TUHAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Dalam konsep Islam, Tuhan dinamakan Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Tuhan itu wahid dan Esa (hari pertama), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya : nama-nama yang sangat baik) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di selang 99 nama Allah tersebut, yang sangat terkenal dan sangat sering digunakan adalah Maha Pengasih (ar-rahman) dan Maha Penyayang (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu aksi kemurahhatian yang sangat utama bagi semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut nasihat Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa wajib menjelma dalam bentuk apa pun. Menurut Al-Quran, Tuhan tidak mampu dicapai oleh penglihatan mata, sedang Ia mampu melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS Al-'An'am :103)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Luhur dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Ia semakin dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Ia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan bila mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Ia memandu manusia pada jalan yang lurus, jalan yang diridhai-Nya.
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi (29:46). Namun, hal ini ditolak secara universal oleh kalangan non-Muslim.
Beberapa teori mencoba menganalisa etimologi dari kata Allah. Salah satunya mengatakan bahwa kata Allāh (الله) berasal dari gabungan dari kata al- (sang) dan ʾilāh (tuhan) sehingga berguna Sang Tuhan. Namun teori ini menyalahi bahasa dan kaidah bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab. Penggunaan kata tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil Qur'an (h. 13) dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul Mu'ashirah (h. 54).
Kedua penulis tersebut bukannya memakai kata Allah, melainkan al-ilah sebagai bentuk ma'rifat dari ilah. Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata sifat) nakiroh (umum) yang bermodel mutsanna (dua) dan jamak, maka isim ma'rifat kata itupun bermodel mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlangsung bagi kata Allah, kata ini tidak bermodel ma'rifat mutsanna dan jamak. Sedangkan kata ilah bermodel ma'rifat adun mutsanna (yaitu al-ilahani atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian kata al-ilah dan Allah adalah dua kata yang berbeda.
Teori lain mengatakan kata ini berasal dari kata bahasa Aram Alāhā. Cendekiawan muslim kadang-kadang menerjemahkan Allah menjadi God dalam bahasa Inggris. Namun, sebagian yang lain mengatakan bahwa Allah tidak bagi diberikan definisi, dengan berargumen bahwa kata tersebut khusus dan luhur sehingga wajib dilindungi, tidak memiliki bentuk jamak dan gender (berbeda dengan God yang memiliki bentuk jamak Gods dan bentuk feminin Goddess dalam bahasa inggris). Isu ini menjadi penting dalam upaya penerjemahan Al-Qur'an.
Kata Allāh selalu ditulis tanpa alif bagi mengucapkan vowel ā. Ini diakibatkan karena ejaan Arab masa lalu berawalan tanpa alif bagi mengeja ā. Akan tetapi, bagi diucapkan secara vokal, alif kecil selalu ditambahkan di atas tanda saddah bagi menegaskan prononsiasi tersebut.
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar Al-Quran dan hadis secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak berbakat ulama aspek kepercayaan dasar yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
Konsep ketuhanan berdasarkan Al-Quran dan Hadis.
Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Quran (Al-'Alaq [96]:1-5), Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia beragam hal termasuk di selangnya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya Al-Quran adalah kalam Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Quran merupakan penuturan Allah tentang diri-Nya.
Selain itu menurut Al-Quran sendiri, pengakuan akan Tuhan telah mempunyai dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A'raf :172). Ketika sedang dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan masa itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesukaran, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Quran menegaskan ini dalam surah Az-Zumar : 8 dan surah Luqman :32.
Keesaan Allah atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya yang tunggal dan mutlak yang menjadi semakin alam semesta sebagai; Zat yang tidak tampak dan wahid yang tidak diciptakan. Menurut Al-Quran :
"Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Bila Ia menghendaki niscaya Ia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Ia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (al-An'am :133)
Menurut Vincent J. Cornell, Al-Quran juga memberikan citra monis Tuhan dengan menjelaskan realitas-Nya sebagai medan semua yang mempunyai, dengan Tuhan menjadi suatu konsep tunggal yang akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Kesudahan Yang Kesudahan dan Yang Batin; dan Ia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid :3) Sebagian Muslim walau begitu, mengkritik intepretasi yang mengacu pada pandangan monis atas Tuhan sebagai pengkaburan selang Pencipta dan dicipta, dan ketidakcocokannya dengan monoteisme redikal Islam.
