PENGEMIS DAN PEMINTA-MINTA DALAM SPERPEKTIF ISLAM
Banyak sekali pengemis yang meminta-minta di luar sana padahal mereka tidak perlu melakukan itu. Bagaimana pun juga tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah. Menjadi tangan yang diatas itu memang baik namun alangkah lebih baik jika sasarannya adalah orang yang tepat. Sekarang ini banyak juga orang-orang yang menjadikan pengemis sebagai suatu pekerjaan. Padahal orang yang mengemis di akhirat nanti ada bara api ditangannya dan tidak punya muka di hadapan Allah.
Ada 3 orang yang boleh dibantu (diberi) bahkan ketiga orang ini diberi zakat. Ketiga orang itu yakni:
1. Orang yang kena musibah sampai ia dapat mandiri (punya sandaran hidup)
2. Orang yang kena hutang sampai hutang tersebut lunas dan tidak boleh mengemis kembali.
3. Orang yang tidak mampu bekerja.
Meminta-minta boleh-boleh saja asal jika mendapati 3 kondisi seperti diatas. Selain itu jangan sekali-sekali meminta-minta karena nanti di akhirat berbentuk seperti orang yang membawa bara api di tangannya dan tidak punya muka di hadapan Allah.
Sifat manusia itu ada yang keatas dan ada juga yang kebawah. Yang keatas adalah muslim, muhlis, muttaqin. Dan yang kebawah yakni fasiq, munafiq, musyrik, kafir. Dan pengemis ini termasuk dalam golongan munafiq.
KAPANKAH DIBOLEHKAN MEMINTA-MINTA SUMBANGAN DAN MENGEMIS
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut :
1. Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti.
2. Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
3. Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat sehingga disaksikan oleh tiga orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan penegak bagi kehidupannya.
Dalam tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis.
HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA-MINTA DALAM ISLAM
Pada dasarnya, setiap orang telah diberi potensi oleh Allah SWT agar dapat hidup mandiri, ia telah diberi akal dan pikiran agar dapat berusaha dan berikhtiar mencari kebutuhan hidup, dengan cara tolong-menolong antara sesama manusia, karena manusia adalah makhluk sosial, dan tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan bermasyarakat. Menolong orang lain adalah suatu kewajiban, maka berusaha menjadi orang yang mempunyai kemampuan menolong orang lain adalah wajib. Maka peminta-minta atau pengemis adalah orang yang tidak mau berikhtiar/berusaha, dan meninggalkan kewajiban.
Para ulama sepakat bahwa perbuatan meminta-minta adalah haram, sebab orang yang meminta-minta sebenarnya meninggalkan kewajiban berikhtiar yang diperintahkan Allah, kecuali dalam keadaan terpaksa. Misalnya karena buta, lumpuh, sangat lemah, dan sebagainya, sehingga kalau tidak meminta-minta ia tidak dapat mempertahankan hidupnya.
Syamsuddin az-Zahabiy (1416 H) menjelaskan bahwa sebagian orang sangat ringan untuk meminta kepada orang lain, tanpa adanya kebutuhan yang mendesak, dan sering mengatakan : diberi ya syukur, tidak diberi ya tidak mengapa. Padahal meminta-minta di samping berdosa, juga menurunkan martabat dan muru’ah.
Dalam suatu hadis diungkapkan bahwa orang yang suka meminta-minta, di akhirat nanti daging di wajahnya akan rontok, sehingga tinggal kulit dan tulang : “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata: Nabi saw bersabda: Sebagian orang selalu meminta-minta hingga ketika sampai di hari kiamat, tidak ada sedikit pun daging di wajahnya. [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Dalam hadis lain diungkapkan sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda :
Barangsiapa meminta-minta, sedang ia mempunyai kecukupan, maka ia datang di hari kiamat dengan wajah yang tercakar-cakar.” [HR. Ahmad; Shahih al-Jami’: 6255].
