Islam Anti Diskriminasi TERHADAP WANITA
Perempuan adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang
paling unik. Sebab, keberadaannnya memberikan andil yang sangat besar bagi
kehidupan manusia. Tanpa perempuan, maka tidak akan ada pemimpin-pemimpin besar
dunia. Tanpa perempuan, tidak akan ada penemuan-penemuan mutakhir untuk
kesejahteraan umat manusia.
Karena itulah, Allah SWT pun secara khusus memberikan satu surah khusus didalam Alquran dengan nama surah An-Nisaa' (wanita-wanita). Penghargaan ini tidak diberikan kepada laki-laki. Ini menunjukkan, betapa mulianya seorang perempuan. Keberadaan mereka acapkali dipergunjingkan. Baik oleh kalangan orientalis maupun pihak-pihak yang merasa terpojokkan oleh sepak terjangnya. Kalangan yang tidak senang ini pun lantas menempatkan perempuan sebagai second line (konco wingking, Jawa).
Penempatan yang salah terhadap
perempuan berawal dari sejarah masa lalu yang menjadikan perempuan sebagai
harta yang bebas diperjualbelikan, dibunuh sejak kecil (bayi) bahkan dijadikan
sebagai alat pemuas nafsu para lelaki hidup belang.
Karena pendidikan yang juga menyudutkan kaum perempuan. Banyak anak
perempuan yang tidak diizinkan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi (alasan prawan tuwek).
Sementara, anak-anak laki-laki diberikan kesempatan dalam menyelesaikan
pendidikan tingginya.
Penempatan posisi perempuan sebagai second line juga disebabkan oleh kultur
masyarakat. Kaum perempuan banyak diposisikan hanya bertugas untuk para lelaki.
Misalnya, tugas di dapur, di sumur dan di kasur. Akibatnya,
perempuan tidak diberikan tempat yang sesungguhnya.
Karena itulah, Islam menentang keras perlakuan
diskriminatif terhadap perempuan ini. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak
yang sama (sederajat). Kemuliaan laki-laki dan perempuan tidak dinilai dari
kekuasaan atau tinggi rendahnya jabatan yang disandang, melainkan karena
kemuliaannya. Inna akramakum 'indallahi Atqakum (QS. Al-Hujurat : 11).
Mulianya Perempuan Dalam Islam
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya,
Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat. Laki-laki atau
perempuan memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah. Dan dalam hal tertentu,
perempuan memiliki kelebihan yang tidak didapatkan seorang pria.
Dalam berbagai sabdanya, Rasulullah SAW menyatakan, orang
yang paling berhak untuk dihormati adalah ibu, ibu dan ibu. Selanjutnya barulah
bapak. Penegasan Rasullah SAW terhadap ibu sampai tiga kali tersebut,
menunjukkan bahwa seorang wanita (ibu) memiliki kemuliaan yang lebih. Sebab,
perempuan mengandung (hamil), melahirkan, menyusui dan mengasuh anaknya.
Karena itu, Allah pun memerintahkan kepada setiap umat Islam untuk menghormati dan berbakti kepada kedua ibu bapaknya, kendati kedua orang tuanya berbeda agama dengannya. Rasulullah SAW juga menyatakan, wanita adalah tiang negara. Dan jika wanita itu baik (tingkah laku dan perangainya), maka baik pulalah negara itu. Sebaliknya, jika wanita itu rusak (akhlak dan moralnya), maka rusaklah negara itu.
Islam memberikan tempat terhormat kepada wanita secara
proporsional. Salah satu tugas paling terhormat bagi seorang wanita adalah
mengurus rumah tangganya, khususnya mendidik anak-anak, dan menyiapkan mereka
menjadi generasi penerus Islam yang lebih baik di masa depan.
Itulah tugas paling mulia seorang wanita.
Islam mengizinkan / membolehkan, bahkan
mendorong wanita untuk berkiprah di masyarakat. Namun, janganlah kiprah atau
karirnya itu membuatnya melupakan rumah tangganya.
Menurut Ma'ruf Amin menjelaskan, wanita dan pria
mendapatkan penghargaan yang sama dalam Islam. Dulu, sebelum Islam, wanita
tidak dianggap orang, wanita dihinakan, bahkan diwariskan. Setelah Islam
datang, wanita dimuliakan. Dan dalam hal pahala amal Allah SWT menyetarakannya
dengan pria.
