Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia adalah suatu
proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di dunia secara umum, hingga
khususnya di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut
para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno,
Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir. Selain itu juga proses ini menggambarkan
perkembangan demokrasi di Indonesia,
dimulai saat Kemerdekaan Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran Soekarno dalam Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca Reformasi 1998 hingga saat ini.
Pengertian
Demokrasi Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa arti demokrasi,
maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli berikut ini:
1.
Abraham Lincoln.
Menurut Abrahan Lincoln, pengertian
demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, rakyat adalah pemegang kekuasaan
tertinggi dalam suatu pemerintahan, dimana masing-masing dari mereka memiliki
hak yang sama dalam upaya mengatur kebijakan pemerintahan.
2.
Charles Costello.
Menurut Charles Costello, arti demokrasi
adalah sistem sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan
pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam melindungi hak-hak
individu warga negara.
3.
H. Harris Soche.
Menurut H. Harris Soche, pengertian
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan rakyat. Dengan kata lain, rakyat
merupakan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan yang memiliki hak untuk
mengatur, mempertahankan, serta melindungi diri mereka dari adanya paksaan dari
wakil-wakil mereka.
4.
Sidney Hook.
Menurut Sidney Hook, pengertian
demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana keputusan-keputusan penting
pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dibuat berdasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan rakyat yang telah berusia dewasa secara
bebas.
5.
Hans Kelsen.
Menurut Hans Kelsen, pengertian
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini,
wakil-wakil rakyat yang terpilih merupakan pelaksana kekuasaan negara, dimana
rakyat telah memiliki keyakinan bahwa segala kehendak serta kepentingan mereka
akan selalu diperhatikan dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
Sejarah Demokrasi di Indonesia.
Sistem demokrasi sebenarnya telah
dikenal dan diterapkan sejak jaman Yunani kuno. Dalam pelaksanaannya, rakyat
dapat terlibat secara langsung dalam proses mengambil keputusan yang berkaitan
dengan keberlangsungan suatu negara. Sistem demokrasi seperti di jaman Yunani
kuno tersebut tentunya sulit untuk diterapkan pada suatu negara yang wilayahnya
sangat luas dengan jumlah penduduk yang banyak. Misalnya di Indonesia yang
terdiri dari banyak pulau dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa, tentu sistem demokrasi ala Yunani kuno
sudah tidak relevan lagi.
Itulah yang kemudian menjadi alasan
mengapa Indonesia membentuk lembaga perwakilan rakyat, yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Dalam hal ini, DPR berperan untuk menyampaikan aspirasi rakyat
kepada pemerintah. Kondisi ini kemudian memunculkan demokrasi perwakilan atau
demokrasi tidak langsung.
Di era kepemimpinan presiden Soekarno,
Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Kemudian pada masa
pemerintahan presiden Soeharto digunakan demokrasi Pancasila hingga era
reformasi.
Di era reformasi, Indonesia mengalami
berbagai perbaikan dalam hal penerapan demokrasi. Hal tersebut terlihat dimana
proses pemilihan Presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah, dapat
dilakukan secara langsung demi mengakomodasi aspirasi rakyat.
Penerapan demokrasi di Indonesia telah
melalui banyak proses hingga saat ini keadilan dan kebebasan memberikan
aspirasi dapat dilakukan oleh masyarakat. Sesuai dengan pengertian demokrasi,
rakyat Indonesia saat ini dapat berperan aktif dalam memilih wakil dan para
pemimpinnya tanpa adanya intimidasi dari pihak-pihak tertentu.
Prinsip-Prinsip Demokrasi.
Pengertian demokrasi dan
prinsip-prinsipnya
Dalam pelaksanaannya, demokrasi harus sesuai
dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Adapun beberapa prinsip demokrasi
adalah sebagai berikut:
1.
Negara Berdasarkan Konstitusi.
Konstitusi atau Undang-Undang adalah
suatu norma sistem Politik dan Hukum yang dibuat oleh pemerintah secara tertulis.
Konstitusi dijadikan landasan dalam menjalankan negara dan berfungsi sebagai
batasan kewenangan pemerintah serta dapat memenuhi hak khalayak.
2.
Peradilan Tidak Memihak dan Bebas.
Pemerintah tidak boleh melakukan
intervensi dalam proses peradilan karena sistem pemerintahan demokrasi menganut
peradilan bebas. Artinya, proses peradilan harus netral agar dapat melihat
permasalahan secara jenih sehingga menghasilkan keputusan yang adil terhadap
perkara yang ditangani.
3.
Kebebasan Berpendapat dan Berserikat.
Di dalam pemerintahan dengan sistem
demokrasi, setiap warga negaranya dapat membentuk organisasi/ berserikat dan
memiliki hak menyampaikan pendapat. Namun pada pelaksanaannya, penyampaian
pendapat atau aspirasi harus dilakukan dengan bijak.
4.
Adanya Pergantian Pemerintahan.
Sesuai dengan pengertian demokrasi,
pergantian pemerintahan dilakukan secara berkala sehingga meminimalisir
penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, dan juga nepotisme, seperti yang
pernah terjadi pada masa pemerintahan orde baru. Proses pemilihan umum
dilakukan secara jujur dan adil untuk memilih pemimpin yang dapat diandalkan
dalam menjalankan pemerintahan.
5.
Kedudukan Rakyat Sama di Mata Hukum.
Di dalam sistem demokrasi, penegakan
hukum dilakukan dengan memperhatikan keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu.
Artinya, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum dan
pelaku pelanggar hukum mendapat hukuman tegas sesuai pelanggarannya.
6.
Adanya Jaminan Hak Asasi Manusia.
Sesuai dengan makna demokrasi, perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi hal yang utama di dalam sistem demokrasi.
Pemerintah dan segala insititusinya harus menghormati dan menghargai HAM, dan
melakukan tindakan tegas terhadap pelanggar HAM.
7.
Adanya Kebebasan Pers.
Salah satu cara masyarakat menyampaikan
aspirasinya ke pemerintah adalah melalui pers. Di dalam sistem pemerintahan
demokrasi, PERS memiliki kebebasan dalam menyampaikan kritik dan saran kepada
pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan. Pers juga dapat berfungsi sebagai
media sosialisasi program-program pemerintah kepada masyarakat. Dengan begitu
maka komunikasi antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin dengan baik.
Ciri-Ciri Demokrasi.
Pengertian
demokrasi dan ciri-cirinya.
Suatu negara dapat dikatakan menggunakan
sistem pemerintahan demokrasi jika dalam proses pemerintahannya sesuai dengan
karakteristik negara demokrasi. Sesuai dengan pengertian demokrasi, adapun
ciri-ciri demokrasi adalah sebagai berikut:
1.
Keputusan Pemerintah untuk Seluruh Rakyat
Segala keputusan yang akan diambil
adalah berdasarkan aspirasi dan kepentingan seluruh warga negara, bukan atas
dasar kepentingan suatu kelompok. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya
tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam masyarakat.
2.
Menjalankan Konstitusi
Segalah hal yang berkaitan dengan
kehendak, kepentingan, dan kekuasaan rakyat, harus dilakukan berdasarkan
konstitusi. Hal tersebut tertuang di dalam penetapan Undang-Undang, dimana
hukum harus berlaku secara adil bagi seluruh warga negara.
3.
Adanya Perwakilan Rakya
Dalam sistem demokrasi terdapat lembaga
perwakilan rakyat yang berfungsi untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada
pemerintah. Di Indonesia, lembaga ini dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang dipilih melalui pemilihan umum dan kekuasaan dan kedaulatan rakyat
diwakili oleh anggota dewan terpilih.
4.