Dalam hadis lainnya Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa meinta-minta, sedang ia mempunyai kecukupan, maka sungguh hanyalah memperbanyak bara api di jahannam. Para sahabat bertanya: Berapakah jumlah kecukupan yang menyebabkan ia tidak pantas meminta-minta? Rasulullah saw. menjawab: Sekedar untuk dapat makan pagi dan makan sore.” [HR. Abu Dawud; Shahih al-Jami’: 7280].
Hadis-hadis tersebut menegaskan bahwa meminta-minta bukan karena terpaksa, adalah haram dan dosanya sangat besar.
MODUS PENIPUAN SUMBANGAN & KONTAK AMAL
Penipuan dengan modus sumbangan menggunakan kotak amal saat bulan Ramadan makin marak. Parahnya, modus peminta-minta seperti ini tidak hanya mengatasnamakan pribadi atau golongan, tetapi dengan dalih sebagai biaya pembangunan masjid ataupun sumbangan bagi anak yatim piatu pada sebuah panti tertentu.
Modus yang digunakan orang sebagai pencari keuntungan pribadi ini biasanya menggunakan wanita ataupun anak-anak sebagai media pencari sumbangan.
Mereka pun mencari lahan yang strategis dalam mencari uang, sebut saja pintu keluar parkir mal, traffic light, pasar dan pusat keramaian. Untuk menimbulkan keyakinan, mereka tak segan menggunakan pakaian muslim atau muslimah.
Dengan raut muka memelas merekapun menghentikan satu persatu kendaraan yang keluar. Meski terlihat tak memaksa, tapi aksi ini pun dianggap sebagian pengendara cukup meresahkan.
Sedih bukan karena kasihan melihatnya, tapi saya sedih kenapa mereka berpura-pura meminta bantuan dengan kedok kotak amal, bahkan ada yang lebih terang-terangan menaruh kotak amal di tempat-tempat umum, perkantoran, toko, rumah makan, instansi pemerintah maupun swasta dll. Alih-alih bermodus untuk penggalangan terorisme. Be careful, okey ?
MENGEMIS ONLINE
Hukum mengemis dalam Islam. Ada dua pendapat tentang hukum mengemis dalam Islam yaitu :
1. Pendapat pertama hukum mengemis dalam Islam adalah haram.
2. Pendapat kedua ada yang membolehkan dengan beberapa syarat dan ketentuan.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Mengemis sama dengan meminta-minta. Meski hukum mengemis dalam Islam ada yang membolehkan, meminta-minta ditegaskan sebagai perilaku rendah dan tercela.
Hukum mengemis dalam Islam haram karena manusia yang sanggup bekerja normal, tetapi lebih memilih meminta. Perbuatan ini sama dengan mengkufurkan nikmat sehat dari Allah. Ini termasuk perbuatan mengemis online seperti melakukan hal-hal di luar nalar dan menyalahi norma.
HUKUM MENGEMIS DALAM ISLAM
Hukum Mengemis dalam Islam Haram.
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (HR. Muslim)
Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW menegaskan bahwa hukum mengemis dalam Islam adalah haram atau tercela sebagaimana tafsir Muhammadiyah. Melansir dari situs website resminya, bahwa memberi tentu lebih baik daripada menerima.
Seorang pengemis ada banyak jenisnya, ada mereka yang mengemis dengan memohon belas kasihan, tetapi sehat. Ada pula yang mengemis dengan menunjukkan kekurangan dirinya seperti kecacatan.
Dalam kitab berjudul al-Adab an-Nabawi oleh al-Khauli, gambaran seorang pengemis adalah mereka yang tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Pengemis masuk kategori orang-orang yang kufur terhadap nikmat Allah.
Mengapa bisa demikian? Dijelaskan, jika si pengemis sebenarnya mampu mencari nafkah, tetapi lebih memilih untuk menjadi pengemis atau meminta-minta, dia telah kafir terhadap nikmat Allah. Ini sama seperti ketika seseorang lebih memilih mengemis atau meminta-minta secara online dengan melakukan hal-hal di luar nalar daripada bekerja serabutan.
