Diskriminasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskriminasi adalah
perlakuan terhadap sesama warga negara, berdasarkan golongan, suku, warna
kulit, ekonomi, agama, dan jenis kelamin. Istilah diskriminasi berasal dari
bahasa Inggris, discrimination yang digunakan pertama kali pada abad ke-17.
Akar kata diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminant.
Serapan kata ini menjelaskan tentang pelaku yang
menyudutkan korban minoritas, dengan perlakuan yang berbeda. Menurut Theodorson
dan Thedorsan, diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap
perorangan atau kelompok, sifatnya kategorik berdasarkan ras, suku bangsa,
agama, atau anggota kelas sosial.
Diskriminasi menurut Theodorson terjadi karena kelompok
mayoritas lebih dominan hubungannya, dengan minoritas. Sehingga perilaku
bersifat tidak bermoral dan demokratis. Pendapat dan Brigham, diskriminasi
menjelaskan perlakuan yang membedakan kelompok minoritas, seperti suku bangsa,
bahasa, adat istiadat, agama, dan kebangsaan. Mengutip dari mitrahukum.org,
diskriminasi awalnya terjadi dari prasangka. Adanya prasangka ini membuat perbedaan
antara individu dan kelompok. Pembedaan ini terjadi karena sebagai makhluk
sosial, orang berkumpul dengan kelompok yang memiliki kemiripan. Suatu kelompok
yang memiliki kemiripan ini seringkali berprasangka dan memiliki ketakutan jika
ada yang berbeda. Sehingga terjadi ketidakpahaman dan generalisasi kelompok
lain yang berbeda.
Diskriminasi adalah tindakan, sikap, atau perilaku yang
dilakukan oleh seseorang atau satu golongan untuk menyudutkan golongan lain.
Biasanya diskriminasi dilakukan oleh satu golongan dengan populasi lebih besar
ke golongan lain yang populasinya jauh lebih sedikit atau yang biasa kita sebut
dengan istilah minoritas.
Perilaku, sikap, dan tindakan menyudutkan ini sendiri
dipicu oleh perbedaan besar di antara dua golongan tersebut. Entah perbedaan
suku, budaya, warna kulit, status sosial hingga agama. Diskriminasi yang
dibiarkan begitu saja bisa menyebabkan terjadinya suatu konflik.
Diskriminasi paling sering terjadi di negara-negara
homogen, di mana mayoritas penduduknya berasal dari ras yang sama dengan
kebiasaan hidup yang sama persis satu sama lain. Maka dari itu, dengan
banyaknya persamaan, sehingga tidak jarang membuat penduduk negara homogen
merasa lebih superior dari penduduk negara lainnya.
Mereka merasa bahwa derajatnya jauh lebih tinggi
ketimbang orang-orang yang berbeda dengannya. Akibat pola pikir ini, ketika ada
orang asing dengan warna kulit yang berbeda berkunjung, mereka akan
diperlakukan dengan cara yang berbeda dari orang lokal.
Perilaku diskriminasi ini sendiri bisa terjadi di
mana-mana terutama di fasilitas umum, seperti pasar swalayan, restoran, bus,
alat transportasi, dan sebagainya. Selain itu, yang namanya fasilitas umum,
biasanya selalu dipenuhi oleh banyak orang.
Namun, mirisnya, meski banyak orang melihat perilaku
diskriminasi ini, kebanyakan memutuskan untuk tetap diam tanpa melakukan
tindakan apapun untuk menghentikannya. Lebih parahnya lagi, tidak sedikit dari
orang-orang tersebut justru setuju dan menganggap tindakan diskriminasi ini
sebagai langkah yang benar.
Tidak jarang perilaku diskriminasi ini menimbulkan
pertengkaran besar yang dapat melibatkan banyak orang. Perilaku diskriminasi
yang diterima oleh seorang turis akan membuatnya kapok untuk berkunjung kembali
ke negara tersebut, bahkan tidak jarang menimbulkan trauma yang cukup dalam.
Jika hal seperti itu sering terjadi, maka sektor pariwisata bisa mengalami
penurunan.
Diskriminasi adalah Perbedaan adalah hal yang biasa
terjadi, apalagi di negara kita, Indonesia. Berbeda dengan mayoritas negara di
dunia yang terdiri dari satu ras saja, negara Indonesia justru terdiri dari
ratusan ras dan suku.
Setiap suku memiliki budaya yang berbeda, bahasa yang
berbeda, dialek yang berbeda, hingga kebiasaan hidup yang berbeda satu sama
lain. Semua perbedaan itu biasanya terjadi karena letak geografis dan juga
budaya dari daerah tersebut.
Terlahir dan menjalani hidup di Indonesia yang terdiri
dari begitu banyak suku, budaya, bahasa, dan penampilan, membuat kita sebagai
masyarakat Indonesia saling menghargai dan menghormati perbedaan tersebut.
Dengan begitu, persatuan dan kesatuan Indonesia tetap terjaga dan kuat.
Selain itu, membuat kita sadar bahwa Tuhan menciptakan
manusia berbeda bukan untuk saling bermusuhan apalagi mengacungkan pedang satu
sama lain, melainkan untuk belajar mengenai keesaan Tuhan. Dengan begitu, kita
jadi belajar bagaimana caranya menghargai perbedaan itu sendiri, untuk belajar
mengerti bahwa tidak apa-apa untuk menjadi berbeda dari orang lain.
Sayangnya, tidak semua orang bisa berpikir begitu,
sehingga bisa memicu ketersinggungan antar individu. Bicara soal perbedaan,
sebenarnya hampir semua orang tahu bahwa pada dasarnya semua manusia itu
berbeda satu sama lain. Hal ini dapat kita lihat dari keluarga terdekat saja
yang di mana fisik serta sifat anggota keluarga tak selalu sama.
