ALAT BUKTI
Alat bukti surat dikategorikan sebagai alat bukti tertulis, surat dibagi menjadi dua macam : akta dan surat-surat lain yang bukan akta. Akta dibedakan menjadi : akta otentik dan akta dibawah tangan. Fungsi akta secara formil (formalitas causa) merupakan pengakuan yuridis atas perbuatan hukum serta sebagai alat bukti (probationis causa) adalah untuk pembuktian di kemudian hari dan sebagai alat bukti. Kekuatan pembuktian akta meliputi : kekuatan pembuktian lahir yakni kekuatan pembuktian yang didasarkan pada bentuk fisik/lahiriah sebuah maka memiliki kekuatan sebagai akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya, bagi yang menyangkal harus dapat membuktikan sebaliknya. Kekuatan pembuktian formil menyangkut benar tidaknya pernyataan oleh orang yang bertanda tangan di dalam akta tersebut, kekuatan pembuktian formil ini memberi kepastian tentang peristiwa mengenai pejabat dan para pihak benar menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam sebuah akta. Kekuatan pembuktian materiil memberikan kepastian tentang peristiwa mengenai pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta sehingga memberikan kepastian tentang materi suatu akta.
Didalam pasal 184 KUHAP yang berisi tentang macam-macam alat bukti yang sah, yaitu: keterangan saksi keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan terdakwa . sidik jari dari pelaku suatu tindak pidana tidak secara langsung dapat dikualifisir sebagai salah satu alat bukti dalam suatu perkara pidana, melainkan harus dikonversi dalam jenis-jenis alat bukti tertentu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP tersebut. sidik jari atau fingerprintdidefinisikan sebagai hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja
diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau kaki. Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang sidik jadi adalah Daktiloskopi.
Dalam hal ini, wujud konkret dari keterangan atas suatu sidik jari dalam suatu perkara pidana dapat berbentuk surat keterangan yang dibuat oleh seorang ahli (Pasal 187 huruf c KUHAP) yang dapat dikualifisir sebagai alat bukti surat.Selain itu apabila diperlukan, baik dalam proses penyidikan di kepolisian maupun proses pemeriksaan perkara di pengadilan, seorang ahli Daktiloskopi dapat dipanggil guna didengar keterangannya untuk menjelaskan mengenai keterkaitan adanya sidik jari seseorang dalam suatu peristiwa pidana (Pasal 186 KUHAP Pasal 1 ayat
24 KUHAP). apakah suatu sidik jari dapat mengikat atau mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan, maka perlu kembali memperhatikan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Pasal 183 KUHAP diatas telah menjadi dasar hukum dari ketentuan minimal pembuktian yaitu terdapat sekurang-kurangnya 2 (dua)
alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim bahwa terdakwa benar-benar bersalah.
Dari urut-urutan penyebutan alat bukti dapat disimpulkan bahwa pembuktian dalam perkara pidana lebih dititik beratkan kepada keterangan saksi, namun saksi berkemungkinan besar untuk memberikan keterangan palsu dan keterangan ahli sendiri merupakan hal yang baru dalam perkara
pidana Indonesia. Hal ini merupakan pengakuan bahwa dengan adanya kemajuan teknologi seorang hakim tidak bisa mengetahui segala hal, oleh karena itu dibutuhkan bantuan seorang ahli untuk mengungkap suatu pembuktian. Sidik jari tidak tercantum langsung sebagai alat bukti dalam tindak pidana pembunuhan. Akan tetapi, jika melihat pasal 184 KUHAP tentang alat bukti, sidik jari bisa dikategorikan sebagai alat bukti keterangan ahli, mengingat sidik jari merupakan bukti materiil yang amat penting bagi manusia. Sidik jari setiap manusia di dunia ini satu sama lain, sehingga hal tersebut bisa membantu mengungkapkan suatu kasus tindak pidana pembunuhan, mengingat betapa akuratnya mengidentifikasikan seseorang lewat sidik jari.