Adanya Sistem Kepartaian
Partai merupakan salah satu sarana dalam
pelaksanaan sistem demokrasi. Melalui suatu partai, rakyat dapat menyampaikan
aspirasinya kepada pemerintah yang sah. Partai memiliki fungsi dalam hal
pengawasan kinerja pemerintah apakah sesuai dengan aspirasi warga negara.
Selain itu, partai juga dapat mewakili rakyat dalam mengusung calon pemimpin,
baik itu pemimpin negara maupun pemimpin daerah.
Jenis-Jenis Demokrasi.
Pengertian
demokrasi dan jenis-jenisnya.
Ada beberapa jenis demokrasi yang
diterapkan di berbagai negara. Mengacu pada pengertian demokrasi di atas,
adapun beberapa jenis demokrasi adalah sebagai berikut:
1.
Demokrasi Berdasarkan Bentuknya.
Demokrasi Prosedural, yaitu bentuk
demokrasi dimana proses pemilihan pemimpin dilakukan secara langsung. Misalnya
Pilpres, Pilkada.
Demokrasi Substansial, yaitu bentuk
demokrasi dimana nilai-nilai demokrasi diwujudkan dan terdapat perlindungan
terhadap minoritas. Misalnya, kebebasan menyampaikan pendapat tanpa merugikan
kepentingan umum.
2.
Demokrasi Berdasarkan Prosesnya.
Demokrasi langsung, yaitu proses
demokrasi dimana semua elemen masyarakat ikut dalam permusyawaratan untuk
merumuskan dan memutuskan kebijakan Undang-Undang.
Demokrasi tidak langsung, yaitu proses
demokrasi dimana kebijakan umum atau Undang-Undang dirumuskan dan diputuskan
oleh lembaga perwakilan rakyat, misalnya Dewan Perwakilan Rakyat.
3.
Demokrasi Berdasarkan Ideologinya.
Demokrasi Liberal, yaitu ideologi demokrasi
yang berlandaskan pada kebebasan individu. Dalam pelaksanaannya, negara
memiliki kekuasaan terbatas dan harus memberikan perlindungan terhadap hak-hak
individual dalam kehidupan warga negaranya.
Demokrasi Sosial, yaitu ideologi
demokrasi yang berlandaskan komunalisme rakyat suatu negara. Dalam
pelaksanaannya, negara menjadi pemilik kekuasaan dominan yang mewakili rakyat.
Kepentingan umum lebih diutamakan ketimbang hak-hak individual yang bertujuan
untuk mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat. Demokrasi Pancasila, yaitu
ideologi demokrasi yang berlandaskan kepada nilai-nilai Pancasila. Indonesia
menggunakan demokrasi Pancasila, seperti yang tertuang dalam sila ke-4
Pancasila.
Sejarah Demokrasi.
Jika Romawi kuno menjadi suatu bentuk
kediktatorannya yang pertama di dunia, Yunani kuno memperkenalkan sebuah sistem
yang berarti, “diperintah oleh rakyat”, inilah pikiran-pikiran awal tentang
demokrasi, yang terus berkembang hingga saat ini. Warga memerintah dirinya
sendiri melalui wakil-wakilnya yang dipilih sesuai konstitusi, bebas, dan
teratur memungkinkan terjadinya perubahan.
Kelahiran demokrasi sebagai sebuah paham
ideologi sekaligus sebagai sebuah sistem politik memang tidak boleh dinafikkan
bahwa demokrasi lahir memang dari Dunia Barat, lebih tepatnya Yunani kuno yang
saat itu berbentuk sebuah Negara-Kota Athena (sekarang Ibukota Yunani modern).
Demokrasi sendiri berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “demos” yang artinya rakyat
dan “kratos” yang artinya kekuasaan, jadi demokrasi secara terminology berarti
pemerintahan yang menghendaki kekuasaan oleh rakyat.
Demokrasi di Yunani kuno saat itu adalah
suatu bentuk demokrasi langsung yang artinya bahwa setiap warga negara berhak
berpartisipasi dalam pembuatan konstitusi dan hukum perundang-undangan
sekaligus juga memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan
kebijakan oleh sistem pemerintahan. Jadi saat itu, demokrasi benar-benar
dijalankan secara harfiah dalam pengertian sekaligus implementasi yang
benar-benar “kekuasaan rakyat” bukan keterwakilan seperti di demokrasi modern
hari ini.
Demokrasi Modern.
Demokrasi modern yang saat ini kita
kenal adalah sebuah bentuk dari adaptasi nilai-nilai demokrasi yang dahulu ada
di zaman Yunani kuno, namun dalam dunia modern, demokrasi secara langsung a’la
Yunani kuno dianggap tidak relevan lagi, karena selain jumlah penduduk yang
semakin banyak, ideologi dan sistem pemerintahan modern juga telah banyak
memberikan pengaruh terhadap perkembangan demokrasi. Jadi dalam dunia modern,
demokrasi langsung seperti di Yunani kuno menjadi tidak mungkin dan sangat sulit
untuk diterapkan kembali.
Demokrasi modern kemudian memberikan
satu bentuk baru dari partisipasi rakyat kedalam sebuah sistem keterwakilan
yang mendapatkan legitimasi dari pemilihan yang dilakukan oleh rakyat. Salah
satu akar dari demokrasi modern hari ini terbentuk setelah Revolusi Prancis.
Saat Prancis mengubah bentuk negaranya setelah menumbangkan Dinasti Bourbon
yang dipimpin oleh Raja Louis XIV dan digantikan dengan sebuah Republik
Prancis, sistem keterwakilan modern yang cukup mapan telah terbangun dalam
sebuah keterwakilan dalam Parlemen Prancis atau Majelis Nasional Prancis. Dalam
Majelis Nasional Prancis itu, semua unsur-unsur politik yang ada dalam
masyarakat Prancis berhak memiliki wakilnya untuk duduk di parlemen, mulai dari
kelompok kiri jauh, kiri tengah, tengah, kanan tengah, dan kanan jauh, semuanya
memiliki hak untuk duduk di parlemen mewakili konstituen mereka, yaitu rakyat.
Perkembangan lainnya adalah yang paling
sering menjadi contoh dari wajah demokrasi dunia adalah demokrasi Amerika
Serikat. Selama Abad 19, Amerika Serikat telah berusaha untuk membangun suatu
sistem dimana hak dan kewajiban rakyat sama pentingnya untuk diperjuangan dalam
negara, dimana demokrasi di Amerika Serikat juga mengadopsi pemikiran-pemikiran
liberalisme yang digagas oleh John Locke dan Montesquieu. Amerika Serikat
mengalami demokratisasi secara penuh adalah di masa Presiden Andrew Jackson
(1767-1845) yang secara penuh telah membangun demokrasi Amerika Serikat menjadi
demokrasi keterwakilan dari seluruh wilayah Amerika Serikat, menjadikan
demokrasi Amerika Serikat sebagai demokrasi keterwakilan yang mapan sampai saat
ini.
Perkembangan lainnya adalah yang paling
sering menjadi contoh dari wajah demokrasi dunia adalah demokrasi Amerika
Serikat. Selama Abad 19, Amerika Serikat telah berusaha untuk membangun suatu
sistem dimana hak dan kewajiban rakyat sama pentingnya untuk diperjuangan dalam
negara, dimana demokrasi di Amerika Serikat juga mengadopsi pemikiran-pemikiran
liberalisme yang digagas oleh John Locke dan Montesquieu. Amerika Serikat
mengalami demokratisasi secara penuh adalah di masa Presiden Andrew Jackson
(1767-1845) yang secara penuh telah membangun demokrasi Amerika Serikat menjadi
demokrasi keterwakilan dari seluruh wilayah Amerika Serikat, menjadikan
demokrasi Amerika Serikat sebagai demokrasi keterwakilan yang mapan sampai saat
ini.
