SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DAN TERTUTUP
Pemilu pada dasarnya merupakan metode atau cara dalam memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik yang diinginkan, sedangkan jika kita melihat negara maju dan berkembang tentunya memiliki metode Pemilu yang berbeda berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut yang diperkuat dengan regulasi masing-masing negara tersebut.
Sistem pemilihan umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat. Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan.
Setidak-tidaknya terdapat dua fungsi sistem pemilihan umum. Pertama, sebagai prosedur dan mekanisme konversi suara pemilih (votes) menjadi kursi (seats) penyelenggara negara lembaga legislatif dan/atau lembaga eksekutif baik pada tingkat nasional maupun lokal. Kedua, sebagai instrumen untuk membangun sistem politik demokrasi, yaitu melalui konsekuensi setiap unsur sistem pemilihan umum terhadap berbagai aspek sistem politik demokrasi.
Sistem pemilihan umum di dunia dibagi menjadi tiga sistem :
1. Sistem pluralitas/mayoritas.
Dalam sistem ini wilayah negara dibagi ke dalam beberapa distrik pemilihan yang biasanya berdasar atas jumlah penduduk. Setiap distrik diwakili oleh satu orang wakil. Selanjutnya, kandidat yang memiliki suara terbanyak akan mengambil seluruh suara yang diperolehnya.
Sistem pluralitas sering juga disebut system distrik yang merupakan sistem pemilu yang didasarkan atas kesatuan geografis, setiap kesatuan geografis memiliki satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat, dinamakan sistem distrik karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota badan perwakilan rakyat yang dikehendaki. Jadi, tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara mayoritas.
2. Sistem proporsional.
Dalam sistem ini proporsi kursi yang dimenangkan oleh Partai Politik dalam sebuah daerah pemilihan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut.
Sistem proporsional ialah sistem dimana persentase kursi di dewan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik, dalam sistem ini, para pemilih akan memilih partai politik, bukan calon perseorangan seperti dalam sistem distrik. Akibatnya hubungan antara pemilih dengan wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyat tidak seerat dalam sistem distrik.
3. Sistem mixed/ campuran.
Merupakan perpaduan penetapan antara sistem proporsional, pluralitas/mayoritas.
Sedangkan sistem mixed atau campuran pada dasarnya berusaha menggabungkan apa yang terbaik di dalam sistem distrik dan sistem proporsional, jika kita bertaya sistem yang digunakan di Indonesia yakni pelaksanaan pemilu yang telah berlangsung menggunakan sistem pemilihan mekanis proporsional. Sistem pemilu ini dinilai cocok dan relevan dengan keadaan Indonesia, melihat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar.
SISTEM PROPORSIONAL
Proporsional adalah sesuai dengan proporsi, sebanding, seimbang, berimbang. Sebagai contoh dalam kalimat, program dapat disusun secara rapi sehingga masalahnya dapat ditangani secara proporsional.
Perlu diketahui, bahwa terapan system proporsional membagi dalam dua (2) sistem kembali, yakni proporsional tertutup dan terbuka, secara umum pengunaan system proporsional tertutup pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu dan kemudian partai yang menentukan nama-nama yang duduk menjadi anggota dewan, sedangkan sistem proporsional terbuka pemilih mencoblos/mencontreng partai politik ataupun calon bersangkutan, pada sistem ini pemilih dapat langsung memilih calon legislative yang dikehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan. sistem perwakilan proporsional terbuka yang memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih, cocok diterapkan pada masyarakat yang majemuk, sistem proporsional terbuka inilah yang diadopsi Negara Kita Indonesia.
Sistem proporsional adalah sistem ketika proporsi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik (parpol). Sistem tersebut disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh setiap masing-masing partai politik.
Sistem proporsional terbagi menjadi dua yaitu sistem proporsional terbuka dan tertutup. Sistem proporsional tertutup adalah pemilih mencoblos atau mencontreng nama partai politik tertentu. Dalam sistem ini, parpol yang menentukan nama-nama yang duduk jadi anggota dewan. Dengan sistem tersebut, pemilih hanya dapat memilih parpol saja.
SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA
Adapun sistem proporsional terbuka adalah pemilih mencoblos atau mencontreng parpol ataupun calon yang bersangkutan. Maka itu, pemilih bisa langsung memilih calon legislatif yang dikehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan.
Sistem pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilu dengan pemilih dapat mencoblos nama atau foto kandidat langsung yang dicantumkan di surat suara.
Pada sistem pemilu proporsional terbuka, partai politik menyediakan daftar kandidat wakil rakyat untuk dimasukkan ke surat suara. Kandidat yang meraih suara terbanyak lalu terpilih sebagai wakil rakyat, seperti dikutip dari Buku Ajar Komunikasi Politik oleh Khoirul Muslimin.
SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERTUTUP
Sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum yang hanya memungkinkan masyarakat memilih partai politiknya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung. Saat pemilu dengan sistem ini, pemilih hanya mencoblos tanda gambar atau lambang partai dalam surat suara karena tidak tersedia daftar kandidat wakil rakyat di surat suara.
Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan salah satu jenis sistem pemilu proporsional.
Sistem pemilu proporsional yaitu sistem pemilihan dengan jumlah penduduk berimbang dengan jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di daerah pemilihan (dapil),
Sistem ini diterapkan antara lain di Indonesia dan Swiss.
Pada sistem pemilu proporsional tertutup, kursi wakil rakyat akan diberikan pada para calon berdasarkan nomor urut.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERTUTUP
Kelebihan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup :
1. Memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislasinya.
2. Mampu meminimalkan praktik politik uang.
3. Meningkatkan peran parpol dalam kaderisasi sistem perwakilan dan mendorong institusionalisasi parpol.
Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup :
1. Pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa calon caleg yang dicalonkan dari partai politik.
2. Tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat.
3. Menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascapemilu.
4. Potensi menguatnya oligarki di internal parpol.
5. Munculnya potensi ruang politik uang di internal parpol dalam hal jual beli nomor urut.
PERNAH DIBERLAKUKAN DI INDONESIA
Dalam buku yang berjudul Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021, sistem proporsional tertutup sudah dipakai sejak era Orde Lama. Pada era ini, sistem politik menjadi demokrasi terpimpin sehingga memberikan porsi kekuasaan yang besar kepada eksekutif.
Sistem proporsional tertutup terus dipakai hingga era Orde Baru. Saat Orde Baru, proporsional tertutup mendorong sistem oligarki kepartaian. Dengan demikian, model ini dianggap tak mengkomunikasikan bahkan memunculkan hegemoni parpol besar.
Kemudian, sistem proporsional tertutup masih dipakai pada tahun 1999 lewat UU No.3 Tahun 1999. Perubahan terjadi ketika sistem proporsional terbuka diterapkan melalui UU No.12 Tahun 2003 dan terus digunakan hingga saat ini.
Saat ini, Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka yang diketahui melalui Pasal 168 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
KEMBALI KE SISTEM PROPORSIONAL TERTUTUP MENUJU SISTEM DEMOKRASI SUBTANSIAL
Wacana mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup seperti pada Pemilu 2004 adalah langkah baik untuk menciptakan demokrasi yang lebih substansial. Hal ini akan menciptakan pemilu berbiaya murah dan memperkuat pelembagaan partai politik.
Singkatnya, pada sistem pemilu proporsional tertutup, masyarakat tidak lagi memilih figur calon legislatif (caleg), melainkan memilih partai politik. Penentuan peraih kursi parlemen tidak lagi berdasarkan suara terbanyak, tetapi berdasarkan perolehan suara partai dan nomor urut kandidat.
Sistem pemilu proporsional terutup akan mendorong lahirnya pemilu berbiaya murah. Dengan sistem pemilu proporsional tertutup, para kandidat tidak perlu lagi mengalokasikan dana untuk membayar saksi menjaga suara di TPS. Caleg cukup mengandalkan saksi yang sudah disediakan oleh partai.
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup ada kemungkinan lahirnya kerja politik kolektif. Di mana para caleg dapat bekerja sama dengan caleg lain untuk memperoleh suara tanpa ada rasa khawatir tidak mendapatkan kursi. Kerja kolektif ini dapat menekan biaya politik.
Politik berbiaya murah akan melahirkan ekosistem politik yang terbuka bagi setiap orang untuk bergabung tanpa harus memiliki uang besar. Selain itu, politik berbiaya murah juga secara tidak langsung menjadi salah satu upaya pencegahan tindak korupsi.
Selain menciptakan politik berbiaya murah, sistem pemilu proporsional tertutup akan mendorong partai politik memperkuat pelembagaan partai. Hal ini terjadi karena pada sistem pemilu proporsional tertutup melibatkan peran partai yang sangat dominan dalam penentuan anggota legislatif di parlemen. Partai akan terdorong membenahi kinerja para anggota legislatif yang mereka miliki dengan cara m melakukan kaderisasi lebih optimal.
Apabila kinerja kader partai di parlemen buruk, maka masyarakat akan secara langsung dapat mengevaluasi partai politik pada pemilu selanjutnya karena telah gagal mencalonkan kader terbaiknya pada pemilu. Kondisi ini akan menciptakan kompetisi antarpartai untuk menjadi partai yang lebih baik karena masyarakat akan cenderung mengevaluasi partai pada pemilu apabila berkinerja buruk karena telah salah menempatkan kader pada pemilu.
Kondisi ini juga secara tidak langsung akan meningkatkan Party ID di Indonesia. Ibaratkan kata pepatah, no pain no gain, sistem proporsional tertutup jelas tidak luput dari sisi negatif. Sistem proporsional tertutup dapat menurunkan ikatan politisi kepada rakyat dan lebih memilih memelihara kedekatan dengan partai. Hal ini terjadi karena para politisi dipilih oleh partai. Tetapi, kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup perlu ditempuh untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia agar lebih substansial.