahan.
c.
Orang lain merasa
terdorong untuk memberi bantuan.
d.
Tidak perlu
bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan
3.
Pernah Menjadi
Korban Pengkhianatan. Victim mentality bisa saja muncul saat Moms menjadi
korban pengkhianatan, terlebih apabila dilakukan secara berulang. Kondisi
tersebut dapat membuat diri sendiri merasa seperti korban serta kehilangan rasa
percaya kepada orang lain. Untuk mengusut perilaku tersebut, kita perlu mencari
tahu riwayat orang yang bermain sebagai korban tersebut.
4.
Penyebab Lainnya. Selain
3 penyebab di atas, ada penyebab lainnya yang membuat seseorang menjadi playing
victim yaitu :
a.
Ketergantungan.
b.
Bentuk manipulasi.
c.
Memiliki
kecenderungan untuk menghancurkan diri sendiri.
d.
Memiliki dendam
terhadap orang yang sukses.
e.
Berhadapan dengan
orang yang sedang melakukan playing victim dapat menjadi tantangan tersendiri. Namun,
perlu diketahui bahwa playing victim juga bisa dilakukan ketika orang tersebut
ingin menghindari amarah orang lain atau ingin mendapatkan hal yang diinginkan.Jadi,
hal terbaik ketika menghadapi seseorang yang kerap melakukan playing victim
dengan mencari tahu alasan mereka melakukan hal tersebut, tidak menghakimi, dan
perlu menerapkan batasan yang jelas.
Tanda-tanda Perilaku Playing Victim
1.
Tidak mau
bertanggung jawab. Seorang terapis dari California, yaitu Vicki Botnick
mengatakan, salah satu ciri playing victim adalah mereka yang suka menghindar
dari tanggung jawab. Ia juga menjelaskan, orang yang memiliki sifat playing
victim atau victim mentality akan sangat sulit ketika diberi tanggung jawab dan
kepercayaan. Mereka cenderung memiliki sifat sering menyalahkan orang lain,
tidak ingin dibebani tanggung jawab dengan banyak alasan, dan selalu menghindar
dari kesalahan yang diperbuatnya. Sebenarnya, ada banyak hal buruk yang akan
menimpa setiap orang. Bahkan meski ia adalah orang paling baik sekalipun. Namun
ketika hal buruk terus saja terjadi pada kehidupan seseorang, barangkali itu
menjadi awal di mana mereka menanamkan pikiran negatif bahwa hidup tidak pernah
berpihak padanya, dan dunia seolah-olah tidak menginginkan kehadirannya.
2.
Tidak memikirkan
solusi, hanya fokus pada masalah. Orang-orang yang memiliki sikap playing
victim adalah mereka yang pesimis, dan biasanya tidak memiliki inisiatif dalam
membuat perubahan. Selain itu, mereka juga lebih senang mengasihani diri
sendiri dibanding menerima bantuan orang lain. Padahal, mengasihani diri
sendiri dengan bersedih sepanjang waktu bukanlah sesuatu yang baik dan
menyehatkan. Mengasihani diri sendiri bukanlah sesuatu yang salah, namun jika
berlebihan dan dilakukan terus menerus maka akan berdampak buruk terhadap
kondisi mental seseorang. Anda harus memiliki kesadaran untuk bangkit dan
memberikan waktu pada diri sendiri untuk berjuang. Dengan begitu, pikiran pun
akan lebih positif, dan badan juga akan lebih mudah untuk diajak bergerak. Hal
tersebut penting dipahami oleh pelaku playing victim. Sebab biasanya mereka
terbelenggu pada masalah dan enggan untuk memikirkan solusi atas masalah
tersebut. Mereka justru lebih memilih menyalahkan orang lain dan keadaan,
kemudian merasa terpuruk atas apa yang menimpanya. Setiap masalah tentu hadir
bersama dengan penyelesaian atau solusi, asalkan Anda mau berusaha dan berjuang
mencari jalan keluar. Lelah mengejar karier yang sempurna, keseimbangan
finansial dan hubungan? Lelah dengan perasaan yang berlebihan dan sepertinya
kamu merasa tidak pernah cukup. Kamu tidak sendirian. Tak Apa untuk Merasa Tak
Baik-Baik Saja adalah panduan yang paling tepat untuk generasi perempuan yang
diam-diam merenungkan apa yang mungkin bisa dilakukan tetapi tidak tahu harus
mulai dari mana atau terlalu takut.
3.
Tidak memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Tanda ketiga dari orang yang memiliki sifat ini
adalah memiliki kepercayaan diri yang rendah. Mereka ini umumnya adalah orang
yang tidak memiliki pandangan positif terhadap kemampuan dirinya sendiri.