Disebut demikian karena dia tidak mau mensyukuri nikmat anggota tubuh yang dikaruniakan Allah untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sulit mencari pekerjaan yang gajinya besar, bukan berarti mencari pekerjaan untuk mendapat gaji sedikit tanpa meminta tidak bisa dilakukan.
Ini berlaku pula untuk orang-orang yang memiliki kekurangan pada tubuhnya atau cacat. Faktanya banyak orang-orang yang terlahir istimewa bisa memiliki pekerjaan yang layak, ini karena mereka mau berusaha dan mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
HUKUM MENGEMIS DALAM ISLAM BOLEH
Sementara itu, hukum mengemis dalam Islam ada yang berpendapat membolehkan. Hukum mengemis dalam Islam diperbolehkan begitu pula mengemis online, dengan tiga syarat yang harus dipenuhi sebagaimana penjelasan dari hadis riwayat Muslim berikut ini :
Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi salah satu dari tiga golongan :
1. Pertama, orang yang memikul beban tanggungan yang berat di luar kemampuannya. Maka, dia boleh meminta-minta sampai sekadar cukup, lalu berhenti.
2. Kedua, orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya.
3. Ketiga, orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar sangat miskin.
Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari ketiga golongan tersebut hai Qabishah maka meminta-minta itu haram, hasilnya bila dimakan juga haram.” (HR. Muslim)
Hukum mengemis dalam Islam, termasuk mengemis online, ditegaskan senagai perbuatan yang rendah. Dalam buku berjudul Perbuatan Pidana dalam Hukum Pidana Islam (1992) oleh Marsum, mengemis atau meminta-minta dinilai sebagai perbuatan rendah, maka Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh jika salah seorang dari kalian mencari seikat kayu ditaruh diatas punggungnya, itu lebih baik baginya daripada minta-minta seseorang apakah diberi atau ditolaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
DOA MELANCARKAN REZEKI DAN USAHA
Apabila sudah memahami hukum mengemis dalam Islam, penting dipahami bahwa bekerja dan berusaha lebih baik daripada meminta-minta. Agar rezeki dan usaha lancar, perbanyak doa kepada Allah SWT pemilik kelimpahan rezeki sesungguhnya.
Berikut bacaan doa melancarkan rezeki dan usaha :
1. Allahumma yaa ghaniyyu ya hamiid yaa mubdi'u yaa mu'iid yaa rahiimu yaa waduud, aghninii bi halaalika 'an haraamika wakfini bi fadhlika 'amman siwaaka wa shallallahu 'alaa muhammadin wa aalihi wa sallam.
Artinya:
"Wahai Allah, wahai Dzat Yang Maha Kaya, wahai Dzat Yang Maha Terpuji, wahai Dzat Yang memulai, wahai Dzat yang mengembalikan, wahai Dzat yang mencintai. Cukupilah kami dengan kehalalan-Mu dari keharaman-Mu. Cukupilah kami dengan anugerah-Mu dari selain Engkau semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.”
2. Allahumma inna hadza kholqun jadidun faftahhu 'alayya bitto'atika wakhtimhu lii bimaghfirotika wa ridwanika warzuqni fiihi hasanatan taqbaluhaa minni wa zakkihaa wa dho'ifha lii wa ma 'amiltu fiihi min sayyitin faghfirli innaka ghafurur rohim wadudun karimun.
Artinya:
"Ya Allah, hari ini adalah ciptaan yang baru, maka bukalah hari ini dengan kepatuhanku kepada-Mu, dan tutuplah hari ini dengan ampunan dan ridha-Mu. Berilah hamba rezeki kebaikan hari ini, terimalah kebaikan itu dari hamba, bersihkanlah dan lipatgandakanlah untuk hamba. Amal buruk yang hamba lakukan hari ini, ampunkanlah. Engkaulah yang Maha Pengampun, Penyayang, Pengasih dan Maha Mulia."
3. Doa dari hadits ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan doa berikut:
Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak.
Artinya:
“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
4. Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii wa athil hayaatii ‘ala tho’atik wa ahsin ‘amalii wagh-fir lii.
Artinya:
“Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku.”
