Pedofilia
![]() |
Foto: Editing by, POINT Consultant sebagai ilustrasi judul artikel |
Pedofilia atau pedofil, merujuk pada seseorang yang memiliki minat seksual terhadap anak-anak yang belum mencapai usia remaja awal, yang umumnya berarti anak-anak di bawah usia 11 tahun.
Pedofilia adalah penyakit gangguan mental yang merosakkan kehidupan ramai kanak-kanak dengan cara yang negatif. Kanak-kanak yang telah dicabul sering membawa kehidupan yang sukar dengan pelbagai komplikasi yang teruk.
Pedofilia adalah gangguan kejiwaan di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua mengalami ketertarikan seksual primer atau eksklusif kepada anak-anak praremaja. Meskipun anak perempuan biasanya memulai proses pubertas pada usia 10 atau 11 tahun, dan anak laki-laki pada usia 11 atau 12 tahun, kriteria diagnostik psikiatris untuk pedofilia memperluas titik batas untuk praremaja hingga usia 13 tahun. Orang dengan gangguan tersebut sering disebut sebagai pedofil.
Dalam laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kasus kekerasan seksual terhadap anak paling dominan terjadi di tahun 2023.
Hingga 31 Desember 2023 saja, telah terjadi sebanyak 3.000 kasus kekerasan terjadi pada anak.
Korban kekerasan fisik dan psikis yang dilaporkan KPAI selama 2024 ada 240 kasus.
Dilansir dari Media and Brand Manager Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah menyebut, sepanjang tahun 2024, data Simfoni Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat sebanyak 14.193 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menempati angka tertinggi dengan 8.674 kasus.
Save the Children, melaporkan bahwa meningkatnya kasus kekerasan dan kejahatan terhadap anak menunjukkan bahwa anak-anak masih berada dalam lingkungan yang tidak aman.
Pentingnya negara hadir untuk memastikan bahwa UU Perlindungan Anak dapat dijalankan dengan baik, sehingga tidak ada anak yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan, karena mereka memiliki hak untuk dilindungi.
Apa Itu Pedofilia Ditinjau Segi Kejiwaan
Pedofilia adalah suatu bentuk kelainan seksual yang meliputi kekerasan seksual terhadap anak-anak maupun remaja yang berusia di bawah 14 tahun. Seseorang yang mengidap pedofilia disebut dengan pedofil. Biasanya, pengidap mendapat sebutan pedofil apabila usianya tak kurang dari 16 tahun dan kelainan seksual tersebut sudah berlangsung selama 6 bulan.
Seorang pedofil mencapai keintiman seksual melalui manipulasi alat kelamin anak. Bisa juga melalui penetrasi penis sebagian atau seluruhnya terhadap organ kelamin anak. Tak jarang pula ditemui pemaksaan pada anak-anak untuk melakukan anal atau oral genital.
Sebagian besar pedofil berjenis kelamin pria. Akan tetapi, pengidap juga sering melibatkan anak-anak perempuan dalam memuaskan hasrat seksual atau erotisnya. Pedofilia adalah masalah kesehatan yang berhubungan dengan mental atau kejiwaan. Sebab, kelainan ini memicu seseorang untuk melakukan tindakan yang melibatkan anak sebagai sasaran maupun instrumen. Sering kali, bentuk tindakan pedofilia adalah pelampiasan nafsu seksual.
Penyebab Pedofilia
Penyebab pedofilia hingga kini masih belum dapat diketahui dengan pasti. Sebab, masalah psikologis ini baru mendapatkan perhatian dan diteliti lebih mendalam beberapa waktu terakhir. Selain itu, sulitnya menemukan penyebab pasti pedofilia juga diyakini karena adanya perbedaan latar belakang dan karakter setiap individu.
Faktor Risiko Pedofilia
Sama seperti penyebabnya, faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami pedofilia atau menjadi pedofil juga belum dapat dipastikan. Namun, ada dugaan gangguan mental ini dipicu akibat :
- Memiliki trauma karena pernah mengalami pelecehan seksual ketika usia anak-anak.