Ketidakmampuan Tuhan mengimplikasikan ketidakmahakuasaan Tuhan dalam mengatur konsepsi universal sebagai keuniversalan moral yang logis dan sepantasnya daripada eksistensial dan kerusakan moral (seperti dalam politeisme). Dalam hal serupa, Al-Quran menolak bentuk pemikiran ganda sebagai gagasan dualitas atas Tuhan dengan menyatakan bahwa kebaikan dan kejahatan diturunkan dari perilaku Tuhan dan bahwa kejahatan menyebabkan tidak mempunyainya daya bagi menciptakan. Tuhan dalam Islam sifatnya universal daripada tuhan lokal, kesukuan, atau paroki; zat mutlak yang mengajarkan nilai kebaikan dan melarang kejahatan.
Tauhid merupakan pokok bahasan Muslim. Menyamakan Tuhan dengan ciptaan adalah satu-satunya dosa yang tidak mampu diampuni seperti yang diistilahkan dalam Al-Quran. Umat Muslim percaya bahwa keseluruhan nasihat Islam bersandar pada prinsip Tauhid, yaitu percaya "Allah itu Esa, dan tidak mempunyai sekutu bagi-Nya." Bahkan tauhid merupakan kosep teoritis yang wajib dilaksanakan karena merupakan syarat mutlak setiap Muslim.
SIFAT TUHAN
Al-Qur'an merujuk sifat Tuhan mempunyai pada asma'ul husna (lihat QS. Al-A'raf :180, Al-Isra' :110, Ta Ha :8, Al-Hasyr :24). Menurut Gerhard Böwering, "Nama-nama tersebut menurut tradisi dijumlahkan 99 sebagai nama tertinggi (al-ism al-aʿẓam), nama tertinggi Tuhan, Allāh. Perintah bagi menyeru nama-nama Tuhan dalam sastra tafsir Qurʾān mempunyai dalam Surah Al-Isra' ayat 110, "Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Ia mempunyai asma'ul husna (nama-nama yang terbaik)," dan juga Surah Al-Hasyr ayat 22-24, yang mencakup semakin dari selusin nama Tuhan.
Sesungguhnya sifat-sifat Allah yang luhur tidak terbatas/terhingga. Di selangnya juga tercantum dalam Asma'ul Husna. Sebagian ulama merumuskan 20 Sifat Allah yang wajib dipahami dan diimani oleh umat Islam di antaranya :
1. Bentuk (ada) dan absurd Allah itu tidak mempunyai (Adam).
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Ia bersemayam di atas Arsy. Ia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam (Al A'raf 54).
2. Qidam (terdahulu) dan absurd Allah itu huduts (baru).
Dialah Yang Awal…(Al Hadid 3)
3. Baqo’ (kekal) dan absurd Allah itu fana’ (binasa). Allah sebagai Tuhan Semesta Alam akan hidup terus menerus. Abadi tidak berkesudahan mengurus makhluk ciptaan-Nya. Bila Tuhan itu fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaan-Nya seperti manusia?
Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…(Al Furqan 58).
4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (tidak serupa dengan makhluk-Nya) dan absurd Allah itu sama dengan makhluk-Nya (mumaatsalaatuhu lil hawaadits).
…Tidak mempunyai sesuatupun yang serupa dengan Dia…(Asy Syu'ara' 11).
5. Qiyamuhu binafsihi (berdiri dengan sendirinya) dan absurd Allah itu qiyamuhu bi ghairihi (berdiri-Nya dengan yang lain).
…Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Al ‘Ankabut 6}
6. Wahdaaniyah (Esa atau Satu) dan absurd Allah itu banyak (ta’addud) misalnya 2, 3, 4, dst-nya. Allah itu Maha Kuasa.
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak mempunyai tuhan yang lain beserta-Nya. Seandainya mempunyai tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (Al Mu’minun 91}.
Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak mempunyai seorangpun yang setara dengan Dia. (Al Ikhlas 1-4).
7. Qudrat (Kuasa) dan absurd Allah itu ‘ajaz (lemah). Kalau Allah itu lemah, tentu saja makhluk ciptaan-Nya mampu mengalahkan-Nya.
Bila Ia kehendaki, niscaya Ia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian tidak sulit bagi Allah. (Fathir 16-17)
8. Ilmu (Mengetahui) dan absurd Allah itu jahal (bodoh). Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, karena Dialah yang menciptakan-Nya.
…dan Ia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Ia mengetahuinya…(Al An'am 59)
9. Hayat (Hidup) dan absurd Allah itu maut (mati). Hidupnya Allah tidak seperti hidupnya manusia. Manusia dihidupkan oleh Allah yang akhir akan mati, sedangkan Allah tidak akan mati. Ia akan hidup terus selama-lamanya.
Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…(Al Furqan 58).
10. Sama’ (mendengar) dan absurd Allah bersifat shomam (tuli).
…Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al Baqarah 256).