Sekali lagi, banyak orang tahu bahwa setiap manusia itu
berbeda, sayangnya hanya sedikit yang benar-benar mengerti akan hal itu. Jika
banyak manusia yang tidak menyadari akan hal itu, maka akan banyak kasus
diskriminasi di mana-mana. Kasus diskriminasi bukan hanya terjadi di luar
negeri saja, tetapi beberapa kasus diskriminasi juga terjadi di Indonesia.
SEJARAH DISKRIMINASI
Istilah diskriminasi telah dikenal dalam bahasa Inggris
to discriminate sejak awal abad ke-17. Istilah ini berasal dari bahasa Latin
discriminat, berakar dari kata dis (berarti memilah atau memisah) dan crimen
(berarti dibedakan berdasarkan suatu pertimbangan baik-buruk). Sebelum Perang
Saudara Amerika pada abad ke-18, istilah diskriminasi hanya
digunakan dalam arti biasa untuk membedakan. Sejak Perang Saudara Amerika,
istilah discrimination berkembang sebagai kosakata bahasa Inggris untuk
menjelaskan tentang perlakuan merugikan terhadap individu yang semata-mata
didasarkan pada ras mereka, yang kemudian digeneralisir sebagai keanggotaan
dalam kelompok atau kategori tertentu yang tidak diinginkan secara sosial.
Di Indonesia sendiri, pengertian diskriminasi sudah
dijelaskan dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan
atau pengucilan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, status sosial,
golongan, kelompok, jenis kelamin, keyakinan politik, status ekonomi, dan
bahasa. Jika dibiarkan, diskriminasi ini dapat berakibat pada berkurangnya
populasi sebuah kelompok, bahkan tidak diakuinya sebuah kelompok atau etnis
dalam sebuah negara.
Misalnya, etnis Rohingya yang sempat menghebohkan
Indonesia beberapa tahun yang lalu. Berawal dari diskriminasi, berujung kepada
kehilangan pengakuan dari negara sendiri. Keberadaan mereka dianggap ilegal
oleh Myanmar hingga berakhir pada pembakaran, pembunuhan, dan penyiksaan.
Mereka yang hidup memutuskan untuk kabur dari Myanmar dengan perahu hingga
akhirnya terdampar di Aceh dan beberapa negara tetangga lainnya.
Para filsuf dan ahli teori hukum mendefinisikan konsep
diskriminasi secara normatif. Di bawah pendekatan normatif ini, diskriminasi
didefinisikan sebagai perlakuan, praktik atau kebijakan yang menimbulkan
kerugian terhadap seseorang atau kelompok secara tidak adil karena
karakteristik kelompok sosial yang dimiliki. Tarunabh Khaitan menyatakan bahwa
diskriminasi adalah tidak adil karena perbuatan itu memperburuk kerugian
kelompok sosial tertentu secara substansial, meluas dan terjadi secara terus
menerus, dan karena diskriminasi membuat korbannya menderita kerugian karena
faktor keanggotaan kelompoknya yang tidak relevan secara normatif. Kedua ciri
ini umum ditemukan pada semua tindakan diskriminasi, dan karenanya,
melegitimasi pengaturannya oleh negara. Tetapi tidak semua tindakan
diskriminatif adalah salah pada tingkat yang sama terdapat kondisi tertentu dari pemikiran orang
yang melakukan diskriminasi yang membuatnya dapat lebih dipersalahkan.
Pandangan serupa juga dinyatakan oleh Cass Sunstein, yang berargumen bahwa
diskriminasi tidak dapat dibenarkan karena melanggengkan sistem kasta sosial
dalam masyarakat dengan membuat anggota dari kelompok sosial tertentu menderita
berbagai kerugian karena karakteristik berbasis kelompok yang dimilikinya dan
yang tidak relevan secara normatif. Sedangkan Benjamin Eidelson menambahkan
bahwa diskriminasi adalah hal yang salah karena gagal memperlakukan orang
sebagai individu dengan rasa hormat. Menurutnya, memperlakukan orang sebagai
individu adalah menghormati dan tidak mencampuri pilihan-pilihan yang dibuat
orang tersebut, dan tidak membuat prediksi tentang pilihannya sehingga
mengurangi peran otonomi yang dimilikinya untuk mengambil keputusannya sendiri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan pernyataan
sikap tentang diskriminasi : Perilaku diskriminatif memiliki banyak bentuk,
tetapi semuanya melibatkan beberapa bentuk pengucilan atau penolakan.
Badan-badan internasional Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
bekerja untuk membantu mengakhiri diskriminasi di seluruh dunia. Di Indonesia,
mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
pengertian diskriminasi adalah: setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya.
Diskriminasi (bahasa Inggris: discrimination) adalah suatu perbuatan, praktik atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tidak adil atas dasar karakteristik dari seseorang atau kelompok itu. Orang dapat didiskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, usia, agama atau kepercayaan, warna kulit, disabilitas, orientasi seksual, serta kategori lainnya. Diskriminasi terjadi ketika individu atau kelompok diperlakukan dengan lebih buruk dibandingkan orang lainnya karena faktor keanggotaan aktual atau yang dipersepsikan dalam kelompok sosial atau kategori sosial tertentu. Diskriminasi dapat berupa pembatasan kesempatan dan hak terhadap anggota dari satu kelompok, yang tersedia bagi anggota kelompok lainnya.
Meskipun diskriminasi telah dilarang dalam enam konvensi
inti hak asasi manusia internasional, tradisi, kebijakan, gagasan, praktik, dan
hukum yang diskriminatif tetap ada di banyak negara dan institusi di seluruh
belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan kasus diskriminasi yang umumnya
dianggap rendah. Di beberapa negara, usaha-usaha seperti pemberian kuota
tertentu telah digunakan untuk menguntungkan mereka yang diyakini sebagai
korban diskriminasi saat ini atau di masa lalu. Upaya ini disebut juga
diskriminasi terbalik, dan sering menuai kontroversi. Diskriminasi terbalik adalah diskriminasi
yang dilakukan terhadap kelompok mayoritas atau dominan demi keuntungan
kelompok minoritas atau tertinggal. Diskriminasi semacam ini dimaksudkan untuk
memberantas kesenjangan sosial yang membuat kelompok minoritas tidak dapat
menikmati keistimewaan yang dinikmati oleh kelompok mayoritas. Dalam skenario
semacam ini, diskriminasi terbalik mencoba menghilangkan diskriminasi yang
sudah dihadapi oleh kelompok minoritas.
