KORUPSI KOLUSI NEPOTISME
Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme telah dikenal di masyarakat luas dengan istilah KKN.
KKN berdampak negatif di bidang politik,
ekonomi dan moneter.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme telah dijelaskan mengenai pengertian KKN.
Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) :
Korupsi adalah penggelapan atau penyelewengan harta milik
perusahaan ataupun milik negara untuk kepentingan diri sendiri (pribadi) maupun
untuk kepentingan orang lain. Korupsi
adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Kolusi Adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan
hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak
lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Kolusi adalah
permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-penyelenggara negara dan pihak
lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
Nepotisme Adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara
secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau
kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Nepotisme adalah
setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara.
PENCEGAHAN KKN
Pencegahan KKN di Indonesia Untuk melakukan pencegahan
terhadap praktik KKN, pemerintah Indonesia mengeluarkan landasan hukum yaitu
Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. UU No. 28 Tahun 1999 tersebut
disahkan di Jakarta pada 19 Mei 1999 oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf
Habibie (BJ Habibie).
Dalam pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara negara
dituntut menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa
tanggung jawab, secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Pelaku KKN Praktik KKN tidak hanya mungkin dilakukan
antar-penyelenggara negara tetapi juga antara penyelenggaraan negara dan pihak
lain seperti keluarga, para pengusaha dan lainnya.
Adanya UU No. 28 Tahun 1999 dimaksudkan sebagai upaya
mencegah para penyelenggara negara dan pihak lain melakukan praktik KKN. Maka
sasaran pokok UU tersebut adalah para penyelenggara negara, yang meliputi :
1.
Pejabat negara pada
lembaga tertinggi negara
2.
Pejabat negara pada
lembaga tinggi negara
3.
Menteri
4.
Gubernur
5.
Hakim di semua
tingkatan peradilan
6.
Pejabat negara yang
lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
7.
Pejabat lain yang
memiliki fungsi strategis terkait penyelenggaraan negara
8.
Yang dimaksud
dengan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis adalah pejabat yang tugas
dan wewenangnya dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktik
KKN, antara lain :
a.
Direksi, komisaris
dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMN Pimpinan Bank Indonesia dan
Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
b.
Pimpinan Perguruan
Tinggi Negeri Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan
sipil,
c.
Militer dan
Kepolisian Negara RI
d.
Jaksa Penyidik
Panitera pengadilan
e.
Pemimpin dan
bendaharawan proyek
Asas umum penyelenggaraan negara
Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari KKN, dalam UU No. 28 Tahun 1999 ditetapkan 7 asas umum penyelenggaraan
negara, meliputi : Asas kepastian hukum Asas tertib penyelenggaraan negara Asas
kepentingan umum Asas keterbukaan Asas proporsionalitas Asas profesionalitas
Asas akuntabilitas Berikut ini penjelasan masing-masing asas tersebut :
1.
Asas kepastian
hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara
negara.
2.
Asas tertib
penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. Asas
kepentingan umum adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif dan selektif.
3.
Asas keterbukaan
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan
dan rahasia negara.
4.
Asas
proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara.
5.
Asas
profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.
Asas akuntabilitas
adalah asas yang menentukan setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi KKN
Adanya sanksi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan
tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban penyelenggara
negara dan ketentuan lainnya. Sehingga dapat diharapkan memperkuat norma
kelembagaan, moralitas individu dan sosial. UU No. 28 Tahun 1999 mengatur
sanksi bagi penyelenggara negara yang melanggar ketentuan. Jenis sanksi yang
berlaku ada tiga jenis yaitu:
1.
Sanksi administratif
Sanksi pidana
2.
Sanksi perdana.
Berikut ini sanksi dan denda yang akan dikenakan pada
pelaku KKN, yaitu : Sanksi pelaku korupsi Pembahasan mengenai pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 yang disahkan
dan diundangkan pada 16 Agustus 1999 di Jakarta oleh Presiden ke-3 RI
Bacharuddin Jusuf Habibie.
Dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 disebutkan setiap
orang yang secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain yang suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, akan mendapatkan sanksi berupa : Pidana penjara seumur hidup atau
minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun Denda minimal RP 200 juta dan maksimal Rp
1 miliar
Menurut Pasal 21 UU No. 28 Tahun 1999, setiap
penyelenggara yang melakukan kolusi akan dikenai sanksi berupa: Pidana penjara
minimal 2 tahun dan maksimal 12 tahun Denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp
1 miliar Sanksi pelaku nepotisme Menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, setiap
penyelenggara negara yang melakukan nepotisme akan mendapatkan sanksi berupa :
1.
Pidana penjara
minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun.
2.
Denda minimal Rp
200 juta dan maksimal Rp 1 miliar
3.
Peran serta
masyarakat cegah KKN Menurut pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999, peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan negara adalah menggunakan hak dan tanggung
jawab untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih.
Berikut ini peran serta masyarakat untuk mencegah KKN
sesuai Pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999 tersebut :
1.
Hak mencari,
memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara.
2.
Hak untuk
memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara.
3.
Hak menyampaikan
saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara
negara.
4.
Hak memperoleh
perlindungan hukum.