POLITIK MERCUSUAR
Secara umum, yang dimaksud dengan pengertian Politik Mercusuar adalah politik untuk memperlihatkan eksistensi Indonesia dimata Internasional sebagai negara New Emeging Forces berupa pembangunan besar-besaran.
Politik Mercusuar adalah bagian dari politik luar negeri Indonesia yang berambisi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat yang menerangi negara-negara berkembang (NEFO / New Emerging Force).
Politik Mercusuar adalah Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan untuk menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang menerangi jalan bagi kekuatan baru yang tumbuh di dunia ini. Politik mersucuar ini pernah dijalankan oleh Presiden Soekarno pada masa demokrasi terpimpin pada tahun 1957 sebagai politik luar negeri.
Pada dasarnya politik mercusuar adalah politik yang memperlihatkan eksistensi Indonesia dengan sejumlah proyek besar dan spektakuler yang diterapkan untuk menempatkan Indonesia di kalangan para NEFO (New Emeging Forces).
Namun proyek mercusuar tersebut dilakukan oleh Soekarno pada masa demokrasi terpimpin tahun 1959-1960 lebih kepada hal yang simbolik dan psikologis yang untuk memuaskan kebutuhan untuk dihargai, menjadi pemimpin negara-negara NEFO merupakan inti dari kebijakan ini.
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Masa Demokrasi Terpimpin diberlakukan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959-1965. Pada masa ini, Presiden Soekarno banyak melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, seperti poros Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunisme), condongnya Indonesia ke Blok Komunisme, serta Politik Mercusuar yang berkiblat pada China.
Proyek ini membutuhkan biaya yang besar dengan capaian milyaran rupiah dan bahkan angka tersebut sangatlah banyak saat dulu. Adapun hasil dari politik mercusuar ini adalah pembangunan jalan-jalan, hotel mewah, toko serba ada Sarinah, Jembatan Semanggi, Tugu Monas, dan diselenggarakannya Ganefo yang membutuhkan pembangunan Gelanggang Olahraga (Gelora) Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Walaupun banyaknya pembangunan yang ada yang dapat memperlihatkan kehebatan Indonesia di negara luar, akan tetapi hal itu mendapat banyak kecaman dar berbagai pihak karena politik mercusuar ini menggunakan pemborosan uang negara.
Karena pelaksanaan politik mercusuar membuat dampak yang besar bagi kas negara Indonesia saat itu dimana kondisi ekonomi semakin memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahun membengkak tanpa diimbangi dengan pendapatan negara. Sehingga ada yang mengatakan bahwa proyek mercusuar ini lebih kepada politis dari ekonomi, dari sinilah lahir istilah politik mercusuar.
Pada saat penerapan politik mercusuar ini, pembangunan dilakukan secara besar-besaran lebih ditujukan pada bangunan aset negara.
Peninggalan dari politik mercusuar ini yaitu :
1. Ganefo (Games of the New Emerging Force), sebagai tandingan bagi Olimpiade 1962 yang ditujukan untuk pesta olahraga bagi negara-negara berkembang.
2. Stadion Senayan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gelora Bung Karno, merupakan stadion bertaraf internasional pertama yang dimiliki Indonesia.
3. Hotel Indonesia (HI) yang merupakan sarana pendukung para atlet Ganefo atau para tamu yang hadir. Hotel Indonesia (HI), merupakan satu-satunya hotel bintang 5 dan termegah pada jamannya.
4. Jembatan semanggi, pelebaran lajur jalan, dan pembuatan jalur bypass.
5. Stasiun TV TVRI, merupakan stasiun TV pertama Indonesia yang dikelola negara untuk menayangkan Asian Games.
6. Monas (Monumen Nasional)
Monas (Monumen Nasional) dan Gedung MPR/DPR
TUJUAN AWAL POLITIK MERCUSUAR
Tujuan awal politik mercusuar sebagai berikut :
1. Sebagai penerang negara-negara yang baru merdeka dan berkembang (NEFO).
2. Sebagai jembatan bagi NEFO untuk dapat mengemukakan pendapatnya di mata dunia.
3. Sebagai pusat perhatian dunia, bahwa Indonesia dapat muncul sebagai pemimpin yang dihormati dan diperhitungkan di panggung dunia internasional.