Dua Wajah Demokrasi
Pasca Perang Dunia II, tepatnya pada
tahun 1948,George Bernard Shaw mengusulkan untuk menghilangkan salah paham dan
kekacauan pengertian tentang arti demokrasi. Seluruh ahli bahasa dan politik
dipertemukan untuk meluruskan definisi demokrasi yang sebenarnya. Pertentangan
terjadi bila ketika seorang wakil dari Blok Barat (Amerika Serikat, Britania
Raya, dan Prancis) berbicara soal demokrasi, seringkali bertentangan dengan
definisi demokrasi yang dikemukan oleh perwakilan dari Blok Timur (Uni Soviet dan
Republik Rakyat Tiongkok).
Negara Blok Barat menafsirkan demokrasi
sebagai kebebasan individual, kebebasan pers, kebebasan berbicara, hak untuk
beroposisi, hak untuk berserikat, hak untuk mencari uang dan menentukan
pekerjaan, sampai hak untuk pergi atau tinggal diluar negeri. Sementara Negara
Blok Timur menafsirkan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat, artinya adalah bukan berarti rakyat dapat memimpin diri
mereka sendiri, namun negara harus bekerja untuk kepentingan kolektivitas,
untuk menghindari tirani mayoritas.
Munculnya dualisme makna demokrasi pasca
Perang Dunia II itu kemudian memunculkan banyak macam kediktatoran yang
kemudian mengklaim demokrasi versi mereka, seperti Stalin dengan “demokrasi
sentralistik”, Kim Il Sung mentasbihkan negerinya sebagai ''Democratic People’s
Republic of Korea'' alias Korea Utara, Ulbricht yang melabeli Jerman Timur
dengan Republik Demokratik Jerman, hingga sampai di Indonesia sendiri kemudian
kita mengenal, ada Soekarno dengan “demokrasi terpimpin” dan Soeharto dengan
“demokrasi Pancasila”.
Demokrasi dalam Pandangan Para Pendiri Bangsa
Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka pada 17
Agustus 1945, secara gamblang duet pemimpin Dwitunggal, Soekarno dan Mohammad
Hatta telah mendeklarasikan Indonesia Merdeka sebagai sebuah negara yang demokratis
karena pada kalimat terakhirnya dikatakan dalam Teks Proklamasi 17 Agustus 1945
adalah “atas nama bangsa Indonesia”, bila dikaitkan dengan definisi bangsa,
maka yang dimaksud adalah seluruh rakyat Indonesia. Jadi kemerdekaan Indonesia
adalah kemerdekaan yang diperuntukkan bagi rakyat Indonesia sendiri.
Meskipun telah mencapai konsensus
kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tetapi setiap tokoh pergerakan dan pelopor
kemerdekaan Indonesia memiliki konsepsi demokrasinya masing-masing, kebanyakan
dari mereka berusaha menengahi dualisme penafsiran demokrasi dari Negara Barat
yang liberalis dengan Negara Timur yang komunis, terutama dalam merumuskan
tentang kebebasan politik yang diadopsi dari demokrasi Barat dan kemerataan
ekonomi yang ditiru dari demokrasi Timur. Namun, terkadang beberapa tokoh
kemudian memiliki kecenderungan masing-masing, entah itu kecenderungan pada
Barat ataupun Timur, yang kemudian menjadi ciri khas dari perkembangan
demokrasi di Indonesia.
Demokrasi
Menurut Soekarno.
Dalam pandangan Presiden Republik
Indonesia yang pertama, Soekarno, demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang
lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan, itu artinya adalah demokrasi
Indonesia menurut Soekarno meletakan embrionya pada perlawanan terhadap
imperialisme dan kolonialisme, hal itu ditulis oleh Soekarno dalam bukunya,
Indonesia Menggugat dan Dibawah Bendera Revolusi, yang secara eksplisit
terinspirasi oleh pergerakan kemerdekaan yang dilakukan di pelbagai belahan
dunia, dari perjuangan seorang Muhammad, Yesus Kristus, William de Oranje,
Mahatma Gandhi, Mustafa Kemal Attaturk, dan tokoh-tokoh kemerdekaan bangsa-bangsa
di seluruh dunia.
Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu
"pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi Soekarno, demokrasi
adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada
rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun, demokrasi yang
diinginkan dan dikonsepsikan oleh Soekarno tidak ingin "meniru"
demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis, karena menurut Soekarno,
demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis, demokrasi yang hanya
menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Oleh
karena itu, kemudian Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya
cocok untuk Indonesia.
Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno
mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya, yaitu marhaenisme.
Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar Bandung
pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan ekonomi di
Indonesia. Marhaenisme itu terdiri dari
tiga pokok atau yang disebut sebagai Trisila, yaitu:
1. Sosio-nasionalisme, yang berarti
nasionalisme Indonesia yang diinginkan oleh Soekarno adalah nasionalisme yang
memiliki watak sosial dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam
nasionalisme itu sendiri, jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.
2. Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi
yang dikehendaki Soekarno adalah bukan semata-mata demokrasi politik saja,
tetapi juga demokrasi ekonomi, dan demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai
kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya
bahwa Soekarno menginginkan setiap rakyat Indonesia adalah manusia yang
mengakui keberadaan Tuhan (theis), apapun agamanya.
Di antara ketiga sila itu, pemikiran dan
konsepsi Soekarno mengenai demokrasi ada di sila kedua dalam Trisila Marhaenisme,
yaitu sosio-demokrasi. Sosio-demokrasi menurut Soekarno adalah suatu sistem
demokrasi yang mengakar pada nilai-nilai kemasyarakatan. Sosio-demokrasi yang
diinginkan oleh Soekarno adalah saat demokrasi itu sendiri mendasari
nilai-nilainya pada seluruh masyarakat, bukan hanya kepada sebagian masyarakat,
dalam hal ini Soekarno mengkritik demokrasi Prancis dan demokrasi Amerika
Serikat yang menurut Soekarno hanya mementingkan sebagian kelompok orang saja,
yaitu kelompok borjuis, atau sederhananya, Soekarno ingin demokrasi Indonesia
bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Masih dalam buku Dibawah Bendera
Revolusi, Soekarno kemudian menjabarkan lebih jauh tentang konsep
sosio-demokrasinya itu, yaitu dengan mengkonsepsikan nilai-nilai demokrasi
politik dan juga demokrasi ekonomi. Demokrasi politik menurut Soekarno adalah
demokrasi yang berlaku di Eropa pasca-Revolusi Prancis, yaitu demokrasi yang
didalamnya adalah suatu sistem demokrasi keterwakilan dalam sebuah lembaga
parlemen, - Soekarno menyebutnya parlementaire democratie dan politieke
democratie - Soekarno melihat bahwa nilai-nilai demokrasi itu memang diterapkan
saat pemilihan anggota parlemen, namun bagi Soekarno demokrasi politik Eropa
itu hanya berhenti sampai di parlemen saja, sementera dalam bidang ekonomi
tidak ada nilai-nilai demokrasinya, yang menyebabkan banyaknya kemiskinan - dan
untuk permasalahan ekonomi itu Soekarno menyalahkan demokrasi politik yang
justru mendukung berkembangnya kapitalisme.
Soekarno kemudian membuat suatu rumusan,
agar demokrasi menjadi lebih seimbang, artinya demokrasi yang Soekarno inginkan
bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi
itu menurut Soekarno adalah demokrasi yang menghendaki adanya pemberian hak-hak
ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercipta suatu kemerataan.
Kemerataan yang dimaksudkan oleh Soekarno itu bukan kemerataan ekonomi dalam
sistem komunisme yang menghilangkan hak milik pribadi, tetapi suatu kemerataan
dimana semua hak kepemilikan pribadi - Soekarno menyeburnya sebagai
privaatbezit - seluruh rakyat dijamin oleh negara, dalam hal ini parlemen yang
merupakan hasil dari demokrasi politik berperan untuk memberikan perlindungan
bagi hak-hak kepemilikan pribadi semua orang melalui suatu pembuatan peraturan
atau hukum yang adil bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali, baik dari kelas
borjuis ataupun proletar - termasuk juga kelas masyarakat yang memiliki harta
benda sedikit atau yang disebut Soekarno sebagai marhaen.
