RASISME
Dimulai dari stereotip dan juga hinaan terhadap warna
kulit dan bentuk fisik, diskriminasi di sekolah, tempat kerja, bahkan di
pengadilan, hingga intimidasi oleh aparat keamanan yang seharusnya mempunyai
tugas sebagai pengayom bagi seluruh masyarakat.
Banyaknya gerakan dan protes anti-rasisme seperti Black
Lives Matter, Papuan Lives Matter, dan yang terbaru yaitu Stop Asian Hate
adalah manifestasi dari kemarahan atas adanya diskriminasi rasial yang
melanggar hak orang-orang dan telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu dan
menyebabkan berbagai macam kesenjangan yang merugikan banyak orang sekarang.
Rasisme yaitu adanya perbedaan perilaku dan
ketidaksetaraan yang didasarkan oleh warna kulit, suku, ras, serta asal-usul
seseorang yang menjadikan adanya batasan atau pelanggaran hak serta kebebasan
seseorang.
Rasisme juga kerap kali diartikan sebagai keyakinan bahwa
manusia dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terpisah dengan didasarkan
kepada ciri-ciri biologis yang disebut dengan ras. Gagasan ini juga meyakini
bahwa ada hubungan sebab dan akibat antara ciri fisik suatu ras dengan
kepribadian, moralitas, kecerdasan, dan juga ciri-ciri budaya serta perilaku
yang lainnya, serta menjadikan beberapa ras secara ‘bawaan’ lebih unggul
dibandingkan dengan ras yang lain.
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang
menyatakan bahwa perbedaan biologis ras manusia menentukan pencapaian budaya
atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk
mengatur ras yang lainnya.
Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk
merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme),
ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar
ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).
Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi
sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering
menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan
dengan konotasi buruk paling tidak sejak 1940-an, dan identifikasi suatu
kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial.
Penyebab Munculnya Rasisme
Lilian Green saorang pendiri sekaligus CEO dari North
Star Forward Consulting, organisasi yang memberikan rekomendasi mengenai
kebijakan, praktik, dan prosedur untuk melawan opresi sistemik di AS,
menyebutkan bahwa rasisme mempunyai empat dimensi yakni dimensi internal,
dimensi interpersonal, dimensi institusional dan juga dimensi sistemik.
1.
Rasisme internal. Rasisme
internal merajuk kepada pikiran, perasaan, dan tindakan dari dalam diri kita
sendiri, secara sadar maupun tidak sadar, sebagai individu. Contohnya seperti
mempercayai bahwa adanya stereotip ras yang negative atau bahkan menyangkal
bahwa rasisme tidak ada.
2.
Rasisme
interpersonal. Rasisme interpersonal adalah tindakan rasis dari individu atau
kelompok ke individu atau kelompok yang lainnya dan dapat mempengaruhi
interaksi publik mereka. Misalnya dengan melakukan perilaku negatif seperti
diskriminasi, pelecehan dan juga mengatakan kata-kata rasis.
3.
Rasisme
institusional. Rasisme institusional pada umumnya terdapat dalam institusi dan
juga sistem politik, hukum, dan juga ekonomi yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menyuburkan diskriminasi dengan berdasarkan pada perbedaan ras.
Hal ini menyebabkan adanya ketidaksetaraan kemakmuran, pendidikan, pendapatan,
perawatan kesehatan, hak-hak sipil, dan juga di berbagai bidang institusional
yang lainnya. Misalnya, pada praktik perekrutan yang diskriminatif, tidak
mendengarkan bahkan membungkam suara orang dengan ras tertentu di dalam ruangan
rapat, atau dalam budaya kerja yang lebih mengutamakan sudut pandang kelompok
ras yang dominan.
4.
Rasisme sistemik. Rasisme
sistemik melibatkan entitas atau institusi yang berwenang dalam menegakkan
kebijakan perihal rasisme, baik yang berada di dalam bidang pendidikan,
pemerintahan, perawatan kesehatan, perumahan, dan hal serupa lainnya. Hal ini
merupakan efek riak dari ratusan tahun praktik rasisme serta diskriminatif yang
masih berlangsung hingga masa kini. Pemikiran yang rasis dapat membuat
seseorang memiliki prasangka buruk terhadap ras tertentu. Prasangka buruk ini
dapat memberikan dampak negatif terhadap para korbannya. Bahkan rasisme menjadi
awal dari banyaknya peristiwa mengerikan dalam sejarah dunia, seperti
pembantaian kepada kaum Yahudi oleh Nazi.
dampak buruk dari rasisme
1.
