MOTIF KEJAHATAN
Motif menjadi salah satu istilah yang sering kita dengar
saat terjadi sebuah kasus kejahatan. Namun, masih banyak yang belum mengetahui
apa sebenarnya yang dimaksud dengan motif.
Kejahatan sering dimaknai perilaku pelanggaran aturan
hukum secara langsung maupun tidak, Mengapa Orang
Melakukan Kejahatan ?
Tindakan itu sebagai kejahatan hanya jika memenuhi dua
unsur :
1.
Mens rea. Mens rea
atau adanya niatan untuk melakukan sesuatu. Artinya, motif yang
melatarbelakangi tindakan kejahatan itu bukan paksaan dari orang lain.
2.
Actus reus, Actus
reus perbuatan yang melanggar undang-undang. Bisa dimaknai motif yang muncul
itu memenuhi unsur melanggar hukum atau perbuatan pidana.
Penyebab motif kejahatan menurut pandangan
kriminologi
Mengutip dari Teori-Teori Krimonologi tentang Penyebab
Kejahatan dan Upaya Penanggulangannya, berikut di antaranya:
1.
Teori psikogenesis.
Teori ini menjelaskan, perilaku kriminalitas timbul karena faktor intelegensi,
ciri kepribadian, motivasi, sikap yang menyimpang, fantasi, rasionalisasi,
internalisasi yang keliru, konflik batin, dan kecenderungan psikopatologis. Itu
berarti, motif dari perilaku kejahatan reaksi terhadap masalah psikis.
2.
Teori sosiogenesis.
Teori ini menjelaskan, penyebab motif tingkah laku jahat murni dari
sosiopsikologis seseorang. Sosiopsikologis pengaruh struktur sosial yang
menyimpang dari aturan, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial, atau
internalisasi simbolis yang keliru.Teori ini mengungkapkan, motif kejahatan
karena dipengaruhi faktor lingkungan sekitarnya, seperti keluarga, ekonomi,
sosial, pertahanan, penemuan teknologi. Setiap orang bisa memiliki
kecenderungan melakukan kejahatan, karena proses meniru keadaan di sekitarnya.
3.
Teori subkultural
delikuensi. Motif kejahatan tersebab berbagai sifat struktur sosial dengan pola
budaya yang khas dari lingkungan masyarakat yang dialami pelaku kejahatan.
Motif itu terletak di luar diri pelaku kejahatan. Biasanya, daerah perkotaan
cenderung lebih rawan terjadi kejahatan daripada di perdesaan. Contohnya
kejahatan terhadap harta benda, pencurian atau perampokan. Hal ini terjadi
karena biasanya orang-orang yang tinggal di perkotaan akan memikirkan strata
sosial ketimbang keamanan dirinya. Adapun terkait pola hidup yang konsumtif dan
cenderung ingin foya-foya.
Bentuk kejahatan
Ketika membicarakan kejahatan kita juga
perlu mengidentifikasi pelaku dan korban. Pelaku adalah orang yang melakukan
tindakan melanggar hak dan kesejahteraan hidup seseorang, sedangkan korban
adalah orang yang terlanggar hak dan kesejahteraan hidupnya. Pada kasus pidana,
identifikasi akan berkaitan dengan pembuatan tuntutan dan pertanggungjwaban
hukum. Walaupun begitu, terkadang tidak mudah mengidentifikasi pelaku dan
korban, terutama pada kasus dimana pelaku adalah korbannya juga, contohnya:
pelaku prostitusi sebenarnya juga adalah korban dari perilakunya.
Kejahatan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa
macam, kejahatan personal (pelaku dan korban kejahatan adalah sama),
interpersonal (ada pelaku yang merugikan orang lain), dan kejahatan sosial
masyarakat (efek kejahatan pelaku merugikan kehidupan orang banyak di
masyarakat). Dari segi pelaksanaannya kejahatan juga bisa dibagi menjadi
kejahatan terorganisir (sering disebut kejahatan kerah putih yang memiliki
sistem dan perencanaan serta keahlian dalam melakukan kejahatan) dan tidak teroganisir
(kejahatan yang dilakukan tanpa perencanaan dan dilakukan oleh orang yang belum
punya keahlian khusus atau amatir). Secara pidana, ada beberapa contoh perilaku
kejahatan pembunuhan, tindak kekerasan, pemerkosaan, pencurian, perampokan,
perampasan, penipuan, penganiayaan, penyalahgunaan zat dan obat, dan banyak
lagi yang lain.