Kemudian, pada perkembangan selanjutnya,
terutama saat perumusan dasar negara Indonesia yang dilaksanakan pada 1 Juni
1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Soekarno menawarkan konsepsi dasar negara bagi Indonesia Merdeka, yaitu
Pancasila – meskipun Soekarno sendiri menolak disebut sebagaipenemu Pancasila,
oleh karen itu Soekarno lebih suka disebut sebagai “penggali Pancasila”.
Dalam
pidatonya pada 1 Juni 1945 itu, Soekarno berkata mengenai konsespsi demokrasi
yang Soekarno tawarkan adalah sebagai berikut:
"Prinsip
nomor 4,
sekarang saya usulkan. Saya di dalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip
itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak aka nada kemiskinan di dalam
Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi; prinsipnya San Min Chu ialah Mintsu, Min
Chuan, Min Sheng (yang artinya): Nationalism,
Democracy, Socialism. Maka prinsip kita harus (berdasarkan apa?): Apakah
kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela ataukah yang semua
rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup member sandang –
pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, Saudara-Saudara? Jangan Saudara kira,
bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah
mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat di negara-negara Eropa adalah
Badan Perwakilan, adalah parlementaire demokratie. Tetapi tidakkah di Eropa
justru kaum kapitalis merajalela?"
Pada sila ini secara eksplisit Soekarno
menginingkan sebuah sistem politik demokrasi yang tidak hanya politiknya saja
yang mengalami demokratisasi, tetapi juga ekonominya, dengan cara menjadikan
“kerakyatan” sebagai fondasi utamanya dan dijalankan dengan prinsip-prinsip
“hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Seokarno tidak ingin
Indonesia menjadi negara demokrasi liberal seperti di Barat, yang masyarakatnya
kapitalistik, Soekarno ingin Indonesia menjadi negara demokrasi yang
masyarakatnya sosialistik, artinya bahwa demokrasi bukan hanya pada kebebasan
dalam politik, seperti bebas berbicara, bebas memilih, dan bebas berserikat
dalam organisasi apapun, tetapi juga demokrasi yang mampu mengalokasikan
seluruh sumber daya ekonomi kepada seluruh rakyat atau sederhadanya kekuasaan
rakyat atas ekonomi dan perlawanan terhadap kemiskinan.
Soekarno juga memiliki suatu konsepsi
tentang demokrasi yang dikemukakan pada 21 Februari 1957. Konsepsi itu berisi
penolakannya terhadap sistem demokrasi parlementer yang saat itu diterapkan di
Indonesia, karena Soekarno menganggap demokrasi parlementer sebagai demokrasi
Barat yang mengecewakan. Selain itu, konsepsi Soekarno tentang demokrasi itu
kemudian dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Gotong Royong
dengan kepemimpinan yang terpusat dan integralistik.
Demokrasi
Menurut Mohammad Hatta.
Seperti Soekarno, Wakil Presiden Pertama
Republik Indonesia, Mohammad Hatta juga merupakan salah satu tokoh pergerakan
yang menjadi pengeritik utama demokrasi liberal Barat. Kritik Hatta terhadap
demokrasi Barat yang dimaksud, bukanlah demokrasi Barat dalam arti politik,
yaitu demokrasi dalam kehidupan politik, atau liberalisme secara umum. Dalam
pamflet yang berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka, Hatta mengemukakan sebagai
berikut:
"Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan
oleh Revolusi Prancis tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya,
melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja
tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat.
Haruslah ada pula demokrasi ekonomi."
Demokrasi Barat yang bersendikan pada
liberalisme memiliki sisi politik dan ekonomi, yaitu demokrasi politik dan
sistem kapitalisme dalam ekonominya. Secara spesifik dalam pandangan Hatta,
sistem ekonomi kapitalis lahir terlebih dulu (oleh kaum kelas borjuis yang
menguasai parlemen di masa itu) dan kemudian kelas borjuis yang kapitalis
mendirikan sebuah sistem demokrasi politik yang bertujuan untuk menjamin
keberlangsungan sistem kapitalisme itu sendiri. Hatta mengakui bahwa demokrasi
Barat memang menjamin kedaulatan rakyat di bidang politik, akan tetapi karena
kehidupan politik berkaitan dengan kehidupan ekonomi, sementara kehidupan
ekonomi dalam demokrasi Barat tidak mengandung kedaulatan rakyat, maka bagi
Hatta demokrasi politik dalam demokrasi Barat menjadi manipulatif, yaitu
“memutar satu asas yang baik seperti kedaulatan rakyat menjadi perkakas pemakan
rakyat”.
Demokrasi politik di Barat – seperti apa
yang dikemukakan oleh William Ebenstein dan Edwin Fogelman – bertumpu kepada
“pementingan individu" dalam kehidupan politik. Maksudnya, individu dengan
segenap hak-hak dasarnya merupakan unit utama dalam kehidupan politik. Negara
dan kelompok-kelompok lain diadakan semata-mata untuk melayani kepentingan
individu-individu ini. Hatta berpendapat, semangat individualisme Barat dalam
politik harus ditolak. Sebaliknya, Hatta menginginkan sebuah sistem demokrasi
yang berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan yang mencerminkan tradisi
kehidupan bangsa Indonesia secara turun menurun.
Hatta menganggap individualisme sebagai
penyakit, sehingga individualism adalah sesuatu yang harus dihindari, Hatta
selanjutnya berbicara tentang demokrasi yang lebih sempurna bagi Indonesia –
seperti Soekarno – yaitu demokrasi di bidang politik dan ekonomi yang tidak
mengandung paham individualisme. Hatta bahkan amat yakin, demokrasi yang
dibayangkannya itu akan bisa terwujud karena kesesuaiannya dengan tradisi
masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan dan kekeluargaan.
Sifat demokratis masyarakat asli
Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau kolektivisme.
Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan
sebagainya. Kolektivisme dalam masyarakat asli Indonesia juga berarti
pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini jelas
berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem demokrasi Barat yang
individualistis.
Menurut Hatta, kebersamaan harus
berarti, kepemilikan bersama atas suatu alat produksi (tanah) tidak bisa
dijalankan dengan pembagian, melainkan harus diusahakan secara bersama-sama
pula. Dengan kata lain, usaha individual dengan bantuan orang lain yang
mencirikan kebersamaan masyarakat asli Indonesia masa kini, harus diganti
dengan milik bersama yang diusahakan secara bersama-sama pula. Inilah yang
dimaksud oleh Hatta dengan collectivisme baroe, yang seharusnya mewarnai
kehidupan ekonomi Indonesia merdeka. Pengertian inilah yang kemudian melekat
pada koperasi sebagai wujud kolektivisme baru.
Sejak masa pergerakan Indonesia, Hatta
dalam pidatonya yang berjudul Koperasi Jembatan ke Demokrasi Ekonomi terus
menyerukan koperasi sebagai satu-satunya organisasi ekonomi yang bisa berhasil
meletakkan sendi yang kuat untuk membangun kembali ekonomi yang roboh. Hatta
meyakininya karena koperasi berupaya berjalan dengan semangat self-help dan
oto-activity. Artinya koperasi berusaha menumbuhkan rasa percaya diri dan
tolong menolong antar masyarakat sebagai pemandu kemauan yang kuat. Semangat
itulah yang sudah lama muncul yang sebetulnya membarengi berkembangnya demokrasi
sosial, politik dan ekonomi. Hal ini dapat dengan mudah dikatakan karena
bangunan demokrasi yang sangat kuat sebagian besar dipupuk dengan semangat
koperasi. Demokrasi dapat hidup dan kuat, kalau ada rasa tanggung jawab pada
rakyat. Dasar koperasi adalah menghidupkan rasa tanggung jawab itu, sebab
koperasi selain membela keperluan bersama, membangun dalam jiwa tiap-tiap
anggotanya manusia merdeka, sadar akan harga dirinya.