TUJUAN PELAKSANAAN POLITIK MERCUSUAR
Pada dasarnya, tujuan pelaksanaan politik mercusuar menurut versi Soekarno sebagai pencetus politik ini adalah :
1. Untuk menjadikan jakarta atau Indonesia sebagai penerangan negara yang sedang berkembang (NEFO).
2. Sebagai eksistensi Soekarno menjadi pemimpin NEFO untuk dapat dihargai, dan dihormati di panggung Internasional.
3. Menunjukkan daya saing Indonesia dengan negara-negara lain dan semakin membuat posisi Indonesia di dunia international dapat diperhitungkan.
SEJARAH POLITIK MERCUSUAR
Politik Mercusuar merupakan politik yang dijalankan untuk menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang menerangi jalan bagi kekuatan baru yang tumbuh di dunia ini. Politik mercusuar ini pernah dijalankan oleh Presiden Soekarno pada masa demokrasi terpimpin pada tahun 1957 untuk politik luar negeri.
Pada masa demokrasi pemimpin Indonesia telah mencapai prestasi yaitu menyerukan negara-negara di dunia terutama Asia-Afrika untuk tidak berpihak pada salah satu blok yang sedang berseteru pada perang dingin yaitu blok barat dan blok timur. Dan mendukung adanya kemerdekaan bagi negara-negara Asia-Afrika melalui Gerakan Non-Blok yang di laksanakan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Bandung 1955.
Presiden Soekarno menjelaskan doktrin yang berisi bahwa dunia terbagi menjadi 2 blok, yaitu "Oldefos" (Old Established Forces) dan "Nefos" (New Emerging forces). Soekarno berkata bahwa semua ketegangan ini berasal dari pertentangan yang disebabkan oleh orde lama dan negara-negara yang baru bangkit. Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme adalah paham-paham yang dibawa oleh negara kapitalis Barat.
Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia pada kancah Intermasional adalah untuk mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Efek samping dari usaha soekarno untuk memperkenalkan Indonesia ke kancah Internasional meninggalkan masalah domestic seperti masalah ekonomi. Soekarno mengatakan bahwa urusan ekonomi pada masa awal suatu negara berdiri tidak begitu terlalu penting dan yang harus diutamakan pengaruh asing dalam segi politik, ekonomi dan budaya.
Indonesia mengecam tindakan PBB yang terlalu menjunjung tinggi kepentingan negara-negara Barat. Puncak dari kekecewaan terhadap PBB, Indonesia keluar dari keanggotaan pada 7 Januari 1965. Setelah itu, Indonesia berusaha membuat kekuatan tandingan bagi PBB dengan menyelenggarakan GANEFO sebagai pengganti olimpiade dunia yang sebagian besar diikuti oleh negara-negara komunis, serta CONEFO sebagai wadahnya. Indonesia juga melaksanakan politik mercusuar guna mendukung terselenggaranya GANEFO melalui pembangunan beberapa proyek raksasa. Setelah resmi keluar dari keanggotan PBB, Indonesia mulai menjalin hubungan secara terang-terangan dengan negara-negara Komunis
PROYEK MERCUSUAR DIGAGAS OLEH IR SOEKARNO PRESIDEN RI KE -1
Proyek Mercusuar merupakan sejumlah pembangunan gedung dan infrastruktur yang digagas oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Pembangunannya berfokus di Ibu Kota, DKI Jakarta.
Dalam perjalanannya, berbagai proyek yang digarap ini bahkan menyita perhatian dunia.
Adapun proyek-proyek mercusuar tersebut digagas Soekarno karena Indonesia menggelar Games of the New Emerging Force (Ganefo) yang menjadi pesaing olimpiade.
Pasalnya, kala itu Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB dan memilih politik Non Blok dalam menyikapi perang dingin antara Rusia dan Amerika Serikat.
ASIAN GAMES
Soekarno mulai mengalokasikan APBN untuk pembangunan Proyek Mercusuar ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games tahun 1962.
Beliau merasa momen itu perlu dimanfaatkan untuk menunjukan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang besar.