Pemeriksaan perbandingan sidik jari dimaksudkan untuk menentukan atau mengetahui apakah sidik jari latent yang terdapat pada korban dan ditempat kejadian perkara benar-benar sidik jari milik tersangka. Perlu dijelaskan bahwa pemeriksaan perbandingan sidik jari, didasarkan atas dalil-dalil dalam ilmu pengetahuan Daktiloskopi yang menyatakan bahwa:
a. Gurat-gurat pupil pada tiap-tiap jari seseorang merupakan suatu bentuk dan coraknya satu dengan yang lain berbeda.
b. Bentuk dan corak suatu sidik jari tidak akan berubah semenjak manusia lahir sampai meninggal dunia.
Ketentuan yang terdapat pada butir a dan b di atas, merupakan suatu dalil dalam ilmu pengetahuan Daktiloskopi yang telah teruji dan tidak dapat disangkal lagi kebenaranya yang antara lain dinyatakan para
ahli daktiloskopi.
Hukum Peradilan Pidana di Indonesia ditentukan Pasal 184 ayat (1) KUHAP keterangannya saksi-saksi dan alat bukti yang di muka persidangan yaitu :
1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Surat Petunjuk 4. Keterangan dakwa Surat Pemalsuan terdiri atas : 1. Secara Materiil, apa bila yg dituangkan dlm surat tidak sesuai Fakta sebenarnya.
2. Secara formil, apabila dituangkan sudah benar tapi ditemukan memalsukan tanda tangan.
Berdasarkan pasal 1866 KUH Perdata/pasal 164 HIR, alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari BUKTI TULISAN, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Alat bukti tulisan/tertulis/surat, ditempatkan dalam urutan pertama.
Pembuktian dalam Perkara Perdata adalah upaya untuk memperoleh kebenaran formil (formeel waarheid). Kebenaran formil didasarkan pada formalitas-formalitas hukum, sehingga AKTA OTENTIK memiliki kekuatan pembuktian yang SEMPURNA dan mengikat.
SEMPURNA disini dimaksud Akta bersifat Doktrinal & lahirnya memenuhi syarat :
1. Normatif (Pasal 1868 KUH Perdata bahwa Akta itu dibuat berdasar perundangan, oleh pejabat yg berwenang dan kepastian tempat akta itu dibuat)
2. Lahirnya memenuhi syarat formal dan materiil
3. Bermakna kejujuran, bertanggung jawab, mandiri (mengandung nilai2 KeTuhanan)
4. Menjamin hak bagi yang membuat akta, ahli waris dan pihak ke 3.
Diperlukan berpikir radical (mengakar) demi terjaminya kesempurnaan dimaksud.
Sehingga berdampak pada Peradilan Perdata, dimana bukti sempurna (akta otentik) berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara, selain berdasarkan alat bukti otentik dimaksud. Sedangkan mengikat berarti hakim terikat dengan alat bukti otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Syarat formil alat bukti saksi antara lain :
Saksi tersebut tidak dilarang sebagai saksi menurut pasal 145 HIR/172 RBG, saksi menerangkan sesuai ketentuan pasal 144 ayat (2) HIR/171 ayat (2) RBG, saksi mengucapkan sumpah sesuai ketentuan pasal 147 HIR/175 RBG, saksi diperiksa satu demi satu sesuai ketentuan pasal 144 ayat (1) HIR/171 ayat (1) RBG.
Sedangkan syarat materiil alat bukti saksi adalah : keterangan yang diberikan saksi bersumber dari penglihatan dan pendengaran sendiri, serta apa yang dialami saksi, pendapat kesimpulan saksi bukan merupakan kesaksian (vide pasal 171 HIR/308 RBG), keterangan antara satu saksi dengan saksi yang lainnya saling berkesesuaian (vide pasal 170 HIR/309 RBG).
Batas minimal alat bukti saksi sekurang-kurangnya dua orang saksi karena kalau satu orang saksi bukan merupakan saksi.
Hal ini sesuai dengan asas unnus testis nullus testis (vide pasal 169 HIR/306 RBG).