Hatta melihat, demokrasi Indonesia
dibawah kepemimpinan Soekarno, lebih tepatnya setelah Dwitunggal bubar dan
Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden pada Juli 1959 telah bergeser menjadi
demokrasi yang meniru kediktatoran komunisme di Timur, demokrasi yang menurut
Hatta hanya dijadikan alat oleh negara untuk melanggengkan kekuasaan semata.
Oleh karena itu, Hatta menyebut periode Orde Lama sebagai periode “krisis
demokrasi”. Pada 1966, tepatnya ketika rezim Soekarno mulai berubah menjadi
otoritarian dan Dwitunggal telah pecah, Hatta mulai mengoreksi, bahkan
mengkritik “demokrasi terpimpin” ataupun “demokrasi gotong royong” yang digagas
Soekarno. Hatta mengkritik demokrasi yang diterapkan oleh Soekarno itu dalam
artikelnya yang berjudul Demokrasi Kita yang dimuat dalam majalah Pandji
Masjarakat pada 1966 yang sempat dibredel oleh pemerintah Orde Lama.
Demokrasi
Menurut Soetan Sjahrir.
Seperti halnya Soekarno dan Mohammad
Hatta, Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia, Soetan Sjahrir juga memiliki
konsepsi sendiri tentang demokrasi, namun yang membedannya adalah Sjahrir tidak
mengutuk habis-habisan demokrasi Barat seperti yang dilakukan Soekarno dan
Hatta. Sjahrir lebih membenci fasisme dan ketimbang kapitalisme Barat, oleh
karena itu tak mengherankan bila Sjahrir lebih suka melakukan dialog dengan
pihak Sekutu Barat, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Belanda.
Selain fasisme, Sjahrir pun juga
menyerang komunisme dan sistem demokrasinya sebagai ideologi yang mengkhianati
sosialisme kerena mengabaikan kemanusiaan, seperti Joseph Stalin dan Mao Tse
Tung. Karena serangan Sjahrir ke kaum komunis, maka para penentangnya yang
berasal dari spektrum kiri jauh mengejeknya dengan sebutan “soka” – yang
merujuk pada nama bunga – atau akronim dari sosialis kanan, karena keterpukauan
Sjahrir kepada segala hal yang berbau Barat.
Kebencian Sjahrir pada fasisme dan
komunisme turut mempengaruhi konsepsinya mengenai demokrasi dan pemerintahan di
Indonesia Merdeka. Pemikiran Sjahrir tentang demokrasi dan pemerintahan di
Indonesia tertuang dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita yang terbit pasca
Indonesia Merdeka, dan duet Soekarno-Hatta atau Dwitunggal menjadi pemimpin
Indonesia. Bagi Sjahrir, pemerintahan Indonesia yang baru merdeka, adalah
pemerintahan yang dipimpin oleh kolaborator fasis (dalam hal ini kolaborator
Kekaisaran Jepang), sehingga pemerintahan perlu di “demokratisir”.
“Secepat mungkin seluruh pemerintahan
harus didemokratiseer, sehingga rakyat banyak masuk tersusun di dalam
lingkungan pemerintahan. Ini mudah dikerjakan dengan menghidupkan dan di mana
perlu membangunkan dewan-dewan perwakilan rakyat dari desa hingga ke puncak
pemerintahan."
Sementara seorang aktivis simpatisan
Partai Sosialis Indonesia (PSI), Rahman Tolleng menyebut ideologi Sjahrir
sebagai republikan-sosialis, “karena dia (Sjahrir) menekankan pada partisipasi
rakyat,” kata Tolleng. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi dikemudian
hari Sjahrir mengubah sistem presidensial menjadi parlementer agar partisipasi
itu bisa maksimal.
Dalam pemikirannya, Sjahrir sangat jelas
memiliki banyak perbedaan dengan Soekarno dan Hatta mengenai konsepsi
demokrasi. Bila Soekarno dan Hatta melihat individualisme sebagai hal yang
harus dihindari, maka Sjahrir justru menganggap individualisme menjadi elemen
yang penting dalam negara dan sistem pemerintahan yang demokratis. Menurut Vedi
Hadiz, pengajar ilmu politik di Universitas Nasional Singapura, ideologi
Sjahrir adalah perpaduan antara tradisi sosial-demokrat dengan liberalisme.
Sosial-demokrat Sjahrir, misalnya, terlihat pada perhatian dan gerakannya
menumbuhkan pendidikan rakyat. Sedangkan liberalisme muncul dari sikapnya yang
menjunjung hak dan kebebasan individu.
Sikap politik Sjahrir yang seorang
sosialis tetapi mengakui ide-ide demokrasi Barat dan liberalism tidak hanya
membuat Sjahrir bermusuhan dengan fasisme, tetapi juga dengan kelompok komunis.
Bagi Sjahrir demokrasi dan sosialisme bisa tercapai dengan azas akal, bukan
melalui jalur revolusi terus-menerus – dalam hal ini Sjahir bertolak belakang
dengan Soekarno yang mengatakan “revolusi belum selesai”, tetapi ia sejalan dengan
Hatta yang mengatakan “revolusi telah selesai”.
Konsepsi Sjahrir mengenai demokrasi dan
sosialisme yang bisa dicapai melalui jalur diplomasi bukan revolusi kekerasan
diungkapkan pada Kongres Sosialis Asia II di Bombay (sekarang Mumbai), India
pada 6 November 1956.
Dalam
Kongres itu Sjahrir berkata:
“Kaum sosial kerakyatan di Asia
menyadari bahwa mereka mempunyai kesabaran revolusioner yang sama dengan kaum
komunis, tetapi mereka melihat dengan sangat jelas bahwa kaum komunis telah
menempuh suatu jalan yang salah. Dituntun oleh ajaran-ajaran Lenin dan Stalin
mengenai perjuangan kelas, mereka menghancurkan dalam diri mereka sendiri, jiwa
serta semangat sosialisme, yaitu kemampuan menghargai kemanusiaan dan martabat
manusia.”
Demokrasi Pancasila.
Pengertian, Asas, Ciri-Ciri, Prinsip, dan Fungsi.
Pengertian
Demokrasi Pancasila.
Apa yang dimaksud dengan demokrasi
Pancasila? Secara umum, pengertian demokrasi Pancasila adalah suatu paham
demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi
Pancasila.
Ada juga yang menyebutkan bahwa
demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang sumbernya berasal dari
falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali berdasarkan kepribadian rakyat
Indonesia itu sendiri. Falsafah hidup bangsa Indonesia tersebut kemudian
melahirkan dasar falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945.
Jadi
secara ringkas penjelasan poin-poin penting mengenai sistem demokrasi ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Demokrasi
dilaksanakan berdasarkan kekeluargaan dan musyawarah untuk mufakat untuk
kesejahteraan rakyat.
2. Sistem
organisasi negara dilaksanakan sesuai dengan persetujuan rakyat.
3. Kebebasan
individu dijamin namun tidak bersifat mutlak dan harus disesuaikan dengan
tanggung jawab sosial.
4. Dalam pelaksanaan
demokrasi ini tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas, namun harus dijiwai
oleh semangat kekeluargaan untuk mewujudkan cita-cita hidup bangsa Indonesia.
Pengertian
Demokrasi Pancasila Menurut Para Ahli.