Padahal, kala itu kondisi ekonomi Tanah Air tengah krisis. Namun dengan tegas Soekarno meminta Proyek Mercusuar tetap dijalankan di Jakarta. Pasalnya Indonesia tak punya infrastruktur yang mendukung penyelenggaraan pesta olahraga yang diikuti 17 negara di Asia tersebut.
PROYEK-PROYEK YANG DIGAGAS OLEH IR. SOEKARNO
1. Jembatan Semanggi.
Mengantisipasi kepadatan lalu lintas saat Asian Games berlangsung, Soekarno memerintahkan jajarannya membangun Jembatan Semanggi.
Pengerjaan proyek dimulai tahun 1961 dan diresmikan tahun 1962.
Dikutip dari buku berjudul Asal-usul Tempat-tempat di Djakarta Tempoe Dulu, jembatan itu didirikan di atas tanah rawa yang banyak ditumbuhi tanaman semanggi.
Panjangnya mencapai 1.509 meter dengan lebar 30 meter.
Pembangunan Jembatan Semanggi telah menggunakan metode canggih di masanya. Proyek itu menggunakan beton precast, beton yang lebih dulu dicetak di pabrik atau di tempat khusus.
Soekarno memberi nama Semanggi pada jembatan itu karena bentuk tanamannya dianggap dapat merepresentasikan persatuan Indonesia.
2. Stadion Gelora Bung Karno.
Pembangunan Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dipicu oleh kunjungan Soekarno ke Moskow, Rusia tahun 1956.
Dalam kunjungannya itu, Bung Karno melihat kemegahan Stadion Lenin. Ia lantas berencana membangun stadion serupa di wilayah Senayan. Bahkan Stadion GBK dirancang oleh LS Tyanteko, arsitek yang merancang Stadion Lenin.
Proyek ini memakan biaya amat besar hingga 12,5 juta dollar Amerika.
Pembangunan GBK memerlukan beton 100.000 meter kubik dan memerlukan 800.000 sak semen. Jika sak semen itu disejajarkan, maka panjangnya akan mencapai 640 kilometer atau seperti jarak antara Jakarta hingga Semarang, Jawa Tengah.
3. Monas.
Soekarno merasa Jakarta harus memiliki simbol yang menggambarkan perjuangan masyarakat Tanah Air. Wilayahnya tak boleh jauh dari Istana Merdeka.
Maka pada 17 Agustus 1961, Soekarno memerintahkan pembangunan Monumen Nasional (Monas).
Pembangunannya cukup lama hingga akhirnya baru dibuka untuk umum 12 Juli 1975.
Pengerjaannya melalui tiga tahap, pertama 1961–1965, kedua periode 1966–1968 serta tahap ketiga pada 1969–1976.
Proyek itu dirancang oleh tiga arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban, dan Ir. Rooseno.
4. Gedung DPR/MPR.
Soekarno ingin memiliki gedung khusus untuk menggelar pertemuan terkait Ganefo, maka dibangunlah Gedung DPR/MPR di Senayan.
Gedung tersebut mulai dibuka 8 Maret 1965. Soekarno ingin menunjukan pada dunia, kemerdekaan Indonesia dalam bentuk fisik.
Gedung DPR/MPR memiliki luas hingga 80.000 meter persegi, dan bentuk kubah dengan setengah lingkaran yang melambangkan kepakan sayap burung yang hendak terbang.
5. Hotel Indonesia.
Hotel Indonesia dibangun untuk menjadi tempat menginap tamu-tamu mancanegara dalam gelaran Asian Games 1962.
Hotel ini menjadi hotel berbintang pertama yang dibangun di Jakarta dan memiliki 14 lantai.
Proyeknya dibiayai oleh dana yang dimiliki pemerintah dari rampasan perang Jepang.
PROYEK MERCUSUAR DIBIAYAI DARI DANA PERAMPASAN PERANG JEPANG
Pada 1958 Jepang setuju memberikan dana kompensasi kepada Indonesia senilai USD 223,08 juta dalam bentuk sarana dan fasilitas serta pinjaman sebesar USD 80 juta. Dana itu kemudian digunakan untuk membangun berbagai proyek infrastruktur.