Teori kejahatan
Begitu banyaknya bentuk dan macam kejahatan, maka menarik
untuk mengetahui apa hal yang menyebabkan orang bisa melakukan tindak
kejahatan. Sebenarnya sejak dulu manusia berusaha menjelaskan mengapa beberapa
orang menjadi penjahat. Penjelasan paling awal adalah Model Demonologi. Dulu
dianggap bahwa perilaku kriminal adalah hasil dari pengaruh roh jahat. Maka
cara untuk menyembuhkan gangguan mental dan perilaku jahat adalah mengusir roh
kejahatan, biasanya dilakukan dengan beberapa cara menyiksa, mengeluarkan
bagian tubuh yang dianggap jahat (misalkan darah, atau bagian organ tubuh
lainnya).
Namun dalam kajian Psikologi Forensik, dikenal beberapa
pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan perilaku kejahatan:
Kriminologi awal (Cesare Lombroso), Psikoanalisa (Sigmund Freud), dan Teori
Bioekologi-Sosial.
Cesare Lombroso adalah seorang kriminolog Italia yang
pada tahun 1876 menjelaskan teori determinisme antropologi yang menyatakan
kriminalitas adalah ciri yang diwariskan atau dengan kata lain seseorang dapat
dilahirkan sebagai kriminal. Ciri kriminal dapat diidentifikasi dengan ciri
fisik seseorang, contohnya: rahang besar, dagu condong maju, dahi sempit,
tulang pipi tinggi, hidung pipih atau lebar terbalik, dagu besar, sangat
menonjol dalam penampilan, hidung bengkok atau bibir tebal, mata licik, jenggot
minim atau kebotakan dan ketidakpekaan terhadap nyeri, serta memiliki lengan
panjang. Ia menyimpulkan juga kebanyakan kejahatan dilakukan oleh laki-laki.
Perempuan yang melakukan kejahatan artinya terjadi degenarasi atau kemunduran.
Ia berpandangan harusnya sikap pasif, kurangnya inisiatif dan intelektualitas
perempuan membuatnya sulit melakukan kejahatan.
Sigmund Freud dalam perspektif Psikoanalisa memiliki
pandangan sendiri tentang apa yang menjadikan seorang kriminal.
Ketidakseimbangan hubungan antara Id, Ego dan Superego membuat manusia lemah
dan akibatnya lebih mungkin melakukan perilaku menyimpang atau kejahatan. Freud
menyatakan bahwa penyimpangan dihasilkan dari rasa bersalah yang berlebihan
sebagai akibat dari superego berlebihan. Orang dengan superego yang berlebihan
akan dapat merasa bersalah tanpa alasan dan ingin dihukum; cara yang dilakukannya
untuk menghadapi rasa bersalah justru dengan melakukan kejahatan. Kejahatan
dilakukan untuk meredakan superego karena mereka secara tidak sadar sebenarnya
menginginkan hukuman untuk menghilangkan rasa bersalah.
Selain itu, Freud juga menjelaskan kejahatan dari prinsip kesenangan. Manusia memiliki dasar biologis yang sifatnya mendesak dan
bekerja untuk meraih kepuasan (prinsip kesenangan). Di dalamnya termasuk
keinginan untuk makanan, seks, dan kelangsungan hidup yang dikelola oleh Id.