Kebijakan diskriminasi terbalik dapat dilakukan lewat
kebijakan-kebijakan preferensial, seperti pemberian kuota untuk kelompok
minoritas dalam penerimaan perguruan tinggi atau pekerjaan. Oleh sebab itu,
aksi afirmatif sering kali dianggap sebagai bentuk diskriminasi terbalik.
Jenis diskriminasi
Diskriminasi ras dan etnis membedakan individu
berdasarkan perbedaan ras dan etnis yang nyata dan dirasakan dan merujuk pada
berbagai bentuk hukuman etnis. Hal ini juga dapat merujuk pada keyakinan bahwa
kelompok manusia memiliki ciri-ciri perilaku yang berbeda sesuai dengan
penampilan fisik dan dapat dibagi berdasarkan keunggulan satu ras di atas ras
yang lainnya. Bisa juga diartikan sebagai prasangka, diskriminasi, atau
antagonisme yang ditujukan kepada orang lain karena mereka berbeda ras atau
etnis. Varian modern dari rasisme sering didasarkan pada persepsi sosial
tentang perbedaan biologis antara masyarakat. Pandangan-pandangan ini dapat
berbentuk tindakan sosial, praktik atau kepercayaan, atau sistem politik dengan
ras-ras tertentu berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah. Supremasi ras ini
didasarkan pada sifat, kemampuan, atau kualitas yang dianggap dapat diwariskan
secara turun temurun. Pandangan ini telah menjadi kebijakan resmi pemerintah di
beberapa negara, seperti Afrika Selatan selama era apartheid. Kebijakan
diskriminatif terhadap etnis minoritas termasuk juga diskriminasi berbasis ras
terhadap etnis India dan Tionghoa di Malaysia. Setelah Perang Vietnam, banyak
pengungsi Vietnam pindah ke Australia dan Amerika Serikat, tempat mereka juga
menghadapi diskriminasi.
Jenis kelamin
Ageisme atau diskriminasi usia adalah diskriminasi dan
stereotip berdasarkan usia seseorang. Pandangan ini merupakan seperangkat
keyakinan, norma, dan nilai yang digunakan untuk membenarkan diskriminasi atau
subordinasi berdasarkan usia seseorang. Ageisme paling sering diarahkan pada
orang tua, atau remaja dan anak-anak.
Diskriminasi usia dalam perekrutan calon karyawan juga
terdapat di Amerika Serikat. Joanna Lahey, profesor di The Bush School of
Government and Public Service di Texas A&M, menemukan bahwa
perusahaan-perusahan di sana 40% lebih mungkin untuk mewawancarai pelamar kerja
dewasa muda dibandingkan pelamar kerja yang lebih tua. Di Eropa, Stijn Baert,
Jennifer Norga, Yannick Thuy dan Marieke Van Hecke, para peneliti di
Universitas Ghent, menemukan rasio yang sebanding di Belgia. Studi mereka
menunjukkan bahwa diskriminasi usia dilakukan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan oleh kandidat yang lebih tua setelah mereka menyelesaikan pendidikan
mereka. Di Belgia, orang-orang tua hanya didiskriminasi jika mereka tidak aktif
bekerja selama bertahun-tahun atau mempunyai pekerjaan yang tidak relevan.
AGAMA DAN KEPERCAYAAN
Diskriminasi agama adalah diskriminasi dengan
memperlakukan orang atau kelompok secara berbeda dan merugikan karena apa yang
mereka percaya atau tidak percayai atau karena perasaan mereka terhadap agama
tertentu. Misalnya, populasi Yahudi di Jerman, dan di sebagian besar Eropa,
menjadi sasaran diskriminasi di bawah Adolf Hitler dan partai Nazi-nya antara
tahun 1933 dan 1945. Mereka dipaksa tinggal di ghetto, mengenakan tanda
pengenal bintang Daud di pakaian mereka, dan dikirim ke kamp konsentrasi dan
kamp kematian di pedesaan Jerman dan Polandia, tempat mereka disiksa dan
dibunuh, semua ini dilakukan karena agama Yahudi mereka. Banyak undang-undang
(yang paling menonjol Hukum Nuremberg tahun 1935) memisahkan mereka yang
beragama Yahudi karena dianggap mempunyai status lebih rendah dari populasi
Kristen.
Pembatasan jenis pekerjaan juga dilakukan kepada orang-orang Yahudi oleh otoritas Kristen. Penguasa lokal dan pejabat gereja menutup banyak profesi bagi orang-orang Yahudi yang religius, mendorong mereka ke dalam peran marginal yang dianggap inferior secara sosial, seperti pengumpulan pajak dan sewa dan peminjaman uang. Jumlah orang Yahudi yang diizinkan untuk tinggal di tempat yang berbeda dibatasi; mereka terkonsentrasi di ghetto dan dilarang memiliki tanah. Di Arab Saudi, orang-orang non-Muslim tidak diperbolehkan untuk mempraktikkan agama mereka di depan umum dan mereka tidak diperbolehkan memasuki Mekah dan Madinah. Selain itu, pertemuan keagamaan non-Muslim secara privat dapat digerebek oleh polisi agama di sana. Di Maladewa, pembangunan rumah-rumah ibadah bagi orang-orang non-Muslim adalah dilarang secara hukum. Bahkan, orang-orang non-Muslim yang menunjukkan ekspresi keagamaan mereka atau mengadakan pertemuan keagamaan dapat dipidana hingga 5 tahun penjara.
