Gaya berpikir personalisasi
by, Try Noegroho
Konsep awalnya, personalisasi adalah
gaya berpikir dimana seseorang menyalahkan diri sendiri atas suatu kegagalan
atau kejadian yang tidak menyenangkan, meskipun orang tersebut tidak sepenuhnya
bertanggung jawab. Misalnya ketika seseorang membakar roti dan terlalu gosong,
maka orang tersebut menyalahkan dirinya sendiri, walau mungkin hal tersebut
terjadi karena toaster (mesin pembakar roti) yang rusak. Personalisasi banyak
dijumpai pada penderita dengan kecenderungan mengalami depresi
Konsep personalisasi juga mulai
dikembangkan dengan menerapkan pada seseorang yang cenderung menyalahkan
seseorang (diri sendiri atau orang lain), bukan pada alat atau mesin sebagai
penyebab kegagalan atau kejadian yang tidak diinginkan.
Misalkan :
Pak Umar, Kepala Divisi Pemasaran Wilayah
Jawa Bali, merasa bersalah ketika tiba
tiba lampu mati pada waktu Direktur Pemasaran memberikan pengarahan kepada
tenaga pemasaran di kantornya. Meskipun kantor tersebut tidak menyediakan
generator cadangan, tetap saja Pak Umar merasa bersalah. Model atau gaya
berpikir personalisasi membuat Pak Umar tidak dapat mengambil pelajaran secara
benar dari kejadian tersebut dan mengambil langkah langkah yang diperlukan
sehingga kejadian yang sama tidak perlu terulang lagi dimasa depan.
Gaya berpikir generalisasi berlebihan.
Bila seseorang merasakan suatu emosi
yang tidak menyenangkan (misalnya: sedih atau marah), hal tersebut biasanya
didahului oleh munculnya pikiran dan pernyataan diri yang tidak membantu
(unhelpful self-thought). Sering, pikiran pikiran yang tidak membantu tersebut
mempunyai pola tertentu. Pola tertentu tersebut dikenal sebagai gaya berpikir
yang tidak membantu (unhelpful thinking style).
Gaya berpikir yang tidak membantu
tersebut biasanya muncul secara otomatis sebagai suatu kebiasaan. Hal tersebut
terjadi tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Bila seseorang secara terus
menerus dan sering menerapkan suatu gaya berpikir yang tidak membantu, maka
orang tersebut sering kurang berhasil dalam hidupnya, atau bahkan mengalami
gangguan emosional.
Pada tahun 1960an Prof Aaron Beck telah
mengidentifikasi adanya 10 gaya berpikir tidak membantu yang sering ditemuinya
pada pasien yang menderita depresi. Kesepuluh gaya berpikir tersebut kemudian
diteliti dan diuraikan lebih lanjut oleh Dr David D. Burn. Salah satu gaya
berpikir yang tidak membantu adalah berpikir overgeneralization, yaitu membuat
generalisasi berlebihan.
Elemen kunci dari gaya berpikir ini
adalah mengambil suatu contoh kejadian di masa lalu atau masa sekarang dan
memberlakukan hal tersebut untuk semua keadaan di saat sekarang maupun yang
akan datang.
Misalkan :
Bila seseorang mengatakan “ kamu
selalu….”, atau “ semua orang …….”, atau “ Saya tidak pernah……”, “saya selalu
mengalami nasib sial…”, itu menandakan bahwa kemungkinan besar orang tersebut sedang
menerapkan overgeneralization. Ketika mengatakan hal tersebut, mereka hanya
menyandarkan ucapannya pada satu atau beberapa kejadian saja.
Gaya berpikir overgeneralization
Gaya berpikir overgeneralization,
membuat kesimpulan luas dan umum hanya berdasar beberapa fakta atau kejadian,
membuat seseorang merasa mendapat beban yang berlebihan yang berada diluar
kendalinya atau tidak mampu ditanggungnya. Perasaan tidak berdaya sering muncul
akibat pikiran yang muncul dari gaya berpikir overgeneralization.