DOA MELANCARKAN USAHA
1. Allahumma innii as aluka an tarzuqanii rizqan halaalan waasi'an thayyiban min ghairi ta'bin wa laa masyaqqatin wa laa dhairin wa laa nashabin innaka 'alaa kulli syaiin qadiir.
Artinya:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar melimpahkan rezeki kepadaku berupa rezeki yang halal, luas, dan tanpa susah payah, tanpa memberatkan, tanpa membahayakan, dan tanpa rasa lelah dalam memperolehnya. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu."
2. Asa rabbuna ayyubdilana khoiram minha inna ila rabbina raghibun
Artinya:
"Mudah-mudahan Tuhan kami memberikan ganti kepada kami dengan yang lebih baik daripada itu, sesungguhnya kami mengharapkan ampunan dari Tuhan kami."
3. Allaahumma raddhinii biqadhaaika wa baarik lii fiimaa quddira hattaa laa uhibba ta'jiila maa akhkharta wa laa ta'khiira maa 'ajjalta.
Artinya:
"Ya Allah, ridhailah aku dengan ketentuan-Mu dan berikanlah aku dalam apa-apa yang telah ditentukan sehingga aku tidak menginginkan dipercepatnya sesuatu yang telah Engkau tangguhkan dan ditangguhkannya sesuatu yang telah Engkau percepat."
TAFSIR SURAT AD-DHUHA :10
Surat Ad-Dhuha Ayat 10
وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Wa ammas-sā`ila fa lā tan-har
Artinyab:
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
Pelajaran Menarik Tentang Surat Ad-Dhuha Ayat 10
Paragraf di atas merupakan Surat Ad-Dhuha Ayat 10 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada berbagai pelajaran menarik dari ayat ini. Terdokumentasi aneka ragam penjelasan dari berbagai ulama tafsir terkait isi surat Ad-Dhuha ayat 10, sebagiannya seperti berikut :
1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia.
9-11. Jangan memperlakukan anak yatim dengan buruk. Jangan menghardik orang yang meminta-minta, sebaliknya berilah dia makan, dan penuhilah hajatnya. Untuk nikmat tuhanmu yang telah Dia limpahkan kepadamu,maka bicarakanlah hal itu.
2. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram). (10) Dan janganlah engkau menghardik orang butuh yang meminta kepadamu.
3. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
10. Dan terhadap orang yang meminta bantuan dan sedekah, janganlah kamu mencacinya; namun berilah dia bantuan atau tolaklah dia dengan lembut dan sopan.
4. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah :
10. وَأَمَّا السَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
(Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya)
Yakni janganlah kamu mengusirnya jika ia meminta kepadamu, karena kamu dulunya juga orang yang miskin. Berilah ia, atau tolaklah dengan halus.
5. Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
1). Seorang pengemis merasa hatinya telah hancur dengan kemiskinan yang ia alami dan rendahnya perilaku meminta-minta, maka jika engkau menghadapinya dengan sikap dan muamalat yang buruk, perasaan yang ia alami akan semakin memburuk, oleh karena itu sekalipun Anda tidak dapat memberikan sesuatu dari harta yang anda miliki, maka setidaknya anda dapat menerima mereka dengan sikap yang indah.
2). Berapa banyak kebaikan yang kita lewatkan ketika makna suatu kalimat kita khususkan hanya kepada satu titik saja, salah satu contohnya adalah ayat ini yang berbicara tentang peminta-minta, jikalau makna peminta-minta disini hanya di tujukan kepada mereka yang meminta-minta harta, sedangkan makna lain dari kata itu akan jauh lebih besar dan lebih mencakup, dan makna yang paling besar dari kata meminta-minta itu adalah dalam ilmu dan permasalahan agama, maka apakah para mufti dan mu'alim memahami bahwasanya ayat ini bertuju kepada mereka ? oleh karena itu hendaklah mereka bersikap ramah kepada para peminta-minta, dengan maksud ketaatan kepada perintah Allah.
6. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah.