Islam sangat memuliakan wanita. Banyak sekali ayat Alquran dan hadits Rasulullah yang menyatakan hal tersebut :
1. Pertama, Islam mempersamakan pria dan wanita sebagai makhluk yang sama-sama dimuliakan Allah.
2. Kedua, Islam memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pria dan wanita, misalnya dalam hal pendidikan dan sosial kemasyarakatan (At-Taubah: 171).
3. Ketiga, An-Nahl: 197, dalam hal nilai amal
saleh, tidak ada diskriminasi antara pria dan wanita. Bahkan wanita sangat
dimuliakan. Allah memberikan kepercayaan kepada wanita untuk membentuk generasi
mendatang.
Ini kepercayaan yang sangat tinggi nilainya. Meski
demikian, wanita tetap diberi kesempatan untuk berkarir di luar rumah tangga,
dan meraih sukses dalam karirnya, tanpa meninggalkan tugas utama yang Tuhan
percayakan kepadanya.
Gerakan Perempuan Di Indonesia
Dalam sejarah perjuangan Indonesia tercatat tokoh-tokoh perempuan seperti RA Kartini, Dewi Sartika, Rasuna Said, dan lainnya yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki. Tokoh-tokoh perempuan itu mengungkapkan kegelisahan intelektualnya melihat kenyataan di masyarakat, sistem budaya yang tidak egalitier, dan realitas sosio-kultural pada masa penjajahan yang mencerminkan kekentalan unsur-unsur feodalisme dan kolonialisme.
Sejarah mencatat bahwa gerakan perempuan di Indonesia
mempertegas kehadirannya melalui Kongres Perempuan Indonesia ke-1 di
Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. Kelak, tanggal 22 Desember ini
diperingati sebagai Hari Ibu. Pergerakan perempuan Indonesia yang kemudian
diikuti dengan partisipasi kaum perempuan dalam revolusi kemerdekaan telah
memberi kemungkinan gerak kepada kaum perempuan untuk membentuk wajah
perjuangan dalam bentuk organisasi-organisasi perempuan. Kini di era sekarang
ini tercatat sekitar 75 buah organisasi perempuan yang tergabung dalam KOWANI.
Sejak 1980, Indonesia telah merativikasi konvensi PBB
tentang penghapusan dikriminasi terhadap perempuan karena tidak bertentangan
dengan UUD 1945 yang menetapkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama di
dalam hukum dan pemerintahan.
Masalahnya adalah benarkan perempuan Indonesia dewasa ini
telah terbebas dari diskriminasi? Secara jujur dapat dijawab tidak. Jawaban itu
antara lain terlontar dalam suatu lokakarya yang diadakan pada tanggal 19 Mei
1994 untuk memasyarakatkan konvensi PBB tersebut. Dalam lokakarya itu terungkap
bahwa perlakukan diskriminatif terhadap perempuan masih terjadi diberbagai
bidang. Diksrimiansi paling buruk terhadap perempuan terjadi di sektor
ketenagakerjaan (BPS, Indikator Perempuan dan Anak, Jakarta, 1991). Di sektor
ini masih ditemukan perbedaan gaji antara laki-laki dan perempuan untuk jenis
dan posisi pekerjaan yang sama, perbedaan usia pensiun dan perbedaan jaminan
kerja sosial.
Bagaimana dengan jabatan publik ? Masih terdapat
perlakukan diskriminatif. Bahkan UU Pemilu dan Penempatan Calon Anggota Legislatif di
DPR/DPRD, masih membuktikan adanya ketidakadilan. Dan kuota 30 % (persen) yang didengung-dengungkan, hanya berupa perlakuan sementara (affirmative
action).
Adanya pandangan yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin, merupakan kekeliruan yang sangat besar, sebabbab, sejarah mencatat sejumlah nama kaum perempuan yang pernah terlibat dalam urusan politik pada masa-masa awal perkembangan Islam. Mereka juga terlibat dalam peperangan, dan tidak sedikit diantara mereka yang akhirnya harus menjadi syahidah. Mereka adalah Ummu Salamah (istri nabi), Shafiyyah, Laylah al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah.
Adapun kaum perempuan yang terlibat dalam dunia politik
di masa itu adalah Aisyah bin Abu Bakar, Fatimah Az-Zahra (putri Rasulullah
SAW), 'Atika bin Yazid bin Muawiyah, Ummu Salamah binti Ya'kub dan Al-Khayzaran
binti Atho.
Bahkan saat in, perlakuan diskriminasi terhadap perempuan
terus menjalar. Di beberapa wilayah, terutama di pedesaan, adat istiadat
tradisional, kepercayaan tabu dan tekanan sosial masih menindas kaum perempuan.