Bahasa
Kaum nasionalis di Corsica terkadang mengecat atau rambu lalu lintas dalam bahasa Prancis. Keanekaragaman bahasa dilindungi dan dihormati oleh banyak negara yang menghargai keragaman budaya. Namun, orang terkadang mengalami perlakuan berbeda karena bahasa pilihan mereka dikaitkan dengan kelompok, kelas, atau kategori tertentu. Contoh penting adalah sentimen Anti-Prancis di Amerika Serikat serta sentimen Anti-Quebec di Kanada yang menargetkan orang-orang yang berbicara bahasa Prancis. Diskriminasi terjadi jika ada perlakuan yang merugikan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang berbicara atau tidak berbicara bahasa atau bahasa tertentu. Contohnya adalah ketika ribuan penduduk asli Wayúu Kolombia diberi nama ejekan dan tanggal lahir yang sama, oleh pejabat pemerintah dalam sebuah kampanye untuk memberi mereka kartu identitas. Masalah ini tidak ditemukan sampai bertahun-tahun kemudian. Contoh penting lain dari diskriminasi linguistik adalah latar belakang Gerakan Bahasa Bengali di Pakistan, sebuah kampanye politik yang berperan penting dalam pembentukan negara Bangladesh. Pada tahun 1948, Mohammad Ali Jinnah mendeklarasikan bahasa Urdu sebagai bahasa nasional Pakistan dan mencap mereka yang mendukung penggunaan bahasa Bengali, bahasa yang paling banyak digunakan di negara bagian tersebut, sebagai musuh negara.
Nama
Diskriminasi berdasarkan nama seseorang juga dapat
terjadi. Para peneliti menunjukkan bahwa bentuk diskriminasi ini didasarkan
pada arti nama, pengucapannya, keunikannya, afiliasi gendernya, dan afiliasi rasnya.
Penelitian lebih lanjut juga menunjukkan bahwa para perekrut karyawan di dunia
nyata menghabiskan rata-rata hanya enam detik untuk meninjau setiap resume
sebelum membuat keputusan awal cocok/tidak cocok dan bahwa nama
seseorang adalah salah satu dari enam hal yang paling mereka fokuskan. Prancis
telah melarang untuk melihat nama seseorang di resume saat menyaring daftar
awal kandidat yang paling memenuhi syarat. Britania Raya, Jerman, Swedia, dan
Belanda juga telah bereksperimen dengan proses ringkasan tanpa nama. Beberapa
diskriminasi yang nyata dapat dijelaskan oleh faktor lain seperti frekuensi
nama. Efek dari diskriminasi nama berdasarkan kelancaran nama tidak begitu
kentara, kecil dan tunduk pada norma yang berubah secara signifikan.
Kebangsaan
Diskriminasi berdasarkan kebangsaan biasanya dimasukkan dalam undang-undang ketenagakerjaan di negara-negara maju. Diskriminasi ini kadang-kadang dianggap tergabung dengan diskriminasi rasial, meskipun dapat pula dipisahkan. Undang-undang yang mengaturnya bisa beragam, seperti melarang penolakan perekrutan berdasarkan kebangsaan, mengajukan pertanyaan tentang asal-usul, hingga larangan pemecatan, pensiun paksa, kompensasi dan gaji, dll., berdasarkan kebangsaan. Diskriminasi atas dasar kebangsaan dapat menunjukkan tingkat penerimaan dalam tim olahraga atau kelompok kerja mengenai anggota tim baru dan karyawan yang mempunyai kebangsaan yang berbeda dari mayoritas anggota tim.
Daerah / SUKU
Diskriminasi wilayah atau geografis adalah suatu bentuk
diskriminasi yang didasarkan pada wilayah tempat tinggal seseorang atau wilayah
tempat seseorang dilahirkan. Ini berbeda dari diskriminasi berdasarkaan
kebangsaan karena mungkin tidak didasarkan pada batas negara atau negara tempat
tinggal korban, melainkan didasarkan pada prasangka terhadap wilayah tertentu
dari satu atau lebih negara. Contohnya termasuk diskriminasi terhadap orang
Tionghoa yang lahir di daerah pedesaan yang jauh dari kota-kota yang terletak
di Tiongkok, dan diskriminasi terhadap orang Amerika yang berasal dari wilayah
selatan atau utara Amerika Serikat. Hal ini sering disertai dengan diskriminasi
yang didasarkan pada aksen, dialek, atau perbedaan budaya.
Kasta
Menurut UNICEF dan Human Rights Watch, diskriminasi kasta
berdampak kepada sekitar 250 juta orang di seluruh dunia dan terutama terjadi
di beberapa negara di benua Asia (India, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan,
Nepal, Jepang) dan Afrika. Hingga 2011, terdapat 200 juta orang Dalit atau
Kasta Terdaftar (sebelumnya dikenal sebagai "tak tersentuh") di
India.
Disabilitas
Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas yang
berpihak pada mereka yang bukan penyandang disabilitas disebut ableisme.
Diskriminasi disabilitas memperlakukan individu non-disabilitas sebagai standar kehidupan normal, menghasilkan tempat dan layanan publik dan pribadi,
pengaturan pendidikan, dan layanan sosial yang dibangun untuk melayani
orang-orang normal, dengan demikian mengecualikan mereka yang memiliki
disabilitas tertentu. Penelitian telah menunjukkan bahwa penyandang disabilitas
tidak hanya membutuhkan pekerjaan agar mereka dapat mencari nafkah tetapi
mereka juga membutuhkan pekerjaan untuk mempertahankan kesehatan mental dan
kesejahteraan mereka. Pekerjaan memenuhi sejumlah kebutuhan dasar individu
seperti tujuan kolektif, kontak sosial, status, dan aktivitas. Penyandang
disabilitas sering ditemukan terisolasi secara sosial dan pekerjaan adalah
salah satu cara untuk mengurangi keterasingannya.