- Mengalami gangguan pada perkembangan saraf, otak, atau kelainan hormon.
- Pernah mengalami cedera di kepala di usia kurang dari 6 tahun.
- Memiliki orangtua, terutama ibu yang mengalami gangguan psikiatri.
- Memiliki IQ yang rendah.
Gejala Pedofilia
Seseorang yang mengalami gangguan pedofilia klinis akan mengalami ketertarikan dan gairah seksual terhadap anak-anak pra-remaja yang umumnya mengacu pada anak-anak di bawah usia 13 tahun.
Gejala pedofilia lainnya meliputi :
- Menunjukkan perilaku dekat dan akrab dengan anak.
- Menyukai tontonan video pornografi dengan objek anak-anak.
- Kerap melakukan perilaku seksual kepada anak, misalnya membuka pakaian.
- Suka memperhatikan anak-anak yang menjadi target.
- Gemar melakukan kontak fisik dengan anak, misalnya menyentuh tangan, wajah, rambut, hingga akhirnya organ kelamin.
- Lebih suka menyendiri atau menjadi antisosial.
- Beberapa ditemukan mengalami penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.
Diagnosis Pedofilia
Diagnosis pedofilia bisa dikatakan cukup sulit dilakukan. Sebab, sebagian besar pengidapnya tidak menampakkan emosi, bahkan saat sedang berhadapan langsung dengan dokter. Guna dapat melakukan diagnosis, pastinya dokter memerlukan informasi lengkap dan mendetail tentang pengidap. Begitu pula informasi terkait keluarga, masyarakat, lembaga hukum, dan potensi ada atau tidaknya korban.
Pengobatan Pedofilia
Bisa dikatakan, pedofilia adalah penyakit kronis. Oleh sebab itu, penanganan harus berfokus pada mengubah pola perilaku pengidap untuk jangka waktu yang lebih lama.
Beberapa bentuk pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi pedofilia di antaranya :
1. Farmakoterapi
Pengidap pedofilia dapat diberikan obat antiandrogen untuk membantu mengurangi libido, obat-obatan yang membantu penurunan produksi hormon testosteron, dan obat untuk menghambat serotonin.
2. Cognitive Behavioral Therapy
Metode pengobatan ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu mengenali pemikiran, perasaan dan perilaku yang kurang tepat tentang suatu hal yang dialami oleh pengidap.
Terapi juga dilakukan untuk memodifikasi pemikiran dan perasaan pengidap terhadap anak-anak. Selain itu, CBT juga diharapkan dapat membantu orang dengan pedofilia supaya lebih menunjukkan rasa empati dengan anak korban kekerasan seksual, sehingga tidak terdorong untuk melakukan tindakan serupa.
3. Family System Therapy
Metode pengobatan ini melibatkan pihak keluarga untuk memberikan dukungan pada pengidap pedofilia supaya bisa melakukan perubahan.
Komplikasi Pedofilia
Komplikasi dari pedofilia mungkin ditemukan cukup mirip dengan masalah kesehatan mental lainnya. Misalnya, pengidap akan mengalami gangguan kecemasan, stres, dan depresi berat.
Sementara itu, pengidap pedofilia juga tentunya akan kerap berurusan dengan aparat penegak hukum dan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat sekitar.
Pencegahan Pedofilia
Pencegahan pedofilia bisa dilakukan dengan memberikan edukasi seksual pada anak-anak sejak dini. Sebaiknya, orangtua tidak menganggap pendidikan seksual adalah hal yang tabu untuk anak. Jadi, anak bisa menentukan sikap terbaik ketika harus berurusan dengan pelaku pedofilia.
Misalnya, ibu memberitahu anak bahwa bagian tubuh anak tidak boleh disentuh oleh orang lain selain ibu dan ayah. Lalu, pastikan anak tidak mudah dekat dengan orang dewasa yang baru ditemuinya. Segera menjauh apabila orang dewasa sudah mulai menawarkan sesuatu pada anak.