Kerap kali berujung
pada penyiksaan dan perlakuan buruk. Rasisme memandang mereka, orang-orang yang
berbeda sebagai bukan manusia, tetapi sebagai objek yang dapat diperlakukan
dengan semena-mena. Di negara yang terbelah konflik rasial, perlakuan buruk
bahkan penyiksaan kerap kali menimpa kelompok yang menjadi target dari perilaku
rasis. Misalnya, di Amerika Serikat, meski setengah dari orang yang ditembak
dan dibunuh polisi adalah orang berkulit putih, tetapi jumlah orang berkulit
hitam yang ditembak tidak proporsional apabila dibandingkan dengan komposisi
demografi AS. Jumlah orang kulit hitam kurang dari 13 persen populasi, tetapi
jumlah orang berkulit hitam yang dibunuh oleh polisi dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang berkulit putih. Tiap-tiap satu juta populasi orang
berkulit hitam, ada 30 orang yang tewas ditembak polisi. Jumlah ini
berketimpangan dengan statistik yang menyatakan bahwa dalam tiap satu juta
populasi orang berkulit putih, 12 orang tewas ditembak polisi. Data ini
mengindikasikan adanya dugaan rasisme atau diskriminasi terhadap orang yang
memiliki warna kulit lebih gelap.
2.
Melanggengkan
impunitas. Negara yang lalai serta tidak menganggap dengan serius isu rasisme
dapat menjadikan mekanisme yang ada tidak dapat mengidentifikasi serta
memperbaiki pola diskriminasi yang telah ada sejak. Di berbagai negara,
perlakuan buruk yang dilakukan oleh aparat kerap kali tidak dapat diinvestigasi
hingga tuntas. Kalaupun berhasil untuk dituntut dan didakwa, mereka hanya
mendapatkan hukuman yang ringan. Begitupun sebaliknya, korban yang melapor ke
otoritas berwenang umumnya tidak akan mendapatkan perlindungan yang memadai
dari berbagai ancaman dan intimidasi. Misalnya, di Prancis, menurut data dari
Ombudsman Nasional Prancis, pemuda imigran yang berasal dari Arab dan pemuda
yang memiliki warna kulit hitam 20 kali lebih mungkin untuk dituduh sebagai
kriminal dan digeledah oleh polisi Prancis di jalanan hanya karena para polisi
mengira bahwa mereka cocok untuk melakukan tindak kejahatan. Penggeledahan ini
merendahkan martabat manusia dan kerap kali berujung pada intimidasi serta
kekerasan. Menurut Madjid Messaoudene, aktivis sekaligus politisi lokal di
Prancis, belum ada pelaku kekerasan dari pihak aparat ini yang sudah diadili.
Impunitas atau ketiadaan hukuman bagi pelaku menunjukkan sikap negara yang
tidak memiliki komitmen untuk menganggap
serius dari adanya isu rasisme sistemik.
3.
Dapat menyebabkan
terjadinya konflik terbuka. Untuk mempertahankan kekuasaannya, para pemimpin
politik kerap kali membangkitkan atau memunculkan kebencian terhadap ras
tertentu untuk mengumpulkan kekuatan pada pihak mereka, memandang lawan sebagai
bukan manusia yang memiliki hak untuk dihormati seluruh haknya, serta seakan
mensahkan terjadinya pelanggaran HAM. Hasilnya, rasisme mencemarkan seluruh
aspek dalam kehidupan bermasyarakat, yang juga mencakup sistem keadilan. Di
negara Myanmar, misalnya, kaum minoritas sering menjadi target pelanggaran HAM.
PBB memberikan pendapat bahwa ‘pembersihan etnis’ yang disertai dengan genosida
banyak terjadi terhadap suku Rohingya. Orang-orang dari suku Rohingya menjadi
target perlakuan buruk, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan. Banyak dari anggota
militer Myanmar yang diduga membunuh laki-laki, perempuan, dan bahkan anak-anak
yang berasal dari suku Rohingya. Mereka juga memperkosa perempuan dan
anak-anak, serta membakar desa tempat suku Rohingya tinggal. Orang-orang dari
suku Rohingya juga disiksa jika tidak dapat bekerja sesuai dengan harapan.