9-10. Sejak Allah memberikan kepadamu (Muhammad) kenikmatan-kenikmatan ini, Dia memberimu wasiat-wasiat berikut: “Adapun kepada anak yatim maka jangan merendahkan dan melemahkannya dengan mengambil hartanya atau merugikannya dan hal-hal lain yang serupa, namun berilah dia haknya sebagai pengingat keyatimanmu. Adapun kepada orang yang meminta harta benda atau keilmuan, maka berilah dia atau ajarilah dia dan janganlah mencacinya karena kefakirannya, sesungguhnya dulu nengkau juga dalam keadaan fakir, maka berilah dia makan dan sambutlah dia dengan sambutan yang indah”.
7. Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
(Terhadap orang yang meminta-minta, janganlah menghardik) janganlah mencaci.
8. Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
9-11. Karena itu Allah berfirman, “Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang,” yakni, jangan memperlakukan anak yatim dengan buruk, jangan merasa tertekan karenanya dan jangan membentaknya tapi muliakanlah, berikan semampumu dan perlakukanlah dia sebagaimana kau ingin anakmu diperlakukan serupa sepeninggalmu.
“Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya,” yakni jangan sampai kau mengeluarkan kata untuk menolak permintaan orang yang meminta-minta berupa hardikan dan perangai buruk. Tapi berikanlah semampumu atau tolaklah dengan cara yang baik. Termasuk dalam hal ini adalah orang yang meminta-minta uang dan ilmu. Karena itu, seorang guru diperintahkan untuk berakhlak baik terhadap murid, memperlakukan murid dengan memuliakan dan sayang, karena hal itu bisa menjadi penolong bagi murid untuk mencapai maksudnya dan sebagai tindakan memuliakan bagi orang yang ingin memberi manfaat pada sesama manusia dan negara.
“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur),” ini mencakup nikmat-nikmat agama dan dunia. Yaitu pujilah Allah karena nikmat-nikmat itu dan sebutlah secara khusus jika memang hal itu ada maslahatnya. Bila tidak, sebutkan nikmat Allah secara mutlak (umum) karena menyebut-nyebut nikmat Allah bisa mendorong seseorang untuk mensyukurinya dan menimbulkan kesenangan bagi Yang memberi nikmat; karena hati memiliki tabiat mencintai orang yang berbuat baik padanya.
9. Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, anggota Lajnah Daaimah (Komite Fatwa Majelis Ulama KSA)
{ وَأَمَّا السَّائِلَ }
Dan kepada orang yang meminta kepadamu kebutuhan hidupnya karena kemisikinan { فَلَا تَنْهَرْ } janganlah kamu menghardiknya, tapi berbuat baiklah kepadanya, karena sesungguhnya pada hartamu itu ada hak untuk mereka yang membutuhkan sekalipun ia datang dengan menunggang kuda, sebagaimana yang disabdakan dalam sebuah hadits :
( للسائل حق وإن جاء على فرس )
"Bagi orang yang meminta ada hak walau dia datang dgn menunggang kuda. " [ Hadits lemah Diriwayatkan oleh Abu Dawud : 1665 , dari hadits Husain bin Ali ] , dan Allah juga berfirman :
{ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ }
(Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian) [ Az-Zariyat : 19 ], dan apabila sesorang tidak mampu untuk memberikan sesuatu maka perkataan baik dan lemah lembut cukup baginya, bukan justru mencela perbuatan orang tersebut,
Dalam riwayat lain dikatan : bahwa yang yang dimaksud dengan orang yang meminta di ayat ini adalah orang yang meminta ilmu, oran yang bertanya kepada Rasulullah tentang perkara-perkara yang membingungkannya, dan ayat ini menunjukkan keumuman makna, dan dapat diartikan dengan kedua makna diatas.
10. Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar abad 14 H
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
"Dan terhadap orang yang bertanya-tanya maka janganlah kamu menghardiknya." Ini adalah timbal bailik dari
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk."