Anak-anak perempuan biasanya diberi makan lebih sedikit, ditarik dari bangku pendidikan
lebih awal, dipaksa memasuki kerja kasar lebih cepat dan hanya sedikit yang
mendapat perawatan kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Ketika remaja, kaum
perempuan sering dipaksa kawin muda, kalau tidak ditarik ke dunia prostitusi.
Setelah menjadi Ibu atau isteri, kaum perempuan masih banyak yang diperlakukan
tak ubahnya sebagai mesin kerja dan umumnya mereka tidak mengenal adanya hak
reproduksi, terlebih lagi sehat hak reproduksi.
Dewasa ini kita sedang berada pada masa pertumbuhan ilmu
pengetahuan yang demikian pesat, yang memungkinkan proses perubahan menuju
masyarakat industri. Kecenderungan utama suatu masyarakat industri adalah
komoditisasi, termasuk pengkomoditasian manusia. Dengan bantuan teknologi yang
maju sangat pesat, kekuatan-kekuatan dominan telah menjadikan mayoritas
masyarakat sebagai komoditas yang lemah posisinya dan menjadi konsumen yang
pasif karena tidak dapat menawar. Mayoritas kaum perempuan karena posisi dan
kemampuannya yang dianggap inferior dari kaum laki-laki dalam banyak faktor
penting menjadi pihak yang paling rentan untuk terjerumus sebagai komoditas.
Fenomena tersebut antara lain dapat dilihat pada kasus TKW, pekerja perempuan
di sektor industri, dan para penjaja seks di sektor industri pariwisata.
Gerakan Perempuan di Dunia Islam
Gerakan perempuan di dunia Islam atau sering juga disebut
dengan Feminisme Islam diperkirakan muncul sejak awal abad ke-20. Gerakan
mereka antara lain dikenal melalui pemikiran tokoh-tokoh perempuan, seperti
Nabawiyah Musa dan Aisyah Taymuriah, keduanya penulis asal Mesir, Fatima Aliye
(Turki), Zaenab Fawwaz (Lebanon), Rukayyah Shahawat Husain, Taj al-Shulthananh
(Iran) dan Huda Sya’rawi. Pemikiran mereka umumnya terfokus pada upaya untuk
menumbuhkan kesadaran atas persoalan sensitive gender, termasuk melawan
kebudayaan dan ideologi masyarakat yang mengekang kebebasan perempuan.
Pemikiran perempuan-perempuan muslim tersebut baru dapat
diterima di Indonesia walaupun tidak seluruhnya, pada tahun 1990-an, yaitu
sejak terbitnya buku-buku terjemahan dari Riffat Hasan, Fatima Mernisi, Ali
Ashgar, dan Aminah Wadud.
Sebenarnya gerakan perempuan Islam, sebagaimana lazimnya
sebuah gerakan perempuan. Tidak muncul dari satu pemikiran teoritis dan gerakan
yang tunggal yang berlaku bagi seluruh kaum perempuan di wilayah Islam. Akan
tetapi, gerakan ini sangat terkait dengan lingkungan histories dan secara
kontekstual dimaksudkan untuk menjawab masalah-masalah yang aktual menyangkut
ketidakadilan dan ketidaksederajatan.
Satu-satunya yang membedakan gerakan perempuan muslim ini
dengan perempuan pada umumnya terletak pada adanya dialog yang intensif antara
prinsip-prinsip keadilan dan kesederajatan yang ada dalam teks-teks keagamaan
dengan realitas yang ada dalam masyarakat muslim menyangkut perlakuan terhadap
perempuan. Karenanya gerakan perempuan Islam pada hakekatnya hendak menggugah
kesadaran akan adanya penindasan dan pemerasan terhadap perempuan di dalam
masyarakat. Di tempat kerja, bahkan di dalam keluarga yang seringkali disahkan
dengan argumen-argumen yang diklaim bersifat keagamaan.
Salah satu yang menjadi persoalan penting gerakan
perempuan dalam di dunia Islam adalah persoalan patriarchy yang dipandang
sebagai akar dari seluruh kecenderungan misogynist (kebencian terhadap
perempuan). Said Al-Afghani (1971: 34) misalnya, menuding perempuan sebagai
biang keladi dari seluruh persoalan yang terjadi, seperti peristiwa perang unta
antara Sayyidatina ‘Aisyah Ra., dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra. Dan
lebih jauh lagi, al-Afghani menilai bahwa Sayyidatina Aisyah Ra, harus
bertanggung jawab terhadap kekisruhan tersebut. (Fatima Mernisi, 1997, xiii).