Mereka ini selalu menganggap dirinya sebagai korban dan orang yang tidak berani
mengambil langkah. Mereka ini juga kerap dilanda ketakutan saat hendak
melakukan sesuatu. Seakan-akan ia tidak akan mampu dan gagal dalam melakukan
hal tersebut. Orang dengan victim mentality justru akan menjadi semakin buruk
dengan pikiran tersebut. Apalagi jika mereka selalu memiliki pikiran “saya
tidak pintar”, ” Saya tidak cakap melakukan itu”, “saya tidak berbakat”, ” Saya
tidak se perfect dia”, dan pikiran lain yang merendahkan diri sendiri. Pikiran
negatif tersebut lah yang justru akan menjebak mereka dalam zona keterpurukan.
Selain itu pikiran negatif tersebut juga akan menutup kesempatan dan peluang
yang sebenarnya bisa didapatkan.
4.
Selalu berpikir
negatif tentang hal buruk pada dirinya. Kemudian, orang playing victim juga
cenderung memiliki pemikiran bahwa banyak hal buruk akan menimpa mereka. Mereka
lebih mudah percaya pada kalimat negatif seperti “hal buruk akan menimpa saya”,
” saya memang pantas menerima hal-hal buruk”, “tidak ada orang yang
memperdulikan saya”, serta kalimat negatif lain. Padahal, pergulatan pikiran
atau monolog dalam dirinya hanya akan membuatnya semakin tak berdaya.
5.
Merasa menjadi
orang lemah. Tanda ketiga orang playing victim adalah merasa bahwa dirinya
lemah. Ketika seseorang menjadi korban, adalah hal wajar jika beranggapan bahwa
ia lemah. Akan tetapi, jika hal itu berlangsung terus dan pemikiran itu masih
sama, tentu akan menimbulkan perasaan lemah yang dalam. Artinya, ia akan merasa
tidak bisa bangkit dan tidak pula memiliki kekuatan untuk mengubah dirinya
menjadi orang yang kuat. Dunia adalah tempat segala permasalahan hidup
bermunculan. Mengenai karier, keluarga, percintaan, impian, serta harapan; tak
ada satu pun manusia yang benar-benar hidup tanpa masalah. Setiap orang
mendapatkan porsi yang sama, bobot yang sama, kesulitan yang sama. Akan tetapi,
setiap orang pula memiliki caranya masing-masing untuk mengatasi kepelikan
tersebut. Bagaimana berdamai dengan masalah, bagaimana berdamai dengan hidup
yang kadang tak sesuai harapan, dan terutama, berdamai dengan emosi.
Cerita-cerita yang termuat dalam buku ini barangkali tak semuanya berasal dari
pengalaman saya pribadi, melainkan juga berasal dari pengalaman orang lain. Tak
bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi pengalaman dan rasa. Bahwa setiap
kesulitan selalu memiliki jalan keluar, dan setiap permasalahan selalu membawa
pelajaran berharga yang membuat kita mampu melangkah lebih bijaksana di masa
depan. Semoga Anda memetik sesuatu darinya…
Penyebab Munculnya Sifat Playing Victim
Sifat buruk playing victim ini tentu tidak datang begitu
saja. Ada banyak hal yang bisa menjadi latar belakang munculnya sifat ini. Nah
berikut adalah beberapa alasan atau penyebab seseorang memiliki sifat playing
victim :
1.
Memiliki gangguan
kepribadian narsistik dan manipulasi. Playing victim menjadi orang yang
cenderung senang ketika menyalahkan orang lain dan berpura-pura menjadi korban.
Hal tersebut bisa jadi sebagai sebuah tindakan yang juga senang memanipulasi
orang lain dengan tujuan mendapat simpati dan perhatian. Akan tetapi biasanya
hal ini juga berkaitan dengan kepribadian narsistik. Gangguan ini membuat
seseorang berpikir bahwa dirinya adalah orang yang penting dibanding orang
lain.
2.
Memiliki trauma
masa kecil yang mendalam. Penyebab kedua bisa juga karena adanya trauma masa
kecil. Mereka yang biasa melimpahkan kesalahan kepada orang lain biasanya
memiliki masa lalu yang cukup traumatik. Jadi ketika ia bertindak sebagai
playing victim, artinya ia sedang melakukan pertahanan diri. Hal tersebut
dilatarbelakangi oleh stres masa lalu yang kemudian mengubah struktur kimia
dalam otaknya. Meski begitu, ternyata rasa sakit emosional yang dialaminya juga
cukup berpotensi untuk membuatnya menjadi orang yang sulit mengontrol segala
sesuatu.
3.
Memiliki pengalaman
dikecewakan orang lain. Penyebab ketiga playing victim adalah adanya
pengkhianatan yang ia terima berkali-kali. Perasaan kecewa atas penghianatan
yang terus diterima dari orang lain akan membuat ia sulit untuk mempercayai
orang lain. Maka dari itu ia akan merasa bahwa ia adalah seorang korban, dan
kesalahan selalu dilakukan orang lain, bukan dirinya. Hal tersebut muncul
lantaran ia merasa lebih banyak disakiti dan dikecewakan. Maka pada akhirnya ia
lebih memilih untuk menyalahkan orang lain dan menjebak mereka atas rasa
bersalah tersebut.