Mereka kerap kali dipukuli, tidak diberi makanan, air, istirahat dan juga
pelayanan kesehatan yang memadai, bahkan dibunuh jika ketahuan ingin melarikan
diri. Banyak dari mereka yang juga dipaksa kerja tanpa dibayar di dalam proyek
konstruksi baru.
4.
Menyebabkan
kesenjangan akses pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya. Secara
historis, mereka yang secara terbuka mengakui dan mempraktikkan rasisme
berpendapat bahwa anggota ras yang memiliki status lebih rendah harus dibatasi
pada pekerjaan yang berstatus rendah, sementara anggota ras yang dominan harus
mempunyai akses eksklusif ke kekuasaan politik , pekerjaan berstatus tinggi,
sumber daya ekonomi, dan juga berbagai hak sipil lainnya. Walaupun ideologi
yang rasis mungkin telah memudar di masa kini, tetapi diskriminasi ras
berdasarkan warna kulit banyak yang tetap berlanjut, membuat para korbannya
tidak memiliki akses ke pendidikan, pekerjaan, dan berbagai kesempatan lainnya.
Salah satu contohnya di negara Inggris. Pada tahun 2017 pemerintah Inggris
mengidentifikasi lebih dari 4000 orang tergabung ke dalam “Gang Matrix”, yaitu
daftar nama-nama anak remaja yang dicurigai sebagai anggota geng. Banyak nama
yang masuk ke daftar tersebut hanya karena sekadar pernah melihat video dan mendengarkan
musik yang dianggap berbahaya, lantas mereka bisa dianggap berpotensi untuk
melakukan tindak kekerasan. Perlu diingat bahwa sebanyak 78% orang di dalam daftar ini mempunyai warna
kulit hitam. Padahal, hanya ada 27% pemuda berkulit hitam di dalam daftar
tersebut yang terbukti pernah melakukan kejahatan yang serius. Karena daftar
yang abu-abu tersebut, banyak anak remaja yang akhirnya mengalami kesusahan
untuk mendapat pekerjaan, pendidikan, dan juga tempat tinggal. Dalam hal ini,
pada akhirnya, Komisi Informasi Inggris memutuskan bahwa kebijakan daftar Gang
Matrix ini telah melanggar aturan privasi data karena pengawasan terhadap
mereka dilakukan tanpa adanya surat perintah investigasi.
5.
Menjadikan
perempuan semakin terdiskriminasi. Beberapa bentuk diskriminasi ras menimpa
perempuan dan laki-laki melalui cara yang berbeda-beda. Ada tindakan rasis yang
hampir sepenuhnya dialami oleh perempuan, seperti sterilisasi paksa kepada
perempuan di dalam komunitas adat. Terkadang, diskriminasi yang ada di dalam
ras menimpa perempuan dengan cara tertentu, misalnya ketika aparat melecehkan
atau bahkan memperkosa perempuan untuk melakukan intimidasi kepada sebuah
komunitas. Di sisi lain, konsekuensi berbeda untuk perempuan misalnya ketika
pemerkosaan yang terjadi berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan dan juga
dapat berupa pengucilan. Pemerkosaan beberapa kali digunakan sebagai alat atau
instrumen penyiksaan dan intimidasi terhadap suatu ras tertentu. Misalnya pada
kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998, bias rasial juga diduga menjadi latar
belakang dari tindak pemerkosaan terhadap ratusan perempuan beretnis Tionghoa
di berbagai lokasi di Indonesia, hingga presiden BJ. Habibie pada masa itu memberikan
rekomendasi untuk membentuk Komnas Perempuan. Catatan dari Komnas Perempuan
perihal kekerasan seksual pada peristiwa Mei 1998 menyebutkan bahwa, sebagian
elemen tentara Indonesia pada kala itu diduga menjadi pelaku. Hubungan antara orang Indonesia dengan
rasisme dapat ditelusuri sejak masa penjajahan Belanda, ketika Dutch East India
Company (Vereenigde Oostindische Compagnie/ VOC) menetapkan adanya penggolongan
kelas dan juga melegalkannya.