Budaya Patriarki
Paham patriarchy membawa pada timbulnya interpretasi
ajaran agama yang memihak pada kepentingan laki-laki seperti terlihat dalam
kitab-kitab fiqih yang nyaris semuanya ditulis oleh kaum laki-laki. Karenanya
masalah fiqih perempuan boleh dikatakan tidak pernah ditulis berdasarkan
pengalaman dan penghayatan keagamaan kaum perempuan itu sendiri. Sistem yang
berdasarkan patriarchi tersebut biasanya mengandung upaya pengekangan kebebasan
perempuan dan pembatasan gerak di dalam rumah tangga. Akibatnya kaum perempuan
menjadi tidak mandiri dan sangat tergantung pada kaum laki-laki, baik ekonomis
maupun psikologis. Semua itu menurut Fatima Mernisi, timbul melalui pandangan
stereotype tentang hijab, yang menjadi landasan bagi pembatasan antara ruang
publik (public sphere) dan ruang domestik (domestic sphere). Seolah-olah dunia
publik adalah dunia laki-laki, sedangkan ruang domestik adalah milik kaum
perempuan. Selain itu norma-norma moral, sosial dan hukum pun lebih banyak
berpihak pada kaum laki-laki daripada perempuan.
Untunglah dalam paruh kedua abad ini jumlah perempuan
kelas menengah dan atas yang mendapatkan kesempatan dan akses dalam kehidupan
di dunia publik melalui pendidikan semakin meningkat. Di antara mereka banyak
yang menulis tentang relasi-relasi gender yang timpang dan hubungannya dengan
keluarga dan masyarakat. Tulisan-tulisan para feminis muslim itu pada akhirnya
menimbulkan kesadaran perempuan muslim akan hak-hak mereka yang selama ini
dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan moral agama.
Tujuan gerakan perempuan di dunia muslim pada hakekatnya
adalah untuk membebaskan umat Islam baik perempuan maupun laki-laki dari
struktur sosial dan pandangan keagamaan yang tidak adil, yang menghambat
hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan, baik dalam kehidupan
sosial, hukum maupun keagamaan. Dengan kata lain, mereka ingin menegakkan suatu
tatanan masyarakat Islami yang didalamnya hak-hak perempuan lebih terjamin.
SEKILAS TENTANG Diskriminasi terhadap Penyandang
Disabilitas
Dalam perspektif Islam, penyandang disabilitas identik
dengan istilah dzawil âhât, dzawil ihtiyaj al-khasṣah atau dzawil a’zâr, orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai
uzur. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah dengan demikian penyandang
disabilitas harus didiskriminasi atau dikucilkan. Tentu tidak, karena penyandang disabilitas
juga manusia yang mempunyai hak yang sama untuk bermasyarakat dan bergaul dengan
semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang Islam, manusia yang paling
mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa, seperti ditegaskan dalam
firman-Nya berikut :
يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ
وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal (QS. Al-Ḥujurât/49: 13)
Dalam
haditst Nabi Muhammad SAW juga ditegaskan :
إِنَّ الله لا
يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ (رواه مسلم) Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada
tubuh dan rupa kamu sekalian, tetapi Allah melihat kepada hati kamu sekalian
Rasulullah menujuk ke dadanya (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, stigma terhadap penyandang disabilitas sebagai kutukan
dan penderitanya adalah orang-orang yang terkutuk harus segera dihentikan.
Sebaliknya kita perlu menyebarkan pandangan yang positif, yang membuka wawasan
masyarakat agar mau menumbuhkan penghormatan dan empati terhadap penyandang
disabilitas. Dalam hal ini, kita harus menghindari prasangka buruk (su’udh
dhann) kepada penyandang disabilitas.
Allah
swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ.
Wahai orang-orang
yang beriman, hindarilah banyak prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari
prasangka itu dosa. (QS. Al-Ḥujurât/49: 12)
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. Bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ (متفق عليه)
Jauhkan
dirimu dari prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling bohong (HR.Bukhari Muslim) Bahkan, terhadap
orang yang jelas menyimpang, caci maki tidak boleh dilakukan.
Dalam
menafsirkan firman Allah SWT., lâ yaskhar qawmun min qawmin, Syaikh Ibn Zaid
berkata :
لاَ يَسْخَرْ مَنْ سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ ذُنُوْبَهُ مِمَنْ كَشَفَهُ اللهُ، فَلَعَلَّ إِظْهَارُ ذُنُوْبِهِ فِي الدُّنْيَا خَيْرٌ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ.