Agar lebih memahami mengenai sistem demokrasi
ini, maka kita dapat merujuk pada pendapat para ahli berikut:
1.
Drs. C.S.T. Kansil, SH.
Menurut Drs. C.S.T. Kansil, SH.,
pengertian demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, yang merupakan sila keempat
dari dasar Negara Pancasila seperti yang tercantum dalam alinea ke 4 Pembukaan
UUD 1945.
2.
Prof. R.M. Sukamto Notonagoro.
Menurut Prof. R.M. Sukamto Notonagoro,
pengertian demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan YME, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Prof. Dardji Darmo Diharjo.
Menurut Prof. Dardji Darmo Diharjo,
pengertian demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari
kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti
dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945.
4.
Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Berdasarkan GBHN tahun 1978 dan tahun
1983, demokrasi Pancasila adalah tujuan dari pembangunan politik di Indonesia
dimana dalam pelaksanaannya diperlukan pemantapan kehidupan konstitusional
kehidupan demokrasi dan tegaknya hukum.
Asas-Asas Demokrasi Pancasila
Ada dua asas yang terkandung di dalam
sistem demokrasi Pancasila. Adapun asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Asas Kerakyatan.
Maksud dari asas ini adalah agar bangsa
Indonesia memiliki kesadaran dasar rasa cinta dan padu dengan rakyat, sehingga
dapat mewujudkan cita-citanya yang satu.
2.
Asas Musyawarah.
Maksud dari asas ini adalah agar bangsa
Indonesia memperhatikan aspirasi dan kehendak seluruh rakyat melalui
permusyawaratan untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam hal ini, musyawarah
menjadi media untuk mempersatukan pendapat dengan memberikan pengorbanan dan
kasih sayang untuk kebahagiaan rakyat Indonesia.
Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
Pada dasarnya sistem demokrasi ini
memiliki kesamaan dengan demokrasi universal, namun terdapat perbedaan di
dalamnya. Adapun ciri-ciri demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan
pemerintahan berjalan sesuai dengan konstitusi.
2. Dilakukan
kegiatan Pemilihan Umum (PEMILU) secara berkesinambungan.
3. Menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan melindungi hak masyarakat minoritas.
4. Proses demokrasi
dapat menjadi ajang kompetisi berbagai ide dan cara menyelesaikan masalah.
5. Ide-ide yang
paling baik bagi Indonesia akan diterima, dan bukan berdasarkan suara
terbanyak.
Prinsip Demokrasi Pancasila.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
sistem demokrasi ini sesuai dengan budaya dan karakter bangsa Indoensia. Adapun
beberapa prinsip sistem demokrasi ini adalah sebagai berikut:
1. Memastikan
adanya perlindungan HAM.
2. Keputusan
diambil berdasarkan musyawarah.
3. Adanya badan
peradilan independen yang bebas dari intervensi pemerintah atau kekuasaan
lainnya.
4. Adanya partai
politik dan organisasi sosial politik sebagai media untuk menyalurkan aspirasi
rakyat.
5. Rakyat merupakan
pemegang kedaulatan dan dilaksanakan berdasarkan UUD 1945.
6. Berperan sebagai
pelaksana dalam PEMILU.
7. Adanya
keseimbangan antara kewajiban dan hak.
8. Kebebasan
individu harus bertanggungjawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, masyarakat, dan negara.
9. Menjunjung tinggi
tujuan dan cita-cita nasional.
10. Penyelenggaraan
pemerintah berdasarkan hukum, sistem konstitusi, dimana kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat.
Fungsi Demokrasi Pancasila.
Tujuan utama dari sistem demokrasi ini
adalah untuk menjamin hak-hak rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan negara.
Berikut ini adalah beberapa fungsi demokrasi Pancasila secara umum :
1.
Memastikan
keterlibatan rakyat dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Misalnya ikut
memilih dalam PEMILU, ikut serta dalam pembangunan, menjadi anggota Badan
Perwakilan.
2.
Memastikan
berdirinya dan berjalannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Memastikan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan sistem
konstitusional.
4.
Memastikan
tegaknya hukum yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
5.
Memastikan
terjadinya hubungan yang serasi dan seimbang antar lembaga negara.
6.
Memastikan
penyelenggaraan pemerintahan yang bertanggungjawab.
Itulah penjelasan ringkas mengenai
pengertian demokrasi Pancasila, asas-asas, ciri-ciri, pringsip, dan fungsinya
secara umum. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan.
Pengertian Demokrasi Terpimpin.
Pengertian Demokrasi Terpimpin adalah
suatu sistem pemerintahan dimana segala kebijakan atau keputusan yang diambil
dan dijalankan berpusat kepada satu orang, yaitu pemimpin pemerintahan.
Sistem pemerintahan ini dikenal juga
dengan istilah ‘terkelola’ yaitu suatu pemerintahan demokrasi dengan
peningkatan otokrasi. Dengan kata lain, negara yang menganut sistem demokrasi
terpimpin adalah dibawah pemerintahan penguasa tunggal.
Pada pelaksanaan sistem pemerintahan
ini, warga negara atau rakyat tidak memiliki peran yang signifikan terhadap
segala kebijakan yang diambil dan dijalankan oleh pemerintah melalui
efektivitas teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Adapun
tujuan dari sistem demokrasi terpimpin adalah :
1. Untuk mengganti
demokrasi liberal yang dianggap tidak stabil untuk negara Indonesia.
2. Untuk
meningkatkan kekuasaan presiden pada masa itu yang awalnya hanya sebatas
sebagai kepala negara menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin.
1.
Kekuasaan Presiden.
Pada sistem demokrasi terpimpin,
presiden berperan sebagai penguasa tertinggi di dalam suatu negara. Di
Indonesia sistem pemerintahan ini diberlakukan pada 5 Juli 1959, dimana negara
Indonesia berada di bawah pemerintahan Presiden Soekarno kala itu.
Dengan berlakukan sistem demokrasi
terpimpin, presiden Soekarno pada masa itu dapat mengubah berbagai peran dari
wakil rakyat yang dianggap tidak sejalan dengan kehendaknya, khususnya di
bidang politik.
2.
Peran Partai Politik Terbatas.
Pada masa berlakunya sistem demokrasi
terpimpin, peran partai politik menjadi sangat terbatas. Keberadaan partai
politik seolah-olah hanya untuk menjadi pendukung berbagai kebijakan presiden
Soekarno.
3.
Peran Militer Semakin Besar.
Pada masa demokrasi terpimpin, peran
militer di Indonesia sangat kuat. Masa itu militer memiliki dua fungsi
(dwifungsi), yaitu sebagai garda pertahanan negara dan juga berperan pada
pemerintahan. Kuatnya peran militer pada pemerintahan ternyata mengakibatkan
kekacauan politik di Indonesia.
4.
Paham Komunisme Berkembang.
Pada masa itu, hubungan antara Presiden
Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin baik. Dukungan PKI
terhadap Presiden Soekarno dimanfaatkan dengan baik sehingga paham komunisme
berkembang pesat pada masa itu.
5.
Anti Kebebasan Pers.
Pers yang memiliki peran sebagai
penyambung suara rakyat pada sistem politik dibatasi oleh pemerintah. Kebijakan
pemerintah terhadap pers tersebut membuat sebagian besar media menutup diri dan
tidak berani mengedarkan berita karena adanya ancaman dicekal.
6.
Sentralisasi Pemerintah Pusat.
Sistem demokrasi terpimpin menimbulkan
ketidakadilan, salah satunya adalah pemerintahan yang dikuasai sepenuhnya oleh
pemerintah pusat. Peran partai politik semakin tidak jelas dalam pemerintahan
sehingga menimbulkan kekacauan.
7.
Terjadi Pelanggaran HAM.