Freud percaya bahwa jika ini tidak bisa diperoleh secara legal atau sesuai
dengan aturan sosial, maka orang secara naluriah akan mencoba untuk
melakukannya secara ilegal. Sebenarnya pemahaman moral tentang benar dan salah
yang telah ditanamkan sejak masa kanak harusnya bisa bekerja sebagai superego
yang mengimbangi dan mengontrol Id. Namun jika pemahaman moral kurang dan
superego tidak berkembang dengan sempurna, akibatnya anak dapat tumbuh menjadi
menjadi individu yang kurang mampu mengontrol dorongan Id, serta mau melakukan
apa saja untuk meraih apa yang dibutuhkannya. Menurut pandangan ini, kejahatan
bukanlah hasil dari kepribadian kriminal, tapi dari kelemahan ego. Ego yang
tidak mampu menjembatani kebutuhan superego dan id akan lemah dan membuat
manusia rentan melakukan penyimpangan.
Dari perspektif Belajar Sosial, Albert Bandura
menjelaskan bahwa perilaku kejahatan adalah hasil proses belajar psikologis,
yang mekanismenya diperoleh melalui pemaparan pada perilaku kejahatan yang
dilakukan oleh orang di sekitarnya, lalu terjadi pengulangan paparan yang
disertai dengan penguatan atau reward, sehingga semakin mendukung orang untuk
mau meniru perilaku kejahatan yang mereka lihat. Contohnya jika anak mengamati
orang tuanya mencuri dan memahami bahwa mencuri uang menimbulkan reward positif
(punya uang banyak untuk bersenang-senang), maka anak akan mau meniru perilaku
mencuri. Di sisi lain, perilaku yang tidak diikuti dengan reward atau
menghasilkan reaksi negatif maka anak belajar untuk tidak melakukan atau
dengan kata lain meniru untuk tidak mengulangi agar menghindari efek negatif.
Dalam perspektif ini, Bandura percaya bahwa manusia memiliki kapasitas berpikir
aktif yang mampu memutuskan apakah akan meniru atau tidak mengadopsi perilaku
yang mereka amati dari lingkungan sosial mereka.
Teori Sosial menjelaskan bahwa perilaku kejahatan adalah
hasil kerusakan sistem dan struktur sosial. Seorang penjahat dari keluarga yang
bercerai, mengalami masa kecil yang sulit, hidup di lingkungan sosial yang
miskin dan banyak terjadi pelanggaran hukum, tidak memiliki pendidikan yang
baik, memiliki gangguan fisik dan mental dan berbagai kesulitan psikososial
lainnya. Dalam perspektif ini, kesannya individu dilihat sebagai pasif bentukan
sistem di sekelilingnya. Namun sebenarnya pada pendekatan Bioekologis oleh Urie
Brofenbenner, terdapat interaksi faktor personal (si individu itu sendiri,
termasuk di dalamnya aspek kepribadian, trauma, aspek biologis) dengan faktor
sistem sosial di sekelilingnya. Artinya perilaku kejahatan akan muncul sebagai
interaksi antara faktor personal dan faktor lingkungan yang harus dapat
diidentifikasi. Contohnya seseorang yang memiliki gangguan kepribadian, pernah
mengalami pola pengasuhan traumatis dan saat ini hidup di lingkungan yang tidak
peduli hukum dapat membuatnya lebih mudah melakukan kejahatan.
Apakah semua kejahatan harus
diperlakukan sama?
Kejahatan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Bahkan
perilaku kejahatan yang sama dapat didasari oleh alasan yang berbeda. Misalkan
perlaku mencuri, seorang melakukannya untuk bertahan hidup, sedang yang lain
untuk mencari uang sebanyak mungkin agar bisa menghindari pekerjaan sesedikit
mungkin. Berbagai penjelasan teori kejahatan di atas dapat digunakan untuk
memahami kasus-kasus kejahatan. Mengapa dan bagaimana perilaku kejahatan dapat
muncul dalam suatu kasus kejahatan. Kepekaan dan keahlian dalam memilah-milah
perspektif teori dalam menjelaskan kejahatan sangat dibutuhkan dalam mencari
titik terang suatu kasus kejahatan. Dengan pemahaman tersebut, harapannya, juga
bisa dipahami bagaimana masing-masing harus diperlakukan dan diberikan
konsekuensi hukum serta rehabilitasi psikologisnya. Proses koreksi dan
rehabilitasi perilaku kejahatan sebaiknya dilakukan berdasarkan penjelasan
perilaku kejahatan yang akurat dan tepat.