4.
Memiliki
kecenderungan untuk menghancurkan diri sendiri. Keempat yang bisa juga menjadi
penyebab adalah adanya kecenderungan untuk menghancurkan diri sendiri. Orang
yang suka playing victim biasanya juga berkutat dengan pembicaraan dan pikiran
yang negatif tentang dirinya. Sehingga menganggap diri sendiri sebagai orang
lemah dan kecil. Padahal pikiran tersebut justru adalah sebuah tindakan yang
akan menghancurkan. Sebab self talk yang negatif bisa menghancurkan pertahanan
diri seseorang dan membuat ia terbelenggu dalam lingkaran keputusasaan,
sehingga akan sulit baginya untuk bangkit dari keterpurukan.
5.
Memiliki dendam
terhadap orang yang sukses. Penyebab terakhir yang bisa membuat orang bersikap
playing victim adalah adanya dendam terhadap orang lain yang lebih sukses
darinya. Karena pada faktanya, perilaku playing victim menjadi salah satu cara
bagi seseorang untuk untuk melindungi diri. Hal ini muncul lantaran ia merasa
bahwa ia tak boleh dikalahkan oleh orang lain, sehingga muncullah rasa iri
dalam hatinya. Rasa iri pada orang yang lebih sukses ini kemudian menjadi
dendam di dalam hati. Maka dari itulah, ketika ada kesempatan, ia akan mengeksploitasi
orang lain dengan kesalahan yang dilakukan dan mencemarkan nama baiknya.
Cara Mengatasi Perilaku Playing Victim
Memiliki perilaku atau sikap playing victim bukanlah
sesuatu yang baik. Namun bagi siapapun yang merasa memiliki sikap tersebut, bukan
berarti ia adalah orang yang buruk, asalkan ada keinginan untuk mengubah
dirinya menjadi lebih baik. Nah, berikut ini adalah beberapa hal yang bisa
membantu setiap orang dengan playing victim untuk menjadi lebih baik lagi :
1.
Pandang diri
sebagai pejuang, bukan korban. Sebagai korban, biasanya akan berpikir bahwa
tidak ada harapan bagi hidupnya, sementara pejuang selalu mencoba mengambil
alih kehidupan. Korban juga selalu melawan kehidupan, sementara pejuang akan
menyambut kehidupan. Mentalitas korban akan muncul dalam sikap suka dikasihani,
dan inilah yang perlu diubah. Merasa menjadi korban akan membuat siapapun
merasa ia tidak bersalah, bahwa orang lainlah yang salah. Padalah, menjadi
seorang pejuang jauh lebih menyenangkan. Hidup akan lebih bermakna saat mampu
memperjuangkan sesuatu. Dan sekali seseorang mendapatkan kemenangan atas
perjuangannya sendiri, maka perasaan lebih baik dan ingin terus berhasil akan
dimilikinya. Seorang pejuang tentu juga akan berkumpul dengan orang-orang
seperjuangan, yang memiliki berbagai sikap dan pikiran positif.
2.
Miliki rasa
tanggung jawab atas diri sendiri. Pertama-tama cobalah untuk mengevaluasi diri
ketika mendapatkan simpati dari orang lain. Simpati ini akan membuat Anda
merasa spesial, sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan. Kesalahan hanya
dilakukan oleh orang lain. Pikiran tersebut muncul lantaran Anda merasa sebagai
orang yang spesial, sehingga dapat melemparkan kesalah para yang lain. Maka
dari itu, langkah kedua untuk menghindari perilaku playing victim adalah
milikilah rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri. Hal utama yang harus
diubah adalah mindset atau cara berpikir yang salah. Jika selama ini ada
pikiran sebagai orang spesial sehingga patut menyalahkan orang lain, maka
ubahlah dengan kalimat yang lebih positif. Seperti kalimat aku bertanggung
jawab atas hidupku sendiri, atau kalimat positif aku dapat mengubah hidupku
menjadi lebih baik lagi. Dengan pikiran yang lebih positif, akan berpengaruh
pada sikap playing victim yang selama ini dilakukan.
3.
Jangan
memperlakukan diri sendiri terlalu keras. Cara keempat untuk bisa keluar dari
sifat playing victim adalah dengan tidak memperlakukan diri secara keras.
Ketika Anda sering menjadikan diri sendiri sebagai korban, berarti Anda juga
telah siap untuk selalu menjadi korban. Jangan sampai perilaku pura-pura
menjadi korban ini malah justru menjadikanmu korban betulan. Padahal, dalam hal
apapun menjadi korban tidaklah menyenangkan. Meski akan mendapat simpati dan
perhatian dari orang lain, namun itu tak akan lebih menyenangkan dibanding Anda
bisa bangkit dan melawan.