Segera lakukan pemeriksaan dengan psikiater apabila mengalami gejala yang mengarah ke pedofilia.
Contoh Kasus Pelaku Pedofilia Menurut Islam
Aksi predator seksual anak di Indonesia memprihatinkan. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPA) menyebutkan dari awal 2021 hingga September terjadi 11.419 kasus kekerasan pada anak.
Korban laki-laki berjumlah 2.444, dan korban perempuan mendominasi dengan 9.914 kasus. Sedangkan untuk Jenis kekerasan seksual berjumlah 4.551 kasus.
Islam sangat tegas menentang aksi pedofilia, gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah usia 14 tahun. Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Nurul Irfan, mengatakan, sanksi pelaku pedofilia menurut hukum Islam, masuk wilayah ta’zir. Karena persoalan ini bukan hanya zina, melainkan lebih dari itu.
Dilansir MUIdigital, "Karena korbannya adalah anak-anak. Praktiknya tentu jika korbannya laki-laki menjalankannya dengan cara perbuatan liwat atau sodomi".
Dijelaskan juga bahwa, sanksi ta’zir tidak bisa dianggap lebih ringan dari pada hudud. Karena yang menjadi korbannya adalah anak-anak dengan cara penyimpangan seksual, perilakunya jelas lebih parah dari sekadar zina.
Hal ini juga bisa dikaitkan dengan dalil liwath (perbuatan homoseks) mengenai sanksinya. Ini sebagaimana hadits riwayat dari Ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Barang siapa yang Anda temui melakukan kejahatan umat Nabi Luth, maka bunuhlah yang melakukan maupun yang diperlakukan.”
Pedofilia dan praktik homoseks adalah kriminal paling keji dan menjijikkan. Dia pun menukilkan ucapan salah satu khalifah Dinasti Umayyah, Al Walid bin Abdul Malik :
إنه لولا أن الله تعالى ذكر قصة قوم لوط في كتابه العزيز لما تخيلت أن رجلاً يأتي رجلاً
“Sungguh, seandainya Allah SWT tidak menyebutkan kisah kaum Luth dalam kitabnya yang mulia (Alquran), saya tak bisa bayangkan lelaki akan bersetubuh dengan lelaki.”
Contohya kasusnya tidak ditemukan. Akan tetapi, lanjutnya, ada bahasa-bahasa yang mengarah kesana seperti adanya istilah amrad, yaitu anak muda yang tumbuh kumis dan ada sebagian penduduk yang senang dengan amrad ini.
“Makanya dalam kitab-kitab Syafiiyah disebutkan, orang semacam ini termasuk orang yang makruh disentuh dan bisa membatalkan wudhu".
Jika ada yang bernafsu dengan anak-anak sebelum tumbuh kumis ini, maka dia adalah masuk kedalam kelompok orang yang menyandang penyakit pedofilia. “Tetapi dalil-dalil, indikasi adanya amrad ini ada dalam berbagai literatur kitab".
Apa sanksinya ?
Jika dianalogikan dengan hukum liwath, maka para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama sanksinya seperti zina, dirajam sebagaimana rajam untuk zina muhsan (zina yang pelakunya sudah berkeluarga). Jika masih lajang, dia dicambuk dan diasingkan.
Pendapat kedua, pelaku dan objeknya harus dibunuh. Ini merujuk hadits Ibnu Abbas di atas. Dengan syarat, hukum ini berlaku jika kedua-nya sama-sama suka, bukan paksaan di bawah ancaman. Sebagian ulama menyebut pendapat ini lah yang kuat.
Pendapat ketiga, diasingkan di tempat tinggi, seperti perbukitan atau gunung. Lalu dihujani dan dilempari batu. Ini sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas. Merujuk pada surat Al Hijr ayat 74 :
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
“Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras".
Ancaman Pidana Dalam UU Perlindungan Anak.