Janganlah orang yang telah ditutupi dosanya oleh Allah SWT.
Mengolok-olok orang yang telah dibuka dosanya oleh Allah SWT boleh jadi
terbukanya dosanya di dunia lebih baik baginya daripada terbuka dosanya di
akhirat” (Al-Qurthubi, Al-Jami` li Ahkami Al-Quran, Tahqiq Hisyam Samir
Al-Bukhori, (Rayadh: Dar `Alami Al-Kutub, 1423 H/ 2003 M], vol. XVI, hal.
325).
Nabi
Muhammad SAW juga menegaskan :
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ
بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ (أخرجه الترمذي)
“Barang
siapa yang mencerca saudaranya sebab suatu dosa, maka dia tidak akan mati
sehingga dia melakukan dosa tersebut (HR. Tirmidzi).
Bila
kepada yang berdosa saja kita dilarang merendahkan, apalagi kepada orang-orang
yang sekadar berbeda kemampuan secara fisik. Hal ini menunjukkan penghormatan
Islam yang tinggi terhadap manusia tanpa memandang dari segi keanekaragaman
kemampuan atau keterbatasan fisik. Setiap manusia pada dasarnya setara, dan
memiliki hak-hak yang setara. Standar kemuliaan dalam Islam adalah ketakwaan,
bukan kemampuan fisik atau mental.
Q.S Al Hujurat Ayat 13 dan Hadits tentang Menghindari
Sikap Diskriminasi.
Ditinjau dari segi apapun sikap diskriminasi ini tentu
tidak bisa dibenarkan. Terlebih lagi ditinjau dari kacamata Islam. Islam
merupakan agama yang universal dan menjadi rahmat bagi seluruh manusia tanpa
membedakan jenis kulit, suku, marga, golongan dan lain sebagainya. Bahkan Islam
menegaskan antar laki-laki dan perempuan di hadapan Allah sama. Yang menentukan
kemuliaan seseorang bukan jenis kelaminnya, suku, bangsa dan status sosialnya
tetapi adalah takwanya yang tercermin dalam perilaku kesehariannya.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al
Hujurat/49: 13)
Ketika Islam datang praktik perbudakan sedikit demi
sedikit dihilangkan. Semua memiliki derajat yang sama. Suatu bagaimana posisi
Bilal bin Rabah di sisi Rasulullah, ia adalah sahabat dekat Rasul. Pada kalau
dilihat dari asal-usulnya ia adalah bekas budak yang berkulit hitam legam.
Tetapi kehadiran Bilal bin Rabah sangat berarti dalam pelaksanaan dakwah Islam.
Suaranya yang merdu setiap waktu melantunkan adzan menyeru kaum muslimin untuk
melaksanakan shalat.
Bahkan Nabi Muhammad sendiri sebagai keturunan Arab
menegaskan bahwa tidak ada kemuliaan bagi bangsa Arab atas non Arab.
Dan sesungguhnya nenek moyangmu adalah satu Inat, Orang
Arab tidak ada keunggulan atas orang non-Arab dan orang non Arab juga tidak
punya keunggulan atas orang Arab. (HR. Ahmad)
Jelas penerapan sikap diskrimatif tidak bisa dibenarkan
dalam semua tingkatan. Dalam suatu keluarga seorang ayah atau ibu tidak boleh
bersikap diskriminatif terhadap anak-anaknya. Di sekolah seorang guru tidak
dibenarkan bersikap diskrimatif terhadap muridnya. Di kelas seorang siswa tidak
bersikap diskriminatif terhadap teman-temannya. Demikian pula di tingkatan yang
lebih luas, misalnya dalam sebuah organisasi, pemerintahan dan lain sebagainya,
praktik diskriminatif harus dihindari.
Melihat akibat negatif yang ditimbulkan sikap
diskriminatif tersebut, maka kita harus menghindari tercela tersebut. Dengan
menghindari dan berusaha sekuat tenaga meninggalkan sikap tersebut, maka akan
membawa hikmah yang sangat besar seperti :
1.
Terciptanya
keadilan di masyarakat.
2.
Orang tidak Mudah
berlaku sombong.
3.
Menganggap bahwa
orang lain adalah sama dan saudara.
4.
Orang yang
menghindari sikap diskriminatif akan membawanya masuk ke dalam surga.