Dalam kaitannya dengan hubungan antar
manusia, gaya berpikir overgeneralization juga sering diterapkan. Bila
seseorang berkata “kamu tidak pernah bersikap ramah kepadaku”, atau “setiap aku
pulang kerumah, keadaan ruang tamu selalu berantakan”, atau “saya selalu
membuang sampah pada tempatnya”, itu merupakan tanda bahwa yang bersangkutan
menerapkan gaya berpikir overgeneralization. Kata kata yang sering dipakai
untuk menunjukkan overgeneralization antara lain: selalu, tidak pernah, semua
orang, semuanya, setiap kali.
Gaya berpikir hitam putih.
Gaya berpikir hitam putih berarti hanya
ada hitam atau putih (tidak ada abu abu), benar atau salah (tidak ada hampir
benar atau agak benar atau salah sedikit). Bila seorang murid tidak mendapat
nilai A, berarti dia gagal. Dalam olah raga, bila tidak menjadi juara berarti
gagal, padahal sebelum gagal dia sudah mengalahkan banyak lawan
Gaya berpikir ini disebut sebagai gaya
berpikir hitam putih sebab cenderung melihat segala sesuatu sebagai ya atau
tidak, benar atau salah dan tidak ada nilai ditengahnya.
Misalkan :
Ibu Supinem selama ini termasuk seorang
pegawai yang rajin, pandai dan loyal. Tiba tiba dia ingin mengundurkan diri
karena beberapa hari sebelumnya dia dimarahi atasan akibat kesalahan kecil yang
diperbuatnya. Bu Endang merasa dirinya telah gagal. Bagi bu Endang, yang biasa
memandang segala sesuatunya secara hitam putih, dimarahi atasan, walau hanya
sekali dan hanya karena kesalahan kecil, adalah suatu pertanda bahwa dirinya
telah gagal. Bu Endang tidak mau menyadari bahwa sebelumnya dia sering mendapat
pujian dari atasan karena kinerjanya yang baik.
Gaya berpikir memberi cap atau label.
Dalam gaya berpikir memberi cap atau
label, maka seseorang memberi cap atau label terhadap dirinya atau orang lain
berupa pernyataan yang umum berdasarkan pada perilaku atau kejadian spesisifk
dalam situasi tertentu. Cap atau label tersebut tetap saja diberikan, meskipun
banyak data atau bukti bahwa pernyataan atau cap tersebut tidak sesuai.
Misalkan :
Bila seseorang lupa membayar pulsa
listrik, kemudian berkata “saya memang pelupa”, atau seseorang lupa memberi
selamat ulang tahun kepada temannya, kemudian dikatakan “dia tidak perhatian
kepada orang lain” itu suatu bentuk gaya berpikir labelling atau memberi cap.
Dengan memberi label atau cap pada seseorang, maka sisi lain dari orang
tersebut sering terabaikan atau terlupakan. Seseorang yang dicap pelupa, bodoh,
tidak perhatian, bukan berarti dia selalu lupa, selau bodoh atau tidak dapat
mengerti, atau tidak pernah memberi perhatian kepada temannya sama sekali.
Kenyataan bahwa seorang anak membuat
kesalahan dengan menjatuhkan gelas dari meja, dan dicap sebagai anak “tidak
hati hati”, tidak berarti bahwa dia benar benar tidak berhati-hati karena
setiap hari si anak dapat berangkat dan pulang ke sekolah sendirian tanpa
tertabrak kendaraan di jalan raya
Misalkan :
Di kantor tempat Pak Sabar bekerja,
setiap orang sudah mempunyai julukan atau label tersendiri. Ada beberapa orang
yang mendapat label “kartu mati” karena selama ini tidak mempunyai kontribusi
terhadap perusahaan, ada yang mendapat julukan “bintang” karena ide idenya yang
brillian sehingga menyebabkan perusahaan mendapat untung yang besar. Pada suatu
rapat, Pak Sabar Tenan yang termasuk sebagai pegawai yang diberi julukan “kartu
mati”, mengusulkan sebuah ide yang bagus yang bila diterapkan akan
menguntungkan perusahaan. Ide tersebut ditolak karena muncul dari seorang
“kartu mati”.