11. Bashar (melihat) dan absurd Allah bersifat ‘Amaa (buta).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Al Hujurat 18)
ALLAH MAHA TAHU
Al-Quran menjelaskan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, termasuk hal pribadi dan perasaan, dan menjelaskan bahwa tidak mempunyai sesuatu yang mampu sembunyi dari-Nya:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melaksanakannya. Tidak luput dari ilmu Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak mempunyai yang semakin kecil dan tidak (pula) yang semakin akbar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) Yunus [10]:61
KONSEP TUHAN BERDASAR SPEKULASI
Sebagian ulama berbeda argumen terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan tersebut belum sampai mendistorsi Al-Quran. Pendekatan yang bersifat spekulatif bagi menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari rasionalitas sampai agnostisisme, panteisme, mistisme, dan lainnya dan juga mempunyai sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat.
Dalam Islam, bentuk spekulatif mudah dibedakan sehingga jarang masuk ke dalam konsep tauhid sejati. Beberapa konsep tentang Tuhan yang bersifat spekulatif di selangnya adalah Hulul, Ittihad, dan Wahdatul Bentuk.
HULUL
Hulul atau juga sering dinamakan peleburan selang Tuhan dan manusia adalah segala sesuatu yang diajarkan yang dipopulerkan Mansur al-Hallaj. Segala sesuatu yang diajarkan ini menyatakan bahwa seorang sufi dalam keadaan tertentu, mampu melebur dengan Allah. Dalam hal ini, aspek an-nasut Allah bersatu dengan aspek al-lahut manusia. Al-Lahut merupakan aspek Ketuhanan sedangkan An-Nasut adalah aspek kemanusiaan. Sehingga dalam segala sesuatu yang diajarkan ini, manusia maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut dalam diri masing-masing.
Dalam sufistik-mistis, orang yang mengalami hulul akan mengeluarkan gumaman-gumaman syatahat (kata-kata aneh) yang menurut para mistikus diakibatkan oleh rasa cinta yang melimpah. Para sufi yang sepaham dengan ini menyatakan gumaman itu bukan berasal dari Zat Allah namun keluar dari roh Allah (an-nasut-Nya) yang sedang mengambil tempat dalam diri manusia.
Mansur al-Hallaj memakai ayat Al-Quran semisal surah Al-Baqarah ayat 34 bagi menjelaskan segala sesuatu yang diajarkannya. Dalam ayat itu berbunyi, "...sujudlah wahai para malaikat kepada Adam..... ". Al-Hallaj menjelaskan bahwa mengapa Allah memerintahkan bersujud kepada Adam padahal seharusnya hanya bersujud kepada Allah dikarenakan masa itu Allah telah mengambil tempat dalam diri Adam sehingga Adam memiliki kemuliaan Allah. Al-Hallaj juga menyebutkan hadits yang mendukung argumennya, seperti, "Sesungguh-Nya Allah menciptakan Adam berdasarkan bentuk-Nya." Dan juga menurutnya hulul pernah terjadi pada diri Isa, dimana Allah mengambil tempat pada dirinya.
ITTIHAD
Ittihad adalah segala sesuatu yang diajarkan yang dipopulerkan Sisa dari pembakaran Yazid al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki guna "bergabung menjadi satu", sehingga segala sesuatu yang diajarkan ini berguna seorang sufi mampu bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) bagi akhir dalam keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Dalam segala sesuatu yang diajarkan ini, seorang bagi mencapai Ittihad wajib melalui beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifat-sifat buruk manusia supaya menjadi adun. Pada masa ini, manusia mampu menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang mempunyai dalam hatinya hanya Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadaran ilahi".
Berbeda dengan Hulul, bila dalam Hulul "Tuhan turun dan melebur dalam diri manusia", maka dalam Ittihad manusia-lah yang naik dan melebur dalam diri Tuhan.
WAHDATU BENTUK
Wahdatul Bentuk merupakan segala sesuatu yang diajarkan yang dibawa Ibnu Arabi. Wahdatul Bentuk berasal dari hadits Qudsi, "Saya pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, akhir Saya berhasrat dikenal. Maka Ku-ciptakan makhluk, maka mereka mengenal Saya melalui diri-Ku." Menurutnya, Tuhan tidak akan dikenal bila tidak menciptakan alam semesta. Alam merupakan pemampakan lahir Tuhan.