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
"Dan terhadap orang yang bertanya-tanya maka janganlah kamu menghardiknya." Yang paling pertama masuk dalam golongan yang bertanya, adalah yang bertanya tentang syari'at, tentang ilmu, jangan engkau menghardiknya, karena jika ia bertanya, dia ingin mendapatkan penjelasan tentang syari'at darimu, wajib bagimu menjelaskannya, sebagaiman dalam firman Allah Tabaaraka Wa Ta'ala :
: وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. "(Ali Imran: 187)
Jangan engkau menhardiknya karena hardikan akan membuatnya lari, kemudian jika engkau menghardiknya sedangkan dia meyakini engkau lebih mulia darinya, karena tidak ada orang yang benar-benar bertanya kecuali ia meyakini bahwa yang ditanya lebih tinggi, jika engkau menhardiknya sedangkan ia meresa engkau lebih tinggi dari mu ia akan merasa takut, dan perasaannya akan berubah, bahkan dia tidak paham pertanyaannya sendiri dan dia tidak paham terhadap jawaban dari mu.
Berkacalah kepada dirimu, jika anda berbicara dengan orang yang lebih besar kedudukannya dari mu, kemudian ia menghardikmu, pasti perasaanmu akan hilang, anda tidak akan mampu menata fikiran dan akalmu, oleh karenanya janganlah menghardik yang bertanya.
Bisa dimasukkan juga orang yang meminta harta, yakni jika ada ada orang yang datang kepadamu meminta harta maka janganlah hardik dia, ini adalah umum yang masuk dalam pengkhususan: Jika anda tahu bahwa sang penanya tentang ilmu bermaksud ta'annut (memojokkan), mengambil pendapat mu dan mengambil pendapat fulan dan fulan, sehingga membenturkan pendapat-pendapat para ulama, jika anda tahu demikian maka anda berhak menghardiknya, karena hardikan disini adalah sebagai teguran baginya.
Begitu juga yang meminta-minta harta jika anda tahu bahwa dia adalah orang kaya, anda boleh menghardiknya, anda berhak juga mencela perbuatannya, sedangkan dia adalah orang kaya, dengan begitu keumuman ayat ini
السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
"dapat dikhususkan (dikecualikan) jika ada kemaslahatan dalam menghardik, ini tidak mengapa.
11. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi.
Surat Ad-Dhuha ayat 10: Janganlah engkau menghardik orang yang meminta-minta (pengemis) yang meminta karena butuh dan faqir. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin pada pelajaran subuh tanggal 28/3/1418 : Orang yang meminta pada firman Allah ;
وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَر
mengandung makna orang yang meminta dalam kondisi faqir dan orang yang meminta dalam masalah keilmuan dan orang yang meminta karena sebab meminjam, kemudian beliau berkata : Makna (dalam ayat ini) dibawa kepada makna secara keseluruhan.
12 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I.
Yakni jangan sampai keluar dari mulutmu ucapan yang mengandung penolakan terhadap permintaannya dengan bentakan dan sikap yang buruk, bahkan berikanlah kepadanya apa yang mudah bagimu atau tolaklah dengan cara yang baik dan ihsan.
Kata saa’il (meminta) di sini menurut Syaikh As Sa’diy, termasuk pula yang meminta harta dan yang meminta ilmu. Oleh karena itu, pengajar diperintahkan berakhlak mulia kepada penuntut ilmu, memuliakannya dan menaruh rasa kasihan kepadanya, karena yang demikian dapat membantu maksudnya serta memuliakan orang yang berniat menyebarkan manfaat bagi hamba dan dunia.
13. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ad-Dhuha Ayat (10) Dan berbuat baiklah terhadap orang yang meminta-minta, baik meminta ilmu pengetahuan atau harta, dan janganlah engkau menghardiknya. Berilah mereka apa yang engkau mampu atau tolaklah dengan halus dan ramah.
(11) Dan terhadap nikmat tuhanmu hendaklah engkau nyatakan dengan dibarengi rasa bersyukur. Allah telah memberimu nikmat yang tiada tara, seperti nikmat kenabian dan turunnya Al-Qur'an kepadamu. Sampaikan dan perlihatkanlah nikmat-nikmat Allah itu kepada orang lain sebagai bentuk rasa syukurmu kepada-Nya.