Masyarakat di Indonesia pada kala itu dibagi menjadi tiga
golongan. Strata tertinggi yaitu golongan Eropa yang berisi orang-orang dari
negara Belanda. Strata kedua diisi oleh golongan Timur Asing yang berisi keturunan
Arab dan juga Tionghoa. Lalu, strata terendah saat itu adalah masyarakat asli
yang berasal dari Indonesia.
Golongan masyarakat Eropa pada masa itu menganggap bahwa
ras mereka lebih unggul dari ras yang lainnya, memiliki derajat yang lebih
tinggi dan karena hal tersebut mereka merasa mempunyai hak untuk berlaku
semena-mena, misalnya seperti mengeksploitasi golongan yang lainnya.
Penggolongan kelas itu makin diperkuat dengan diadakannya penegakan aturan yang
diskriminatif pula. Misalnya, orang asli Indonesia tidak diperbolehkan untuk
masuk ke dalam stadion sepakbola.
Menurut sosiolog Robertus Robet, rasisme memberi jalan
masuk yang mulus bagi bangsa-bangsa Eropa untuk menaklukkan orang yang asli
dari Indonesia. Bangsa Eropa menaklukkan Indonesia dengan cara menyerang
dimensi yang paling dasar dari eksistensi manusia, yaitu fisik dan juga rasnya.
Sebutan ‘bangsa kuli’ juga dilekatkan oleh para penjajah pada masyarakat kala
itu. Sebutan yang sangat merendahkan itu menjadi strategi penjajah untuk
mempermudah penjajah untuk menguasai perekonomian dan perpolitikan di
Indonesia.
Setelah lepas dari penjajahan asing, warga Indonesia
sendiri tidak lepas dari tindakan dan perilaku diskriminatif. Beberapa insiden
yang pernah ramai belakangan ini menguak berbagai perilaku rasis sebagian warga
Indonesia kepada warga dari Papua.
Misalnya, pada Agustus 2019, sebuah organisasi masyarakat
menyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya, organisasi masyarakt tersebut
menuduh warga Papua di asrama tersebut membuang bendera ke selokan sebelum
perayaan hari kemerdekaan, dan menghina mereka menggunakan kata-kata seperti
“monyet,” “babi,” “anjing,” dan “binatang.” Insiden ini membuat orang Papua
geram dan turun ke jalanan untuk memprotes tindakan diskriminatif tersebut di
beberapa kota. Ironisnya, beberapa peserta aksi tersebut malah justru ditangkap
atas dasar tuduhan makar.
Jelang akhir periode Orde Baru, orang-orang dari etnis
Tionghoa menjadi sasaran penjarahan serta kekerasan. Menurut Catatan Komnas
Perempuan, pada kerusuhan Mei 1998, setidaknya ada 198 perempuan dari etnis
Tionghoa menjadi korban pelecehan dan jugs pemerkosaan. Pelanggaran HAM di masa
lalu yang menyasar perempuan etnis Tionghoa ini terjadi dengan cara yang
sistematis dan meluas, dan juga menjadi tanggung jawab besar bagi negara untuk
menyelesaikan kasus tersebut.
Di dalam kasus yang lainnya, Pemerintah juga menyebutkan
bahwa Orang Rimba sebagai Suku Anak Dalam, yang dapat dimaknai sebagai orang
terbelakang yang bertempat tinggal di hutan pedalaman. Laporan Bappenas Masyarakat
Adat di Indonesia: Menuju Perlindungan Sosial yang Inklusif tahun 2013 menyatakan
bahwa dalam perspektif pemerintah, Suku Anak Dalam harus dimodernisasikan
dengan mengeluarkan mereka dari hutan dan dimukimkan melalui program
pemberdayaan.
Terlepas dari apapun niat negara, tetapi stereotip
tersebut sebenarnya juga bisa menjadi dalih utuk tindak perampasan wilayah adat
bagi perusahaan, apalagi jika dilakukan tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu
dengan Masyarakat Adat. Dalam hal ini, suku orang rimba bisa kehilangan mata
pencharian dan juga tempat tinggal.