Orientasi seksual
Aksi demonstrasi kelompok sayap kanan di Rzeszów,
Polandia yang bersikap diskriminatif terhadap kelompok minoritas LGBT.
Seperti kebanyakan kelompok minoritas, kelompok
homoseksual dan biseksual rentan terhadap prasangka dan diskriminasi dari
kelompok mayoritas. Mereka dapat menjadi target kebencian karena seksualitas
mereka; istilah untuk kebencian yang didasarkan orientasi seksual seseorang
disebut homofobia. Banyak orang yang terus memiliki prasangka negatif terhadap
mereka yang memiliki orientasi non-heteroseksual dan akan mendiskriminasi orang
yang memiliki orientasi homoseksual atau biseksual atau yang dianggap memilikinya.
Orang-orang dengan orientasi seksual yang tidak umum lainnya juga mengalami
diskriminasi. Satu studi menunjukkan sampel heteroseksual lebih berprasangka
buruk terhadap orang aseksual dibandingkan terhadap orang homoseksual atau
biseksual.
Diskriminasi dalam pekerjaan yang didasarkan pada
orientasi seksual berbeda-beda di banyak negara. Mengungkap orientasi seksual
lesbian (dengan cara menyebutkan pertunangan dalam organisasi pelangi atau
dengan menyebutkan nama pasangan seseorang) menurunkan kesempatan kerja di
Siprus dan Yunani, tetapi secara keseluruhan tidak memiliki efek negatif di Swedia
dan Belgia. Di Belgia, bahkan terdapat efek positif dari pengungkapan orientasi
seksual lesbian bagi wanita di masa reproduktif mereka.
Diskriminasi terbalik
Mahasiswa memprotes kuota rasial di Brasil : Quer uma vaga ? Passe no vestibular ! (Apakah Anda ingin tempat di universitas ? Ikuti ujian masuk !
Diskriminasi terbalik adalah bentuk diskriminasi terhadap
anggota kelompok dominan atau mayoritas, yang ditujukan untuk menguntungkan
anggota minoritas atau kelompok yang secara historis kurang beruntung.
Bentuk diskriminasi ini dilakukan untuk memperbaiki
ketidaksetaraan sosial di mana kelompok minoritas memiliki lebih sedikit akses
ke hak-hak istimewa yang dinikmati oleh kelompok mayoritas. Diskriminasi
terbalik dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang tidak setara terhadap
anggota kelompok mayoritas yang dihasilkan dari kebijakan preferensial, seperti
dalam penerimaan perguruan tinggi atau pekerjaan, yang dimaksudkan untuk
memperbaiki diskriminasi terhadap minoritas yang sebelumnya terjadi.
Konseptualisasi tindakan afirmatif sebagai diskriminasi
terbalik menjadi populer di awal hingga pertengahan 1970-an, dengan tindakan
itu dimaksudkan untuk memperbaiki dampak diskriminasi masa lalu baik di
pemerintahan maupun di dunia bisnis.
Legislasi atau undang-undang
anti-diskriminasi
Amerika Serikat
Undang-Undang Pembayaran Setara Tahun 1963 (Equal Pay
Act), (bagian dari Fair Labor Standards Act) melarang diskriminasi upah oleh
pengusaha dan organisasi buruh berdasarkan jenis kelamin.
Undang-Undang Hak Sipil Tahun 1964 (Civil Rights Act)
mengatur banyak ketentuan, termasuk secara luas melarang diskriminasi di tempat
kerja termasuk dalam perekrutan, pemecatan, pengurangan tenaga kerja,
tunjangan, dan perilaku pelecehan seksual.
Undang-Undang Perumahan yang Adil Tahun 1968 (Fair
Housing Act) melarang diskriminasi dalam penjualan atau penyewaan perumahan
berdasarkan ras, warna kulit, asal negara, agama, jenis kelamin, status
keluarga, atau disabilitas. Kantor Perumahan yang Adil dan Kesempatan yang Sama
ditugasi untuk mengawasi dan menegakkan Undang-Undang tersebut.
Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan Tahun 1978
(Pregnancy Discrimination Act), yang mengubah Judul VII Undang-Undang Hak Sipil
tahun 1964 – mencakup diskriminasi berdasarkan kehamilan di tempat kerja.
Undang-Undang Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 1994 (Violence Against Women Act), yang menyediakan program dan layanan termasuk hukum tentang pemerkosaan di tingkat federal, program pencegahan kekerasan komunitas, perlindungan bagi korban yang diusir dari rumahnya karena peristiwa yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga atau penguntitan, pendanaan untuk layanan bantuan korban, seperti pusat krisis pemerkosaan dan hotline, program untuk memenuhi kebutuhan perempuan imigran dan perempuan dari berbagai ras atau etnis, program dan layanan bagi korban disabilitas, bantuan hukum bagi penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Rasisme masih terjadi secara luas di real estate.
Australia
Undang-Undang Diskriminasi Rasial 1975 (Racial
Discrimination Act). Undang-undang tersebut melarang perlakuan tidak adil
terhadap seseorang karena ras, warna kulit, keturunan, asal kebangsaan atau
etnis, atau status imigran. Implementasi Undang-Undang ini diawasi oleh Komisi Hak
Asasi Manusia Australia.
Undang-Undang Diskriminasi Seks 1984 (Sex Discrimination
Act), adalah undang-undang yang melarang diskriminasi atas dasar terutama seksisme,
homofobia, transfobia, bifobia termasuk hubungan atau status perkawinan,
tanggung jawab keluarga dan sejenisnya.