Ancaman pidana dalam UU Perlindungan Anak, terutama pasal-pasal pelecehan seksual dan kekerasan seksual (UU Perlindungan Anak mengistilahkan "melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan), dimana ancaman pidana minimal dan ancaman pidana maksimalnya semuanya sama, baik pelecehan maupun kekerasan seksual (perkosaan).
Sehingga, menurut penulis jika demikian berarti undang-undang menganggap pelecehan seksual dengan pemerkosaan sama saja padahal tidak, karena pelecehan seksual adalah perbuatan seseorang yang melecehkan seorang anak baik dia anak perempuan maupun anak laki-laki baik dengan cara memeluknya, menciumnya, memegang anggota tubuhnya yang diangap tabu maka bagi pelaku pelecehan seksual tersebut diancam dengan pidana penjara minimal 5(lima) tahun dan maksimal 15 tahun(lima belas) tahun. Sedangkan apabila seseorang melakukan kekerasan atau memaksa anak melakukan persetubuhan maka sang pelaku juga hanya diancam dengan pidana penjara minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun, jadi antara pelaku pelecehan seksual dan pelaku kekerasan seksual ancamannya sama saja. Pertanyaannya apakah adil pelaku pelecehan seksual yang hanya menyentuh anggota tubuh seorang anak perempuan ataukah anak laki-laki diancam dengan pidana penjara minimal 5 (lima) tahun sedangkan bagi pelaku kekerasan seksual (pemerkosaan) terhadap anak juga hanya diancam pidana penjara minimal 5(lima) tahun. Karena bisa saja pelaku kejahatan memakai "LOGIKA SESAT" daripada saya hanya pelecehan seksual dihukum minimal 5 (lima) tahun penjara lebih baik saya perkosa sekalian hukumannya juga minimal 5 (lima) tahun penjara, begitupula 1(satu) atau 2 (dua) yang dilecehkan ancaman pidananya sama begitupula 1(satu) atau 2(dua) yang diperkosa ancaman pidananya juga sama. Karena sistem pemidanaan kita tidak boleh menjatuhkan pidana penjara melewati 20 (dua puluh) tahun.
Sehingga, berdasarkan ilustrasi sebagaimana di atas menurut penulis sudah saatnya sistem pemidanaan kita diubah tidak lagi memakai standar minimal dan maksimal karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai keadilan, tetapi melihat secara proporsional.
Hukuman Kebiri
Sebentar lagi, bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak, akan mendapat hukuman tambahan yaitu hukuman "kebiri", karena saat ini kekerasan seksual terhadap anak sudah dianggap "darurat", sehingga pemerintah dan lembaga pemerhati anak menganggap mesti ada hukuman tambahan berupa hukuman "kebiri" seperti yang dipraktekkan dibebara negara.
Istilah kebiri atau biasa disebut kastrasi adalah tindakan bedah atau penggunaan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi seksual hewan atau manusia dan bagian yang di bedah adalah testis pada jantan, dan ovarium pada betina. Sedangkan pengertian kebiri dalam bahasa Indonesia adalah mengeluarkan kelenjar testis pada jantan, atau memotong ovarium pada betina. Kalau kita melihat sejarah kebiri, bisa kita lihat pada masa Kekaisaran Tiongkok, dimana kebiri dilakukan kepada laki-laki yang diberi tugas untuk menjaga para selir dan putri-putri kerajaan, ini berfungsi untuk menghindari zina ke putri dan selir yang dijaganya, sedangkan di wilayah Eropa, kebiri juga dikenal sebagai simbol perampasan kekuasaan yang dulu sering dilakukan pada zaman peperangan.