Menurut segala sesuatu yang diajarkan ini, Tuhan dahulu berada dalam kesendirian-Nya yang mutlak dan tak dikenal. Lalu Ia memikirkan diri-Nya sehingga muncul nama dan sifat-Nya. Akhir Ia menciptakan alam semesta. Maka seluruh alam semesta berisi diri Allah, sehingga Allah adalah satu-satunya bentuk yang nyata dan alam semesta hanya bayang-bayang-Nya. Bedasar muslihat tersebut, Ibnu Arabi berpendapat seorang sufi mampu keluar dari aspek kemakhlukan dan mampu melebur dalam diri Allah.
Contoh kata-kata yang memakai kata Allah :
Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah)
Allahu Akbar (الله أكبر) (Allah Maha Besar)
Bismillah (بسم الله ) (Dengan nama Allah)
Insya Allah (إن شاء الله) (Bila Allah menghendaki)
Masya Allah (ما شاء الله) (Kata yang kebanyakan diucapkan bila melihat mengherankan (ganjil) kadang-kadang ditukar dengan kata "Subhan Allah")
Subhan Allah (سبحان الله) (Maha Suci Allah)
Alhamdulillah (الحمد لله) (Segala Puji bagi Allah)
Allahua`lam (الله أعلم) (Allah Maha Mengetahui)
Jazaa kallaahu khairan (جزاك الله خيراً; ucapan pernyataan terima kasih yang sebenarnya berguna "Semoga Allah memberikan balasan yang adun kepadamu")
KEBERADAAN ALLAH
Para Imam yang empat telah sepakat bahwa Rahmat Allah Subhanahu wa ta'alla berada di atas 'Arsy[18] dan tidak mempunyai satu pun dari makhluk yang serupa dengan-Nya.
PERBANDINGAN ANTAR AGAMA
Beberapa sarjana barat menyatakan bahwa Muhammad juga memakai istilah Allah dalam mengadakan komunikasi dengan pagan Arab dan Yahudi atau Nasrani bagi menegakkan dasar umum dalam memahami nama Tuhan, suatu klaim Gerhard Böwering menyatakan keraguan.
KONSEP TUHAN DALAM ISLAM DAN TUHAN DALAM ARAB PRA ISLAM
Ketika membandingkan politeisme Arab pra-Islam, Tuhan dalam Islam tidak memiliki teman dan sekutu maupun pertalian selang Tuhan dengan Jin. Arab pagan pra-Islam berasal dengan mempunyainya berhala yang dibawa ke tanah Arab oleh 'Amr bin Luhay. Mereka lalu mencampur-adukkan selang monoteisme yang dibawa Ibrahim dan paganisme. Mereka percaya takdir yang kabur, kuat, dan tidak mampu ditawar-tawar menjadi semakin apa yang manusia tidak mampu kendalikan. Segala sesuatu yang diajarkan ini ditukar dengan gagasan Islam Tuhan Yang Maha Pemurah namun Maha Kuasa.
TUHAN DALAM ISLAM DAN TUHAN DALAM YAHUDI
Menurut Francis Edwards Peters, "Al-Quran menuntut Muslim bagi beriman, dan sejarawan menyetujui bahwa Muhammad dan pengikutnya menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan Yahudi [lihat Al-Quran Surah Al-'Ankabut[29]:46]. Allah Al-Quran adalah Tuhan Pencipta yang sama yang mengadakan kontrak dengan Ibrahim". Peters menyatakan bahwa al-Quran menggambarkan Allah semakin kuat dan lapang daripada Yahweh, dan sebagai Tuhan alam semesta, tidak seperti Yahweh yang hanya semakin dekat pada orang-orang Israel.[9] Menurut Encyclopedia Britannica (lihat juga anggota di bawah bagi perbandingan kasih Tuhan dalam Islam dan Kristen) [4]:
Tuhan, diistilahkan dalam al-Quran, “mencintai yang berbuat baik,” dan dua anggota dalam al-Quran mengekspresikan suatu kasih yang saling mengerti selang Tuhan dan manusia, namun Yudeo-Kristen mengajarkan “cintai Tuhan dengan segenap hatimu” tidak dirumuskan dalam Islam. Tekanan ini semakin pada kebebasan kehendak Tuhan, sehingga setiap orang wajib berserah diri. Yang sangat utama, “menyerahkan diri kepada Allah” (Islam) merupakan agama itu sendiri.
TUHAN DALAM ISLAM DAN TUHAN DALAM KRISTEN
Islam dengan tegas menolak kepercayaan Kristen bahwa Tuhan itu tiga pribadi dalam satu hakekat (lihat Tritunggal). Dalam konsepsi Islam tentang Tuhan, tidak mempunyai kesetaraan selang Tuhan dan ciptaan. Kehadiran Tuhan dipercaya mempunyai dimanapun, dan tidak menjelma sebagai siapapun atau apapun.
