URGENSI DEMOKRASI INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI)
Oleh : KoninghAnwar
Pasuruan - Indonesia| Dalam Proses Perkembangan Artifisial intelegence (kecerdasan buatan) ini bisa kita ibaratkan layaknya Sebuah spirit jiwa yang bisa kita bagi menjadi tiga tahap, yang pertama Gairah jiwa yaitu luapan kemampuan AI dalam melakukan komputasi pengelolaan data dasar, Algoritma yang menjadi pembeda dari Rekayasa perangkat lunak tradisional, kedua sebagai energi jiwa yang artinya tingkat keberhasilan suatu negara dalam mengelola dan memanfaatkan arti penting dari AI baik dalam aspek keamanan suatu negara hingga sebagai penunjang kehidupan Generasi Alpha, Generasi Z, dan Generasi Milenial. Faktor yang ketiga AI ialah Emosi jiwa ketika negara menyelidiki resiko yang tak dapat di kendalikan, entah menekankan pada aspek keamanan suatu negara untuk mengurangi rasa takut, sehingga menjadi ancaman bagi negara lain.
Terlebih lagi ketika AI di internalisasikan dalam strategi Militer suatu negara pastinya akan menyebabkan ketegangan dan konflik sehingga mau tidak mau yakin atau tidak kita sebagai bangsa Indonesia yang heterogen harus melek dan mampu bersaing dengan negara lain dalam beradaptasi dengan perkembangan yang pesat dari Artificial intelegence (AI). Tentunya Perkembangan AI akan sangat berdampak dalam konstelasi negara dan bangsa Indonesia.
Fenomena yang agaknya paling dramatis pada saat pesta pemilu, dimana penyebaran informasi, maraknya peredaran berita yang di framing seolah adalah fakta nyata padahal berita tersebut tidak sesuai dengan realitas yang ada, berita tersebut hanya di muat demi kepentingan politik Kelompok tertentu, padahal pada substansinya politik bukan hanya sebatas kekuasaan, kekayaan, dominasi apalagi yang lumrah di pahami ialah pertarungan kepentingan para politisi, partai ataupun penguasaan sumber daya publik.
Politik jika dijabarkan dalam Politik Kekuasaan ialah input dan output artinya setiap kebijakan yang di keluarkan harus melihat dampak dan kebermanfaatannya bagi rakyat, sehingga dengan berjalannya input dan output ini akan mempermudah proses komunikasi politik dan proses penerapan kebijakan dalam negeri. Bahwa kualitas pemimpin bisa kita lihat dari metode nya untuk menyelesaikan dan mengantisipasi polemik yang potensial terjadi dimasa yang akan datang pemimpin harus visioner dan tidak tertutup.
Pemimpin dan stakeholder yang ada tidak boleh menutup telinga perihal kebutuhan masyarakat, sehingga sistem kerja ekonomi lah yang membentuk sistem kerja politik, artinya kebijakan harus terbit ketika melihat realitas nyata dalam siklus kehidupan masyarakat. Begitupun dengan demokrasi yang akan mencapai titik dan kondisi supremasinya ketika suatu permasalahan perbedaan pendapat, pandangan dapat diselesaikan dengan menggunakan nilai ide merujuk pada fakta Kolektif yang ada bukan dengan kekuasaan dan manipulasi.
Penerimaan informasi yang terjadi pada era ini, dapat membuat generasi kita terpolarisasi baik dalam melihat isu dan wacana mulai dari proses Fiiltering, rilis berita dari media ataupun analitis soal kondisi negara dan bangsa hari ini, sehingga meyebabkan terkikis nya substansi yang merujuk pada tenggelamnya masyarakat dalam berita yang tidak sesuai dengan faktanya (HOAX), yang di akibatkan dari gagalnya kita dalam beradaptasi dengan teknologi terlebih lagi dengan standar pengetahuan yang di digunakan.
Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan, mampu atau tidakkah kita sebagai warga negara dalam mengantisipasi polemik yang ada, dan itu tergantung bagaimana kita dalam merespon segala isu, terlebih lagi siklus politik yang terjadi hari ini ialah Praktik politik oppurtunis yang tidak mengindahkan nilai budaya, moralitas agama fakta bersama dan menghalalkan segala cara demi kekuasaan dan kekayaan. Oleh karena itu yang harus menjadi konsentrasi bagi stakeholder bagaimana betul-betul secara serius bisa menghadirkan Politik Authentik yang tidak lepas dan terkikis dari substansinya.
Bahwa politik di hadirkan untuk meredam banalitas kehidupan sehingga dengan politik bagaimana bisa mendorong sesorang keluar dari domain individulistiknya yang dominan melakukan pencitraan politik dan mengakomodir kepentingan pribadi suatu kelompok. Pada kesimpulannya sedikit goresan ini merupakan bentuk penyadaran bagi kita semua agar tidak menjadi kaum yang ignoristik acuh tak acuh terhadap realitas, sehingga dengan kemampuan beradaptasi dengan teknologi dan di tunjang dengan paradigma yang relevan, pastinya kita sebagai warga negara tidak akan termakan mentah oleh isu-isu yang dapat memecah belah sesama suku bangsa Indonesia.
Ditulis ulang oleh POINT Consultant