Tetapi kebiri pada zaman Kerajaan Tiongkok dengan zaman modern seperti saat ini sudah jauh berbeda karena kebiri pada zaman Kerajaan Tiongkok tersebut dilakukan dengan kebiri fisik, yaitu dengan cara memotong secara utuh alat kelamin atau organ pada manusia atau hewan, sedangkan yang diterapkan di era modern seperti saat ini adalah dengan cara kebiri kimia, yaitu menyuntikkan hormon untuk mematikan fungsi organ, misalnya hormon testosterone pada testis. Sehingga hukuman kebiri adalah sebuah tindakan yang dilakukan kepada orang yang dianggap bersalah, yang berhubungan dengan tindakan seksual dan kebiri juga dapat diartikan sebagai memandulkan manusia, hal ini berhubungan dengan memberhentikan produksi mani karena kalenjar testisnya dihilangkan.
Akhir-akhir ini istilah kebiri menjadi pembicaraan dimana-mana sehubungan dengan rencana pemerintah membuat regulasi hukuman kebiri bagi pelaku-pelaku kekerasan seksual, penjatuhan hukuman kebiri menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku-pelaku pemerkosaan terhadap anak, namun yang menjadi pertanyaan apakah hukuman kebiri bukanlah pelanggaran HAM ?
Hal tersebut masih menjadi bahan perdebatan yang panjang, tetapi bagi penulis bahwa sudah saatnya hukuman tambahan bagi para pelaku kekerasan seksual (pemerkosaan) terutama terhadap anak harus ditambah dengan hukuman tambahan berupa hukuman kebiri agar menjadi contoh bagi yang lain agar jangan coba-coba melakukan kejahatan tersebut. Harapan penulis dan kita semua semoga dengan maraknya kasus kekerasan seksual (pemerkosaan) yang marak terjadi akhir-akhir ini PERPU tentang Kebiri secepatnya ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Semoga tulisan singkat ini memberikan pencerahan kepada kita semua, amin.
Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pedofilia
Yang dimaksud dengan pedofilia menurut KBBI adalah kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual.
Pedofilia juga diartikan sebagai manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak. Atau bisa dimaknai sebagai kelainan jiwa pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrumen atau sasaran dari tindakan itu. Umumnya, tindakan tersebut berupa pelampiasan nafsu seksual. Pedofilia termasuk bentuk kekerasan seksual terhadap anak.
Pedofilia Menurut KUHP
Sementara dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, istilah pedofilia merujuk pada perbuatan cabul yang dilakukan seorang dewasa dengan seorang di bawah umur.
Mengutip pendapat R. Soesilo dalam buku KUHP Serta Komentar-komentarnya (hal. 212), istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya; termasuk pula persetubuhan namun di undang-undang disebutkan sendiri.
Mengenai perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur diatur dalam pasal-pasal berikut ini :
KUHP :
Pasal 290
Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun :
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Pasal 292 :
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
UU 1/2023 :
Pasal 415
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang:
1. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau
2. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak.
Pedofilia Menurut UU Perlindungan Anak
Sedangkan dalam UU Perlindungan Anakdan perubahannya, hukuman pelecehan anak di bawah umur diatur lebih spesifik dan lebih melindungi kepentingan bagi anak. Seseorang dikategorikan sebagai anak apabila belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Pasal kekerasan seksual pada anak dapat ditemukan dalam :
- Pasal 81 ayat (1) Perppu 1/2016jo.
- Pasal 76D UU 35/2014 dan Pasal 82 ayat (1) Perppu 1/2016 jo.
Pasal 76E UU 35/2014 yang berbunyi :
Pasal 76D
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 81 ayat (1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 76E
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 82 ayat (1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sumber Referensi & Dasar Hukum :
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Sumber Referensi :
- Psychology Today. Diakses pada 2022. Pedophilia.
- MSS Manuals Professional Version. Diakses pada 2022. Pedophilic Disorder (Pedophilia).
- Psych Central. Diakses pada 2022. Pedophilic Disorder Symptoms.
- National Sexual Violence Resource Center. Diakses pada 2022. Risk Factors for Child Sexual Abuse
- https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7651237/8-674-anak-di-indonesia-alami-kekerasan-seksual-sepanjang-2024
- Muliyawan, S.H., M.H., saat tulisan ini dimuat bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Jayapura, sebelumnya bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Palopo
Penulis Artikel POINT Consultant