Sebagai tambahan, Suku Orang Rimba yang berada di Jambi
dan di Sumatera Selatan masih sering mendapatkan perlakuan rasis yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Setidaknya ada 3.500 hektar wilayah adat
mereka yang dilepas ke perusahaan sawit sejak
tahun 1986, dan menggusur tempat tinggal mereka hingga saat ini.
Cara Menanggulanginya
Mencari tahu lebih banyak mengenai rasisme
Sebarkan kesadaran perihal bahaya dari rasisme
Memastikan lingkungan sosial kita, seperti tempat
tinggal, pendidikan, dan pekerjaan, inklusif terhadap berbagai ragam asal-usul
dan budaya
Desak negara untuk melindungi warganya dari rasisme
melalui berbagai aturan dan kebijakan mengenai anti-rasisme
Dukung penuh pekerjaan lembaga-lembaga yang mendukung
kesetaraan dan keadilan bagi semua orang
Beri dukungan dan dengarkan orang-orang yang menjadi
korban dari rasisme
Dukung keadilan rasial, yaitu perlakuan adil yang
sistematis terhadap orang-orang dari seluruh ras guna untuk menghasilkan
peluang yang setara bagi semua orang.
Rasisme Adalah Paham
Diskriminasi Pada Golongan Yang di Anggap Rendah
1.
Rasisme
adalah sebuah doktrin atau pola pikir terhadap suatu ras tertentu dan merasa
rasnya lebih superior serta mempunyai hak atau kekuasaan untuk mengatur ras
lainnya. rasisme menjadi salah satu topik yang sangat banyak kasusnya sehingga
banyak dibicarakan orang- orang pada masa ini. Karena topik ini berhubungan
dengan nilai Pancasila Indonesia yang ketiga yaitu persatuan. Dan rasisme di
Indonesia tergolong tinggi sehingga indonesia merupakan negara rasis ke - 4
didunia setelah yordania, india, dan malaysia. Hasilnya, rasisme mencemarkan
segala aspek kehidupan bermasyarakat, termasuk sistem keadilan.
2.
Dampak
- dampak negatif dari perlakuan rasisme terbagi menjadi dua tingkatan. Beberapa
tingkatan tersebut mulai dari tingkat “minor” (kecil) hingga tingkatan “major”
(besar). Untuk tingkatan minor itu sendiri contohnya seperti: insecure, Menjadi
ragu-ragu serta enggan untuk bersosialisasi, merasa dikucilkan, serta menarik
atau mengasingkan diri dari masyarakat. Untuk tingkatan major contohnya
seperti: menyebabkan depresi, mental down, anxiety (kegelisahan), low self -
esteem (tingkat kepercayaan diri rendah), suicidal thoughts (pemikiran untuk
bunuh diri), dan bahkan sampai ke suicidal attempts (upaya untuk bunuh diri).
Dampak - dampak negatif dari diskriminasi rasial di kehidupan masyarakat yaitu,
yaitu dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah sosial dalam kehidupan
masyarakat, dapat menyebabkan timbulnya perasaan tidak adil, dapat menyebabkan
konflik atau pertentangan dalam masyarakat, dapat menyebabkan tertindasnya
kelompok minoritas.
3.
Komnas
HAM RI sebagai lembaga mandiri setingkat dengan lembaga negara lainnya,
mempunyai karakter.
RASISME (VERSI2)
Rasisme adalah serangan sikap, kecenderungan, pernyataan,
dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi kelompok masyarakat terutama
karena identitas ras.
Rasisme adalah sesuatu yang tidak rasional dan sering
kali bersifat toxic. Rasisme adalah masalah rasial yang sudah mendarah daging
di kehidupan multikultural di seluruh dunia.
Rasisme semakin berkembang seiring dengan perkembangan
teknologi dan kehidupan sosial yang menyebabkan perbedaan cukup signifikan
antar golongan. Terlebih bagi negara yang menganut sistem ras kelas atas dan
ras kelas bawah.
Tak jarang, tindakan rasisme dilakukan oleh kalangan ras
yang dianggap ‘unggul’ karena merasa lebih baik dan berhak melakukan tindakan
rasisme kepada ras yang dianggap ‘rendah’
Rasisme yang menjangkiti suatu negara multikultur memang
membawa dampak yang cukup buruk seperti tingginya angka kriminalitas,
bentrokan-bentrokan, prasangka antar golongan ras dan ketidaknyamanan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pengertian Rasisme
Menurut rasisme adalah paham atau golongan yang
menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik (seperti warna kulit)
dalam masyarakat. Rasisme adalah paham diskriminasi suku, agama, ras, adat
(SARA), golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu (biologis).
Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan
sikap, kecenderungan, pernyataan, dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi
kelompok masyarakat terutama karena identitas ras.
Rasisme juga di pandang sebagai sebuah kebodohan karena
tidak mendasarkan (diri) pada satu ilmu apapun, serta berlawanan dengan
norma-norma etis, perikemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia. Akibatnya, orang
dari suku bangsa lain sering didiskriminasikan, dihina, dihisap, ditindas dan
dibunuh.
Perlakukan berbeda dalam kehidupan menjadi intimidasi
mendasar dalam rasisme. Mereka yang dianggap minoritas, ditempatkan dalam
posisi bawah. Standar penilaiannya pun hanya diukur berdasarkan ras, agama,
suku, bahasa, hingga jenis kelamin. Semua hal tersebut menjadi penentu derajat
atau kedudukan manusia dalam perilaku sosial.
Sejarah Rasisme
Mengutip Alo Liliweri dalam Prasangka & Konflik:
Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur (2005), asal mula istilah ras
diketahui muncul sekitar tahun 1600. Saat itu, Francois Bernier, pertama kali
mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau
karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Berdasarkan ciri fisiknya, manusia di dunia dapat di bagi
kedalam empat ras besar. Ras-ras tersebut adalah hitam, putih, kuning dan
merah. Seorang tokoh yang memperkenalkan konsep tentang ras adalah Charles
Darwin. Darwin memperkenalkan ras sebagai sesuatu hal yang mengacu pada
ciri-ciri biologis dan fisik. Salah satunya yang paling jelas adalah warna
kulit.
Mengutip publikasi dari Telkom University, secara
historis rasisme berkembang ketika ras yang berbeda bertemu dalam konteks
kolonialisasi. Spoonley (1990:96) dalam bukunya yang berjudul Ethnicity and
Racism mencoba menelusuri jejak-jejak rasisme, ia menyimpulkan bahwa ras adalah
sebuah konsep kolonial yang berkembang ketika semangat untuk melakukan ekspansi
melanda Eropa.
Mulai saat itu, konsep ras dalam ranah interaksi
sosiologis dunia mulai diperkenalkan. Sebagai bagian dari ideologi kolonial,
rasisme melegitimasi eksploitasi yang dilakukan masyarakat kolonial kulit putih
Eropa terhadap ras lain. Paul Spoonley melacak kasus seperti itu juga menimpa
warga keturunan Maori di tengah komunitas ras kulit putih di Selandia Baru.
Begitu pula yang dialami masyarakat ras kulit hitam di Amerika (dalam Al Hafiz,
Muhammad (2016) Racism In The Post Colonial Society).
Aspek Rasisme
Rasisme adalah sikap yang mendasarkan diri pada
karakteristik superioritas dan inferioritas, ideologi yang didasarkan pada
derajat manusia, sikap diskriminasi, dan sikap yang mengklaim suatu ras lebih
unggul dari pada ras lain. Hal ini seringkali terjadi dalam masyarakat
multikultur.
ASPEK RASISME
1.
Diskriminasi Ras. Diskriminasi
ras mencakup segala bentuk perilaku pembedaan berdasarkan ras. Bentuk
diskriminasi ras tampak jelas dalam pemisahan (segregasi) tempat tinggal warga
ras tertentu di kota-kota besar di dunia Barat maupun Timur. Juga tata
pergaulan antar ras yang memperlakukan etiket (tata sopan santun) berdasarkan
superioritas/inferioritas golongan. Termasuk di dalamnya pemilihan teman maupun
perjodohan. (Adi, 1999:97).
2.
Prasangka Ras. Aspek
kedua dari rasisme adalah prasangka ras. Prasangka atau prejudice merupakan
akar dari segala bentuk rasisme. Prasangka adalah pandangan yang buruk terhadap
individu atau kelompok manusia lain dengan hanya merujuk kepada ciri-ciri
tertentu seperti ras, agama, pekerjaan atau kelas. Diskriminasi dan prasangka
adalah dua hal yang saling menguatkan. Prasangka mewujudkan suatu rasionalisasi
bagi diskriminasi, sedangkan diskriminasi acapkali membawa ancaman. Dalam
suasana prasangka dan diskriminasi tidak ada tempat bagi toleransi dan keterbukaan.