Undang-Undang Diskriminasi Disabilitas 1992 (Disability
Discrimination Act), merupakan undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap
seorang penyandang disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk
pekerjaan, pendidikan, mendapatkan atau menggunakan layanan, menyewa atau
membeli rumah, atau mengakses tempat-tempat umum.
Undang-Undang Diskriminasi Usia 2004 (Age Discrimination
Act), merupakan undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap orang-orang
atas dasar usia di bidang kerja, pendidikan, akses ke tempat, penyediaan
barang, layanan dan fasilitas, akomodasi, administrasi Hukum dan lain
sebagainya.
Belanda
Pasal 137c, bagian 1 Wetboek van Strafrecht melarang
penghinaan terhadap suatu kelompok karena ras, agama, orientasi seksual
(heteroseksual maupun homoseksual), disabilitas (fisik, mental atau kejiwaan)
di depan umum atau dengan ucapan, tulisan atau gambar. Pidana penjara paling
lama satu tahun atau denda kategori ketiga.
Bagian 2 menambah pidana penjara paling lama dua tahun
dan pidana denda paling banyak 4 tahun, apabila tindak pidana itu dilakukan
karena kebiasaan atau dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Pasal 137d melarang provokasi untuk melakukan
diskriminasi atau kebencian terhadap kelompok yang disebutkan di atas. Hukuman
yang sama berlaku seperti dalam pasal 137c.
Pasal 137e bagian 1 melarang penerbitan pernyataan
diskriminatif, selain dalam pesan resmi, atau menyerahkan suatu benda (yang
mengandung informasi diskriminatif) selain atas permintaannya. Pidana penjara
paling lama 6 bulan atau denda kategori ketiga.
Pasal 137f melarang mendukung kegiatan diskriminatif
dengan memberikan uang atau barang. Pidana penjara paling lama 3 bulan atau
denda kategori kedua.
Inggris Raya
Undang-Undang Pembayaran Setara 1970 (Equal Pay Act)
memberikan upah yang sama untuk pekerjaan yang sebanding.
Undang-Undang Diskriminasi Jenis Kelamin 1975 membuat
diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki, termasuk diskriminasi atas
dasar status perkawinan, ilegal di tempat kerja.
Undang-Undang Hak Asasi Manusia 1998 memberikan lebih
banyak ruang untuk memperbaiki semua bentuk ketidaksetaraan sosial atas dasar
diskriminasi.
Undang-Undang Kesetaraan 2010 mengkonsolidasikan,
memperbarui, dan melengkapi Undang-undang dan Peraturan sebelumnya yang menjadi
dasar undang-undang anti-diskriminasi.
Kanada
Human Rights Code (Ontario) 1962, yang menjamin persamaan
di depan hukum dan melarang diskriminasi dalam bidang sosial, seperti
pekerjaan, menggunakan layanan atau fasilitas publik atas dasar suku, ras,
agama, warna kulit, kebangsaan, atau tempat asal.
Undang-Undang Hak Asasi Manusia Kanada (Canadian Human
Rights Act). Undang-undang tersebut dibuat pada tahun 1977 dengan tujuan untuk
memastikan kesetaraan kesempatan dengan melarang diskriminasi atas dasar ras,
usia, jenis kelamin, dan berbagai kategori lainnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Dokumen penting PBB yang menangani diskriminasi antara
lain :
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia adalah deklarasi
yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember
1948. Dalam Deklarasi ini dinyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas semua hak
dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini, tanpa pembedaan dalam bentuk
apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan
politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran
atau status lainnya.
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial (ICERD) adalah konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengikat para anggotanya untuk menghapuskan diskriminasi rasial. Konvensi
tersebut diadopsi dan dibuka untuk ditandatangani oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 21 Desember 1965, dan mulai berlaku pada
tanggal 4 Januari 1969.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (CEDAW) adalah perjanjian internasional yang diadopsi pada tahun 1979
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi ini dideskripsikan
sebagai undang-undang internasional tentang hak-hak perempuan, dan mulai
berlaku pada tanggal 3 September 1981.
Konvensi Hak Penyandang Disabilitas adalah perjanjian
instrumen hak asasi manusia internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengharuskan para pihak untuk memajukan, melindungi, dan memastikan penikmatan
penuh hak asasi manusia oleh penyandang disabilitas dan memastikan bahwa mereka
menikmati kesetaraan penuh di depan hukum. Teks tersebut diadopsi oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 13 Desember 2006, dan dibuka untuk
ditandatangani pada 30 Maret 2007. Konvensi itu mulai berlaku pada tanggal 3
Mei 2008.
Indonesia
Di Indonesia ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
mengandung ketentuan tentang diskriminasi. Dasar hukum yang mengatur tentang
diskriminasi antara lain.
Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
International Convention on The Elimination of All Forms of Racial
Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik;
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Convention on The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Penyebab Terjadinya Diskriminasi
Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Pepatah yang sama
juga berlaku pada diskriminasi. Bagaimanapun, tindakan atau perilaku
diskriminasi tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan disebabkan oleh sesuatu.
Dalam hal ini, kebanyakan diskriminasi disebabkan oleh prasangka atau stereotip
yang berkembang di masyarakat.
Prasangka dan stereotip yang muncul biasanya disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan. Namun alih-alih mencari tahu dari buku atau
internet, mereka lebih memilih untuk meyakini dari apa yang mereka ketahui.
Misalnya, orang-orang di negara Asia Selatan kadang mendiskriminasi orang-orang
dari Asia Tenggara karena beranggapan bahwa Asia Tenggara tidak lebih maju dari
negara-negara di Asia Selatan, terutama dari segi ekonomi.
Hal ini diperparah dengan minimnya keinginan untuk
mencari tahu, sehingga mereka terus berpikir bahwa negara-negara di Asia
Tenggara miskin dan tidak maju. Padahal, dunia tidak hanya berkembang di
sekitar mereka saja.
