POLITIK DUA KAKI
Sebelum kita membahas politik dua kaki mari kita mengingat, apa itu politik ?
Pendidikan politik adalah pemberian pendidikan untuk mencapai aktualisasi diri dari individu dalam kedudukannya sebagai warga negara.
Dua konsep utama dalam pendidikan politik adalah pendidikan dan politik.
Salah satu tujuan dari pendidikan politik adalah kaderisasi partai politik.
Konsep pokok dari pendidikan politik adalah pendidikan dan politik.
Pendidikan merupakan proses yang menumbuh kembangkan kedewasaan dan mengarahkan serta menatanya. Sementara konsep politik diartikan secara bervariasi.
Politik secara umum dikaitkan dengan negara. Konsep mengenai politik dapat diartikan secara positif maupun negatif.
Politik dengan konsep yang positif dikaitkan dengan kekuasaan, partai politik, kebijakan negara dan pemerintahan. Sedangkan politik dengan konsep yang negatif dikaitkan dengan sifat manipulasi, ketidak bergunaan, kelicikan, kemunafikan dan hal yang kotor.
Kaderisasi partai politik merupakan salah satu tujuan pendidikan politik. Tujuan ini merupakan tujuan jangka menengah.
Peran pendidikan politik sebagai langkah awal dalam proses penerimaan anggota partai politik dan kaderisasinya. Partai politik memiliki hubungan yang erat dengan kadernya. Hubungan ini bersifat politis dalam rangka pemberian pendidikan politik.
Partai politik memberikan pendidikan politik kepada warga negara melalui ideologi yang dimilikinya.
Secara tujuan kepentingan politik dua kaki adalah penikaman dari belakang oleh seorang kawan dan itu lebih hina daripada pelacur sekalipun, jauh lebih mulia seseorang musuh politik yang beroposisi yang secara jelas head to head dibanding opportunis dari dalam yang dengan strategi memanfaatkan situasi.
Peribahasa, Berdiri di atas dua kaki dapat anda gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai suatu perumpamaan yang mempunyai arti orang atau pihak yang dengan sengaja dan terang-terangan mendukung terjadinya perselisihan orang atau pihak lain (biasanya di dunia politik).
Politik dua kaki adalah kiasan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dalam problematika kehidupan politik masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pragmatisme sempit yang terkait dengan politik kekuasaan.
Politik dua kaki adalah bagian dari strategi politik yang eksklusif, tertutup dan bermuatan kelicikan dalam mencari keuntungan dari siapapun pemenang dari banyak kompetitor.
Salah satu ciri dari pelaku politik dua kaki ialah biasanya bermain aman, biasanya tidak ingin terlihat terlalu condong ke satu kubu, terlihat seperti merangkul semua pihak, ingin semua pihak senang, haus pencitraan, bahkan cenderung menampilkan diri sebagai pihak yang terdzholimi (dikuyo-kuyo) mirip seperti politik playing victim dan biasanya muncul sebagai pahlawan kesiangan.
ALASAN POLITISI MAIN DUA KAKI
Partai yang rata-rata dipimpin oleh pengusaha atau pemodal, selalu memainkan politik dua kaki dan akan bersikap mendukung kekuasaan (apapun hasil akhir pemilu legilatif dan eksekutif), serta menjadi bagian dari partai penguasa, siapa pun penguasanya.
Sikap partai yang didominasi pemodal (kapitalis) ini adalah cerminan dari sikap mayoritas pemodal di Indonesia. Tujuannya adalah supaya tetap berkuasa dan memperoleh akses terhadap kekuasaan politik, hal yang juga berbanding lurus dengan kekuasaan di bidang ekonomi.
Karena kalau tak memiliki akses terhadap kekuasaan maka akses ekonomi juga akan sulit.
Menurut Pakar Komunikasi Politik dari (UPH) Emrus Sihombing bahwa secara hipotesis dari konsep politik para aktor politik memungkinkan bermain di dua kaki. Sama dengan analogis pepohonan, kalau misalnya matahari dari sebelah kiri ujung pohon akan kekiri, kalau matahari berbelok ke kanan maka marahari akan ke kanan. Karena di situ ada energi, hampir sama dengan politik, bedanya kalau di politik ada kepentingan.
Bahwa para politisi, siapapun yang pindah dukungan berarti ada masalah.
Pertama di partai lamanya atau di tempat perjuangan politiknya itu ada faksi-faksi di dalam yang tidak klop, artinya kepentingan politik orang yang pindah dukungan tidak terwujud.
Bahwa kepentingan politiknya terwujud di tempat barunya. Oleh karenanya di tempat lama ada hal yang perlu disoroti, secara umum di tempat lamanya partai yang bersangkutan tidak mampu mengelola perbedaan di internal partai.
Partai modern yang bisa mengelola perbedaan itu, karena memang politik itu penuh dengan dinamika, penuh dengan sub kepentingan suatu partai. Seni mengelola perbedaan itulah bukti daripada kedewasaan suatu partai.
Selain itu yang kedua dari sudut individu, individu yang berpindah dukungan dinilai tidak memiliki loyalitas.
Tidak mempunyai garis politik yang utuh sehingga begitu ada tawaran dari luar, ini biasa disebut aktor politik pragmatis (politik dagang sapi).
Baru kemudian di tempat perjuangan barunya menerima sosok tersebut, bisa juga ada kepentingan pragmatis juga. Bagaimanapun sosok seorang tokoh politik apalagi dia incumbent (petahana) misalnya pasti punya pengikut. Nah di tempat perjuangan barunya diperlukan dalam konteks kandidasi yang akan datang.
Politik sangat cair, sangat mudah berubah, politik di Indonesia sangat membuktikan konsep tidak ada musuh sejati tidak ada teman sejati yang ada adalah kepentingan.