Bamsoet Dorong Peningkatan Penggunaan Teknologi Digital dalam Praktik Notaris
*Bamsoet Dorong Peningkatan Penggunaan Teknologi Digital dalam Praktik Notaris*
*JAKARTA* - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan era digital telah mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang hukum dan layanan kenotariatan. Peran notaris yang selama ini identik dengan pembuatan akta otentik secara konvensional, kini ditantang untuk beradaptasi dengan teknologi informasi guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin menuntut kecepatan, efisiensi, dan kemudahan akses. Transformasi ini memunculkan konsep seperti cyber notary dan e-notarization yang akan merombak cara kerja notaris kedepan. Karenanya, notaris harus mampu bertransformasi secara teknologi serta menjadi agen perubahan dalam mewujudkan layanan hukum yang lebih modern dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
"Transformasi digital dalam kenotariatan menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan memperluas akses layanan hukum. Namun, adopsi cyber notary juga membawa tantangan signifikan, terutama dari sisi regulasi, keamanan data, dan kesiapan infrastruktur. Agar peran notaris dalam era digital dapat optimal, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, asosiasi notaris, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kerangka hukum yang jelas dan memberikan pelatihan teknis bagi praktisi notaris," ujar Bamsoet usai Pelantikan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, Selasa (18/3/25). Salah satu yang dilantik adalah Gladys Raditya Sartika, putri pertama Bamsoet, yang kini berpraktik sebagai Notaris di wilayah tugas Jakarta Selatan.
Gladys Raditya Sartika, S.H., M.Kn merupakan alumni Fakuktas Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD) dan Alumni Notariat Universitas Indonesia (UI). Saat ini ia sedang mengikuti program doktoral ilmu hukum di UNPAD.
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, konsep cyber notary mengacu pada penerapan teknologi digital dalam melaksanakan tugas kenotariatan, mulai dari verifikasi identitas, pembuatan dokumen, hingga penyimpanan arsip secara elektronik. Konsep ini memunculkan layanan e-signature, blockchain, dan platform digital yang menawarkan efisiensi waktu dan biaya.
"Berdasarkan data World Bank di tahun 2023, sebanyak 78% negara anggota G20 telah mengadopsi regulasi e-signature. Termasuk Indonesia melalui UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Pasar e-signature global diprediksi akan tumbuh dari USD 4,0 miliar di tahun 2022, menjadi USD 14,1 miliar pada 2027, dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 28,6%," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menjelaskan, digitalisasi memungkinkan notaris untuk mempersingkat waktu pembuatan akta, mengurangi biaya operasional, meniadakan kebutuhan ruang penyimpanan dokumen fisik dan mengurangi biaya perjalanan. Dokumen dapat diselesaikan secara real time melalui tanda tangan elektronik, sehingga mempercepat transaksi.
Dengan layanan digital, notaris juga dapat menjangkau klien yang berada di wilayah terpencil atau bahkan luar negeri. Hal ini tidak hanya meningkatkan inklusi layanan hukum, tetapi juga membuka peluang pasar yang lebih luas.
"Selain itu, penggunaan teknologi seperti blockchain dalam penyimpanan dokumen memberikan jaminan keaslian, keamanan, dan transparansi yang tinggi. Misalnya, teknologi blockchain memastikan bahwa dokumen yang disimpan tidak dapat diubah atau dipalsukan, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keabsahan akta digital," pungkas Bamsoet. (*)
Ditulis ulang oleh POINT Consultant