3.
Penyebab Munculnya
Rasisme. Rasisme hadir tentu karena ada penyebabnya. Dengan mengetahui
penyebabnya inilah, maka bisa menjadi cara untuk secara bertahap ditemukan
solusi dari permasalahan yang merugikan pihak-pihak tertentu tersebut.
penyebab munculnya rasisme
1.
Rasisme Internal. Rasisme
internal adalah rasisme yang merujuk pada pikiran, perasaan, dan tindakan dari
dalam diri sendiri, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Misalnya saja ada
seseorang yang percaya bahwa stereotip ras yang negatif atau melakukan
penyangkalan bahwa rasis tidaklah ada.
2.
Rasisme
Interpersonal. Rasisme interpersonal adalah tindakan rasis dari individua tau kelompok,
di mana hal ini bisa memengaruhi interaksi publik. Misalnya saja dengan
melakukan perbuatan negatif, seperti pelecehan, mengungkapkan kata-kata yang
rasis, dan diskriminasi.
3.
Rasisme
Institusional. Rasisme institusional ada di dalam institusi dan sistem politik,
hukum, atau ekonomi, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Di mana
bisa menyuburkan diskriminasi dengan adanya perbedaan ras. Jika ini terjadi,
maka bisa menyebabkan terjadinya ketidaksetaraan kemakmuran, pendidikan,
pendapatan, hak-hak sipil, dan sebagainya.
4.
Rasisme Sistemik. nPenyebab
munculnya rasisme yang terakhir adalah rasisme sistemik, yakni rasisme yang
melibatkan entitas atau institusi yang memiliki wewenang dalam menegakkan
kebijakan tentang rasisme, baik itu dalam dunia pendidikan, pemerintahan,
kesehatan, dan sebagainya.
Sanksi Pidana Bagi Pelaku
Rasisme
Hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis ini dinyatakan bahwa diskriminasi dan
etnis adalah segala bentuk perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pemilihan
berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan
pengakuan, perolehan atau pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar
dalam suatu kesejajaran di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis menyatakan bahwa : Diskriminasi ras dan
etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan
berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan
pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar
dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik,ekonomi,sosial dan budaya.
Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian,
pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan
pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan Hak Asasi
Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
Tujuan dari dibuatnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis menurut pasal 2 dan 3 yakni
sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Penghapusan diskriminasi ras dan etnis dilaksanakan
berdasarkan asas persamaan, kebebasan, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan
yang universal.
(2) Asas persamaan, kebebasan, keadilan dan nilai-nilai
kemanusiaan yang universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan tetap memerhatikan nilai-nilai agama, sosial, budaya, dan hukum yang
berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3
Penghapusan diskriminasi ras dan etnis bertujuan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan,
persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata
pencaharian di antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup
berdampingan.
Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di atur mengenai tindakan yang dimaksud
diskriminatif yakni :
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa :
a.
memperlakukan
pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan
etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan,
atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan
di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
b.
menunjukkan
kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang
berupa perbuatan :
1)
membuat tulisan
atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2)
berpidato,
mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat
lainnya yang dapat didengar orang lain;
3)
mengenakan sesuatu
pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat
lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
4)
melakukan
perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian
dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan
etnis.
Kita sudah tahu,
apa-apa saja tindakan yang termasuk kedalam tindakan diskriminatif. Berikut
ini, adalah hukuman yang bisa menjerat pelaku rasisme seperti yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis:
Pasal 15
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan,
pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang
mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf
a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian
atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Pasal 17
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perampasan
nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan
kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 4, dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari
masing-masing ancaman pidana maksimumnya.
Pasal 18
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan
Pasal 17 pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa restitusi atau pemulihan
hak korban.
Pasal 19
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan
Pasal 17 dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas Hama korporasi
atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut balk sendiri
maupun bersama-sama.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu korporasi, maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Pasal 20
Dalam hal panggilan terhadap korporasi, pemanggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat
pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal
pengurusnya.
Pasal 21
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan
pencabutan status badan hukum.