Kebebasan pers yang terkekang,
sentralisasi pemerintah pusat, dan peran militer yang sangat besar berdampak
pada meningkatnya tindakan semena-mena terhadap masyarakat. Pelanggaran HAM
(baca: Pengertian HAM) sering dilakukan oleh pemerintah jika menemukan
masyarakat yang menentang kebijakan pemerintah.
Dampak Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi terpimpin berlaku sebagai
sistem pemerintahan Indonesia sejak presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada
5 Juli 1959. Inilah awal berlakunya sistem pemerintahan demokrasi terpimpin
atau dikenal dengan rezim orde lama.
Adapun beberapa dampak dari sistem
pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
1.
Dampak Positif.
Negara terhindar dari perpecahan dan
krisis yang tak berkesudahan.
Mengembalikan UUD 1945 sebagai pedoman
dalam menjalankan pemerintahan.
Menjadi awal dibentuknya Lembaga Tinggi
Negara, yaitu MPRS dan DPAS.
2.
Dampak Negatif.
Presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara
lainnya memiliki kekuasaan yang besar sehingga timbul potensi penyalahgunaan.
Memberlakukan Dwifungsi Militer sehingga
Militer dapat ikut berpolitik.
Sistem pemerintahan ini juga memberikan
dampak besar bagi situasi politik di Indonesia kala itu. Adanya kepemimpinan
kaum borjouis dan PKI membuat banyak masyarakat melakukan penolakan.
Ditambah lagi maraknya korupsi di
kalangan birokrat dan militer mengakibatkan pendapatan Indonesia dari ekspor
mengalami penurunan drastis. Tidak hanya itu, inflasi yang cukup parah juga
terjadi sebagai akibat tidak stabilnya kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu.
Latar Belakang Demokrasi Terpimpin.
Berawal dari deklarasi wakil presiden
Dr. H. Mohammad Hatta kala itu, dimana ia menganjurkan pentingnya untuk
membentuk partai-partai. Hal tersebut mendapat dukungan dari masyarakat
Indonesia yang akhirnya terbentuklah 40 partai politik pada masa itu.
Namun, ternyata keberadaan partai-partai
politik tersebut tidak memperbaiki sistem demokrasi Indonesia. Adanya partai
politik justru mengakibatkan perpecahan di pemerintahan sehingga
kabinet-kabinet tidak bisa bertahan hingga 2 tahun.
Melihat hal tersebut, Presiden Soekarno
kemudian mencetuskan sistem demokrasi terpimpin dengan alasan berikut :
1.
Melihat
dari segi keamanan nasional, demokrasi liberal justru menimbulkan banyak
gerakan separatis yang membuat negara tidak stabil.
2.
Melihat
dari segi ekonomi, pergantian kabinet yang sering terjadi mengakibatkan
berbagai program ekonomi yang telah dirancang sebelumnya tidak dapat berjalan
dengan baik.
3.
Melihat
dari segi politik, gagalnya konstituante dalam merumuskan UUD baru untuk
menggantikan UUD sementara 1950.
Macam-Macam Demokrasi.
Ada beberapa jenis demokrasi yang
diterapkan di berbagai negara di dunia, namun macam-macam demokrasi tersebut
dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. Ada tiga faktor yang membedakan
jenis demokrasi yaitu berdasarkan penyaluran kehendak rakyat, berdasarkan
hubungan antar kelengkapan negara, dan berdasarkan prinsip ideologi suatu
negara.
1.
Demokrasi Berdasarkan Penyaluran Kehendak Rakyat.
Secara umum, demokrasi berdasarkan
penyaluran kehendak rakyat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Demokrasi langsung (direct democracy),
pada sistem demokrasi ini setiap warga negara terlibat langsung dan aktif dalam
pengambilan keputusan pemerintahan.
Demokrasi tidak langsung/ perwakilan
(indirect democracy), meskipun kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, pada
sistem demokrasi ini kekuasaan politik warga negara dilaksanakan secara tidak
langsung yaitu melalui perwakilan rakyat.
2.
Demokrasi Berdasarkan Hubungan antar Kelengkapan Negara.
Sistem demokrasi berdasarkan hubungan
antar kelengkapan negara dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1.
Demokrasi
Perwakilan dengan Sistem Referendum, yaitu sistem demokrasi dimana semua warga
negara dilibatkan dalam memilih para wakil mereka di parlemen. Tetapi rakyat
memiliki kendali terhadap parlemen tersebut melalui sistem referendum. Sistem
referndum adalah pemungutan suara yang dilakukan untuk mengetahui kehendak
rakyat secara langsung dan menyeluruh.
2.
Demokrasi
Perwakilan dengan Sistem Parlementer, yaitu sistem demokrasi dimana pemerintah
(badan eksekutif) memiliki hubungan erat dengan badan perwakilan rakyat (badan
legislatif). Pemerintah menjalankan program yang telah disetujui oleh badan
perwakilan rakyat.
3.
Demokrasi
Perwakilan dengan Sistem Pemisahan Kekuasaan, yaitu sistem demokrasi dimana
kedudukan antara badan eksekutif dan badan legislatif berada pada tempat yang
terpisah. Artinya, keduanya tidak berkaitan secara langsung seperti halnya pada
sistem demokrasi parlementer.
4.
Demokrasi
Perwakilan dengan Sistem Refrendum dan Inisiatif Rakyat, yaitu sistem demokrasi
yang menggabungkan sistem demokrasi perwakilan dengan sistem demokrasi secara langsung.
Pada sistem demokrasi ini masih terdapat badan perwakilan namun dikendalikan
oleh rakyat melelui referendum dimana sifatnya obligator dan fakultatif.
3.
Macam-Macam Demokrasi Berdasarkan Prinsip Ideologi.
Sistem demokrasi berdasarkan prinsip ideologi
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Demokrasi
Liberal, yaitu sistem demokrasi yang menjunjung tinggi hak individu setiap
warga negara dan memberikan kebebasan setiap orang dalam menyampaikan
pendapatnya. Sistem demokrasi liberal disebut juga dengan demokrasi
konstitusional dimana pemerintah wajib melindungi hak-hak individu warganya
sesuai yang tercantum dalam konstitusi.
2.
Demokrasi
Rakyat, yaitu sistem demokrasi yang dijalankan berdasarkan paham sosialis atau
komunisme, dimana kepentingan negara dan kepentingan umum adalah yang
terpenting di atas kepentingan individu.
3.
Demokrasi
Pancasila, yaitu sistem demokrasi yang dijalankan berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Sistem demokrasi Pancasila berasaskan musyawarah
mufakat yang mengutamakan kepentingan umum.
Pengertian Ideologi.
Pengertian Ideologi adalah kumpulan
ide-ide dasar, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang sifatnya sistematis
sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan nasional suatu
bangsa dan negara.
Ada yang menganggap pengertian ideologi
adalah visi yang komprehensif, sebagai cara pandang terhadap semua hal secara
umum dan beberapa arah filosofi yang diajukan oleh kelas dominan pada seluruh
anggota masyarakat.
Istilah ideologi sangat erat hubungannya
dengan berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya :
1.
Politik
(Hukum, Pertahanan dan Keamanan).
2.
Sosial.
3.
Kebudayaan.
4.
Agama.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan
oleh Destutt de Tracy, seorang filsuf asal Perancis. Secara etimologis kata “Ideologi”
berasal dari bahasa Perancis, yaitu :
Idéo yang artinya ide, cita-cita,
melihat, memandang.
Logie yang artinya logika atau rasio.
Sehingga arti ideologi dapat juga
didefinisikan sebagai seperangkat ide yang membentuk keyakinan dan paham untuk
mewujudkan cita-cita manusia.
Pengertian
Ideologi Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa arti ideologi,
maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli. Berikut ini adalah
pengertian ideologi menurut para ahli:
1.
Francis Bacon.