Gaya berpikir harus atau musti.
Gaya berpikir harus atau musti adalah
gaya berpikir dimana banyak kewajiban, keharusan atau larangan yang harus
diikuti, termasuk untuk hal hal yang kecil atau tidak penting.
Dalam kehidupan sehari hari kita sering
mendengar kata kata “Aku harus” atau “kamu musti”, atau “itu harus”, “ itu
tidak boleh, jangan”. Kata kata itu baik dan boleh boleh saja. Hanya menjadi
“tidak membantu” atau bahkan merugikan bila kata kata itu diterapkan untuk
memenuhi permintaan atau larangan yang tidak penting atau tidak prinsip.
Misalkan :
Dalam kehidupan sehari-hari kadang
terdengar kata kata: “saya tidak boleh membuat kesalahan”, atau “saya harus
selalu menyenangkan istri”, “saya tidak boleh memarahi anak”.
Kalimat tersebut sering menyebabkan
seseorang menjadi merasa bersalah karena ketentuan atau pernyataan tersebut
sangat sulit dipenuhi.
Kadang kita juga memakai kata kata atau
kalimat sejenis itu ketika membicarakan orang lain. Misalnya: “seharusnya semua
orang salih mengasihi”, “seharusnya semua orang tahu tentang hal itu”, “ orang
seharusnya tidak boleh marah kepada orang lain”. Bila kata kata atau kalimat
tersebut sering diucapkan, maka akan mudah membuat seseorang menjadi frustasi
atau tidak puas dengan keadaan.
Misalkan :
Pak Bambang punya prinsip bahwa pemimpin
yang baik harus dapat memotivasi anak buahnya, bukan memarahi. Dengan prinsip
tersebut, dia berhasil membuat sebuah kantor cabang meningkat penjualannya. Pak
Bambang kemudian dipromosi ke kantor cabang yang lebih besar. Di kantor cabang
yang lebih besar, ternyata karakter anak buahnya sangat berbeda. Mereka tidak
cukup hanya dengan diberi motivasi, mereka juga perlu dimarahi. Akibatnya, Pak
Bambang menjadi frustasi
Gaya berpikir mental filtering.
Gaya berpikir mental filter adalah gaya
berpikir dimana seseorang menyaring sebagian informasi dan mengabaikan bagian
informasi yang lain. Pada seseorang dengan kecenderungan depresi, maka yang
bersangkutan cenderung memasukkan informasi negative tentang dirinya dan
mengabaikan informasi positif. Dilain pihak, seseorang dengan sikap kebesaran,
maka informasi yang positif yang diterima, sedangkan informasi yang negative
diabaikan.
Pada kehidupan sehari-hari sebagian
orang cenderung menyaring informasi yang mendukung idenya dan mengabaikan
informasi yang berlawanan dengan idenya. Dengan banyaknya informasi sehingga
orang harus memilah-milah informasi, maka mental filtering sering terjadi.
Misalkan :
Pak Teguh sering mempunyai ide awal yang
bagus. Ide awal tersebut, agar dapat diterapkan, masih memerlukan penjabaran lebih
lanjut sehingga menjadi sebuah rencana detil yang operasional. Biasanya dalam
proses tersebut diperlukan beberapa penyesuaian. Sayangnya, Pak Teguh sering
menyaring data dan informasi yang masuk kepadanya. Dia selalu mengabaikan data
dan informasi yang tidak mendukung ide awalnya tersebut. Akhirnya, ide awal
yang bagus tersebut sering mentah ditengah jalan.