Dunia juga berubah, begitupun setiap negara juga
berkembang, termasuk negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia misalnya. Jika
dibandingkan dengan Indonesia di tahun 90-an, negara kita jelas berlari sangat
cepat, baik dalam bidang ekonomi, infrastruktur, maupun teknologi.
Prasangka dan stereotip inilah yang akhirnya membuat
seseorang cenderung memperlakukan orang lain dengan cara yang berbeda. Mereka
akan memperlakukan orang yang berasal dari negara maju dan status sosial yang
sederajat atau lebih tinggi dengan cara yang lebih baik.
Sedangkan orang-orang yang dianggap berasal dari negara berkembang
atau status ekonomi menengah ke bawah akan diperlakukan dengan cara yang buruk.
Semakin rendah status sosialnya, warna kulit atau status ekonominya, maka akan
semakin buruk juga perlakuan yang didapatkan.
Jenis-Jenis Diskriminasi
Diskriminasi Adalah meski sekilas tindakan diskriminasi
terlihat sama, tetapi sebenarnya diskriminasi juga terbagi menjadi beberapa
jenis. Jenis-jenis diskriminasi ini sendiri dibagi berdasarkan ras, jenis
kelamin, usia, hingga pandangan politik.
Bahkan meski orang Indonesia cukup menghargai perbedaan,
beberapa jenis diskriminasi nyatanya juga masih sering terjadi di negara ini. Berikut
jenis-jenis diskriminasi yang paling sering terjadi di dunia :
1.
Rasisme. Rasisme,
istilah satu ini pasti cukup akrab di telinga kita semua. Jika dibandingkan
dengan jenis diskriminasi lainnya, rasisme adalah jenis diskriminasi yang
paling banyak terjadi hingga saat ini. Dari namanya, kamu bisa menyimpulkan
bahwa rasisme adalah kepercayaan akan satu ras jauh lebih unggul dari ras
lainnya. Di masa sekarang, rasisme biasanya didasarkan dari warna kulit.
Seperti yang kamu ketahui, setiap ras memiliki warna kulit yang berbeda satu
sama lain. Ada ras yang orang-orangnya memiliki kulit hitam, coklat, kuning
langsat, hingga putih. Di beberapa negara tertentu, orang cenderung beranggapan
bahwa kulit putih adalah simbol kecantikan. Orang dengan kulit putih selalu
dianggap jauh lebih cantik dan menarik ketimbang mereka yang berkulit gelap.
Bahkan, sikap rasis ini membuat banyak kaum perempuan berusaha mengubah warna
kulitnya menjadi lebih cerah karena merasa jelek dan tidak percaya diri dengan
warna kulit alaminya. Meski istilah rasisme populer saat ini, tetapi
diskriminasi berdasarkan ras nyatanya sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.
Kalau kamu pernah membaca buku sejarah seputar Perang Dunia II, kamu mungkin
mengetahui bahwa Adolf Hitler pernah mencoba melakukan genosida pada
orang-orang Yahudi yang tinggal di Eropa. Tindakan ini sebenarnya didasari oleh
banyak faktor, salah satunya adalah keyakinan Hitler bahwa ras Arya jauh lebih
unggul dari Yahudi. Akibatnya, sebanyak jutaan Yahudi di Eropa dibatasi
hak-haknya, ditangkap, dipenjara, dan disiksa di kamp-kamp konsentrasi yang
tersebar di beberapa negara yang sudah diduduki oleh Jerman dan Nazi. Di akhir
Perang Dunia II, sebanyak 5 juta orang Yahudi meninggal dunia karena penyakit,
kelaparan, penyiksaan, dan pembunuhan yang dilakukan oleh Nazi di kamp
konsentrasi mereka. Rasisme juga pernah terjadi di Amerika Serikat pada sekitar
abad ke 16, yang mana saat itu orang berkulit putih menganggap mereka jauh
lebih terhormat ketimbang orang kulit hitam. Akibatnya, orang-orang kulit hitam
bukan hanya kehilangan hak mereka sebagai manusia, tetapi juga menjadi budak
dan diperjualbelikan layaknya hewan. Perbudakan ini baru berakhir ketika
Abraham Lincoln memimpin Negeri Paman Sam.
2.
Seksisme. Jika
rasisme didasarkan pada keyakinan sebuah ras jauh lebih unggul ketimbang ras
lainnya, maka seksisme adalah keyakinan bahwa laki-laki lebih cerdas dan kuat
dari perempuan. Seksisme pada akhirnya membuat perempuan selalu menjadi nomor
dua dalam banyak hal, terutama pekerjaan. Meski seksisme tidak separah rasisme,
tetapi tetap saja diskriminasi jenis ini sangat merugikan kaum hawa. Di masa
lalu, perempuan tidak diperbolehkan melamar pekerjaan tertentu karena dianggap
tidak akan sanggup melakukannya. Seksisme juga pernah terjadi di Indonesia di
era penjajahan. Pada saat itu, perempuan tugasnya hanya diam di rumah, di
dapur, mengurus suami dan anak-anak. Dikarenakan tugasnya hanya berkutat di
rumah, perempuan lantas dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Di era sebelum
Kartini, banyak perempuan pribumi tidak bisa membaca karena tidak pernah
mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Parahnya, meski saat ini
dunia sudah sangat modern, seksisme masih ditemukan di banyak negara. Di Korea
Selatan misalnya, gaji perempuan tidak sama dengan laki-laki. Banyak perusahaan
juga lebih memilih untuk menerima karyawan laki-laki ketimbang perempuan karena
dianggap lebih menguntungkan. Pendapat seperti itu didasarkan pada kenyataan
bahwa perempuan kelak akan menikah, melahirkan, dan memiliki anak. Mereka tidak
bisa lagi bekerja karena harus merawat anak dan keluarganya.
3.