Menurut Francis Bacon, pengertian
ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
2.
Alfian.
Menurut Alfian, pengertian ideologi
adalah sebuah pandangan ataupun sistem nilai yang menyeluruh dan juga mendalam
mengenai bagaimana cara yang sebaiknya, yakni secara moral dianggap benar dan
juga adil, mengatur tingkah laku bersama dalam beragam segi dan bidang
kehidupan.
3.
Gunawan Setiardjo.
Menurut Gunawan Setiardjo, arti ideologi
adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah ‘aqliyyah (akidah yang sampai
melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
4.
C. C. Rodee.
Menurut C. C. Rodee, pengertian ideologi
adalah sekumpulan ide yang secara logis berkaitan dan mengindentifikasikan
nilai-nilai yang memberi keabsahan bagi institusi dan juga pelakunya.
5.
Ali Syariati.
Menurut Ali Syariati, pengertian
ideologi adalah suatu keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh
suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa atau ras tertentu.
6.
Drs. Moerdiono.
Menurut Drs. Moerdiono, ideologi adalah
a system of ideas yang akan mensistematisasikan seluruh pemikiran mengenai
kehidupan ini dan melengkapinya dengan sarana serta kebijakan dan strategi
dengan tujuan menyesuaikan keadaan nyata dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam filsafat yang menjadi induknya.
Jenis-Jenis Ideologi
Sebenarnya ada banyak sekali ideologi di
dunia ini, namun ada beberapa jenis ideologi yang cukup populer.
Berikut ini adalah beberapa jenis
ideologi tersebut :
1.
Ideologi Kapitalisme.
Gagasan utama dalam kapitalisme adalah
kebebasan individu untuk melakukan akumulasi kapital individual. Dalam ideologi
ini, negara tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam upaya memperkaya diri
yang dilakukan oleh seseorang.
2.
Ideologi Liberalisme.
Gagasan utama dalam liberalisme adalah
kebebasan individu dan menjunjung tinggi kesetaraan di dalam masyarakat suatu
negara. Hak-hak dasar setiap orang harus dilindungi oleh negara.
3.
Ideologi Marxisme.
Ideologi Marxisme merupakan hasil
pemikiran Karl Marx. Karl Marx menyusun suatu teori besar yang berkaitan dengan
sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik.
4.
Ideologi Sosialisme.
Gagasan utama dari ideologi ini adalah
kesetaraan sosial dimana pemerintah memiliki peran dominan atas individu. Dalam
ideologi sosialisme, tidak ada pengakuan atas hak milik pribadi.
5.
Ideologi Nasionalisme.
Gagasan utama dari paham Nasionalisme
adalah kesadaran dan semangat cinta tanah air dan bangsa yang ditunjukkan
melalui sikap individu dan masyarakat.
6.
Ideologi Feminisme.
Gagasan utama feminisme adalah
perjuangan kesetaraan hak dan tanggungjawab bagi perempuan dalam politik,
ekonomi, budaya, ruang pribadi dan ruang publik.
Fungsi Ideologi Secara Umum
Suatu ideologi dapat dipelajari,
diformulasikan, hingga dimasukkan dalam tataran abstrak di dalam pikiran dan
jiwa manusia. Ideologi akan menjadi landasan berpikir dan cara pandang manusia
dalam menafsirkan dan memahami dunia.
Secara umum, berikut ini adalah beberapa
fungsi ideologi:
1.
Menjadi
pemandu tindakan sosial individu di masyarakat.
2.
Menjadi
sumber inspirasi norma dan nilai sosial.
3.
Menjadi
panduan bagi individu dalam menemukan identitas dirinya.
4.
Memberikan
motivasi bagi individu dalam menggapai tujuan hidupnya.
5.
Suatu
ideologi dapat menentukan tindakan konkrit individu dalam kehidupan sosialnya.
Secara ekstrim, seseorang bahkan mau rela berkorban nyawa demi mempertahankan
ideologi yang diyakininya.
Pengertian Chauvinisme
Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa arti
Chauvisnisme, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli. Berikut ini
adalah definisi Chauvisnisme menurut para ahli:
1.
Inoviana (2014).
Menurut Inoviana, pengertian chauvinisme
adalah suatu paham yang mengajarkan kesetiaan ekstrim terhadap suatu pihak
tanpa mau mempertimbangan pandangan alternative dari pihak lain.
2.
Mirandalaurensi (2014).
Menurut Mirandalaurensi arti chauvinisme
adalah suatu bentuk tindakan yang mengagung-agungkan negaranya akan tetapi
menganggap remeh negara lain. Ciri khas chauvinisme ialah suka menghina negara
lainnya.
3.
St-Times (2013).
Menurut St-Times, pengertian chauvinisme
adalah rasa cinta terhadap tanah air secara berlebihan dengan
mengagung-angungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain.
4.
Wikidpedia.
Menurut wikipedia pengertian chauvinisme
adalah suatu paham yang mengajarkan mengenai cinta terhadap tanah air secara
berlebihan.
Dampak
Chauvisnisme Bagi Suatu Negara.
Seperti yang disebutkan pada pengertian
Chauvinisme di atas, paham ini seperti pedang bermata dua. Walaupun mengajarkan
kesetiaan pada negara, namun pada praktiknya perwujudan rasa cinta negara
tersebut berlebihan dan justru mengakibatkan perpecahan.
1.
Dampak Negatif Chavisnisme.
Di bawah ini adalah beberapa dampak
buruk dari paham Chauvinisme :
1.
Menyebabkan
timbulnya perpecahan, pertikaian, bahkan peperangan antar bangsa dan negara.
2.
Dapat
merusak perdamaian dunia yang sudah terjalin dengan baik.
3.
Menyebabkan
timbulnya gangguan terhadap pembangunan karena menutup diri dengan negara lain.
4.
Mengakibatkan
penganutnya menjadi orang yang tertutup dan sulit bersosialisasi dengan orang
lain.
5.
Pada
umumnya penganut Chauvinisme melupakan keberadaan Tuhan sang pencipta alam
semesta.
6.
Chauvisnisme
cenderung membuat seseorang selalu beranggapan negatif terhadap bangsa lain
dalam berbagai hal.
2.
Dampak Positif Chauvisnime.
Walaupun cenderung berdampak negatif
pada hubungan internasional dengan negara-negara lain, tapi ternyata
Chauvisnisme punya dampat positif juga, yaitu :
Ø
Dapat
mempersatukan masyarakat di suatu negara menjadi satu kesatuan yang tunduk
kepada pemerintahnya.
Contoh
Chauvisnime.
Beberapa negara di dunia pernah
menerapkan paham Chauvisnisme sehingga menimbulkan peperangan dengan negara
lain. Berikut ini adalah negara yang pernah menerapkan paham Chauvisnisme:
1.
Jerman.
Negara Jerman merupakan salah satu yang
pernah menerapkan paham Chauvinisme. Kala itu Jerman dipimpin oleh Adolf
Hitler, seorang diktator yang menganggap bahwa Jerman adalah negara terbaik di
dunia.
Adolf Hitler memusuhi kaum Yahudi,
anak-anak cacat, orang kembar. Hitler juga mengatakan bahwa orang Jerman (ras
Nordik/ Arya) merupakan ras utama atau ras unggul.
2.
Jepang.
Negeri Sakura ini pernah dipimpin oleh
seorang penganut Chauvinisme yang menganggap Jepang adalah negara terbaik di
dunia. Dalam sejarah dunia, Jepang pernah menjadi salah satu negara penjajah
karena menganggap remeh pada negara-negara lain.
3.
Italia.
Ternyata Italia pernah juga menjadi
negara penganut paham Chauvinisme. Kala itu Italia dipimpin oleh Benito
Mussolini, seorang diktator fasis yang menganggap negara lain adalah negara
peniru dan tidak kreatif.