Kristen Barat merasa Islam sebagai agama kafir selama Perang Salib pertama dan kedua. Muhammad dipandang sebagai setan atau tuhan palsu yang disembah bersama Apollyon dan Termangant dalam trinitas yang tidak suci. Pandangan tradisional Kristen adalah bahwa Tuhan Muhammad sama dengan Tuhannya Yesus. Ludovico Marracci (1734), penerima pengakuan dosa Paus Innosensius XI, menyatakan :
Muhammad dan pengikutnya yang menganggap ortodoks, telah dan melanjutkan bagi memiliki gagasan Tuhan yang asli dan logis dan sifat-sifat-Nya (selalu mengecualikan dan menolak Trituggal), muncul sangat jelas dari Qur'an itu sendiri dan seluruh kepercayaan akan Tuhan Muhammad, sehingga akan membutuhkan banyak waktu bagi menyangkal yang beranggapan Tuhan Muhammad berbeda dengan Tuhan sejati.
Banyak pesan-pesan dalam Kontrak Lama mengacu pada kasih Tuhan. Tema sentral dalam Kontrak Baru adalah kasih Tuhan dalam perantaraan Yesus. Dalam Islam, kasih Tuhan muncul dalam seluruh tanda-tanda dan penciptaan Bumi dimana manusia mampu hidup dalam kehidupan yang layak.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, supaya kamu bertakwa;
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Ia menurunkan cairan (hujan) dari langit, lalu Ia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah :21-22)
Pujian umat Muslim kepada Tuhan yang sangat umum adalah 'Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang'. Dua lainnya dari "asma'ul husna" Tuhan 'Maha Kasih sayang' (wadud) dan 'Maha Pemberi' (wahhāb). William Montgomery Watt berpegang bahwa Kristen memiliki banyakan tekanan dalam aturan tingkah laku Tuhan sebagai penggembala yang pergi mencari domba-domba yang lenyap dan menyelamatkannya. Di sisi lain, Islam menolak sebagian doa bagi siapapun yang telah kafir. Dalam Islam, Watt mengatakan, Tuhan menyediakan nikmat bagi setiap gugusan bagi mencapai kehidupan abadi (contoh: kehidupan di Surga) dengan mengirim utusan atau nabi bagi mereka. Islam juga mengembangkan doktrin perantaraan Muhammad pada Hari Kiamat yang akan menerima mereka dengan adun, walaupun yang berbuat dosa akan diadili atas dosa-dosa mereka adun di bumi maupun di neraka.
SURAT AL IKHLAS MENJELASKAN TENTANG KEESAAN ALLAH
Surat Al-Ikhlas adalah salah satu surat dalam Al-Qur'an yang sering dilafalkan saat menjalankan sholat fardhu. Surat Al-Ikhlas tergolong dalam surat Makiyyah karena diturunkan di kota Makkah.
Yakni Dialah Tuhan yang Satu, Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada pembantu-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Lafaz ini tidak boleh dikatakan secara i'sbat terhadap sesorang kecuali hanya Allah SWT.
Berikut bacaan surat Al-Ikhlas lengkap dengan Arab, latin dan artinya:
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
qul huwallāhu aḥad
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
allāhuṣ-ṣamad
Artinya:
Allah tempat meminta segala sesuatu.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
lam yalid wa lam yụlad
Artinya:
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad
Artinya:
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata, "Aku pernah bersama Nabi SAW dan di saat itu beliau mendengar seseorang membaca surat Al-Ikhlas, lalu beliau bersabda, "ia telah mendapatkan", Abu Hurairah bertanya, "Mendapatkan apa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Al-Jannah (Surga)." (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Kecintaanmu terhadap surat Al-Ikhlas memasukkanmu ke dalam al-jannah." (HR. Bukhari).
Selain itu dalam buku 'Manfaat Dahsyat Dzikir Asmaul Husna' oleh Syaifurrahman El-Fati, Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi SAW pernah mengutus seorang sahabat dalam sebuah pertempuran. Lalu dia mengimami shalat dan selalu membaca surat Al-Ikhlas. Tatkala mereka kembali dari pertempuran mereka adukan hal tersebut kepada Nabi SAW. Beliau bersabda, "Tanyakan kepadanya apa yang melatarbelakangi dia berbuat seperi itu, mereka pun menanyakannya. Lalu Dia pun menjawab, "Karena sesungguhnya surat Al-Ikhlas itu mengandung sifat yang dimiliki oleh Ar-Rahman (Allah) dan aku suka untuk membacanya." Maka Nabi SAW bersabda,"Kabarkan kepadanya bahwa Allah SWT mencintainya." (HR. Bukhari).