Ageisme. Ageisme
adalah tindakan diskriminasi berdasarkan usia seseorang. Menariknya, ketimbang
jenis diskriminasi yang lain, ageisme jarang disadari oleh banyak orang. Padahal
kenyataannya, ageisme terjadi sangat sering dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah
satu contoh jenis diskriminasi ageisme adalah, yaitu adanya anggapan bahwa
orang yang berusia lebih tua bersikap lebih bijaksana ketimbang mereka yang
masih muda. Sementara yang tua dianggap bijaksana, anak muda sering dipandang
sebagai sosok yang ceroboh, egois, tidak tahu, dan tidak bisa apa-apa. Hal itu
sebenarnya sangat wajar karena di usia remaja, mereka memiliki emosi yang
kurang stabil. Ketika masalah muncul, anak muda akan memilih solusi yang paling
mudah, tanpa memikirkan akibat dari pilihannya tersebut. Bagaimanapun sikap,
tindakan, dan pola pikir seseorang tidak selalu sesuai dengan umurnya. Begitu
juga dengan banyak orang yang sudah dewasa secara usia ternyata masih memiliki
pola pikir yang kekanak-kanakan, bahkan masih sering berbuat onar dan
menyusahkan orang sekitarnya.Tidak hanya anak muda yang menjadi korban dari
jenis diskriminasi satu ini. Orang tua juga kadang menjadi pihak yang dirugikan
dari jenis diskriminasi ageisme ini. Contohnya, saat melamar kerja, banyak
perusahaan lebih memilih mempekerjakan mereka yang masih muda karena dianggap
memiliki fisik yang lebih kuat ketimbang orang yang lebih tua. Oleh sebab itu,
banyak orang tua kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian
mereka. Bahkan, jika mereka memiliki segudang pengalaman, mereka tetap
terbatasi oleh syarat usia yang ditetapkan oleh perusahaan.
4.
Diskriminasi pada
Penyandang Disabilitas. Hidup sebagai
penyandang disabilitas memang tidak mudah, keterbatasan fisik menjadi salah
satu alasannya. Namun kehidupan para penyandang disabilitas menjadi lebih sulit
dari yang seharusnya karena masyarakat yang sering memandang mereka dengan
sebelah mata. Di lingkungan sekitar, penyandang disabilitas seringkali dianggap
sebagai orang lemah dan selalu membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Benar
bahwa kadang mereka membutuhkan bantuan, tetapi tidak berarti mereka lemah dan
tidak bisa melakukan apapun sendiri. Hari ini, banyak penyandang disabilitas
yang memiliki pendidikan tinggi. Namun, mereka tetap saja kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan karena perusahaan enggan memberikan mereka kesempatan
untuk membuktikan diri. Alhasil, mereka harus berjuang sendiri untuk hidup. Padahal,
terlepas dari keterbatasan fisik yang dimilikinya, penyandang disabilitas juga
bisa kok bekerja dengan baik sama seperti orang lain selama mereka mendapatkan
kesempatan untuk mencoba, kesempatan untuk membuktikan diri, dan mendapatkan kesempatan
untuk menjadi setara dengan orang lain.
5.
Diskriminasi
Berbeda Pandangan Politik. Diskriminasi yang satu ini bisa dibilang cukup unik,
karena hanya terjadi di waktu-waktu tertentu. Apesnya lagi, jenis diskriminasi
satu ini juga terjadi di Indonesia. Biasanya diskriminasi politik terjadi
menjelang pemilihan umum presiden yang terjadi setiap 5 tahun sekali. Ketika
pemilihan umum semakin dekat, rakyat cenderung terbagi menjadi dua kubu. Kubu
dari calon A dan calon B. Diskriminasi satu ini bisa dibilang sangat
menyebalkan, karena kedua kubu bukan hanya saling mendukung calon pilihannya,
tetapi juga saling menjelekkan satu sama lain. Misalnya, pemilihan umum pada
tahun 2014 dan 2019, kita tahu bagaimana rakyat Indonesia terpecah dan saling
menyerang satu sama lain. Tiba-tiba saja, pandangan politik menjadi topik yang
sangat sensitif. Seseorang akan memperlakukan orang lain dengan lebih baik
ketika orang tersebut memiliki pandangan politik yang sama. Sebaliknya,
seseorang bisa saja memperlakukan orang lain dengan buruk bahkan memusuhi
saudara sendiri karena perbedaan pandangan politik.
Cara Menghindari Terjadinya
Diskriminasi
Pada dasarnya, ada beberapa cara untuk menghindari
terjadinya diskriminasi, diantaranya :
1.
Menjunjung Tinggi
Hak Asasi Manusia
2.
Meningkatkan Jiwa
Persatuan dan Kesatuan
3.
Membiasakan Diri
Untuk Tidak Memandang Orang Lain dari Rupanya Saja
4.
Saling Menghormati
dan Menghargai
Diskriminasi Berserta Contohnya
di Lingkungan Sosial
Diskriminasi adalah perlakuan kelompok mayoritas yang
menyudutkan kelompok minoritas karena perbedaan suku, ras, agama, jenis
kelamin, dan status sosial. Berikut pengertian dan contoh diskriminasi.
Diskriminasi sering dijumpai di dalam lingkungan masyarakat,
karena kecenderungan untuk membeda-bedakan. Diskriminasi masih sering terjadi
di berbagai negara, disebabkan oleh budaya, kebangsaan, warna kulit, golongan,
suku, jenis kelamin, dan agama. Umumnya, diskriminasi terjadi karena kelompok
mayoritas yang menyudutkan kelompok minoritas. Suatu kelompok yang memiliki
kuasa ini dapat bertindak semena-mena pada kelompok minoritas yang berbeda.
Mengutip dari, UUD Nomor 40 tahun 2008, mengatur pasal
tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Dalam peraturan tersebut
menjelaskan kedudukan seluruh warga negara sama di depan hukum. Serta warga
negara berhak mendapatkan perlindungan dari diskriminasi ras dan etnis.